Hadits 29
Mengurusi Aib Orang Lain
عَن أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيه وَسَلَّم طُوبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ عَن عُيُوبِ النَّاسِ
Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh beruntung seseorang yang disibukkan dengan aibnya sehingga lalai dengan aib orang lain.”([1])
Status Hadits
Hadits ini diperselisihkan oleh para ulama tentang kesahihannya, tetapi Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram menilainya sebagai hadits yang hasan. Dan dari sisi makna, hadits ini maknanya benar.
Makna Hadits
Sebagian ulama memaknaiطُوبَى dengan pohon di surga, sehingga bagi mereka yang menyibukkan aib sendiri dan lalai dari aib serta urusan orang lain mereka akan dimasukkan ke dalam surga mendapatkan pohon tersebut.
Apabila seseorang menyibukkan dirinya untuk mengurusi aib orang lain maka dia akan lupa dengan aib dirinya. Sebagaimana kata pepatah nenek moyang, “Semut di seberang lautan tampak sementara Gajah di pelupuk mata tidak nampak.”
Seorang penyair berkata :
شرُّ الورَى مَنْ بِعَيْبِ النَّاسِ مُشْتَغِلٌ مِثْلَ الذُّبَابِ يُرَاعِي مَوْضِعَ الْعِلَلِ
“Seburuk-buruk manusia adalah yang sibuk dengan aib orang lain….seperti lalat yang hanya memperhatikan lokasi luka (borok)” ([2])
Setiap orang tentu mempunyai aib, apalagi jika dikoreksi dan diteliti secara detail niscaya kita akan menemukan banyak aib dalam diri kita. ‘Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.”([3])
Cara menghisab diri sendiri yaitu dengan merenungi apa saja yang telah kita lakukan. Mata kita digunakan untuk melihat apa saja hari ini. Telinga kita digunakan untuk mendengar apa saja hari ini. Lisan kita digunakan untuk berbicara apa saja hari ini. Hati kita pada hari ini apakah tercampuri riya’, apakah suuzan kepada orang lain, apakah sombong akan sesuatu, atau jangan-jangan hari ini kita telah merendahkan orang lain.
Amalan kita, sudahkah amalan kita benar sesuai tuntunan Nabi. Muamalah kita terhadap orang lain, istri, anak, dan orang tua, apakah kita telah menunaikan haknya masing-masing. Sehingga dengan menghisab diri sendiri saja tidak akan menyisakan waktu untuk mengurusi aib orang lain. Namun sebaliknya, jika waktu-waktu tersebut digunakan untuk mengurusi orang lain maka tidak akan ada waktu yang tersisa untuk mengurusi aib sendiri.
Oleh karena itu, sungguh beruntung dan surga bagi yang berusaha menyibukkan untuk mengurusi aib sendiri sampai dia lupa dengan aib orang lain. Karena yang paling utama adalah memperbaiki diri sendiri. Janganlah seperti lilin yang terbakar, menerangi orang lain sedangkan diri sendiri perlahan-lahan terbakar.
Footnote:
__________
([2]) Mawarid adz-Dzomáan Li Duruus az-Zamaan, Abdul Aziz As-Salmaan 1/377