Kisah Nabi Hud ‘Alahissalam
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan di awal surah Al-A’raf tentang kisah-kisah kaum-kaum yang dahulu pernah ada di atas muka bumi. Kemudian, dikarenakan kesombongan mereka, Allah pun menghancurkan mereka. Allah memulai dengan kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam, kemudian kisah kaum Nabi Hud ‘alaihissalam, kemudian kisah kaum Nabi Shalih ‘alaihissalam, kemudian kisah kaum Nabi Luth, kemudian kisah kaum Nabi Syu’aib ‘alaihissalam. Oleh karenanya, sebagaimana perkataan Nabi Syu’aib kepada kaumnya,
وَيَاقَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِي أَنْ يُصِيبَكُمْ مِثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ أَوْ قَوْمَ هُودٍ أَوْ قَوْمَ صَالِحٍ وَمَا قَوْمُ لُوطٍ مِنْكُمْ بِبَعِيدٍ
“Hai kaumku, janganlah pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat (berbuat dosa) hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shalih, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.” (QS. Hud: 89)
Oleh karenanya, ketika Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang hancurnya suatu kaum yang dahulu mereka pernah jaya, hal ini merupakan peringatan bahwasanya azab Allah itu sangat mudah untuk diturunkan kepada orang-orang yang membangkang dari perintahNya. Kalaupun Allah tidak menurunkannya di dunia, maka pasti Allah berikan di akhirat. Maka, hendaknya seseorang berhati-hati ketika bermaksiat kepada Allah, karena sesungguhnya azab Allah menanti. Sebagaimana firman Allah Subahanahu wa ta’ala,
قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku”.” (QS. Al-An’am: 15)
Maka, sebagaimana dengan kaum-kaum terdahulu yang telah berlalu, maka kitapun akan berlalu. Sehingga jangan sampai kita mengisi kehidupan dengan kemaksiatan.
Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari kisah seorang nabi yang sangat mulia yaitu Nabi Hud ‘alaihissalam yang diutus kepada kaum ‘Aad
Nabi Hud termasuk nabi yang bersuku Arab. Sebagaimana diketahui bahwa nabi yang berasal dari Arab ada empat yaitu Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Syu’aib dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :
وَأَرْبَعَةٌ مِنَ الْعَرَبِ: هُودٌ، وَشُعَيْبٌ، وَصَالِحٌ، وَنَبِيُّكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan empat nabi dari Arab, Hud, Syuáib, Shalih, dan Nabimu Muhammad shallallahu álaihi wasallam” ([1])
Jenis orang Arab ada tiga.
- Yang pertama : adalah Al-‘Arab Al-‘Aaribah, yaitu Arab asli yang disebut dengan Arab Yaman (Arab Qahthan). Mereka berasal dari Yaman yang kemudian berhijrah ke jazirah Arab ketika terjadi kekeringan di negeri mereka. Diantaranya mereka berhijrah ke Hijaz (yaitu Mekah dan Madinah).
- Yang kedua : adalah Al-‘Arab Al-Musta’ribah, yang secara bahasa kita bermakna Arab yang tidak asli, yang kemudian dianggap sebagai orang Arab. Ini merupakan jenis arabnya Nabi Muhammad ﷺ, karena Beliau keturunan dari Nabi Ismail, sedangkan Nabi Ismail bukan orang Arab. Akan tetapi, karena nabi Ismail tinggal di kota Makkah, yang kemudian menikahi seorang wanita dari kabilah Jurhum (keturunan Arab Qahtan), sehingga anak-anaknya dianggap sebagai orang Arab. Di antaranya adalah Nabi Muhammad ﷺ([2]).
- Yang ketiga : adalah العَرَبُ البَائِدَةُ Al-‘Arab Al-Baa’idah, yaitu Arab yang sudah punah, dan sudah tidak ada keturunannya lagi, dan di antaranya adalah Kaum ‘Aad dan kaum Tsamud([3]).
Allah Subhanahu wa ta’ala selalu menyebutkan tentang kisah kaum ‘Aad sebagai peringatan tentang kisah orang terdahulu kepada kaum musyrikin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ.
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad?” (QS. Al-Fajr: 6)
Kisah Kaum ‘Aad
Kaum ‘Aad muncul setelah kaum Nuh álaihis salama. Allah berfirman :
ثُمَّ أَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا آخَرِينَ. فَأَرْسَلْنَا فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ. وَقَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِلِقَاءِ الْآخِرَةِ وَأَتْرَفْنَاهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يَأْكُلُ مِمَّا تَأْكُلُونَ مِنْهُ وَيَشْرَبُ مِمَّا تَشْرَبُونَ. وَلَئِنْ أَطَعْتُمْ بَشَرًا مِثْلَكُمْ إِنَّكُمْ إِذًا لَخَاسِرُونَ
“Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka (umat Nuh) umat yang lain (yaitu kaum Áad). Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): “Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya). Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: “(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Mu’minun : 31-34)
Kaum Áad merupakan keturunan dari Nabi Nuh ‘alaihissalam. Adapun ‘Aad memiliki nama lengkap ‘Aad bin Iram bin ‘Awadh bin Sam bin Nuh ‘alaihissalam. Nabi Nuh ‘alaihissalam memiliki empat orang anak laki-laki yang bernama Sam, Ham, Yafits, dan Yam. (sebagaimana telah lalu pada kisah Nabi Nuh álaihis salam)
Adapun anak yang ikut bersama Nabi Nuh ‘alaihissalam adalah Sam, Ham, dan Yafits. Seluruh umat manusia di alam semesta ini merupakan keturunan dari ketiga anak Nabi Nuh ‘alihissalam. Karena manusia yang tersisa dan beranak pinak adalah keturunan dari tiga anak Nabi Nuh ‘alaihissalam. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya (Nuh) orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. As-Shaffat: 77)
Seluruh orang Arab adalah keturunan Sam. Adapun Iram yang disebutkan dalam surah Al-Fajr adalah nenek moyang dari ‘Aad([4]). Disebutkan bahwa keturunan Iram adalah orang-orang yang tinggi, sehingga mereka memiliki tiang-tiang rumah yang tinggi. Adapun Tsamud merupakan keturunan ‘Aad, sehingga kaum Tsamud juga disebut sebagai kaum ‘Aad. Untuk membedakan antara keduanya, maka Allah menyebutkan bahwa ‘Aad adalah yang pertama عَادًا الْأُولَى (QS An-Najm : 50) dan Tsamud adalah Áad yang kedua atau setelahnya.
Setelah Nabi Nuh ‘alaihissalam berdakwah dan umatnya ditenggelamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, tersisalah orang-orang yang beriman yang hidup bersama Nabi Nuh ‘alaihissalam. Mereka pun beranak pinak, sampai akhirnya dari keturunan Sam muncul anak cucunya yang bernama kaum ‘Aad. Kaum inilah yang pertama kali memunculkan kembali kesyirikan. Selain itu mereka memiliki sifat sombong yang luar bias, dikarenakan Allah memberikan kepada mereka tubuh yang besar dan kuat.
Lokasi Kaum Áad
Disebutkan bahwa Kaum ‘Aad tinggal di daerah Al-Ahqaf, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran,
وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ.
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaaf dan sesungguhnya telah berlalu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar” (QS. Al-Ahqaf: 21)
Para ulama mengatakan bahwa Al-Ahqaf terletak di negeri Yaman. Yaitu antara عُمَان Oman dan حَضْرَمَوْتHadramaut, yaitu berupa pegunungan pasir. Yang pasti, mereka juga tinggalnya di daerah Arab([5]). Kaum ‘Aad merupakan kaum yang memiliki badan yang besar dan kuat. Oleh karenanya, Nabi Hud ‘alaihissalam juga mengingatkan mereka tentang nikmat-nikmat Allah terhadap mereka. Nabi Hud ‘alaihissalam berkata kepada mereka,
وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-A’raf: 69)
Firman Allah “dan Dia lebihkan kalian dalam kekuatan tubuh dan perawakan” setelah Allah menyebutkan tentang kaum Nuh, menunjukan bahwa Kaum ‘Aad memiliki tubuh yang lebih besar daripada tubuh kaum Nuh. Dalam sebagian buku tafsir disebutkan bahwa bukti kuatnya kaum ‘Aad adalah mereka cukup mengirim satu orang dari mereka untuk menghancurkan satu kampung. Namun seberapa tinggi kaum ‘Aad? Wallahu A’lam. Memang dalam sebagian buku tafsir disebutkan bahwasanya tinggi kaum ‘Aad adalah sekitar 300 hasta atau 150 meter. Namun hal ini dibantah oleh para ulama -diantaranya Ibnu Katsir- karena manusia yang paling tinggi adalah Nabi Adam ‘alaihis salam yang memiliki tinggi 60 hasta atau sekitar 30 meter. Kemudian manusia-manusia yang datang setelahnya semakin berkurang tingginya hingga manusia zaman sekarang. Manusia akan kembali ditinggikan sebagaimana Nabi Adam setelah ia memasuki surga.
Nabi bersabda :
خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا، … فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ، فَلَمْ يَزَلِ الخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الآنَ
“Allah menciptakan Adam tingginya 60 hasta….maka semua yang masuk surga sesuai bentuk Nabi Adam, dan senantiasa manusia berkurang (tingginya) hingga sekarang” ([6])
Yang benar kaum ‘Aad adalah kaum yang tinggi, tapi tidak lebih tingi dari Nabi Adam ‘alaihissalam([7])
Allah berfirman tentang kaum ‘Aad :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ، إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ، الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ.
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (yaitu) suku Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah diciptakan seperti itu, di negeri-negeri lain” (QS. Al-Fajr: 6-9)
Firman Allah :
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
“(Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”
Terdapat khilaf diantara para ulama tentang makna Iram. Sebagian mengatakan bahwa Iram adalah nama kota yang ditinggali kaum ‘Aad. Sebagian yang lain mengatakan Iram adalah nama kakeknya kaum ‘Aad dan bukan nama kota, sebagaimana pendapat Ibnu Ishaq yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thabari di dalam tafsirnya dan dinukil oleh Al-Hafidz Ibnu Katsir di dalam tafsirnya. Jadi, ‘Aad adalah suatu kaum yang terdiri atas beberapa kabilah yang kembali pada عادٌ بن إِرَمَ بن عَوَضٍ بن سَامٍ بن نُوْحٍ ‘Aad bin Iram bin ‘Awadl bin Saam bin Nuh, sehingga ada empat generasi dari kaum ‘Aad sampai Nabi Nuh. Jika demikian berapa tahunkah jarak antara kaum Nuh dengan kaum ‘Aad ?. Jika setiap generasi bisa berumur panjang -sebagaimana generasi kaum Nuh yang berusia sekitar 1000 tahun- maka berarti jarak antara Nuh dan Hud ‘alaihimas salam bisa sekitar 4000 tahunan, wallahu a’lam, tidak ada yang mengetahui sesungguhnya kecuali Allah.
Adapun الْعِمَادِ al-‘Imaad dalam bahasa Arab artinya tinggi. Para ulama berbeda pendapat tentang yang dimaksudkan dengan tinggi. Pendapat pertama, maksud dari ذَاتِ الْعِمَادِ adalah mereka memiliki tubuh yang tinggi, sebagaimana para ulama sepakat bahwa kaum ‘Aad diberi tubuh yang besar.
Pendapat kedua, maksud dari ذَاتِ الْعِمَادِ adalah orang-orang yang tinggal di padang pasir di dalam kemah-kemah yang memiliki tiang-tiang yang tinggi. Sehingga secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa tubuh mereka juga tinggi. Jika mereka berpindah tempat maka mereka akan mengangkat kemah-kemah mereka.
Pendapat ketiga, maksud dari ذَاتِ الْعِمَادِ adalah kaum yang memiliki tempat tinggal dari bangunan-bangunan yang tinggi. Pendapat ini adalah pendapat terkuat. Adapun pendapat yang menyatakan bahwasanya mereka tinggal di kemah-kemah yang berpindah-pindah maka pendapat ini kurang kuat, karena Allah sebutkan ketika Allah membinasakan mereka dengan mengirimkan angin maka rumah-rumah mereka tetap kokoh.
Adapun firman Allah
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ
“Yang belum pernah diciptakan seperti itu di negeri-negeri lain”
Maka ada dua pendapat ulama tentang apa yang dimaksudkan dengan tidak pernah diciptakan semisalnya. Pendapat pertama mengatakan yang dimaksudkan adalah bangunan. Bangunan mereka sangat canggih sehingga tidak pernah ada bangunan selain milik kaum ‘Aad yang lebih canggih.
Pendapat kedua mengatakan yang dimaksudkan adalah kaum ‘Aad itu sendiri. Bahwasanya Allah tidak pernah menciptakan manusia yang kuat seperti kaum ‘Aad. Dan ini adalah pendapat yang lebih kuat. Karenaيُخْلَقْ (diciptakan) lebih tepat untuk menunjukkan penciptaan manusia, adapun jika yang dimaksudkan adalah bangunan maka akan lebih tepat jika memakai kata يُبْنَى (dibangun), sehingga secara bahasa lebih kuat pendapat kedua, yaitu Allah tidak pernah menciptakan manusia yang kuat sebagaimana kaum ‘Aad.
Adapun cerita-cerita yang beredar bahwa ada orang yang pernah menemukan kota kaum ‘Aad, dimana jembatannya terbuat dari emas, bangunan dan rumah-rumahnya terbuat dari emas dan perak, maka kata Al-Hafidz Ibnu Katsir, ini semua adalah khurafatnya Bani Israil. Riwayat-riwayat yang menceritakan tentang itu tidak shahih, meskipun benar bahwasanya mereka memiliki bangunan-bangunan yang tinggi namun tidak sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat-riwayat tersebut.
Sombongnya kaum ‘Aad
Tubuh yang tinggi dan besar yang dimiliki kaum ‘Aad itu tinggi dan besar, menjadikan mereka sombong. Allah Subhanahu wa taa’ala berfirman,
فَأَمَّا عَادٌ فَاسْتَكْبَرُوا فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَقَالُوا مَنْ أَشَدُّ مِنَّا قُوَّةً أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ
“Adapun kaum ‘Aad maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: “Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?” Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah Yang menciptakan mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami.” (QS. Fusshilat: 15)
Ternyata nikmat yang Allah lebihkan kepada kaum ‘Aad tidak mereka syukuri, bahkan menjadikan mereka sombong dengan nikmat tersebut.
Demikian juga mereka adalah kaum yang maju dan modern, dimana mereka membangun bangunan-bangunan yang tinggi. Akan tetapi bangunan-bangunan yang megah tersebut malah menjadikan mereka sombong dan lupa kepada akhirat. (akan datang penjelasannya)
Maka Allah mengutus Nabi Hud ‘alaihissalam untuk menasehati mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad dari saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al-A’raf: 65)
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. (Selama ini) Kamu hanyalah mengada-adakan saja.” (QS. Hud: 50)
Footnote:
______
([1]) HR Ibnu Hibban no 361, dan dinilai sangat lemah oleh Al-Albani (At-Ta’liiqoot al-Hisaan álaa Shahih Ibni HIbbaan 1/348)
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 8/233
([3]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 8/215
([4]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 7/236
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 16/204