Kisah Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub álaihis salam
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda tentang Nabi Yusuf, Nabi Ya’qub, Nabi Ishaq, dan Nabi Ibrahim :
الكَرِيمُ، ابْنُ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ، ابْنِ الكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمُ السَّلاَمُ
“Yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia, putra yang mulia : Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim álaihimus salam” ([1])
Di sini Nabi menamakan Ya’qub dan Ishaq dengan kariim (yang mulia).
Telah lalu bagaimana keajaiban lahirnya Ishaq álaihis salam, dimana beliau lahir dari kedua orang tua yang sudah sangat tua, bahkan Ibunya (yaitu Sarah) selain tua juga dalam kondisi mandul. Akan tetapi Allah menghendaki lahirnya Ishaq sebagai anugrah bagi Ibrahim.
Dalam literatur Islam tidak ada penjelasan tentang kisah Nabi Ishaq kecuali dalam beberapa ayat yang menunjukan keshalihannya. Diantaranya Allah berfirman :
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا، وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya´qub. Dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi (QS Maryam : 49-50)
إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim” (QS Al-Hijr : 53)
وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak) (QS Adz-Dzaariyat : 28)
Allah memuji Nabi Ishaq dengan ilmunya.
Al-Qurthubi berkata :
وَمَعْنَى (عَلِيمٍ) أَيْ يَكُونُ بَعْدَ بُلُوغِهِ مِنْ أُولِي الْعِلْمِ بِاللَّهِ وَبِدِينِهِ
“Dan makna عَلِيمٍ “sangat berilmu” yaitu setelah baligh ia akan menjadi seorang yang sangat berilmu tentang Allah dan tentang agamaNya” ([2])
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً وَكُلًّا جَعَلْنَا صَالِحِينَ
Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshak dan Ya´qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh (QS Al-Anbiyaa : 2)
وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata (QS As-Shooffaat : 133)
Nabi Ya’qub álaihis salam
Adapun Nabi Ya’qub lebih banyak disebutkan dalam al-Qurán dari pada Nabi Ishaq álaihs salam. Diantaranya pada ayat-ayat di atas (digandengkan penyebutannya dengan Nabi Ishaq). Demikian juga dalam ayat-ayat yang lain yang memuji Nabi Ya’qub álaihis salam dengan menyebut sifat-sifatnya yang mulia, diantaranya :
Pertama : Ya’qub álaihis salam menuaikan nadzarnya. Allah berfirman :
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya´qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: “Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar” (QS Al- imron : 93)
Ayat ini turun sebagai bantahan kepada Yahudi yang menganggap bahwa tidak ada naskh (penghapusan suatu dan diganti dengan hukum yang baru) dalam syariát mereka, sehingga mereka kafir kepada Ísa bin Maryam ‘alaihis salam dan Muhammad shallallahu álaihi wasallam yang telah menghalalkan sebagian perkara yang sebelumnya haram bagi mereka. Maka Allah menyebutkan dalil membantah mereka yaitu dengan menjelaskan bahwa seluruh makanan pada awalnya haram bagi bani Isra’il kecuali yang Isra’il (Ya’qub) ‘alaihis salam haramkan bagi dirinya sendiri, setelah itu kemudian datang juga pengharaman dari Allah karena kezaliman yang mereka lakukan. Intinya terjadi naskh dalam syari’at bani Israil. Adapun kenapa Nabi Ya’qub mengharamkan sebagian makanan atas dirinya, disebutkan karena beliau mengalami penyakit عِرْقُ النَّسَا (sciatica/ semacam syaraf kejepit). Lalu beliau bernadzar jika beliau sembuh maka beliau akan mengharamkan makanan yang paling beliau sukai. (sebagian ahli tafsir menyebutkan yaitu daging unta dan susu unta). Maka akhirnya beliau sembuh dan beliau menjalankan nadzar beliau. Wallahu a’lam([3]).
Kedua : Allah mensifatinya dengan orang yang berilmu. Allah berfirman :
وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya dia (Ya’qub) mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS Yusuf : 68)
Ketiga : Allah mensifati Ya’qub dengan orang pilihan yang selalu mengingat akhirat dan mengingatkan akhirat kepada orang-orang. Allah berfirman :
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ، إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ، وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِ
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya´qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik (QS Shood : 45-47)
Al-Qurthubi berkata ;
إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِأَنْ يَذْكُرُوا الدَّارَ الْآخِرَةَ وَيَتَأَهَّبُوا لَهَا، وَيَرْغَبُوا فِيهَا وَيُرَغِّبُوا النَّاسَ فِيهَا
“Yaitu Kami telah mensucikan mereka dengan mereka senantiasa mengingat akhirat dan bersiap untuk akhirat, semangat menuju akhirat dan memotivasi orang-orang untuk akhirat” ([4])
Keempat : Nabi Ya’qub hanya mengeluhkan kesedihannya kepada Allah dan bersabar dengan ujian Allah
Allah berfirman :
وَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَى عَلَى يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كظِيمٌ، قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَأُ تَذْكُرُ يُوسُفَ حَتَّى تَكُونَ حَرَضًا أَوْ تَكُونَ مِنَ الْهَالِكِينَ، قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Dan Ya´qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: “Aduhai duka citaku terhadap Yusuf”, dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). Mereka berkata: “Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”. Ya´qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya” (QS Yusuf : 84-86)
البَثُّ adalah puncak kesedihan dengan memikirkan tentang suatu yang buruk, adapun الحُزْنُ adalah kesedihan terhadap musibah yang telah lalu. Dan keduanya terkumpul pada Ya’qub, dimana beliau terus memikirkan kesulitan-kesulitan yang akan menimpa Yusuf karena hidup dalam keasingan serta tidak ada yang memperhatikannya dan itulah البَثُّ, adapun الحُزْنُ karena beliau bersedih akan musibah yang lampau dengan terpisahnya beliau dari Yusuf([5]). Sebagian ulama berpendapat bahwa البَثُّ adalah الحُزْنُ الْعَظِيْمُ kesedihan yang berat. Sehingga maksud dari perkataan Nabi Ya’qub adalah beliau mengeluhkan segala jenis kesedihannya baik kesedihan yang berat maupun yang ringan hanya kepada Allah([6]).
Sebagian ulama berkata :
البَثُّ أَشَدُّ الْحُزْنِ، إِنَّمَا سُمِّيَ الْحُزْنِ الْبَثَّ، لِأَنَّ صَاحِبَهُ لاَ يَصْبِرُ عَلَيْهِ، حَتَّى يَبُثَّهُ أَيْ: يَفْشُوْهُ
البَثُّ adalah puncak kesedihan. Dinamakan kesedihan dengan البَثُّ karena orang yang mengalaminya tidak sabar menghadapinya hingga akhirnya ia menceritakannya, yaitu menyebarkannya (kepada orang lain dengan mengeluh/curhat)” ([7])
Al-Hasan Al-Bashri berkata :
كَانَ مُنْذُ فَارَقَ يُوسُفُ يَعْقُوبَ إِلَى أن التقيا، ثمانون سنة، لم يفارق في الْحُزْنُ قَلْبَهُ، وَدُمُوعُهُ تَجْرِي عَلَى خَدَّيْهِ، وَمَا عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ عَبَدٌ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ يَعْقُوبَ
“Sejak Yusuf berpisah dengan Ya’qub hingga mereka berdua bertemu kembali adalah 80 tahun, maka semenjak itu pula kesedihan tidak pernah terlepas dari hati Ya’qub, air matanya mengalir di kedua pipinya. Padahal tidak ada hamba di atas muka bumi yang paling dicintai oleh Allah dari pada Nabi Ya’qub” ([8])
Karenanya jika seseorang sering mengalami kesedihan, janganlah ia berburuk sangka kepada Allah, siapa tahu dia dicintai oleh Allah. Jangan pula ia berputus asa bagaimanapun juga, sebagaimana Nabi Ya’qub yang selalu berharap agar Allah mengembalikan Nabi Yusuf kepadanya, akhirnya setelah 80 tahun Allah pun mengabulkan dan mempertmukan mereka kembali.
Kelima : Perhatian Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya
Allah menyebutkan beberapa ayat yang menunjukan perhatian Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya. Diantaranya :
Pertama : Sabar dengan durhaka anak-anaknya yang telah membohonginya dan telah memisahkan antara beliau dengan Yusuf ‘alaihis salam
Kedua : Memperingatkan anak-anaknya akan bahaya hasad. Diantaranya nasehat beliau kepada putranya Yusuf ‘alaihis salam agar tidak menceritakan mimpinya kepada kakak-kakaknya, karena mereka akan hasad dan berbuat jahat kepada Yusuf.
Allah berfirman :
قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Ya’qub berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia” (QS Yusuf : 5)
Demikian juga beliau menasehat anak-anaknya yang hendak masuk ke negeri Mesir agar tidak masuk bersama-sama melewati satu pintu, akan tetapi agar mereka berpencar dan masuk dari pintu yang berlainan. Hal ini tidak lain agar anak-anaknya tidak terkena keburukan áin dari orang-orang yang melihat mereka.
Allah berfirman :
وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ
Dan Ya´qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain” (QS Yusuf : 67) ([9])
Atau Nabi Ya’qub melarang mereka untuk masuk dari satu pintu karena jumlah mereka yang 11 orang kakak beradik, dengan pakaian yang berbeda dari pakaian penduduk Mesir, disertai warna kulit yang berbeda (karena mereka dari suku yang berbeda) memancing perhatian penjahat atau pencuri atau para penjaga dan pengintai kerajaan yang mencurigai mereka, sehingga akan timbul permasalahan yang akhirnya menghalangi mereka untuk menunaikan tujuan mereka. ([10])
Ketiga : Mengajarkan kepada anak-anaknya untuk bertawakkal kepada Allah
Allah berfirman :
وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ
Dan Ya´qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri” (QS Yusuf : 67)
Yaitu Nabi Ya’qub menyuruh anak-anaknya agar melakukan ikhtiar, yaitu dengan tidak beramai-ramai ketika masuk ke satu pintu, karena hal ini mengundang permasalahan. Akan tetapi setelah itu beliau mengingatkan agar mereka tidak berpatokan pada sebab (iktiyar) tersebut, akan tetapi hendaknya hati mereka bertumpu kepada Allah. Itulah tawakkal yang benar. Karenanya beliau berkata, “Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”
Keempat : Mengajarkan anak-anaknya untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah.
Ya’qub berkata kepada anak-anaknya :
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS Yusuf : 87)
Kelima : Berwashiat kepada anak-anaknya agar terus bertauhid dan agar mati di atas tauhid.
Allah berfirman
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ، إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Adakah kamu hadir ketika Ya´qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (QS Al-Baqarah : 133)
Adapun kisah Nabi Ya’qub di Al-Qurán maka Allah sebutkan tentang kisah beliau bersama kisah Nabi Yusuf álahis salam.
Sebelum lebih jauh membahas tentang Nabi-Nabi Bani Isra’il maka perlu bagi kita untuk membahas sejarah bani Israil, karena para Nabi yang disebutkan dalam al-Qur’an kebanyakannya dari bani Israil. Selain itu kenyataan pahit yang kita lihat sekarang mereka (yang mengaku sebagai bani Isra’il atau keturunannya yang dikenal dengan Yahudi) telah menyimpang dari ajaran Nabi-Nabi mereka, bahkan mereka menjadi golongan yang sangat keras terhadap kaum muslimin.
Di antara musuh-musuh Islam adalah orang Yahudi. Maka kita perlu mengenal orang-orang Yahudi lebih dekat bagaimana keyakinan dan akhlak mereka agar kita waspada. Karena Yahudi adalah bangsa yang sangat luar biasa, dimana mereka dahulu jutaan mereka telah dibasmi oleh Hitler sekitar tahun 1940-an namun sekarang belum 100 tahun mereka telah bangkit kembali dan menguasai dunia. Ini menunjukkan hebatnya mereka. Diantara sebab mereka mudah bangkit kembali karena mereka menghalalkan segala cara dalam meraih kebangkitan dan kemajuan mereka. Dalam praktiknya maka antara mereka dengan selain mereka tidak ada halal dan haram, dan semuanya adalah halal menurut mereka. Halal dan haram hanya berlaku di antara mereka saja.
Yahudi adalah Bani Israil. Israil adalah nama lain dari Ya’qub ‘alaihissalam([11]) yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim ‘alaihimussalam. Sebagaimana telah lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beliau menikah dengan Sarah yang kemudian Sarah menghibahkan budak wanitanya yaitu Hajar karena Sarah tidak memiliki anak. Kemudian setelah itu Ibrahim pun menikah dengan Hajar dan kemudian memiliki anak bernama Ismail. Setelah sekian puluh tahun menikah dengan Sarah tidak mempunyai anak ternyata setelah menikah dengan istri keduanya yaitu Hajar baru kemudian mempunyai anak namanya Ismail. Akhirnya Sarah pun cemburu kepada Hajar dan akhirnya Hajar pun harus pergi meninggalkan Palestina menuju ke Makkah bersama putranya yaitu Ismail ‘alaihissalam.
Kemudian disebutkan dalam literatur Israiliyyat dan ini dinukil oleh Al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitabnya Qoshoshul Anbiya’ bahwasanya 14 tahun setelah lahirnya Ismail kemudian Sarah pun mengandung dan melahirkan Ishaq. Tatkala itu umur Ibrahim sudah sangat tua dan disebutkan sudah 100 tahun dan Sarah sudah berusia 90 tahun dan Wallahu A’lam semua ini disebutkan dalam Israiliyyat yang dinukil dari literatur-literatur Ahlul Kitab([12]). Ishaq menikah dan kemudian memiliki 2 anak yaitu ‘Isu (العِيْصُ atau عِيْصُو) dan Ya’qub. Ishaq menikah dengan seorang wanita yang namanya secara bahasa Arab artinya Rifqo, adapun menurut versi Injil perjanjian lama dalam kitab kejadian namanya Ribka. Intinya Ishak menikah dengan Ribka lalu mempunyai anak kembar dan yang keluar lebih dahulu adalah ‘Isu baru kemudian Ya’qub. ‘Isu hobinya adalah berburu dan dia pandai dalam berburu sehingga dicintai oleh Ishaq. Adapun Ya’qub lebih senang di rumah membantu ibunya dan dia sangat disayang oleh ibunya. Kemudian tatkala Ishaq sudah tua dan mulai rabun matanya maka dia pun ingin mewariskan keberkatan yaitu ingin mewariskan keNabian. Dan dia ingin mewariskan keNabiannya kepada putra sulungnya ‘Isu. Perlu diketahui bahwa ini semua tidak ada dalam literatur Islam dan semua ini penulis nukil dari perjanjian lama dari kitab kejadian. Dan penulis menukilkan kisah ini karena Ibnu Katsir juga menukilnya dalam kitabnya Qoshoshul Anbiya’. Dan kita ingin lihat bagaimana kisah Nabi Ya’qub dalam perjanjian lama (Taurat) yang mereka anggap adalah kitab suci.
Nabi Ya’qub álaihis salam di Bible
Berikut ini sebagaimana yang termaktub di Perjanjian Lama (Bible) :
Ketika Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta berkata kepadanya: “Anakku.” Sahut Esau: “Ya, bapa.” Berkatalah Ishak: “Lihat, aku sudah tua, aku tidak tahu bila hari kematianku. Maka sekarang, ambillah senjatamu, tabung panah dan busurmu, pergilah ke padang dan burulah bagiku seekor binatang; olahlah bagiku makanan yang enak, seperti yang kugemari, sesudah itu bawalah kepadaku, supaya kumakan, agar aku memberkati engkau, sebelum aku mati.”
Tetapi Ribka mendengarkannya, ketika Ishak berkata kepada Esau, anaknya. Setelah Esau pergi ke padang memburu seekor binatang untuk dibawanya kepada ayahnya, berkatalah Ribka kepada Yakub, anaknya: “Telah kudengar ayahmu berkata kepada Esau, kakakmu: Bawalah bagiku seekor binatang buruan dan olahlah bagiku makanan yang enak, supaya kumakan, dan supaya aku memberkati engkau di hadapan TUHAN, sebelum aku mati. Maka sekarang, anakku, dengarkanlah perkataanku seperti yang kuperintahkan kepadamu. Pergilah ke tempat kambing domba kita, ambillah dari sana dua anak kambing yang baik, maka aku akan mengolahnya menjadi makanan yang enak bagi ayahmu, seperti yang digemarinya. Bawalah itu kepada ayahmu, supaya dimakannya, agar dia memberkati engkau, sebelum ia mati.” Lalu kata Yakub kepada Ribka, ibunya: “Tetapi Esau, kakakku, adalah seorang yang berbulu badannya, sedang aku ini kulitku licin. Mungkin ayahku akan meraba aku; maka nanti ia akan menyangka bahwa aku mau memperolok-olokkan dia; dengan demikian aku akan mendatangkan kutuk atas diriku dan bukan berkat.” Tetapi ibunya berkata kepadanya: “Akulah yang menanggung kutuk itu, anakku; dengarkan saja perkataanku, pergilah ambil kambing-kambing itu.”
Lalu ia pergi mengambil kambing-kambing itu dan membawanya kepada ibunya; sesudah itu ibunya mengolah makanan yang enak, seperti yang digemari ayahnya. Kemudian Ribka mengambil pakaian yang indah kepunyaan Esau, anak sulungnya, pakaian yang disimpannya di rumah, lalu disuruhnyalah dikenakan oleh Yakub, anak bungsunya. Dan kulit anak kambing itu dipalutkannya pada kedua tangan Yakub dan pada lehernya yang licin itu. Lalu ia memberikan makanan yang enak dan roti yang telah diolahnya itu kepada Yakub, anaknya.
Demikianlah Yakub masuk ke tempat ayahnya serta berkata: “Bapa!” Sahut ayahnya: “Ya, anakku; siapakah engkau?” Kata Yakub kepada ayahnya: “Akulah Esau, anak sulungmu. Telah kulakukan, seperti yang bapa katakan kepadaku. Bangunlah, duduklah dan makanlah daging buruan masakanku ini, agar bapa memberkati aku.” Lalu Ishak berkata kepada anaknya itu: “Lekas juga engkau mendapatnya, anakku!” Jawabnya: “Karena TUHAN, Allahmu, membuat aku mencapai tujuanku.” Lalu kata Ishak kepada Yakub: “Datanglah mendekat, anakku, supaya aku meraba engkau, apakah engkau ini anakku Esau atau bukan.” Maka Yakub mendekati Ishak, ayahnya, dan ayahnya itu merabanya serta berkata: “Kalau suara, suara Yakub; kalau tangan, tangan Esau.” Jadi Ishak tidak mengenal dia, karena tangannya berbulu seperti tangan Esau, kakaknya. Ishak hendak memberkati dia, tetapi ia masih bertanya: “Benarkah engkau ini anakku Esau?” Jawabnya: “Ya!”
Lalu berkatalah Ishak: “Dekatkanlah makanan itu kepadaku, supaya kumakan daging buruan masakan anakku, agar aku memberkati engkau.” Jadi didekatkannyalah makanan itu kepada ayahnya, lalu ia makan, dibawanya juga anggur kepadanya, lalu ia minum. Berkatalah Ishak, ayahnya, kepadanya: “Datanglah dekat-dekat dan ciumlah aku, anakku.” Lalu datanglah Yakub dekat-dekat dan diciumnyalah ayahnya. Ketika Ishak mencium bau pakaian Yakub, diberkatinyalah dia, katanya: “Sesungguhnya bau anakku adalah sebagai bau padang yang diberkati TUHAN.
Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia.”
Setelah Ishak selesai memberkati Yakub, dan baru saja Yakub keluar meninggalkan Ishak, ayahnya, pulanglah Esau, kakaknya, dari berburu.
Ia juga menyediakan makanan yang enak, lalu membawanya kepada ayahnya. Katanya kepada ayahnya: “Bapa, bangunlah dan makan daging buruan masakan anakmu, agar engkau memberkati aku. Tetapi kata Ishak, ayahnya, kepadanya: “Siapakah engkau ini?” Sahutnya: “Akulah anakmu, anak sulungmu, Esau.” Lalu terkejutlah Ishak dengan sangat serta berkata: “Siapakah gerangan dia, yang memburu binatang itu dan yang telah membawanya kepadaku? Aku telah memakan semuanya, sebelum engkau datang, dan telah memberkati dia, dan dia akan tetap orang yang diberkati.” Sesudah Esau mendengar perkataan ayahnya itu, meraung-raunglah ia dengan sangat keras dalam kepedihan hatinya serta berkata kepada ayahnya: “Berkatilah aku ini juga, ya bapa!” Jawab ayahnya: “Adikmu telah datang dengan tipu daya dan telah merampas berkat yang untukmu itu.” Kata Esau: “Bukankah tepat namanya Yakub, karena ia telah dua kali menipu aku. Hak kesulunganku telah dirampasnya, dan sekarang dirampasnya pula berkat yang untukku.” Lalu katanya: “Apakah bapa tidak mempunyai berkat lain bagiku?” Lalu Ishak menjawab Esau, katanya: “Sesungguhnya telah kuangkat dia menjadi tuan atas engkau, dan segala saudaranya telah kuberikan kepadanya menjadi hambanya, dan telah kubekali dia dengan gandum dan anggur; maka kepadamu, apa lagi yang dapat kuperbuat, ya anakku?” Kata Esau kepada ayahnya: “Hanya berkat yang satu itukah ada padamu, ya bapa? Berkatilah aku ini juga, ya bapa!” Dan dengan suara keras menangislah Esau. Lalu Ishak, ayahnya, menjawabnya: “Sesungguhnya tempat kediamanmu akan jauh dari tanah-tanah gemuk di bumi dan jauh dari embun dari langit di atas. Engkau akan hidup dari pedangmu dan engkau akan menjadi hamba adikmu. Tetapi akan terjadi kelak, apabila engkau berusaha sungguh-sungguh, maka engkau akan melemparkan kuk itu dari tengkukmu.” Esau menaruh dendam kepada Yakub karena berkat yang telah diberikan oleh ayahnya kepadanya, lalu ia berkata kepada dirinya sendiri: “Hari-hari berkabung karena kematian ayahku itu tidak akan lama lagi; pada waktu itulah Yakub, adikku, akan kubunuh.”
Ketika diberitahukan perkataan Esau, anak sulungnya itu kepada Ribka, maka disuruhnyalah memanggil Yakub, anak bungsunya, lalu berkata kepadanya: “Esau, kakakmu, bermaksud membalas dendam membunuh engkau. Jadi sekarang, anakku, dengarkanlah perkataanku, bersiaplah engkau dan larilah kepada Laban, saudaraku, ke Haran, dan tinggallah padanya beberapa waktu lamanya, sampai kegeraman dan kemarahan kakakmu itu surut dari padamu, dan ia lupa apa yang telah engkau perbuat kepadanya; kemudian aku akan menyuruh orang menjemput engkau dari situ. Mengapa aku akan kehilangan kamu berdua pada satu hari juga?” (Kejadian 27 : 1-45)
Cerita ini terdapat dalam kitab kejadian di perjanjian lama. Tentu bagi kita sebagai umat Islam sangat sulit untuk membenarkan cerita ini karena cerita ini berisi dengan tuduhan-tuduhan buruk kepada orang-orang shalih. Diantara keanehan kisah tersebut :
- Pertama : Tuduhan bahwa istri Ishaq yang bernama Ribka sebagai wanita pengkhianat dan pembuat makar
- Kedua : Tuduhan kepada Nabi Ya’qub álaihis salam sebagai penipu dan berbuat makar kepada ayah dan kakaknya.
- Ketiga : Kita tahu bahwa keNabian atau keberkatan bukan sebagai keturunan. Sementara dalam kisah tersebut keberkatan diberikan oleh Ishaq kepada anak tertua, dan keberkatan hanya satu saja, sehingga anak yang lain tidak bisa mendapatkannya.
- Keempat : Jika Ishaq tertipu lantas tentu Allah tidak akan bisa ditipu oleh Ya’qub?. Bukankah Ishaq berdoa kepada Allah untuk memberikan berkat?
- Kelima : Begitu juga bagaimana mungkin keNabian bisa didapatkan dengan cara licik seperti ini.
- Keenam : Kisah diatas juga menunjukan kelalaian Ishaq. Jika ia telah menyatakan Ya’qub berdusta lantas kenapa ia masih memanggil Ya’qub dan mendoakan keberkatan lagi kepada Ya’qub setelah ia tahu ia telah ditipu Ya’qub.
“Kemudian Ishak memanggil Yakub, lalu memberkati dia serta memesankan kepadanya, katanya: “Janganlah mengambil isteri dari perempuan Kanaan” (Kejadian 28 : 1)
Kita lanjutkan sejarah Bani Israil menurut versi mereka. setelah itu Ya’qub pergi ke Harron untuk bertemu dengan pamannya yang bernama Laban. Berikut sebagaimana di Bible :
Laban mempunyai dua anak perempuan; yang lebih tua namanya Lea dan yang lebih muda namanya Rahel. Yakub cinta kepada Rahel, sebab itu ia berkata: “Aku mau bekerja padamu tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel, anakmu yang lebih muda itu.” Sahut Laban: “Lebih baiklah ia kuberikan kepadamu dari pada kepada orang lain; maka tinggallah padaku.”
Jadi bekerjalah Yakub tujuh tahun lamanya untuk mendapat Rahel itu, tetapi yang tujuh tahun itu dianggapnya seperti beberapa hari saja, karena cintanya kepada Rahel. Sesudah itu berkatalah Yakub kepada Laban: “Berikanlah kepadaku bakal isteriku itu, sebab jangka waktuku telah genap, supaya aku akan kawin dengan dia.” Lalu Laban mengundang semua orang di tempat itu, dan mengadakan perjamuan. Tetapi pada waktu malam diambilnyalah Lea, anaknya, lalu dibawanya kepada Yakub. Maka Yakubpun menghampiri dia. Lagipula Laban memberikan Zilpa, budaknya perempuan, kepada Lea, anaknya itu, menjadi budaknya. Tetapi pada waktu pagi tampaklah bahwa itu Lea! Lalu berkatalah Yakub kepada Laban: “Apakah yang kauperbuat terhadap aku ini? Bukankah untuk mendapat Rahel aku bekerja padamu? Mengapa engkau menipu aku?”
Jawab Laban: “Tidak biasa orang berbuat demikian di tempat kami ini, mengawinkan adiknya lebih dahulu dari pada kakaknya. Genapilah dahulu tujuh hari perkawinanmu dengan anakku ini; kemudian anakku yang lainpun akan diberikan kepadamu sebagai upah, asal engkau bekerja pula padaku tujuh tahun lagi.” Maka Yakub berbuat demikian; ia menggenapi ketujuh hari perkawinannya dengan Lea, kemudian Laban memberikan kepadanya Rahel, anaknya itu, menjadi isterinya.
Lagipula Laban memberikan Bilha, budaknya perempuan, kepada Rahel, anaknya itu, menjadi budaknya. Yakub menghampiri Rahel juga, malah ia lebih cinta kepada Rahel dari pada kepada Lea. Demikianlah ia bekerja pula pada Laban tujuh tahun lagi. (Kejadian 29 : 16-31)
Dalam syariat mereka menurut perjanjian lama sebagaimana kisah di atas, seseorang boleh menikahi dengan dua wanita yang bersaudara. Maka Nabi Ya’qub memiliki dua istri kakak beradik, yang pertama bernama Lea dan yang kedua bernama Rohil. Dalam pernikahan tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menutup kekurangan Lea dengan memberikannya karunia berupa melahirkan beberapa anak laki-laki dari Ya’qub. Hal ini membuat Rohil cemburu karena dia belum memberikan seorang anak setelah lama menikah dengan Ya’qub. Rohil mempunyai budak wanita bernama Bilha sedangkan Lea memiliki budak wanita bernama Zilfa. Karena Rohil belum memberikan anak akhirnya dia menghadiahkan budaknya kepada Ya’qub dan Ya’qub pun menikahinya lalu memiliki anak dari Bilha. Dan Lea ternyata cemburu maka dia pun memberikan budaknya yang bernama Zilfa kepada Ya’qub. Lalu Ya’qub menikahinya dan memiliki anak. Dan disebutkan setelah sekian lama Rohil pun akhirnya melahirkan anak bernama Yusuf dan setelah beberapa waktu yang lama akhirnya melahirkan lagi seorang anak yang bernama Binyamin. Maka Ya’qub memiliki anak dari 4 orang istrinya, total anaknya ada 12 orang.
Nama-nama anaknya adalah:
Dari istri pertamanya yaitu Lea: Ruben, Simeon, Lewi, Yehudza/Yahudza (dan ini adalah asal nama Yahudi) atau Yehuda, Isakhar, dan Zebulon.
Anak-anak Rohil adalah Yusuf dan Binyamin.
Anak-anak Bilha (budak wanitanya Rohil) adalah Dan dan Naftali.
Dan anak-anak dari Zilfa (budak wanitanya Lea) adalah Gad dan Asyer. (Lihat Kejadian 35 : 23-27)
Inilah dua belas orang putranya Ya’qub yang semua Bani Israil Yahudi kembali kepada 12 orang ini. Oleh karenanya dinamakan dengan Bani Israil yang artinya anak-anak lelakinya Israil yaitu Ya’qub. Dari 12 orang inilah muncul 12 suku besar dari kelompok Yahudi. Dan semua orang Yahudi bermuara kepada 12 orang putra Israil sehingga mereka disebut dengan Bani Israil. Intinya ini adalah literatur yang hanya kita dapatkan di Israiliyyat Ahlul Kitab. Adapun dalam literatur Islam maka tidak disebutkan semua ini. Akan tetapi sebagian Ulama menukilnya seperti Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitabnya Qoshoshul Anbiya’([13]) dan juga ulama-ulama lain dalam kitab-kitab tafsir mereka.
Ya’qub bergulat melawan Allah
Diantara keanehan dalam Bible (Injil) disebutkan bahwa Ya’qub berkelahi dengan Allah. Berikut penukilannya :
Pada malam itu Yakub bangun dan ia membawa kedua isterinya, kedua budaknya perempuan dan kesebelas anaknya, dan menyeberang di tempat penyeberangan sungai Yabok. Sesudah ia menyeberangkan mereka, ia menyeberangkan juga segala miliknya. Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Seorang laki-laki bergulat dengan dia sampai fajar menyingsing. Ketika orang itu melihat, bahwa ia tidak dapat mengalahkannya, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu. Lalu kata orang itu: “Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing.” Sahut Yakub: “Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku.”
Bertanyalah orang itu kepadanya: “Siapakah namamu?” Sahutnya: “Yakub.” Lalu kata orang itu: “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.”
Bertanyalah Yakub: “Katakanlah juga namamu.” Tetapi sahutnya: “Mengapa engkau menanyakan namaku?” Lalu diberkatinyalah Yakub di situ. Yakub menamai tempat itu Pniel, sebab katanya: “Aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong!” Lalu tampaklah kepadanya matahari terbit, ketika ia telah melewati Pniel; dan Yakub pincang karena pangkal pahanya. Itulah sebabnya sampai sekarang orang Israel tidak memakan daging yang menutupi sendi pangkal paha, karena Dia telah memukul sendi pangkal paha Yakub, pada otot pangkal pahanya. (kejadian 32 : 22-32)
Sungguh menakjubkan kisah di atas, :
Pertama : Pada ayat-ayat sebelumnya disebutkan bagaimana seorang manusia Ya’qub yang ketakutan dibunuh oleh kakaknya Ísu (lihat Kejadian 32 : 1-21), lantas setelah itu (kejadian 32 : 22-32) disebutkan Ya’qub mampu bergulat malawan Allah dan Ya’qub-lah yang menang. Ia hanya cidera pada sendi pangkal paha.
Kedua : Bagaimana Allah minta tolong kepada Ya’qub agar melepaskannya?
Ketiga : Kenapa pula alasan Allah untuk pergi karena fajar sudah menyingsing?, apakah Allah memiliki waktu-waktu kerja tertentu? Atau Tuhan hanya dizinkan untuk turun ke bumi sampai fajar saja?
Keempat : Terus apa hikmah kejadian ini? Apakah Tuhan Allah membanggakan Ya’qub karena telah mengalahkannya?
Para rahib yahudi dan nashoro kebingungan menghadapi teks seperti ini, sehingga mengakibatkan mereka harus menafsirkan dengan banyak penafsiran. Ini cerita maksudnya memuji Ya’qub akan tetapi malah menjatuhkan Allah.
Sungguh kita semakin memuji Allah atas nikmat Islam. Bisa kita bandingkan antara Nabi Ya’qub versi al-Qurán (yang shalih, penyabar, bertakwa, dll) dengan Nabi Ya’qub versi Bible (yang pembohong dan licik). Semoga Allah mewafatkan kita semua di atas agama yang hanif.
Ya’qub meninggal setelah bertemu kembali dengan Yusuf yang terpisah darinya dalam waktu yang lama.
Footnote:
____________-
([1]) HR Al-Bukhari no 3390 dari hadits Ibnu Úmar.
([2]) Tafsir al-Qurthubi 17/46
([3]) Lihat Tafsir as-Sa’di hal 138
([4]) Tasir al-Qurthubi 15/218
([5]) Lihat At-Tahrir wa at-Tanwir 13/45
([6]) Lihat Fathul Qodiir, Asy-Syaukani 3/59
([7]) Lihat Bahrul Úluum, As-Samarqondi 2/207
Asy-Syaukani berkata :
وَقَدْ ذَكَرَ الْمُفَسِّرُونَ أَنَّ الْإِنْسَانَ إِذَا قَدَرَ عَلَى كَتْمِ مَا نَزَلَ بِهِ مِنَ الْمَصَائِبِ كَانَ ذَلِكَ حُزْنًا، وَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى كَتْمِهِ كَانَ ذَلِكَ بَثًّا، فَالْبَثُّ عَلَى هَذَا: أَعْظَمُ الْحُزْنِ وَأَصْعَبُهُ
“Para ahli tafsir menyebutkan bahwasanya seseorang jika mampu untuk menyembunyikan musibah yang menimpanya maka itu disebut الْحُزْن, namun jika tidak mampu untuk menyembunyikannya maka itu disebut dengan الْبَثُّ. Dengan demikian maka adalah kesedihan yang terbesar dan terberat” (Fathul Qodiir 3/59)
([8]) Tafsir Ibn Katsiir 4/413
أَكْثَرُ الْمُفَسِّرِيْنَ عَلَى أَنَّهُ خَافَ الْعَيْنَ
“Mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwasanya (washiat Ya’qub tersebut) karena beliau kahwatir áin” (Tafsir as-Samáni 3/47)
Beliau khawatir áin karena anak-anaknya 11 orang lelaki semua bersaudara dari satu ayah (Lihat Tafsir al-Qurthubi 9/227)
([10]) Lihat At-Tahriir wa at-Tanwiir 13/20-21
([11]) Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an pada dua ayat :
Pertama : Firman Allah :
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ
Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya´qub) untuk dirinya sendiri …” (QS Al- imron : 93)
Kedua : Firman Allah :
أُولَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis (QS Maryam : 58)
Hal ini sebagaimana nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam juga memiliki nama lain yang banyak, seperti Ahmad, al-Muqoffi, al-Hasyir, dll.
Disebutkan bahwa Israil dari isra dan iel, isra artinya hamba dan ‘iel artinya Allah, jadi Isra’il artinya Hamba Allah. Hal ini sebagaimana Jibril, Mikail, Israfil, maka semua nya di akhirnya ada ‘iel yang artinya adalah Allah.