Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam #2
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Akhirnya Yusuf dijual ke Mesir dan dibeli oleh menteri keuangan yaitu al-Aziz dan dia memiliki seorang wanita yang cantik jelita yang bernama Zulaikha([1]). Dalam literatur Islam tidak disebutkan namanya namun dalam kisah Israiliyyat disebutkan namanya Zulaikha. Akhirnya Yusuf dirawat oleh mereka di keluarga tersebut yang kaya raya dan sang menteri berkata:
عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا
“mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” (QS. Yusuf: 21)
Kebetulan mereka belum mempunyai anak([2]). Akhirnya Yusuf tumbuh berkembang di rumah tersebut dan ternyata dia tumbuh menjadi lelaki yang gagah dan tampan yang berbeda dengan orang-orang setempat. Orang-orang setempat dari suku Qibthi sedangkan Yusuf dari Bani Israil. Akhirnya Zulaikha tertarik dengan Yusuf dan mulailah dia merayu Yusuf yang kisah ini Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam Al-Quran,
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf: 23)
Ketika Zulaikha mulai merayu Yusuf dan dia mengunci semua pintu dan dia menghiasi tubuhnya dengan indah kemudian dia mengajak Yusuf. Maka Yusuf pun berkata: مَعَاذَ اللَّهِ “Aku berlindung kepada Allah”, kemudian dia berkata: إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ menurut penafsiran pertama artinya “sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik maka bagaimana mungkin saya menghianati dia”([3]). Atau berdasarkan penafsiran kedua artinya “sungguh, Allah telah memperlakukan aku dengan baik betapa rezeki dan anugerah yang dianugerahkan kepadaku maka bagaimana mungkin saya bermaksiat kepada Rabbul ‘Alamin”([4]). Maka di antara cara agar kita tidak bermaksiat kita harus ingat bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala terlalu baik kepada kita. Jika kita memiliki bos yang sangat baik kepada kita maka tidak mungkin kita berkhianat maka terlebih lagi Allah subhanahu wa ta’ala yang memberikan segalanya kepada kita.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Dan sungguh, perempuan itu telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya, sekiranya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh, dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” (QS. Yusuf: 24)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sang wanita sudah sangat berhasrat untuk berzina dengan Yusuf terlebih semua pintu sudah terkunci. Dan Yusuf yang masih muda juga tergerak hasratnya karena melihat kecantikan wanita ini. Dan seandainya Yusuf tidak diberi petunjuk oleh Allah subhanahu wa ta’ala sungguh dia akan terjerumus([5]).
Akan tetapi الهَمُّ (bisikan hati) yang ada di Yusuf tidak sama dengan الهَمُّ yang ada pada sang wanita. Adapun الهَمُّ yang ada pada yusuf hanyalah gerakan hasrat hati yang dilawan oleh Yusuf, dan iapun meninggalkannya karena Allah, karenanya justru Yusuf mendapatkan pahala dari Allah. Adapun الهَمُّ yang ada pada sang wanita maka sudah meningkat hingga pada tekad bulat, dan sampai pada usaha baik dengan perkataan maupun perbuatan. Maka الهَمُّ yang seperti ini terhitung dosa di sisi Allah. Adapun Yusuf maka الهَمُّ beliau tidak menimbulkan dosa karena hanya berupa bisikan hasrat hati dan belum menjadi tekad bulat([6]).
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَاسْتَبَقَا الْبَابَ
“Dan keduanya berlomba menuju pintu.” (QS. Yusuf: 24)
Mereka berdua berlomba menuju pintu. Nabi Yusuf lari menuju pintu untuk kabur dan sang wanita juga lari untuk menangkap Yusuf. Keduanya sama-sama berlomba. Yang satu berlomba pada ketaatan dan yang satunya lagi berlomba pada kemaksiatan. Yang satu berlomba ingin selamat dari zina dan yang satunya lagi berlomba untuk melakukan zina.
وَقَدَّتْ قَمِيصَهُ مِنْ دُبُرٍ وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ قَالَتْ مَا جَزَاءُ مَنْ أَرَادَ بِأَهْلِكَ سُوءًا إِلَّا أَنْ يُسْجَنَ أَوْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“dan perempuan itu menarik baju gamisnya (Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?” (QS. Yusuf: 25)
Inilah kehebatan nabi Yusuf ‘alaihissalam, dia digoda dengan ujian yang luar biasa sampai-sampai Ibnul Qoyyim menyebutkan 10 ujian yang dihadapi oleh nabi Yusuf([7]). Ujian yang paling besar bagi lelaki adalah ujian wanita. Mungkin seseorang digoda dengan ujian harta dan jabatan dia tidak tergoda namun jika digoda dengan wanita cantik dia tidak berkutik.
Ketika mendapati suaminya di depan pintu ternyata Zulaikha pandai berbicara dan dia memutar balikkan fakta. Dia berkata: “Apakah balasan terhadap orang yang bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa yang pedih?”. Dan inilah hebatnya Zulaikha karena dia pandai berbicara, karena biasanya wanita jika sudah terjebak dalam kondisi tertangkap basah seperti ini mereka akan bingung untuk berbicara apa. Berbeda dengan Zulaikha, ketika dia telah terjebak dengan keadaannya, dia bisa langsung memutar balikkan fakta. Akhirnya Yusuf membela diri bahwa dirinyalah yang telah dirayu, maka Yusuf pun membantah tuduhan tersebut.
قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِي عَنْ نَفْسِي وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِنْ أَهْلِهَا إِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ قُبُلٍ فَصَدَقَتْ وَهُوَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
“Dia (Yusuf) berkata, “Dia yang menggodaku dan merayu diriku.” Seorang saksi dari keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “Jika baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu benar, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta.” (QS. Yusuf: 26)
Ternyata ada keluarga dari Zulaikha yang mengatakan bahwa harus dilihat baju yang terkoyak dari sisi mana? Jika bajunya yang terkoyak dari sisi depan maka ini menunjukkan bahwa yang merayu adalah Yusuf dan Zulaikha yang mendorongnya sehingga menyebabkan bajunya terkoyak dari bagian depan.
وَإِنْ كَانَ قَمِيصُهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ فَكَذَبَتْ وَهُوَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar.” (QS. Yusuf: 27)
Dan jika ternyata bajunya terkoyak dari belakang maka ini menunjukkan bahwa Yusuf yang kabur dan Zulaikha yang menariknya. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang suaminya ketika melihat baju Yusuf,
فَلَمَّا رَأَى قَمِيصَهُ قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ إِنَّهُ مِنْ كَيْدِكُنَّ إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ
“Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.” (QS. Yusuf: 28)
Maka suaminya pun meminta kepada Yusuf untuk melupakan kejadian ini,
يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِينَ
“Wahai Yusuf! ”Lupakanlah ini, dan (istriku) mohonlah ampunan atas dosamu, karena engkau termasuk orang yang bersalah.” (QS. Yusuf: 29)
Jadi menteri ini ingin berita ini hilang. Sebagian Ahli Tafsir menjelaskan alasan mengapa suami ini tidak marah terhadap istrinya? Disebutkan dalam Israiliyyat bahwa suaminya tersebut lemah syahwat dan dia tidak bisa melayani istrinya maka dia memaklumi jika istrinya tertarik dengan lelaki lain sehingga dia tidak begitu marah kepada istrinya([8]). Bukan dia tidak memiliki kecemburuan akan tetapi dia sudah tidak bisa apa-apa yang akhirnya dia hanya bisa meminta kepada istri untuk memohon ampunan Allah subhanahu wa ta’ala dan meminta kepada Yusuf untuk melupakan kejadian tersebut agar berita tersebut hilang. ([9])
Yang disebutkan di dalam Al-Quran bahwa yang hadir dalam kisah tersebut hanya suami Zulaikha, Zulaikha, Yusuf, dan keluarga Zulaikha, akan tetapi berita tersebut tidak bisa ditutup. Isu tersebut tersebar di seluruh penjuru Mesir dan menjadi buah bibir para wanita.
وَقَالَ نِسْوَةٌ فِي الْمَدِينَةِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ تُرَاوِدُ فَتَاهَا عَنْ نَفْسِهِ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا إِنَّا لَنَرَاهَا فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Dan perempuan-perempuan di kota berkata, “Istri Al-Aziz menggoda dan merayu pelayannya untuk menundukkan dirinya, pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami pasti memandang dia dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Yusuf: 30)
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang Zulaikha yang mendengar buah bibir para wanita tersebut,
فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَأً وَآتَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ سِكِّينًا وَقَالَتِ اخْرُجْ عَلَيْهِنَّ فَلَمَّا رَأَيْنَهُ أَكْبَرْنَهُ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ
“Maka ketika perempuan itu mendengar cercaan mereka, diundangnyalah perempuan-perempuan itu dan disediakannya tempat duduk bagi mereka, dan kepada masing-masing mereka diberikan sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf), “Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka.” Ketika perempuan-perempuan itu melihatnya, mereka terpesona kepada (keelokan rupa)nya, dan mereka (tanpa sadar) melukai tangannya sendiri. Seraya berkata, “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf: 31)
Allah subhanahu wa ta’ala menamakan perkumpulan para wanita tersebut ketika menggunjing Zulaikha dengan makar. Jadi para wanita tersebut ketika membicarakan tentang Zulaikha yang tergoda dengan Yusuf karena mereka juga penasaran ingin melihat Yusuf([10]). Karena mereka penasaran mengapa bisa istri menteri yang cantik jelita naksir kepada pembantunya? Siapakah pembantunya tersebut?. Ternyata mereka membicarakan hal tersebut supaya bisa diundang untuk melihat Yusuf. Mereka pura-pura mencela namun ternyata mereka ingin tahu.
Ketika Zulaikha mendengar mereka maka dia pun mengundang mereka, menyediakan untuk mereka tempat untuk bersandar, dan masing-masing setiap mereka diberikan pisau dan makanan yang bisa dipotong. Dan di tengah keadaan seperti itu Zulaikha memerintahkan Yusuf untuk lewat di hadapan mereka. Dan ketika mereka melihat Yusuf mereka terkejut dan kaget sehingga mereka memotong tangan-tangan mereka tanpa sadar([11]), dikarenakan tampannya nabi Yusuf.
وَقُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ
“Seraya berkata, “Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Ini benar-benar malaikat yang mulia.” (QS. Yusuf: 31)
Jika kita membaca kitab-kitab tafsir maka kita akan banyak mendapati keanehan-keanehan, disebutkan bahwa mereka ketika melihat Yusuf langsung ada yang haid, dan sebagian lainnya ketika melihat Yusuf langsung ada yang meninggal dunia([12]). Hal ini dikarenakan nabi Yusuf sangat Tampan sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertemu dengan nabi Yusuf ketika isra mi’raj maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
قَدِ اُعْطِيَ شَطْرَ الْحَسَنِ
“Sungguh dia (Yusuf) telah diberikan setengah ketampanan.”([13])
Mereka terpukau dengan ketampanan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dan setelah itu, Allahﷻ berfirman,
قَالَتْ فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ
“Dia (istri Al-Aziz) berkata, “Itulah orangnya yang menyebabkan kamu mencela aku karena (aku tertarik) kepadanya,” (QS. Yusuf: 32)
Istri Al-Aziz yang konon namanya adalah Zulaikha mencela para wanita yang hadir tersebut. Seakan-akan Zulaikha berkata keapda teman-temannya, “Inilah yang menjadi sebab kalian mencelaku, yang mana kalian sendiri tidak bisa menahan diri di hadapan Yusuf ‘alaihissalam, meskipun hanya beberapa saat. Padahal, aku bertahun-tahun bersamanya di dalam satu rumah, bagaimana tidak tergoda dengannya.”
وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ
“Dan sungguh, aku telah menggoda untuk menundukkan dirinya tetapi dia menolak.” (QS. Yusuf: 32)
Para ulama mengatakan bahwa tatkala itu Zulaikha memutuskan tirai rasa malunya([14]) dan tidak merasa malu lagi untuk membongkar seluruh berita di hadapan para wanita itu bahwasanya dia lah yang memang merayu Yusuf ‘alaihissalam. Namun Yusuf menolaknya. ([15])
وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ
“Jika dia tidak melakukan apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan, dan dia akan menjadi orang yang hina.” (QS. Yusuf: 32)
Tatkala diancam demikian, maka nabi Yusuf ‘alaihissalam berdoa:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh”.” (QS. Yusuf: 33)
Perhatikanlah doa nabi Yusuf ‘alaihissalam yang mengatakan “Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka”. Artinya yang merayu bukan hanya Zulaikha, akan tetapi teman-temannya juga merayunya([16]). Bahkan, disebutkan di dalam tafsir bahwa Zulaikha menyuruh para wanita yang hadir agar satu persatu berduaan dengan Yusuf untuk merayu Yusuf ‘alaihissalam agar nurut kepada Zulaikha. Akhirnya, para wanita tersebut datang kepada Yusuf ‘alaihissalam satu per satu, namun bukannya mereka merayu untuk Zulaikha, bahkan masing-masing mereka berkata, “Wahai Yusuf, penuhilah hasratku, sesungguhnya aku lebih baik dari majikanmu Zulaikha” ([17]). Namun, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan: “Aku lebih senang dipenjara daripada memenuhi rayuan mereka.”
Ayat ini sekaligus menjadi dalil bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak ujub dengan imannya. Seakan-akan dia berkata: “Wahai Rabb-ku, sampai kapan aku bisa bertahan dengan godaan mereka. Jika Engkau tidak hindarkan aku dari mereka, maka aku akan condong kepada mereka. Dan aku akan terjerumus di dalam kemaksiatan seperti orang-orang yang jahil.” Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah lelaki, sedangkan di depannya adalah wanita-wanita yang cantik jelita.
فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Dialah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 34)
“Dialah ﷻ Yang Maha Mendengar” maksudnya adalah Allahﷻ maha mengabulkan permintaan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Tentu “terpenjara” merupakan hal yang dibenci oleh jiwa, akan tetapi nabi Yusuf ‘alaihissalam merasakan penjara lebih nikmat daripada harus melakukan kemaksiatan dan perbuatan yang nista yang mendatangkan kelezatan sementar yang diakhiri dengan kesengsaraan. ([18])
ثُمَّ بَدَا لَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا رَأَوُا الْآيَاتِ لَيَسْجُنُنَّهُ حَتَّى حِينٍ
“Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai waktu tertentu.” (QS. Yusuf: 35)
Akhirnya pembesar-pembesar di Mesir memandang bahwasanya perkara yang terjadi antara Yusuf ‘alaihissalam dengan para wanita sudah tersebar dimana-mana. Untuk menghilangkan semua jejak, akhirnya mereka memandang bahwa Yusuf ‘alaihissalam harus dipenjara sampai waktu yang tidak ditentukan. Beliau dipenjara sampai waktu yang sangat lama, supaya kasus tersebut terlupakan. ([19])
Di dalam penjara, ternyata nabi Yusuf ‘alaihissalam beribadah dan berakhlak mulia, sering memberi nasehat, membantu orang yang berada di penjara, sehingga orang-orang uang berada di penjara tertarik dengan beliau. Disebutkan di dalam buku-buku tafsir, sebagian orang yang keluar dari penjara mengatakan ‘Aku tidak mau keluar dari penjara, karena ingin bersama nabi Yusuf ‘alaihissalam’. Mereka enggan keluar dari penjara dan ingin dipenjara lagi, supaya bisa berteman dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam([20]). Hingga akhirnya, ada dua orang yang datang kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam meminta fatwa tentang mimpinya.
Allahﷻ berfirman,
وَدَخَلَ مَعَهُ السِّجْنَ فَتَيَانِ قَالَ أَحَدُهُمَا إِنِّي أَرَانِي أَعْصِرُ خَمْرًا وَقَالَ الْآخَرُ إِنِّي أَرَانِي أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِي خُبْزًا تَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْهُ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan bersama dia masuk pula dua orang pemuda ke dalam penjara. Salah satunya berkata, “Sesungguhnya aku bermimpi memeras anggur,” dan yang lainnya berkata, “Aku bermimpi, membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung.” Berikanlah kepada kami takwilnya. Sesungguhnya kami memandangmu termasuk orang yang berbuat baik.” (QS. Yusuf: 36)
Mereka tertarik dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam karena tingkah laku, akhlak dan perangainya yang sangat mulia dan baik. Membuat mereka tertarik dengannya, sehingga mereka mau bertanya tentang tafsir mimpi.
Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan bahwa yang tersebar di Mesir tatkala itu adalah keahlian menafsirkan mimpi, sehingga banyak dukun-dukun yang tersohor tatkala itu, karena mereka sering tepat di dalam menafsirkan mimpi. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam pada perkara yang sedang booming tatkala itu([21]). Hal ini merupakan kebiasaan Allahﷻ terhadap nabi-nabi-Nya. Sebagai contohnya adalah tatkala di zaman nabi Musa ‘alaihissalam, yang sedang booming saat itu adalah sihir. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Musa ‘alaihissalam sesuatu yang serupa dengan sihir. Akan tetapi sejatinya bukanlah sihir, yang pada akhirnya mengalahkan seluruh sihir yang ada. Begitu juga seperti yang terjadi di zaman nabi Isa ‘alaihissalam. Yang sedang booming saat itu adalah ilmu pengobatan. Maka, Allahﷻ memberi mukjizat kepada nabi Isa ‘alaihissalam bagaimana dia mampu mengobati orang yang buta dan tiba-tiba langsung melihat, yang tertimpa penyakit albino langsung sembuh dan bahkan yang mati mampu dihidupkan kembali oleh nabi Isa ‘alaihissalam. Di zaman nabi Muhammadﷺ, yang sedang booming saat itu adalah syair-syair arab, lantunan-lantunan indah atau balaghah-balaghah. Maka, Allah menurunkan mukjizat kepada nabi Muhammad ﷺ berupa Al-Quran, yang mana balaghahnya mengungguli syair-syair yang ada. Begitu juga halnya, di zaman nabi Yusuf ‘alaihissalam, yang sedang booming saat itu adalah menafsirkan mimpi. Maka, Allahﷻ memberikan mukjizat kepada nabi Yusuf ‘alaihissalam dari sisi menafsirkan mimpi, yaitu mimpi raja yang tidak seorangpun mampu untuk menafsirkannya.
Tatkala nabi Yusuf ‘alaihissalam didatangi oleh dua orang tersebut untuk ditafsirkan mimpinya. Beliau mengatakan,
قَالَ لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌ تُرْزَقَانِهِ إِلَّا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَكُمَا
“Dia (Yusuf) berkata, “Makanan apa pun yang akan diberikan kepadamu berdua aku telah dapat menerangkan takwilnya, sebelum (makanan) itu sampai kepadamu.” (QS. Yusuf: 37)
Ayat ini menjelaskan bahwa saat itu merupakan kesempatan bagi nabi Yusuf ‘alaihissalam, yaitu ketika mereka berdua datang dan sedang butuh kepada beliau. Sebelum beliau menjelaskan takwil mimpi mereka, beliau ingin mendakwahi mereka. Ini adalah kesempatan yang bagus bagi beliau ketika beliau berada pada posisi yang tinggi, yaitu dalam keadaan sedang dibutuhkan. Sedangkan posisi mereka yang rendah, yaitu dalam keadaan membutuhkan beliau. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan: “Sebelum aku menafsirkan mimpi kalian, dengarkanlah terlebih dahulu apa yang aku bicarakan. Janganlah khawatir, karena sebelum datang jatah makan kalian, maka mimpi kalian sudah aku tafsirkan kepada kalian.” Artinya nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak langsung menafsirkan mimpi mereka agar mereka merasa tenang dan beliau bisa berdakwah kepada mereka.
Para ulama mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengetahui waktu, karena seluruh pintu tertutup, keadaan gelap, yang mereka ketahui hanyalah jadwal makan dan tidur. Mereka tidak bisa mengetahui waktu siang, ashar, sore maupun maghrib. Karena, semua tempat tertutup. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam mengaitkan waktu dengan jadwal makan([22]).
Akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam mulai mendakwahi mereka dan langsung dalam permasalahan tauhid. Beliau berkata,
ذَلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِي رَبِّي إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
Itu sebagian dari yang diajarkan Tuhan kepadaku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, bahkan mereka tidak percaya kepada hari akhirat.” (QS. Yusuf: 37)
Maksudnya adalah seakan-akan nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata: “Sesungguhnya yang mengajarkan ilmu menafsirkan mimpi ini adalah Allahﷻ dan masih ada ilmu yang lainnya (yang belum diketahui).” Seperti ilmu pemerintahan, ilmu perbendaharaan kerajaan dan lain sebagainya. Mereka adalah orang-orang musyrik. Akan tetapi, nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak langsung menggunakan kata ganti orang kedua. Nabi Yusuf tidak berkata, “Kalian adalah musyrik”. Namun, beliau dengan penuh kelembutan menyampaikan tauhid dengan menceritakan orang ketiga yaitu kaumnya yang merupakan kaum musyrikin, yaitu kaum Kan’aniyin -bukan bani Israil- yang tinggal di Palestina yang berbuat kesyirikan. Padahal, keadaan mereka berdua sama dengan keadaan kaum nabi Yusuf ‘alaihissalam, yaitu sama-sama berbuat kesyirikan([23]). Demikianlah, dakwah yang dilakukan oleh nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dakwah tidak harus to the point, namun bisa jadi dibuka dengan pendahuluan-pendahuluan atau basa-basi terlebih dahulu. Kemudian, nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata,
وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَائِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَنْ نُشْرِكَ بِاللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ذَلِكَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ
“Dan aku mengikuti agama nenek moyangku: Ibrahim, Ishak dan Yakub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Yusuf: 38)
Al-Qurthubi berkata :
(وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَشْكُرُونَ) عَلَى نِعْمَةِ التَّوْحِيْدِ وَالِإيْمَانِ
“…“tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur” atas nikmat tauhid dan iman”([24])
Ini kenyataan yang terjadi, betapa banyak orang hanya bersyukur jika mendapatkan nikmat dunia. Lihatlah Yusuf mengajarkan bahwa nikmat tauhid adalah nikmat yang sangat besar, meskipun ketika itu beliau tidak memiliki dunia sama sekali, bahkan beliau sedang di dalam penjara.
Demikian juga sebagai isyarat kepada kedua penghuni penjara yang musyrik, bahwasanya orang musyrik pada hakikatnya tidaklah bersyukur kepada Tuhan yang maha esa([25]).
Setelah itu, beliau melanjutkan perkataannya,
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللَّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha perkasa?” (QS. Yusuf: 39)
Para ulama mengatakan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak mengatakan ‘wahai Fulan dan Fulan’, akan tetapi mengatakan ‘wahai penghuni penjara’. Ini merupakan hal yang bagus, karena saat itu nabi Yusuf ‘alaihissalam sedang di penjara. Beliau menyebutkan perkara yang mereka sama-sama mengalami penderitaannya([26]). Jika, kita berdakwah pada titik yang sama, kemudian kita menuju pada titik yang berbeda, maka hal itu menjadi sesuatu yang sangat bagus. Sehingga, orang yang berada di hadapan kita merasa percaya lebih dahulu dengan kita. Maka dari itulah, nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata dengan menyebutkan ‘wahai penghuni penjara’.
Pada ayat di atas nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata kepada mereka: ‘Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa, Maha perkasa?’ Tentu, tidak sama. Misalnya, jika seseorang menginginkan rezeki, maka dia harus meminta Tuhan Fulan. Atau jika meminta jodoh dengan Tuhan Fulan. Atau jika meminta kesembuhan dengan Tuhan Fulan. Masing-masing menjadi Tuhan Spesialis tersendiri([27]). Adapun Allahﷻ yang Maha Esa, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka, manakah yang lebih baik, Tuhan Yang Maha Esa ataukah Tuhan yang bermacam-macam?
Kemudian, nabi Yusuf ‘alaihissalam membantah lagi,
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40)
Sesungguhnya agama adalah milik Allahﷻ. Hukum Allahﷻ berlaku bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Allahﷻ.([28]) Setelah nabi Yusuf ‘alaihissalam mendakwahkan tauhid, beliau berkata:
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا وَأَمَّا الْآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ قُضِيَ الْأَمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ
“Wahai kedua penghuni penjara, “Salah seorang di antara kamu, akan bertugas menyediakan minuman khamar bagi tuannya. Adapun yang seorang lagi dia akan disalib, lalu burung memakan sebagian kepalanya. Telah terjawab perkara yang kamu tanyakan (kepadaku).” (QS. Yusuf: 41)
Penghuni penjara yang pertama ditafsirkan mimpinya bahwa dia akan keluar dari penjara dan menjadi pelayan raja. Sedangkan, penghuni penjara yang kedua ditafsirkan mimpinya bahwa dia tidak akan keluar dari penjara. Namun, dia akan dipenggal, setelah itu disalib hingga mati, kemudian burung-burung akan datang dan mematuk-matuk kepalanya([29]). Kemudian Allahﷻ berfirman,
وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ
“Dan dia (Yusuf) berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua, “Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu.” Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS. Yusuf: 42)
Akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam berkata kepada orang yang bakal selamat agar jangan lupa untuk menyebut namanya di sisi sang raja. Artinya nabi Yusuf ‘alaihissalam meminta syafaat agar namanya disebut-sebut di sisi sang Raja, supaya raja tahu bahwa beliau adalah orang baik, tidak bersalah, sebagaimana yang telah dituduhkan oleh orang-orang([30]). Karena, raja memiliki kekuasaan. Allahﷻ berfirman,
فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ
“Maka setan menjadikan dia lupa untuk menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.” (QS. Yusuf: 42)
Pada penafsiran ayat ini ada dua pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan bahwa setan membuat orang ini lupa. Sehingga, setelah dia selamat dan senang menjadi pelayan raja selama bertahun-tahun, tidak pernah bercerita sama sekali tentang Yusuf ‘alaihissalam di depan sang raja. Adapun pendapat yang lain mengatakan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam lupa menyebut nama Allah, sehingga dia mengaitkan harapannya kepada penghuni penjara yang selamat tersebut dan lupa untuk berdoa kepada Allahﷻ. Namun yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama bahwa setan telah membuat orang yang selamat dari penjara tersebut lupa. ([31])
فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ
“Karena itu dia (Yusuf) tetap dalam penjara beberapa tahun lamanya.” (QS. Yusuf: 42)
Akhirnya, karena disebabkan orang tersebut lupa, maka nabi Yusuf ‘alaihissalam semakin bertambah bertahun-tahun di dalam penjara. Ada sebagian ulama yang mengatakan hingga tujuh tahun atau kurang lebih dari pada itu([32]). Beliau bersabar di penjara hingga bertahun-tahun. Sampai akhirnya, terjadi suatu kejadian yaitu sang raja bermimpi.
Allah berfirman :
وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ
“Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering. Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.” (QS. Yusuf: 43)
Perhatikanlah, di dalam ayat ini Allahﷻ tidak menyebutkan raja tersebut dengan Firaun. Raja dan Firaun adalah sesuatu yang berbeda. Seluruh raja yang hidup di Mesir dari suku Qibthi atau Aqbath memiliki gelar Firaun. Atau sama halnya dengan negara republik yang mana pemimpinnya disebut dengan presiden. Maka, semua pemimpin di Mesir yang berasal dari suku Aqbath disebut dengan Firaun. Sampai sekarang orang yang lahir dari keturunan Firaun, mereka masih menjadi orang yang terpandang. Penulis pernah ke Madinah menemukan suatu tempat, semacam klinik atau tempat kesehatan tertuliskan Dokter Fulan Firaun. Wallau a’lam bisa jadi menunjukkan dia masih memiliki keturunan darah biru atau ningrat, yaitu keturunan Raja. Semua raja dari suku Aqbath disebut dengan Firaun. Akan tetapi, anehnya dalam ayat ini Allahﷻ menyebutkan dengan المَلِكُ ‘raja’ bukan ‘Firaun’. Sehingga, sebagian ulama berpendapat bahwasanya raja yang hidup di zaman nabi Yusuf ‘alaihissalam bukan dari suku Aqbath, namun, dari suku Heksos. Kaum Heksos ini berasal dari al-Kanániyun atau dari Arab. Pemimpin mereka disebut dengan raja, bukan Firaun. Hal ini ditemukan di dalam sejarah Ighriq (Mesir), disebutkan pula bahwasanya Heksos berkuasa dari tahun 1900 SM – 1525 SM. Setelah itu baru diganti dengan suku Aqbath, yang diantaranya ada di zaman nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka mengatakan bahwa hadirnya suku Heksos ini menunjukkan ketelitian Allahﷻ tatkala menyebutkan sebuah cerita([33]). Dan sejatinya telah ditemukan sejarah Mesir kuno bahwa sebelum suku Aqbath datang, telah ada sebelumnya suku Heksos. Oleh karena itulah, Allahﷻ menyebutkan di dalam firman-Nya,
وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَى سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ
“Dan raja berkata (kepada para pemuka kaumnya), “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus dan tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering.”
Raja bermimpi melihat tujuh sapi yang gemuk dimakan oleh tujuh sapi yang kurus. Tidak selalu yang gemuk yang harus menang, terkadang yang kurus pun yang menjadi pemenang. Ini merupakan mimpi yang aneh. Seharusnya sapi yang kurus ditindas oleh sapi yang gemuk. Akan tetapi, raja bermimpi kebalikan dari itu, yaitu sapi kurus memakan sapi yang gemuk. Kemudian, dia juga melihat tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir yang lain, namun kering([34]). Karena zaman itu mereka tersohor dalam hal menafsirkan mimpi. Maka, sang raja berkata kepada seluruh menteri dan anak buahnya,
يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ
“Wahai orang yang terkemuka! Terangkanlah kepadaku tentang takwil mimpiku itu jika kamu dapat menakwilkan mimpi.”
Namun, mereka mengatakan sebagaimana di dalam firman Allahﷻ,
قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ
“Mereka menjawab, “(Itu) mimpi-mimpi yang kosong.” (QS. Yusuf: 44)
Mereka mengatakan bahwa mimpi tersebut tidak bisa ditafsirkan, ini merupakan mimpi yang bercampur-campur dan tidak bisa dibeda-bedakan. أَضْغَاثُ adalah bentuk jamak dari ضِغْث, maknanya adalah seperti macam-macam tumbuhan dan ranting serta kayu-yau yang diikat dalam satu ikatan, sehingga bercampur aduk. Maksud mereka adalah mereka mampu menafsirkan mimpi jika jelas alur mimpinya. Namun, yang disebutkan oleh raja adalah mimpi yang aneh, dimana ada sapi yang kurus memakan sapi gemuk, lalu ada tujuh bulir gandum yang hijau, sedangkan ada tujuh bulir lain yang kering. Mereka tidak bisa menafsirkan jika mimpinya seperti itu. Ketika mereka sudah berkumpul mereka mengatakan bahwa mimpi tersebut tidak bisa ditafsirkan, karena tidak bisa dibedakan antara mimpi yang satu dengan yang lainnya. ([35]) Mereka berkata :
وَمَا نَحْنُ بِتَأْوِيلِ الْأَحْلَامِ بِعَالِمِينَ
“Dan kami tidak mampu menakwilkan mimpi itu.” (QS. Yusuf: 44)
Dan ini menunjukan bahwa mereka terlalu percaya diri, seharusnya mereka berkata, “Kami tidak mampu menfasirkan”, akan tetapi mereka tidak mengakui kebodohan mereka, bahkan nekat menyatakan bahwa mimpi raja termasuk jenis mimpi kosong yang tidak bisa ditafsirkan.
Tatkala mereka sudah tidak mampu untuk menjelaskan takwil mimpi sang raja. Barulah, pelayan raja ingat bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam bisa menakwilkan mimpi. Allahﷻ berfirman,
وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ
“Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) setelah beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakwilkan mimpi itu.” (QS. Yusuf: 45)
أُمَّةٍ Memiliki makna waktu yang sangat panjang. Ternyata pelayan raja yang dahulu adalah orang yang selamat dari penjara tersebut baru ingat tentang nabi Yusuf ‘alaihissalam setelah waktu yang sangat panjang dan bertahun-tahun lamanya([36]). Pelayan tersebut meyakinkan kepada sang raja bahwa dia mengenal seseorang yang berada di penjara yang mampu menafsirkan mimpi dengan benar.
Subhanallah, dan ini merupakan hikmah dari Allahﷻ. Seandainya, pelayan tersebut menyebut-nyebut nama nabi Yusuf ‘alaihissalam di sisi sang raja bahwa di penjara ada orang saleh yang bernama Yusuf, dia tertuduh dengan berbagai macam tuduhan. Maka, raja akan memerintahkan untuk mengeluarkannya dari penjara. Lalu, nabi Yusuf ‘alaihissalam akan keluar dari penjara dan pulang bertemu dengan keluarganya. Kemudian, cerita pun berakhir. Akan tetapi, Allahﷻ berkehendak lain dan menakdirkan pelayan tersebut lupa dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam.
Atau kemungkinan yang lain, seandainya ketika sang raja bermimpi, lalu diberitahu langsung oleh pelayannya yang teringat dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam yang mampu menafsirkan mimpi, kemudian beliau menafsirkan mimpi itu dan benar. Maka, nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadi tidak spesial di mata raja dan orang-orang. Allahﷻ menjadikan pelayan tersebut lupa dan baru ingat ketika semua orang sudah tidak mampu menjelaskan tafsir mimpi sang raja. Sehingga, tampaklah kemuliaan nabi Yusuf ‘alaihissalam di antara para penafsir mimpi yang ada. Itu semua menunjukkan aturan Allahﷻ. Di balik keburukan ternyata ada kebaikan. Sebagaimana pepatah arab :
رُبَّ ضَارَّةٍ نَافِعَةٌ
“Terkadang kemudorotan ternyata mendatangkan kemanfaatan”
Setelah itu, pelayan tersebut meminta waktu untuk bertemu dengan orang yang dimaksud, yaitu nabi Yusuf ‘alaihissalam.
فَأَرْسِلُونِ
“maka utuslah aku (kepadanya).” (QS. Yusuf: 45)
Ketika dia datang dan bertemu dengan nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dia berkata,
يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ لَعَلِّي أَرْجِعُ إِلَى النَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَعْلَمُونَ
“Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui.” (QS. Yusuf: 45)
Allahﷻ berfirman,
قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ
“Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.” (QS. Yusuf: 47)
Subhanallah, setelah mendengar berita dari pelayan, nabi Yusuf ‘alaihissalam langsung menafsirkan mimpi tersebut. Nabi Yusuf ‘alaihissalam tidak hanya sekedar menafsirkan mimpi, bahkan beliau sekaligus memberikan solusinya. Itulah, baiknya nabi Yusuf ‘alaihissalam. Beliau juga merupakan pribadi yang gemar memaafkan. Ketika pelayan tersebut datang kepada beliau, beliau tidak menghardiknya ataupun menyinggungnya([37]). Begitu baiknya, beliau tidak dendam kepada sang raja. Beliau mengetahui tafsiran mimpi itu bahwasanya akan datang musim subur selama tujuh tahun berturut-turut dan datang setelahnya musim kemarau selama tujuh tahun berturut-turut.
Para ulama mengatakan bahwa demikianlah tafsiran mimpi tersebut karena sapi berkaitan dengan bercocok tanam. Sehingga, sapi yang gemuk menggambarkan tentang musim-musim yang subur, sedangkan sapi yang kurus menggambarkan tentang musim-musim kemarau. Adapun sapi-sapi yang kurus memakan sapi-sapi yang gemuk menunjukkan bahwa sapi-sapi yang gemuk datang terlebih dahulu, kemudian, setelahnya datang sapi-sapi yang kurus memakan sapi-sapi yang gemuk tersebut. Inilah metode tafsir. Artinya adalah akan datang musim yang subur nan hijau selama tujuh tahun, kemudian dihabiskan dengan musim kemarau selama tujuh tahun.
Kemudian, ada tujuh bulir gandum yang hijau dan tujuh bulir gandum yang kering menunjukkan bahwa harus ada hasil panen dari bercocok tanam yang dimakan dan disimpan untuk persediaan di musim kemarau selama tujuh tahun yang akan datang([38]). Intinya nabi Yusuf ‘alaihissalam menafsirkan akan ada tujuh musim subur nan hijau dan tujuh musim kemarau. Beliau, tidak hanya menafsirkan, bahkan beliau juga memberikan solusi. Allahﷻ berfirman,
قَالَ تَزْرَعُونَ سَبْعَ سِنِينَ دَأَبًا فَمَا حَصَدْتُمْ فَذَرُوهُ فِي سُنْبُلِهِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تَأْكُلُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ سَبْعٌ شِدَادٌ يَأْكُلْنَ مَا قَدَّمْتُمْ لَهُنَّ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّا تُحْصِنُونَ. ثُمَّ يَأْتِي مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَامٌ فِيهِ يُغَاثُ النَّاسُ وَفِيهِ يَعْصِرُون
“Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur).” (QS. Yusuf: 47-49)
Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengajarkan dan menjelaskan solusinya yaitu dengan cara menanam gandum selama tujuh tahun sebanyak-banyaknya seperti yang biasa dilakukan. Setelah memanennya, hendaknya memakannya dengan secukupnya. Adapun sisanya disimpan dan tetap dalam سُنْبُل (tangkainya), supaya tidak diserang dengan ulat, hama ataupun yang lainnya. Jika masih di dalam gabah atau tangkainya, hal itu masih lebih kuat untuk bisa bertahan untuk tahun-tahun berikutnya. Karena, akan datang musim kemarau selama tujuh tahun berikutnya yang akan menghabiskan seluruh hasil panen yang telah dikumpulkan sebagai bahan makanan, yaitu sisa dari hasil panen selama tujuh tahun sebelumnya.
Setelah itu, akan datang hujan yang sangat lebat selama satu tahun menghilangkan musim kemarau selama tujuh tahun sebelumnya. Sehingga, orang-orang pada masa itu akan memeras anggur, karena saking suburnya pada masa itu. ([39])
Akhirnya, raja mendengar tafsir mimpinya, dia bergumam bahwa tafsir mimpinya sangat hebat. Semua orang tidak ada yang mampu menafsirkannya kecuali nabi Yusuf ‘alaihissalam. Setelah itu Allahﷻ berfirman,
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ فَلَمَّا جَاءَهُ الرَّسُولُ قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ مَا بَالُ النِّسْوَةِ اللَّاتِي قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ إِنَّ رَبِّي بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ
“Dan raja berkata, “Bawalah dia kepadaku.” Ketika utusan itu datang kepadanya, dia (Yusuf) berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakan kepadanya bagaimana halnya perempuan-perempuan yang telah melukai tangannya. Sungguh, Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka.” (QS. Yusuf: 50)
Nabi Yusuf ‘alaihissalam menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk berlepas diri dari tuduhan tersebut. Memutihkan lembaran-lembaran hitam yang dituduhkan kepadanya([40]).
Allahﷻ berfirman,
قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَاوَدْتُنَّ يُوسُفَ عَنْ نَفْسِهِ قُلْنَ حَاشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِنْ سُوءٍ قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ الْآنَ حَصْحَصَ الْحَقُّ أَنَا رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ. ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ
“Dia (raja) berkata (kepada perempuan-perempuan itu), “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya?” Mereka berkata, “Maha sempurna Allah, kami tidak mengetahui sesuatu keburukan darinya.” Istri Al-Aziz berkata, “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggoda dan merayunya, dan sesungguhnya dia termasuk orang yang benar. “Yang demikian itu agar dia (Al-Aziz) mengetahui bahwa aku benar-benar tidak mengkhianatinya ketika dia tidak ada (di rumah), dan bahwa Allah tidak meridai tipu daya orang-orang yang berkhianat.” (QS. Yusuf: 51-52)
Ayat ini menjelaskan bahwa sang raja memanggil para wanita tersebut dan di antara mereka adalah Zulaikha. Sejatinya, istri Al-Aziz adalah yang telah merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam. Dia menyebutkan bahwa nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah orang yang jujur. Zulaikha melakukan hal itu agar Al-Aziz tahu bahwa dia tidak mengkhianatinya. Padahal, sebelumnya telah disebutkan bahwasanya tidak terjadi perzinaan sama sekali, dia hanya sekedar merayu nabi Yusuf ‘alaihissalam saja dan beliau pun tidak menuruti kemauannya. Allahﷻ tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berkhianat. ([41])
Allahﷻ berfirman,
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)
Akhirnya, setelah pengakuan Ziulaikha jadilah nabi Yusuf ‘alaihissalam semakin mulia. Ternyata tuduhan yang berlangsung hingga bertahun-tahun berupa isu bahwa beliau merayu para perempuan merupakan kedustaan dan berita yang tidak benar. Semua bentuk tuduhan itu pun terbongkar.
Allahﷻ berfirman,
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” (QS. Yusuf: 54)
Ayat ini menerangkan bahwa sang raja pun memanggil nabi Yusuf ‘alaihissalam. Waktu nabi Yusuf ‘alaihissalam ditawarkan kedudukan oleh sang raja([42]). Beliau mengambil kesempatan itu dengan mengatakan,
اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
“Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55)
Dan akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam diangkat menjadi menteri keuangan. Beliau mengatur keuangan negeri Mesir, beliau juga yang mengaturnya bagaimana saat tiba musim kemarau dan saat musim subur dengan cara yang terbaik.
Allah berfirman :
وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ، وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa (QS Yusuf : 56-57)
Firman Allah “Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” menunjukan bahwa Yusuf selalu melakukan kebaikan selama dalam kondisi ia diuji oleh Allah. Ketika ia dilempar dalam sumur, ketika ia diperjual belikan sebagai budak, ketika ia bekerja di rumah majikannya, ketika dia diajak untuk berzina, ketika di tinggal dipenjara, ketika di menafsirkan mimpi, dan dalam segala kondisi meskipun sulit ia tetap bisa berbuat ihsan (kebaikan). Dan semua perbuatan baiknya tersebut tercatat di sisi Allah. Karenanya seseorang tetap yakin dalam kondisi apapun ketika dia berbuat baik, bahkan ketika ia sedang dizolimi, maka kebaikan tersebut tidak ada yang terluputkan di sisi Allah.
Ayat ini juga menunjukan bahwa Allah membalas karena sifat “ihsan”nya Yusuf dengan balasan di dunia dan juga di akhirat, dan balasan di akhirat lebih baik dari balasan di dunia. Karenanya termasuk bentuk berburuk sangka kepada Allah yaitu menyangka bahwa Allah hanya memberi balasan di akhirat saja, sesungguhnya Allah membalas kebaikan di dunia sebelum di akhirat, meskipun memang balasan di akhirat tentu jauh lebih baik.
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/378
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/160
([3]) Pernyataan Yusuf bertujuan mengingatkan kepada sang wanita bahwasanya zina berkaitan dengan 2 hak, hak Allah (yaitu dengan perkataan Yusuf مَعَاذَ اللَّهِ “Aku berlindung kepada Allah”), dan hak suami (yaitu perkataan Yusuf إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ “tuanku telah memperlakukan aku dengan baik”). Selain itu Yusuf menekankan bahwa suami sang wanita telah berbuat baik kepada Yusuf padahal ia adalah seorang budak. Diantara maksiat yang sangat besar adalah berbuat zina dengan istri orang yang dekat dengan kita. Karenanya berzina dengan istri tetangga dosanya lebih besar. Maka bagaimana Yusuf melakukan hal tersebut dengan istri majikannya yang baik kepadanya. (Lihat Majmu al-Fatawa, Ibn Taimiyyah 15/121-124)
([4]) Ini adalah pendapat az-Zajjaaj (Lihat Tafsir Al-Qurthubi 9/165)
([5]) Lihat Tafsir Al-Qurthubi 9/165-166
([6]) Lihat Majmuu’ al-Fatawa, Ibn Taimiyyah 7/527. Ini menunjukan bahwa Yusuf tidak berdosa sama sekali. Karena jika berdosa atau bersalah tentu beliau akan minta ampun kepada Allah sebagaimana kisah nabi-nabi yang lain yang berdosa, maka selalu diikuti dengan permohonan ampunan mereka. Karenanya Allah menyatakan setelah itu :
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (QS Yusuf : 24)
Yaitu Allah telah memalingkan Yusuf dari keburukan, dosa, dan perbuatan keji.
([7]) Lihat: Tafsir Al-Quranil Karim Libnil Qoyyim hal: 327-338
([8]) lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/384
([9]) Bahkan menurut Ibnu Taimiyyah bahwa al-Áziz malah memberi celah kepada istrinya untuk tetap merayu Yusuf. Buktinya Ia tidak memarahi istrinya, ia juga tidak segera memenjarakan Yusuf, bahkan ia memberi keluasan kepada istrinya untuk mengundang para wanita agar bisa melihat Yusuf. Bahkan ketika Yusuf dipenjarapun karena perintah istrinya (Zulaikho). Oleh karenanya setelah kejadian tersebut sang wanita masih bisa menggoda Yusuf. Karenanya sebelum Yusuf dipenjara ia masih merayu Yusuf di hadapan para wanita yang lain, sebagaimana akan datang penjelasannya. (Lihat Majmuu’ al-Fataawaa, Ibn Taimiyyah 15/120)
([10]) Lihat: Tafsir Al-Baidhowi 3/162
([11]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/179
([12]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/180
([14]) Bahkan ayat selanjutnya menunjukan bahwa Zualikha kembali merayu Yusuf di hadapan para wanita tersebut. (Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/184)
([15]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/183
([16]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal 397
Huruf نَ yang pada firman Allah يَدْعُونَنِي adalah nun an-niswah (yang menunukan kata ganti orang ketiga plural wanita, yaitu para wanita) berdasarkan wazan/timbangan يَفْعَلْنَ, bukan yang menunjukan jamak mudzakkar yang berwazan يَفْعَلُوْنَ (Lihat At-Tahir wa at-Tanwir 12/266)
([17]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/185
([18]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/184
([19]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/186-187
([20]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/387 dan Tafsir Al-Qurthubi 9/188-189
([21]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/129
([22]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/270
([23]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/272
([24]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/192
([25]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/274
([26]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/274
([27]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 12/275
([28]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/192 dan Tafsir Ibnu Katsir 4/390
([29]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/193
([30]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/194 dan Ibnu Katsir 4/391
([31]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/195-196. Adapun Yusuf berpesan kepada orang tersebut maka ini merupakan bentuk ikhtiyar, dan tentu hati Nabi Yusuf tetap bergantung kepada Allah. Wallahu a’lam.
([32]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/197-198
([33]) Lihat: at-Tahrir wa at-Tanwir 12/280
([34]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/198-199
([35]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/199 dan at-Tahrir wa at-Tanwir 12/282
([36]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/201
([37]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/392
([38]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/392-393
([39]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/393
([40]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 4/393