Syubhat-Syubhat Ateis
Pertama: jika segala sesuatu ada yang menciptakan, maka siapa yang menciptakan Allah ﷻ?
Bantahan:
- Kita ucapkan taawuz أعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. Karena bukti adanya Tuhan sangat banyak.
- Kita bantah secara logika yang telah dipakai oleh para ulama terdahulu dengan istilah at-tasalsul fii al-muattsiriin.
Contohnya:
A dibuat oleh B, B dibuat oleh C, C dibuat oleh D, dan seterusnya hingga berhenti kepada Z. Artinya A tidak mungkin ada kecuali jika telah dibuat oleh B. B tidak mungkin ada kecuali dibuat oleh C, dan seterusnya. Seandainya tasalsul silsilah tersebut tanpa ada ujungnya maka tidak akan ada A. A akan ada jika tasalsul silsilah tersebut berhenti pada satu titik yaitu Tuhan. Kenyataannya A sebagai makhluk telah ada.
Contoh berikutnya:
Ada 100 orang, orang yang ke 100 tidak boleh makan hingga nomor ke 99 makan. Nomor ke 99 tidak boleh makan hingga nomor ke 98 makan. Begitu seterusnya hingga nomor 2 tidak boleh makan sampai menunggu nomor sebelumnya yaitu yang nomor satu makan. Maka nomor 100 bisa makan jika ada titik hentinya yaitu nomor 1. Seandainya tidak ada penghujungnya maka tidak akan terjadi proses makan karena nomor 1 menunggu orang yang di belakangnya yang tidak berujung untuk makan.
Jika pembaca bisa memahami logika sederhana ini maka alhamdulillah. Namun jika pembaca tidak bisa memahami logika ini maka cukup membaca taawuz أعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ karena sesungguhnya ini adalah syubhat dari orang-orang Ateis.
Kedua: tuhan harus bisa dilihat atau ditangkap oleh indra penglihatan.
Jawabannya:
- Bukti adanya tuhan sangat banyak yang tampak pada ciptaan-ciptaan-Nya. Allah ﷻ berfirman,
وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلا تُبْصِرُونَ
“dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?.” (QS. Adz-Dzariyat: 21)
Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)
Juga bagaimana manusia berhasrat kepada manusia yang lain? Bagaimana anak yang baru lahir bisa langsung menyusu kepada ibunya? Seandainya ada seribu profesor yang mengajarkan sesuatu kepada anak yang baru lahir maka tidak akan ada yang mampu untuk mengajarkannya.
- Tidak adanya dalil tertentu bukan berarti yang ditunjukkan tidak ada karena bisa jadi ditunjukkan oleh dalil yang lain.
Contohnya:
Ketika seseorang bertanya kepada yang lain: apakah Budi ada di rumahnya? Lalu jika ada yang menjawab: Budi tidak ada di rumah karena tidak ada sandalnya di depan rumahnya. Maka kita katakan: adanya Budi di dalam rumah bukan hanya ditunjukkan oleh sandalnya. Bisa jadi sandalnya tidak ada namun suaranya kita dengar atau lampu rumahnya menyala. Jadi dalil/petunjuk yang menunjukkan bahwa Budi di dalam rumah sangat banyak bukan hanya satu.
Begitu juga orang ateis yang membatasi buktinya adanya Tuhan hanya dengan dilihat maka kita katakan bukti untuk menunjukkan adanya Tuhan bukan hanya satu. Seandainya bukti-bukti tersebut tidak terpenuhi maka masih banyak bukti yang lain yang menunjukkan Tuhan itu ada.
- Betapa banyak teori yang dirumuskan dengan dampak-dampaknya, bukan dengan melihat langsung.
Ini sangat banyak terdapat pada rumus fisika. Contoh: teori gravitasi, jika ada barang yang jatuh ke bawah maka menunjukkan adanya gaya yang menarik (gaya gravitasi). Bukti yang terlihat secara langsung yang menunjukkan adanya gaya gravitasi memang tidak ada, namun jika melihat dari dampaknya menunjukkan gaya gravitasi ada.
Rumus-rumus fisika lainnya yang tidak terlihat langsung namun buktinya menunjukkan ada. Contohnya bagaimana perhitungan bumi mengelilingi matahari atau orbit bumi. Secara bukti yang terlihat maka tidak ada orang yang melihat secara langsung bahwa bumi mengitari matahari, akan tetapi kita bisa merumuskannya dan membuktikannya. Jadi sesuatu bisa dirumuskan bukan hanya harus dilihat langsung akan tetapi bisa juga dengan dampaknya.
Begitu juga dengan Allah ﷻ, kita tidak perlu melihat Allah ﷻ secara langsung untuk menunjukkan Allah ﷻ ada. Akan tetapi cukup melihat dampak berupa adanya makhluk yang begitu indah yang menunjukkan bahwasanya Allah ﷻ ada.
Jika logika sederhana saja mengatakan mustahil kapal yang berjalan tanpa adanya Nakhoda, kemudian barang naik dan turun dengan sendiri. Maka terlebih lagi dengan alam semesta, bagaimana mungkin bisa berjalan dengan begitu teraturnya namun tidak ada yang mengaturnya? Maka ini lebih mustahil lagi untuk terjadi.
Kita juga katakan: tidak mungkin baju ada dengan sendirinya. Berbeda dengan orang Ateis yang mengatakan bahwa ini terjadi secara kebetulan. Maka kita katakan ini mustahil, karena adanya baju menunjukkan ada yang membuatnya.
Orang-orang Ateis berusaha membuat teori-teori tentang terciptanya alam semesta, seperti teori bintang kembar atau big-bang. Seandainya kita benarkan teori mereka, maka kita tanyakan kepada mereka: siapa yang menciptakan bintang kembar? Tidak mungkin bintang kembar tersebut ada dengan sendirinya. Jika mereka mengatakan bahwa bintang kembar ada dengan sendirinya maka jawaban ini bukanlah jawaban yang ilmiah, karena orang bodoh pun mampu untuk menjawab dengan jawaban seperti ini. Orang yang ahli dalam fisika tidak mungkin menjawab dengan jawaban seperti itu, karena mereka akan menjawab dengan jawaban yang ilmiah.
- Tuhan tidak terlihat bisa jadi karena ketidakmampuan indra penglihatan manusia. Contohnya virus corona, ada yang mengatakan virus tersebut ada dan ada yang mengatakan tidak ada. Namun jika kita melihat dampaknya maka kita lihat banyak orang yang meninggal disebabkan olehnya. Maka tidak terlihatnya virus corona bukan menunjukkan tidak ada wujudnya, namun karena mata manusia yang tidak mampu untuk melihatnya.
Contoh lainnya begitu banyak orang yang kerasukan jin, apakah kita katakan jin tidak ada karena tidak terlihat? Berarti bisa jadi sesuatu ada namun tidak bisa terlihat karena ketidakmampuan indra penglihatan manusia. Inilah seperti yang disabdakan Nabi Muhammad ﷺ,
وَإِنَّكُمْ لَنْ تَرَوْا رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا
“ketahuilah bahwasanya kalian tidak akan bisa melihat Rabb kalian hingga kalian meninggal.” ([1])
Ketika Nabi Musa ‘alaihissalam meminta melihat Allah ﷻ maka ia pun pingsan ketika ingin melihat Allah ﷻ.
- Bisa jadi Allah ﷻ sengaja tidak memperlihatkan diri-Nya sebagai bentuk ujian terhadap hamba-Nya. Karena Allah ﷻ menguji hamba-Nya untuk beriman kepada yang gaib sehingga Allah ﷻ tidak menampakkan diri-Nya.
- Betapa sering indra penglihatan salah dalam menilai.
Contohnya ketika melihat pesawat di angkasa yang terlihat kecil. Ternyata sebenarnya pesawat tersebut tidak kecil. Contoh juga ketika kita memasukkan kayu ke dalam air yang kemudian terlihat kayu tersebut bengkok. Ternyata sebenarnya kayu tersebut tidak bengkok.
Maka bukan berarti ketika kita tidak bisa melihat Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan tidak ada.
Ketiga: bisakah Tuhan menciptakan Tuhan?
Jawabannya:
Ini adalah pertanyaan yang salah, karena ini seperti pertanyaan: bisakah Anda naik ke bawah? Karena yang namanya Tuhan adalah menciptakan, bagaimana mungkin ada Tuhan yang diciptakan? Jika Tuhan diciptakan maka statusnya bukan sebagai Tuhan lagi. Ini adalah pertanyaan yang sering ditanyakan oleh orang-orang Liberal yang terpengaruh dengan pemikiran Ateis.
Keempat: mengapa ada bencana alam? Seharusnya Tuhan tidak menciptakan bencana alam.
Jawabannya:
Tuhan punya rencana sebagai ujian untuk hamba-hamba-Nya, untuk memperingatkan, atau untuk lainnya. Orang-orang Ateis lupa bahwasanya Allah ﷻ menciptakan manusia untuk diuji dengan berbagai macam ujian di antaranya dengan bencana alam, sakit, dan lainnya. Mereka orang Ateis menginginkan Tuhan yang sesuai selera mereka. Mereka menginginkan Tuhan yang menciptakan suatu kehidupan yang seluruhnya adalah kenikmatan. Kita katakan kehidupan yang seperti adanya nanti di surga, adapun dunia sekarang ini adalah tempat ujian. Jadi Tuhan memiliki maksud dan tujuan ketika menciptakan keburukan seperti Iblis misalnya dan yang lainnya.
Inilah sedikit pembahasan tentang syubhat-syubhat orang-orang Ateis. Penulis sarankan kepada para kaum muslimin jika bertemu dengan orang Ateis maka tidak perlu berdialog dengan mereka kecuali memiliki kemampuan untuk membantah mereka. Namun jika tidak memiliki kemampuan maka cukup doakan mereka agar mereka mendapatkan hidayah. Sungguh kasihan mereka, karena setan telah mempermainkan otak mereka. Mereka terlalu berspekulasi dalam kehidupan ini. Seandainya mereka tidak membiarkan kemungkinan spekulasi dalam kehidupan ini dengan mempertanyakan “bagaimana Tuhan?” meskipun hanya 1% tentu mereka akan selamat. Mereka tidak melihat bahwasanya hukum asal manusia adalah percaya kepada tuhan. Manusia dengan kepercayaan adanya tuhan sudah berlangsung selama berabad-abad, baru kemudian muncul pada abad ke 25 orang-orang aneh yang tidak mempercayai adanya tuhan. Itu pun hingga sekarang hanya segelintir orang, karena kebanyakan manusia dengan berbagai macam model agama mereka percaya akan adanya tuhan.
Inilah kenyataan pahit di akhir zaman ini, yaitu munculnya orang-orang Ateis di mana mereka mulai menulis di sosial media memberikan syubhat kepada kaum muslimin dan lainnya. Kebanyakan yang mengikuti mereka adalah orang-orang Nasrani yang telah ragu dengan agama mereka sehingga ketika mereka terkena syubhat ini mereka terbawa. Adapun kaum muslimin -alhamdulillah- Allah ﷻ telah menguatkan iman mereka sehingga yang menjadi Ateis hanya sedikit dibandingkan agama lainnya.
Footnote:
_____________
([1]) HR. An-Nasai No. 7716, dan dinyatakan daif oleh Al-Albani.