Kisah Nabi Musa ‘Alaihissalam #7
Mu’jizat Nabi Musa dan Peristiwa Matinya Fir’aun dan Bala Tentaranya Di Laut Merah
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Terjelaskanlah pembangkangan dan sifat keras kepala Fir’aun dan para pengikutnya yang tidak juga mau beriman meskipun berbagai cobaan telah melanda mereka, dan bahkan mereka hendak membunuh Musa ‘Alaihissalam dan Bani Israil yang mereka pandang sebagai cara satu-satunya untuk menghilangkan dakwah Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Maka Allah ﷻ pun memerintahkan Nabi Musa ‘Alaihissalam untuk membawa Bani Israil pergi ke luar Mesir. Allah ﷻ berfirman:
وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلَا تَخْشَى
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” (QS. Taha: 77)
Allah memerintahkan Nabi Musa ‘Alaihissalam untuk keluar melarikan diri bersama Bani Israil menjauh dari negeri Mesir, dengan berjalan menuju ke Laut Merah. Namun ternyata informasi perihal rencana ini bocor ke telinga Fir’aun. Fir’aun pun murka dan mengumpulkan seluruh pasukannya tanpa terkecuali. ([1])
Allah ﷻ berfirman,
فَأَرْسَلَ فِرْعَوْنُ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ
“Kemudian Fir’aun mengirimkan orang yang mengumpulkan (tentaranya) ke kota-kota.” (QS. Asy-Syu’ara: 53)
Kemudian Fir’aun berkata:
إِنَّ هَؤُلَاءِ لَشِرْذِمَةٌ قَلِيلُونَ * وَإِنَّهُمْ لَنَا لَغَائِظُونَ وَإِنَّا لَجَمِيعٌ حَاذِرُونَ
“Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil, dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita dan sesungguhnya kita semua tanpa kecuali harus selalu waspada.” (QS. Asy-Syu’ara: 54-56)
Perhatikan bagaimana Fir’aun mengerahkan seluruh bala tentaranya tanpa terkecuali, walau ia tahu pasti bahwa jumlah Bani Israil amatlah sedikit, dan kekuatan persenjataan dan fisik mereka amatlah remeh. Para ulama mengatakan bahwa Fir’aun melakukan itu karena hendak melakukan pesta pembantaian Bani Israil.
Allah ﷻ berfirman,
فَأَخْرَجْنَاهُمْ مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (57) وَكُنُوزٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ (58) كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Kemudian, Kami keluarkan mereka (Fir‘aun dan kaumnya) dari taman-taman dan mata air, dan (dari) harta kekayaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah, dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil.” (QS. Asy-Syu’ara: 57-59)
Demikianlah skenario Allah ﷻ yang membuat mereka beramai-ramai dan dengan penuh semangat meninggalkan Mesir yang indah nan hijau, menuju kematian dan kebinasaan mereka. Allah ﷻ membuat mereka meninggalkan harta, kedudukan, serta kerajaan mereka, dan mewariskan semua itu kepada Bani Israil, yaitu di zaman Nabi Sulaiman AS.
Allah ﷻ kemudian berfirman:
فَأَتْبَعُوهُمْ مُشْرِقِينَ * فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
“Maka Fir´aun dan bala tentaranya mengikuti mereka di waktu matahari terbit (pagi). Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah para pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul!” (QS. Asy-Syu’ara: 60-61)
Fir’aun dan bala tentaranya tetap dapat menyusul rombongan Nabi Musa ‘Alaihissalam di tepian Laut Merah, walau mereka baru mulai keluar untuk mengejar di pagi hari. Ini dikarenakan beberapa dari rombongan Nabi Musa ‘Alaihissalam adalah orang yang sudah tua dan lemah, sehingga mereka tidak bisa berjalan dengan cepat.
Mendengar kegelisahan kaumnya, Nabi Musa ‘Alaihissalam menegaskan kepada mereka dengan penuh keyakinan:
كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Kita sekali-kali tidak akan tersusul! Sesungguhnya Tuhanku menyertaiku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku!” (QS. Asy-Syu’ara: 62)
Situasi saat itu memang benar-benar mencekam bagi Bani Israil. Di hadapan mereka Laut Merah membentang luas, sedangkan di belakang mereka gemuruh derap langkah dan kepulan debu tunggangan pasukan Fir’aun yang hendak membantai mereka semakin dekat. Memang menurut logika manusia, tak ada lagi cara untuk kabur dari pembantaian tersebut. Namun tidak ada yang mustahil bagi Allah ﷻ. Allah ﷻ akhirnya mewahyukan kepada Musa ‘Alaihissalam sesuatu yang kemudian menyelamatkan Bani Israil. Allah ﷻ berfirman:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: ‘Pukullah lautan itu dengan tongkatmu!’ Maka seketika terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahannya laksana gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara: 63)
Ini adalah mukjizat selanjutnya yang Allah ﷻ anugerahkan kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Laut yang membentang di hadapan mata mereka, hanya dengan sekali pukulan tongkat biasa, seketika terbelah membentuk 12 jalur untuk menyebrangi laut tersebut. Bani Israil terdiri dari 12 suku besar, dan masing-masing mereka Allah ﷻ berikan jalur khusus untuk menyebrangi lautan. Jalur yang terbentuk ini amatlah kering, layaknya jalanan di daratan, padahal baru saja ia berupa lautan yang amat luas, subhaanallah! Masing-masing jalur diapit oleh dua dinding air yang menjulang laksana gunung, namun memiliki celah-celah sehingga antar kabilah Bani Israil dapat saling melihat dan memastikan keselamatan yang lainnya. Subhaanallah!
Fir’aun dan pasukannya tercengang melihat kejadian yang luar biasa tersebut. Keajaiban benar-benar terjadi di depan mata mereka, namun semua itu tidak juga menggerakkan hati mereka untuk beriman. Alih-alih berhenti mengejar dan bertaubat kepada Allah ﷻ serta beriman kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam, Fir’aun dan bala tentaranya malah nekad hendak memasuki jalur-jalur laut tersebut demi mengejar Musa ‘Alaihissalam dan rombongan Bani Israil.
Atas izin dan karunia Allah ﷻ, sampailah Nabi Musa ‘Alaihissalam bersama pengikutnya di seberang Laut Merah. Sementara Fir’aun dan bala tentaranya baru sampai di ujung Laut Merah dan hendak menyeberanginya. Melihat itu, Nabi Musa ‘Alaihissalam pun segera ingin memukulkan tongkatnya kembali agar lautan kembali tertutup dan Bani Israil selamat dari kejaran mereka. Namun Allah ﷻ berfirman:
وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًا
“dan biarkanlah laut itu tetap terbelah.” (QS. Ad-Dukhon: 24)
Fir’aun tahu bahwa ini adalah pertanda yang amat besar bagi dirinya, yang seharusnya sudah cukup untuk menyudahi segala keangkuhan dan pengingkarannya. Namun dia tetap jumawa, angkuh, dan berusaha menjaga harga dirinya di hadapan rakyatnya. Bahkan Fir’aun dengan penuh keangkuhan dan kedustaan mengatakan kepada bala tentaranya: ‘Lihatlah! Laut ini terbelah untukku, Fir’aun Sang Tuhan!’([2]).
Fir’aun pun memasuki laut yang terbelah tersebut bersama bala tentaranya, bergegas mengejar Musa ‘Alaihissalam dan Bani Israil. Namun sebelum berhasil mencapai seberang Laut Merah, Allah ﷻ mengembalikan Laut Merah seperti sedia kala, sehingga tenggelamlah Fir’aun dan seluruh bala tentaranya.
Allah ﷻ berfirman:
حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Tatkala Fir’aun telah hampir tenggelam, ia pun berkata: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’” (QS. Yunus: 90)
Sekelompok orang[3] telah salah memahami ayat ini, sehingga mengatakan bahwa Fir’aun masuk surga karena ucapan terakhirnya adalah kalimat tauhid. Adapun kebenarannya, adalah seperti yang Allah ﷻ firmankan pada 2 ayat selanjutnya:
آلْآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ، فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
“Mengapa baru sekarang (kamu beriman), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?! Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu, supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu. Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus: 91-92)
Fir’aun mati dalam keadaan kafir, dan taubatnya yang muncul menjelang kematiannya itu tidaklah diterima oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’” (QS. An-Nisa: 18)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِر
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seeorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan.” ([4])
Dalam hadis lainnya, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَمَّا أَغْرَقَ اللَّهُ فِرْعَوْنَ قَالَ: {آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ} [يونس: 90] ” فَقَالَ جِبْرِيلُ: يَا مُحَمَّدُ فَلَوْ رَأَيْتَنِي وَأَنَا آخُذُ مِنْ حَالِ البَحْرِ فَأَدُسُّهُ فِي فِيهِ مَخَافَةَ أَنْ تُدْرِكَهُ الرَّحْمَةُ
“Ketika Allah menenggelamkan Fir’aun, ia mengatakan: ‘Aku beriman bahwa tiada tuhan yang hak selain Tuhan yang diimani Bani Israil.’
Jibril berkata: ‘Wahai Muhammad, seandainya engkau melihatku ketika sedang mengambil tanah dari lautan, lalu aku sumpal mulutnya, karena khawatir ia akan mendapat rahmat.’”([5])
Jibril tidak menginginkan Fir’aun mendapatkan rahmat Allah ﷻ, karena Jibril mengetahui betapa luasnya rahmat Allah ﷻ, dan dia lebih mengetahui tentang Allah dari pada kita.
Tewaslah Fir’aun dan bala tentaranya di hadapan Nabi Musa dan seluruh Bani Israil, pada Laut Merah, 10 Muharram. Namun Bani Israil masih meragukan tentang kematian Fir’aun karena mereka belum melihat jasadnya([6]). Maka Allah ﷻ pun menyelamatkan jasad Fir’aun, sehingga tampaklah jasadnya oleh Bani Israil, sehingga yakinlah mereka akan kematian Fir’aun yang selama bertahun-tahun menjadi momok yang amat menakutkan bagi mereka. Allah ﷻ mengapungkan mayatnya ke permukaan Laut Merah, dalam keadaan masih terbalut oleh jubah kebesarannya([7]).
Pada ayat lainnya, Allah ﷻ berfirman,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
“Neraka ditampakkan kepada mereka pada pagi dan petang. Dan pada hari terjadinya Kiamat, (dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat pedih!’” (QS. Ghafir: 46)
Hadis ini adalah dalil akan adanya azab kubur, dan bahwa ia akan menimpa setiap orang yang berhak mendapatkannya, walau jasadnya tidak dimakamkan di kuburan tanah([8]). Jasad Fir’aun selamat, namun ruhnya tetap diazab oleh Allah ﷻ. Setiap manusia yang wafat, pasti akan memasuki alam barzakh, dan di sana ia akan menjumpai kenikmatan atau pun siksa, sesuai dengan amal perbuatannya di dunia, tidak peduli dengan cara apa ia dikebumikan, apakah dikuburkan seperti biasa, dikremasi, tenggelam, dimakan binatang buas, atau cara-cara lainnya, karena yang akan memasuki alam barzakh adalah ruh seseorang.
Allah ﷻ berfirman:
كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ. وَزُرُوعٍ وَمَقامٍ كَرِيمٍ. وَنَعْمَةٍ كانُوا فِيها فاكِهِينَ. كَذلِكَ وَأَوْرَثْناها قَوْماً آخَرِينَ. فَما بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّماءُ وَالْأَرْضُ وَما كانُوا مُنْظَرِينَ
“Betapa banyak taman-taman dan mata air-mata air yang mereka tinggalkan, kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah, serta kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana. Demikianlah, Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain. Langit dan bumi tidaklah menangisi (kebinasaan) mereka, dan tidak akan ditangguhkan (siksa) bagi mereka.” (QS. Ad-Dukhan: 25-28)
Tak seorang pun yang menangisi kebinasaan mereka, bahkan orang-orang justru bersuka-cita dengan tewasnya mereka([9]). Allah ﷻ menyelamatkan Bani Israil seluruhnya, tak seorang pun dari mereka yang tertinggal. Dan sebaliknya, tak seorang pun dari pengikut Fir’aun yang selamat. Seluruh pengikut Nabi Musa ‘Alaihissalam selamat dan seluruh pengikut Fir’aun tewas tenggelam di Laut Merah.
Footnote:
___________
([1]) Lihat Tafsir Al-Qurthubiy:13/ 100.
([2]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/292 dan Tafsir Al-Qurthubiy: 11/ 229.
[3] Seperti Ibnu Arabi, dalam kitabnya Fushush al-Hikam.
([4]) HR Ahmad no 6160, Ibnu Majah no 4253 dan At-Tirmidzi no 3537. At-Tirmidzi berkata: “Hadis ini hasan gharib.”
Syaikh Al-Arna`uth dalam tahkik Musnad Imam Ahmad mengatakan: “Sanadnya hasan, karena salah satu perawinya adalah Abdurrahman bin Tsabit Al-‘Ansiy Ad-Dimasyqiy.”
([5]) HR At-Tirmidzi no. 3107. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Dan Al-Albani menghukumi hadis ini sebagai shahih lighairih.
([6]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/195
([7]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 8/379