NABI YUSUF ‘alaihis salam([1])
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Diantara anak-anak Ya’qub adalah Yusuf ‘alaihis salam. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda tentang Yusuf, Ya’qub, Ishaq, dan Ibrahim :
الكَرِيمُ، ابْنُ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ
“Yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia : Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim álaihimus salam” ([2])
Ini adalah nasab terbaik yang pernah ada, dimana 4 generasi semuanya nabi.
Adapun kisah Yusuf ‘alaihis salama maka telah Allah subhanahu wa ta’ala abadikan dalam surah yang panjang namanya surah Yusuf. Allah menamakan kisah nabi Yusuf dengan أَحْسَنُ القَصَصِ “pengkisahan yang terindah” ([3]). Dalam kisah nabi Yusuf dijelaskan bagaimana akhirnya Bani Israil berpindah dari Palestina menuju Mesir.
Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan tentang kisah anak-anak nabi Ya’qub ‘alaihis salam, tatkala mereka telah dewasa ternyata Ya’qub sangat sayang kepada Yusuf ‘alaihissalam. Yusuf ‘alaihissalam telah bermimpi lalu ia kabarkan mimpinya tersebut kepada ayahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.” (QS. Yusuf: 4)
Dan ini mimpi yang sangat dahsyat. Berarti rembulan, matahari, dan 11 bintang akan tunduk kepada Yusuf ‘alaihissalam. Dan ternyata ditakwilkan di kemudian hari yang dimaksud dengan rembulan adalah Ya’qub, matahari adalah Ibunya, dan kemudian 11 bintang adalah saudara-saudaranya([4]). Ketika ayahnya mengetahui hal ini lalu dia berkata kepada Yusuf ‘alaihissalam,
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)
Penulis sering sampaikan bahwa ayat ini merupakan dalil bahwasanya seseorang ketika mendapatkan nikmat maka tidak semua harus dia ceritakan kepada orang lain, tidak semua nikmat harus dia pamerkan di media sosial. Hal ini karena tidak semua orang bisa kuat melihat semua kenikmatan tersebut. betapa banyak wanita memamerkan suaminya sementara wanita-wanita lain suaminya tidak sayang seperti suami wanita tersebut. Dia gandengan dan pelukan dengan suaminya kemudian dia sebarkan di media sosial yang akhirnya banyak wanita yang lihat dan sedih karena tidak pernah dipeluk oleh suaminya. Oleh karenanya tidak semua kenikmatan kita tampakkan. Penulis selalu ingat nasehat Asy-Syaikh Asy-Syatsri haifzohullah, beliau berkata: “Jika ada orang bertanya kepadamu, “Rumahmu punya pribadi atau ngontrak?”, “Rumahmu ada berapa?”, maka janganlah kau jawab. Dan jika ada yang bertanya, “Mobilmu ada berapa?” maka jangan kau jawab. Karena jika kau menjawab dengan jujur rumahmu banyak maka dia akan hasad dan jika kau jawab dengan jujur bahwa kau masih menyewa rumah maka dia akan menghinamu”. Maka jika ditanya dengan pertanyaan seperti ini maka sebaiknya tidak perlu menjawab dan cukup menjawab saja secara global “Alhamdulillah Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi kenikmatan kepada saya atau alhamdulillah saya telah memiliki tempat tinggal”. Maka tidak perlu kita menjawab secara terperinci. Tentu kecuali kepada orang yang kita kenal baik kepada kita.
Adapun sebagian orang di zaman sekarang suka pamer dengan menyebutkan bahwa dirinya memiliki ini dan itu yang akhirnya membuat orang lain hasad dan dengki. Jangankan kepada orang jauh kepada orang dekat saja bisa mendatangkan masalah. Nabi Yusuf tidak diperbolehkan oleh ayahnya untuk menceritakan kepada saudara-saudara kandungnya.
Para ulama mengatakan bahwa surah Yusuf adalah surah makkiyah yang turun di Makkah([5]) dan Allah subhanahu wa ta’ala ingin memberikan tasliyyah/hiburan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya engkau wahai Nabi Muhammad dimusuhi oleh kaum Quraisy yang mereka dari sukumu sendiri dan engkau dimusuhi oleh pamanmu, maka sebelum engkau, Yusuf telah dimusuhi oleh saudara-saudaranya yaitu kakak-kakaknya yang seharusnya kakak-kakaknya membelanya malah memusuhinya([6]). Walaupun Yusuf tidak cerita tentang mimpinya kepada saudara-saudaranya namun mereka tetap cemburu kepada Yusuf dan akhirnya mereka bermusyawarah untuk berbuat jahat kepadanya.
إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudaranya (Bunyamin) lebih dicintai ayah daripada kita, padahal kita adalah satu golongan (yang kuat). Sungguh, ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.” (QS. Yusuf: 8)
Akhirnya dikarenakan saking cemburu dan hasad, mereka berkata:
اقْتُلُوا يُوسُفَ أَوِ اطْرَحُوهُ أَرْضًا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا مِنْ بَعْدِهِ قَوْمًا صَالِحِينَ
“Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu kamu menjadi orang yang baik.” (QS. Yusuf: 9)
Ini adalah trik yang bagus menurut mereka yaitu berbuat maksiat sekali saja yaitu dengan membunuh Yusuf lalu kemudian setelahnya bertobat dan menjadi orang yang saleh([7]). Dan itulah yang terkadang membuat orang saleh terjerumus dalam kemaksiatan dengan mengatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala maha pengampun sehingga dia berani melakukan maksiat dan mengatakan bahwa dia hanya akan melakukannya sekali saja lalu kemudian tidak akan melakukannya lagi karena Allah subhanahu wa ta’ala maha pengampun.
Kemudian salah satu di antara mereka yang bermusyawarah yaitu dari 10 orang bersaudara (dikarenakan Binyamin tidak ikut dalam musyawarah tersebut karena dia satu ibu dengan Yusuf), salah satu di antara mereka berkata:
قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ
“Seorang di antara mereka berkata, “Janganlah kalian membunuh Yusuf, tetapi masukan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir, jika kalian hendak berbuat.” (QS. Yusuf: 10)
Akhirnya merekapun menjalankan rencana jahat mereka tersebut. Mereka berkata kepada ayah mereka:
يَا أَبَانَا مَا لَكَ لَا تَأْمَنَّا عَلَى يُوسُفَ وَإِنَّا لَهُ لَنَاصِحُونَ
“Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya” (QS Yusuf : 11)
Yaitu mereka benar-benar menekankan bahwa mereka sangat menginginkan kebaikan bagi Yusuf. Mereka lalu berkata :
أَرْسِلْهُ مَعَنَا غَدًا يَرْتَعْ وَيَلْعَبْ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia bersenang-senang dan bermain-main, dan kami pasti menjaganya.” (QS. Yusuf: 12)
Yaitu jika Yusuf hanya di rumah saja tentu membosankannya, maka biarkanlah dia berjalan-jalan dan kami akan membawanya ke padang rumput. Lalu ayah mereka (Yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam) menjawab:
إِنِّي لَيَحْزُنُنِي أَنْ تَذْهَبُوا بِهِ وَأَخَافُ أَنْ يَأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَأَنْتُمْ عَنْهُ غَافِلُونَ
“Sesungguhnya kepergian kalian bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia dimakan serigala, sedang kalian lengah darinya.” (QS. Yusuf: 13)
Ini menunjukan betapa sayangnya Ya’qub kepada Yusuf, sehingga untuk berpisah saja darinya dalam waktu yang singkat sudah membuatnya sedih. Terlebih lagi jika ada bahaya yang dikhawatirkan.
Lalu mereka berkata:
قَالُوا لَئِنْ أَكَلَهُ الذِّئْبُ وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّا إِذًا لَخَاسِرُونَ
“Sesungguhnya mereka berkata, “Jika dia dimakan serigala, padahal kami golongan (yang kuat), kalau demikian tentu kami orang-orang yang rugi.” (QS. Yusuf: 14)
Yaitu mereka menekankan mana mungkin mereka yang berjumlah 10 orang tidak bisa melawan serigala yang hanya satu ekor. Akhirnya ayahnya menyetujuinya. Dan ini menunjukkan bagaimana Ya’qub sangat sayang kepada Yusuf. Akhirnya mereka pun pergi membawa Yusuf.
Namun ketika mereka membawanya mereka melemparkannya ke dalam sumur,
فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ
“Maka ketika mereka membawanya dan sepakat memasukkan ke dasar sumur.” (QS. Yusuf: 15)
Waktu nabi Yusuf yang masih kecil dilemparkan ke dalam sumur maka Allah subhanahu wa ta’ala langsung mewahyukan kepada nabi Yusuf,
وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Kami wahyukan kepadanya, “Engkau kelak pasti akan menceritakan perbuatan ini kepada mereka, sedang mereka tidak menyadari.” (QS. Yusuf: 15)
Maksudnya Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kabar gembira kepada nabi Yusuf bahwa kau akan selamat dan suatu hari kau akan mengabarkan kembali perbuatan saudara-saudaramu ini kepada mereka([8]). Akhirnya nabi Yusuf pun dilempar ke dalam sumur,
وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلَامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan datanglah sekelompok musafir, mereka menyuruh seorang pengambil air. Lalu dia menurunkan timbanya. Dia berkata, “Oh, senangnya, ini ada seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikannya sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yusuf: 19)
Mereka mengira ada budak yang lepas yang berada di dalam sumur lalu mereka ingin menjadikan Nabi Yusuf sebagai budak mereka. Tatkala mereka ingin mengambil Yusuf, datanglah kakak-kakaknya Yusuf lalu mengatakan bahwa Yusuf adalah budak mereka yang lepas dan jika mereka tetap menginginkannya maka hendaknya mereka membelinya. Akhirnya Yusuf pun dibeli dan uangnya diambil oleh kakak-kakaknya,
وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ
“Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.” (QS. Yusuf: 20)
Bagi mereka tidak masalah Yusuf dijual dengan harga murah yang penting Yusuf dibawa pergi([9]). Akhirnya Yusufpun dibawa pergi.
Kemudian kakak-kakaknya kembali ke rumah dan pulang di waktu malam,
وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ، قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka pada petang hari sambil menangis. Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 16)
Mereka menyengaja untuk kembali ketika waktu sudah memasuki malam agar lebih dramatis, seakan-akan ada permasalahan dan musibah besar. Untuk menyempurnakan tipuan mereka maka mereka menghiasinya dengan tangisan, lalu mereka berkata dengan perkataan yang sangat indah,
قَالُوا يَا أَبَانَا إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ وَتَرَكْنَا يُوسُفَ عِنْدَ مَتَاعِنَا فَأَكَلَهُ الذِّئْبُ وَمَا أَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَنَا وَلَوْ كُنَّا صَادِقِينَ
“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Sesungguhnya kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 17)
Mereka semua menyengaja pulang terlambat agar kondisi tersebut bisa memperdaya ayah mereka. Kemudian mereka membawakan baju Yusuf,
وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ
“Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu.” (QS. Yusuf: 17)
Ketika nabi Ya’qub melihat ini semua dia mengatakan,
قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ
“Dia (Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 17)
Nabi Ya’qub tidak percaya dengan semua drama ini meskipun anak-anaknya menangis. Jadi kita jangan terlalu percaya dengan orang yang menangis karena orang yang menangis belum tentu benar dan sebagian orang pintar bermain sandiwara. Demikian pula jangan terperdaya dengan indahnya perkataan sebagian orang bisa menutup kebatilan dengan indahnya perkataan.
Lalu apa alasan Ya’qub tidak membenarkan kakak-kakaknya Yusuf tentang kabar kematian Yusuf? Ada beberapa pendapat:
Pertama: nabi Yusuf telah menceritakan kepada nabi Ya’qub bahwasanya mimpinya tentang matahari, rembulan dan 11 bintang yang sujud kepadanya menunjukkan bahwasanya dia nanti ketika dewasa akan menjadi orang yang besar maka bagaimana mungkin dia meninggal ketika dia masih kecil. Dan ini di antara alasan nabi Ya’qub mendustakan perkataan mereka.([10])
Kedua: ketika didatangkan baju Yusuf yang penuh darah ternyata bajunya tidak terkoyak-koyak. Maka tidak mungkin serigala memangsa Yusuf namun tidak merobek-robek baju Yusuf. Dan ini merupakan indikasi kebohongan mereka. ([11])
Namun apa yang dikatakan nabi Ya’qub walaupun mengetahui kebohongan mereka? dia berkata فَصَبْرٌ جَمِيلٌ “sabar yang indah”. Para Ulama mengatakan bahwa nabi Ya’qub mengetahui bahwa Yusuf tidak mungkin akan kembali dan dia tidak mungkin untuk memaksa kakak-kakaknya Yusuf untuk mengembalikan Yusuf karena mereka semua telah sepakat untuk berdusta dan membohongi nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Ini dalil bahwasanya orang yang saleh terkadang diuji dengan anak-anak yang tidak baik. Nabi Ya’qub adalah nabi yang paling mulia di zamannya. Hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang paling dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala di zaman tersebut adalah Ya’qub ‘alaihissalam. Namun ternyata Allah subhanahu wa ta’ala uji dengan anak-anaknya. Ada anaknya yang saleh seperti Yusuf dan ada anak-anaknya yang tidak saleh yaitu 10 orang yang ternyata menipu ayah mereka padahal ayah mereka seorang nabi. Mereka berani untuk menipu seorang nabi. Namun Ya’qub tetap berkata فَصَبْرٌ جَمِيلٌ “sabar yang indah”. Allah sebutkan dalam Al-Quran ada beberapa kata yang disifati dengan جَمِيلٌ (indah):
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
“kesabaran yang indah”
Maksudnya kesabaran yang tidak disertai dengan mengeluh kepada orang lain dan dia hanya mengeluh kepada Allah subhanahu wa ta’ala([12]). Kita bisa saja mendapatkan penderitaan atau kesengsaraan tapi jangan sampai kita mengeluhkan kepada manusia. Adapun kita mengeluhkan kepada Allah maka ini adalah yang dituntut. Kita lepaskan semua keluhan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka itulah صَبْرٌ جَمِيلٌ. Karenanya nabi Ya’qub ketika di puncak kesedihan beliau berkata :
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf: 86)
Inilah kesabaran yang indah.
Lalu sifat indah berikutnya yang disebutkan di Al-Quran yaitu firman-Nya,
هَجْراً جَمِيلاً
“jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al-Muzzammil: 10)
Yaitu meninggalkan dengan meninggalkan yang baik yaitu meninggalkan tanpa memberikan gangguan([13]). Mungkin ada orang yang mengganggu kita maka kita tinggalkan dia tanpa harus membalas karena jika kita balas maka ini bukan هَجْراً جَمِيلاً “menjauh dengan cara yang baik”.
Kemudian,
فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ
“Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.” (QS. Al-Hijr: 85)
Yaitu memaafkan tanpa mencela([14]), yaitu tidak mengatakan ketika memaafkan, “Kamu memang brengsek namun saya maafkan”. Karena Ash-Shofhul jamil adalah memaafkan dengan tidak meninggalkan komentar atau celaan, adapun jika menasihati maka tidak mengapa. Maka hendaknya seseorang bisa berhias dengan 3 akhlak mulia ini: ash-shobrul jamil, ash-shofhul jamil, dan al-hajrul jamil.
Footnote:
_____________
([1]) Kisah nabi Yusuf ‘alaihis salam tentu sangat panjang, namun dalam buku ini penulis hanya menyampaikan inti dari kisah tersebut. Adapun kisahnya secara panjang lebar insya Allah akan penulis siapkan dalam “Tafsir Surah Yusuf” insya Allah.
([2]) HR Al-Bukhari no 3390 dari hadits Ibnu Úmar.
([3]) Sebagaimana dalam firman Allah
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (QS Yusuf : 3)
Sebagian ulama berpendapat bahwa الْقَصَصِ adalah mashdar dari kata kerja قَصَّ (mengkisahkan), sehingga makna dari أَحْسَنَ الْقَصَصِ adalah “Pengkisahan terbaik”, karena yang mengkisahkannya adalah Allah. Dan sebagian ulama berpendapat bahwa الْقَصَصِ adalah kata benda (الاِسْمُ), yang artinya kisah. Sehingga makna dari أَحْسَنَ الْقَصَصِ adalah “Kisah yang terbaik” (Lihat Tafsir al-Qurthubi 9/119). Ia adalah kisah yang terbaik karena berbagai banyak perubahan kondisi disebutkan dalam surat ini. Dari ujian yang satu menuju ujian yang lain, lalu dari ujian menunju kenikmatan, dari kehinaan menjadi kejayaan, dari perbudakan menjadi kekuasaan, dari perpecahan dan perpisahan menjadi persatuan dan kebersamaan, dari kesedihan menjadi kebahagiaan, dari kemakmuran menjadi kemarau, dari kemarau menjadi kemakmuran, dari kesempitan menjadi kelapangan dan dari pengingkaran menjadi pengakuan. Maka sungguh agung yang telah mengkisahkannya. (Lihat Tafsir As-Sa’di hal 407)
([4]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/557
([5]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 12/197
([6]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 12/198
([7]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/564
([8]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/142
([9]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/155
([10]) Lihat: Tafsir Al-Alusi 6/392
([11]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/149
([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/151
([13]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 29/268
([14]) Lihat: Mu’jam Al-Lughoh Al-‘Arabiyyah Al-Mu’ashiroh 1/399