Asmaul Husna
(Al-Hayyu Al-Qayyum)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Al-Hayyu maknanya adalah Maha hidup dan Al-Qayyum maknanya Maha tegak dan menegakkan (memelihara) makhluk-Nya.
Nama Allah Al-Hayyu Al-Qayyum senantiasa datang bergandengan pada tiga tempat dalam Al-Quran:
- Dalam surat Al-Baqarah ayat 255 (ayat kursi) :
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)”
- Dalam surat Ali Imran ayat Ali Imran ayat 1-2 :
الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
“Alif laam miim, Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya”
- Dalam surat Thaha ayat 111 :
وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.”
Adapun Al-Hayyu datang sendirian pada dua tempat dalam Al-Quran:
- Dalam surat Al-Furqan ayat 58 :
وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَىِّ ٱلَّذِى لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِۦ ۚ وَكَفَىٰ بِهِۦ بِذُنُوبِ عِبَادِهِۦ خَبِيرًا
“Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.”
- Dalam surat Ghafir ayat 65 :
هُوَ ٱلْحَىُّ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱدْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ ۗ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”
Makna Al-Hayyu (Maha Hidup)
Makna Allah Al-Hayyu memiliki tiga kelaziman (konsekuensi) :
- Kehidupan Allah azali (tidak didahului oleh ketiadaan) adapun selain Allah seluruhnya dimulai dengan ketiadaan.
- Kehidupan Allah kekal tidak diakhiri dengan kematian
- Kehidupan Allah sempurna. kesempurnaan kehidupan Allah berkonsekuensi bahwa Allah memiliki sifat-sifat lazimah (Dzatiyah) yang sempurna. Sifat dzatiyah seperti ; Melihat, Mendengar, Ilmu, Iradah, Qudrah dll. kesimpulannya sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa semua sifat dzatiyah Allah kembali kepada nama Allah Al-Hayyu.
Di antara ayat yang menjelaskan tentang kesempurnaan kehidupan Allah ﷻ adalah firman-Nya dalam ayat kursi,
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur” (Al-Baqarah:255)
Kehidupan yang tidak disertai dengan rasa kantuk dan tidur adalah kehidupan yang sempurna. Sebagaimana penduduk surga yang diberikan oleh Allah ﷻ sedikit kesempurnaan. Mereka tidak tidur, tidak mengantuk dan tidak merasa letih, sebagaimana dalam firman Allah ﷻ ,
ٱلَّذِىٓ أَحَلَّنَا دَارَ ٱلْمُقَامَةِ مِن فَضْلِهِۦ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ
“Allah yang telah mengizinkan kami tinggal di Surga secara tetap, tidak berpindah darinya sesudahnya karena karunia-Nya, bukan karena daya dan kekuatan kami, di sana kami tidak mendapatkan kelelahan dan kesusahan.” (QS. Fathir:35)
‘Nashob’ dalam ayat tersebut maknanya adalah kelelahan ketika beraktivitas dan ‘Lughub’ adalah kesusahan (kelelahan) setelah beraktivitas.([1])
Nabi ﷺ juga pernah bersabda ketika beliau ditanya tentang penduduk surga, apakah mereka tidur? Beliau menjawab bahwa mereka tidak tidur, beliau bersabda,
النَّومُ أَخُو المَوتِ
“Tidur adalah saudaranya kematian”([2])
Penduduk surga juga tidak akan pernah merasa sakit. Nabi ﷻ bersabda,
يُنَادِي مُنَادٍ إِنَّ لَكُمْ أَنْ تَصِحُّوا فَلَا تَسْقَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَحْيَوْا فَلَا تَمُوتُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَشِبُّوا فَلَا تَهْرَمُوا أَبَدًا وَإِنَّ لَكُمْ أَنْ تَنْعَمُوا فَلَا تَبْأَسُوا أَبَدًا فَذَلِكَ قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمْ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ }
Akan ada penyeru yang berseru (pada penduduk surga), Sesungguhnya kalian akan selalu sehat dan tidak akan sakit selamanya, kalian hidup dan tidak akan mati selamanya, kalian muda tidak akan tua selamanya, kalian akan merasakan nikmat tidak akan merasa sengsara selamanya. Itulah (makna) firman Allah ﷻ, ‘dan diserukan : Itulah surga yang Aku wariskan kepada kalian disebabkan apa yang kalian perbuat’ (Q.S Al-A’raaf:43)([3]).
Jika ini merupakan sedikit kesempurnaan yang diberikan kepada para penghuni surga maka bagaimana dengan kesempurnaan Allah ﷻ Al-Hayyu?
Sebagian orang mengatakan bahwa di surga nanti tidak ada yang abadi, makhluk tidak ada yang abadi, surga dan neraka juga tidak abadi. Mereka berdalih bahwasanya jika makhluk abadi maka ini merupakan bentuk menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Padahal keabadian Allah berbeda dengan Keabadian makhluk-Nya. Allah keabadiannya adalah secara Dzat-Nya, adapun makhluk maka keabadiannya karena diabadikan (dikekalkan) oleh Allah ﷻ. Selain itu keabadian manusia adalah keabadian yang didahului dengan ketiadaan. Keabadiannya juga keabadian yang di awali dengan kematian, mereka mati terlebih dahulu baru abadi. Adapun Allah ﷻ maka keabadiannya adalah keabadian yang sempurna. Tidak didahului dengan ketiadaan, tidak diawali dengan kematian dan keabadian Allah adalah keabadian secara Dzat-Nya adapun makhluk maka keabadian mereka adalah keabadian yang diciptakan oleh Allah ﷻ.
Di antara Makna Al Qayyum
Pertama : Tegak dengan sendiri-Nya Dan tidak membutuhkan kepada selain-Nya. Allah ﷻ berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلْفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلْغَنِىُّ ٱلْحَمِيدُ
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS Fathir:15)
Ayat ini menunjukkan bahwasanya makhluk itu fakir secara dzat-Nya (fakir dari segala sisi). fakir dari sisi membutuhkan Allah dari ketiadaan menjadi ada dan membutuhkan Allah Untuk mempertahankan keberadaannya.
Kedua : Maha mengurus makhluk-Nya
Allah berfirman,
أَفَمَنْ هُوَ قَآئِمٌ عَلَىٰ كُلِّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ
Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? (QS. Ar-Ra’d:33)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَن تَزُولَا ۚ وَلَئِن زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِّن بَعْدِهِ ۚ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Sesungguhnya Allah memegang langit dan bumi agar tidak bergeser” (QS. Fathir:41)
وَمِنْ آيَاتِهِ أَن تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ ۚ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِّنَ الْأَرْضِ إِذَا أَنتُمْ تَخْرُجُونَ
Diantara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah tegaknya langit dan bumi dengan perintahnya (QS. Ar-Ruum:25)
Sifat maha mengurusi makhluk-Nya melazimkan Allah memiliki sifat-sifat fi’liyah yang sempurna. (sifat-sifat fi’liyah seperti, menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rezeki dll) . kesimpulannya semua sifat-sifat Allah yang fi’liyah kembali kepada sifat Allah Al-Qayyum.
Di sini dapat dipahami bahwa sifat-sifat Dzatiyah kembali kepada nama Allah Al-Hayyu sedangkan sifat-sifat Fi’liyah kembali kepada nama Allah Al-Qayyum. Semua nama-nama Allah bisa disimpulkan kembali kepada kedua nama ini yaitu Al Hayyu Al Qayyum. Oleh karenanya nama Allah Al Hayyu Al Qayyum yang senantiasa bersandingan dinamakan dengan اِسمُ اللهِ الأَعظَمِ yaitu nama Allah yang teragung.
Pernah ada seorang laki-laki yang doanya terdengar oleh nabi ﷺ,
الّلهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ، لَا إِلهَ إِلَّا أَنْتَ يَا مَنَّانُ يَا بَدِيْعَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، يَا ذَا الْجَلَاَل وَالْإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ إِنِّي أَسْأَلُكَ …
“Ya Allah, sungguh aku bermohon kepada Engkau, Tiada Ada Tuhan kecuali Dirimu, Wahai Yang Maha mencurahkan nikmat, Pencipta seluruh langit dan bumi, wahai pemilik kebesaran dan kemuliaan, Yang Maha Hidup Maha Mengurusi Alam Semesta, aku bermohon kepadamu.”
Saat itu Nabi ﷻ mendengar orang tersebut berdoa demikian, beliau bersabda kepada para sahabatnya, “kalian tahu dia berdoa dengan apa ?” Para sahabat hanya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau lalu berkata, “Demi jiwaku yang berada di genggaman-Nya, sungguh dia telah berdoa kepada Allah dengan nama-Nya yang Agung (al-Ismu al-A’zham), jika hamba berdoa dengan Ismul A’zham, Allah niscaya mengabulkannya. Jika Allah diminta, Dia niscaya memberikannya.”([4])
Nabi ﷺ juga bersabda dalam doanya,
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا
Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya([5])
Anas bin Malik radhiallahuanhu juga pernah berkata,
كَانَ النَّبِي -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- إِذَا كَرَبَهُ أَمرٌ قَالَ: يَا حَيُّ يَا قَيُّوم بِرَحمَتِكَ أَستَغِيثُ
Dahulu Nabi ﷺ apabila ada suatu perkara yang menyedihkan, beliau berucap dalam doanya, ‘Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan’([6])
Inilah di antara nama Allah ﷻ yang paling agung, maka hendaknya seseorang ketika berdoa menyebutkan kedua nama ini. Sungguh pada hari kiamat kelak, wajah-wajah akan tertunduk kepada pemilik dua nama tersebut. Allah ﷻ berfirman,
وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْمًا
“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman.” (QS. Thaha:111)
Footnote:
______________
([1]) lihat : Tafsir Daqaiq ar-Ruh wa ar-Raihan karya Muhammad Amin Al-Harari (23/431)
{نَصَبٌ}؛ أي: تعب وكد بالأشغال.
{لُغُوبٌ}؛ أي: ضعف وملالة عن كثرة الأشغال
([2]) HR. Al-Baihaqi dalam Syuab al-Iman no. 4745 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih al-Jami’ no. 6808.
([4]) HR. Abu Dawud no. 1495 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Abi Dawud no. 1495
([5]) HR. An-Nasai dalam Sunan Al-Kubra no. 10405 dan dinyatakan sanadnya hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah As-Sahihah no. 227
([6]) HR. At-Tirmidzi no. 3524 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’ no. 4777