Silsilah (Urutan) Para Nabi Dan Para Rasul ‘Alaihimussalam
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk mencontohi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)”. Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. Al-An‘am: 90)
Dalam ayat ini kita diperintahkan petunjuk para Rasul dan Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian juga terutama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya pendapat para ulama yang dipilih adalah syariat orang-orang sebelum kita (sebelum Islam) adalah syariat kita selama tidak menyelisihi syariat kita, dan ini yang dipraktekkan oleh para ulama membahas masalah fikih atau tafsir ketika menyebutkan kisah-kisah tentang para Nabi mereka berusaha mengambil faedah dari kisah-kisah tersebut untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, demikian juga imam Al-Bukhori dalam beberapa babnya di dalam shohih Bukhori berdalil dengan kisah Nabi Musa ‘alaihissalam dan Nabi Ayyub ‘alaihissalam untuk dijadikan dalil dalam permasalahan fikih. Oleh karenanya perlu bagi kita mengenal kisah mereka sehingga kita mengetahui petunjuk-petunjuk yang mereka contohkan untuk kita ikuti dan kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Beriman kepada para Rasul adalah salah satu rukun iman, dan kita tahu bahwa rukun iman ada 6 : beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala, beriman kepada malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada Rasul-Nya, beriman kepada hari akhirat, dan beriman kepada takdir. Jadi salah satu iman adalah beriman kepada para Rasul, dan diantara kesempurnaan kita agar bisa beriman kepada para Rasul yaitu kita mempelajari kisah-kisah para Rasul tersebut. berapa jumlah Nabi dan jumlah para Rasul? Datang dalam sebuah riwayat bahwa jumlah Rasul adalah 315 dan jumlah Nabi adalah 124 ribu([1]), dan ini menunjukkan banyak orang-orang mulia yang Allah subhanahu wa ta’ala utus kepada hamba-hamba-Nya. Karena bagaimana mungkin kita bisa mengenal Allah subhanahu wa ta’ala dan mengenal ajaran yang benar jika tidak melalui para Nabi dan para Rasul. Kita melihat bagaimana indahnya alam semesta ini dan bagaimana indahnya pengaturan alam semesta yang begitu kokoh dan hebat yang membuat kita yakin ada yang menciptakan. Siapakah sang pencipta tersebut? maka untuk mengenal siapa sang pencipta tersebut maka Allah subhanahu wa ta’ala dengan kasih sayangnya mengirim para Rasul dan para Nabi ‘alaihimussholaatu was salaam untuk menjelaskan kepada kita tentang siapa tuhan pencipta alam semesta ini dan siapa tuhan yang menciptakan kita. Maka para Nabi dan Rasul adalah perantara antara Allah subhanahu wa ta’ala dengan hamba-hamba-Nya. Maka dengan perantara mereka kita bisa lebih dekat mengenal Tuhan pencipta kita agar kita bisa beribadah kepada Nya dengan benar, dan dengan perantara mereka maka Allah subhanahu wa ta’ala mengirimkan syariat, hukum-hukum yang bermanfaat bagi kita sebagai hamba-hamba Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya kebutuhan kita para Nabi dan Rasul lebih dari kebutuhan dari yang lainnya, bahkan sebagian ulama mengatakan kebutuhan kita kepada ajaran-ajaran Nabi dan Rasul lebih besar daripada kebutuhan kita terhadap makanan dan minuman yang hanya berkaitan dengan raga dan jasad([2]). Adapun ajaran para Rasul dan para Nabi adalah untuk kebutuhan rohani kita.
Nabi-Nabi Yang Disebutkan Dalam Al-Quran Ada 25:
Sebelumnya kita telah sebutkan jumlah para Rasul dan para Nabi, apakah kabar mereka semua telah sampai kepada kita? maka jawabannya semuanya tidak sampai kepada kita bahkan tidak semuanya sampai kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengisahkan kepada kita seluruh Nabi dan Rasul-Nya, dia hanya mengisahkan kepada kita sebagian mereka saja. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ ۚ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَىٰ تَكْلِيمًا
“Dan (Kami telah mengutus) Rasul-Rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-Rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu, dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-nisa: 164)
Jadi ada Rasul-Rasul yang Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ada Rasul-Rasul yang Allah subhanahu wa ta’ala tidak kisahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan demikian tidak semua berita tentang Rasul-Rasul sampai kepada kita, dan juga Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil, dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (QS. Al-Mu’min: 78)
Di sebutkan namanya dalam Al-Quran ada 25 Nabi dan Rasul. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَىٰ قَوْمِهِ ۚ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ ۗ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا ۚ وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَىٰ وَعِيسَىٰ وَإِلْيَاسَ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا ۚ وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada (1) Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, dan Kami telah menganugerahkan (2) Ishak dan (3) Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada (4) Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu (5) Daud, (6) Sulaiman, (7) Ayyub, (8) Yusuf, (9) Musa dan (10) Harun, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan (11) Zakaria, (12) Yahya, (13) Isa dan (14) Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan (15) Ismail, (16) Ilyasa’, (17) Yunus dan (18) Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya),” (QS. Al-An’am: 83-86)
Ini adalah 18 Nabi yang disebutkan dalam satu konteks, dan Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan sisanya yaitu Nabi Adam, Hud, Sholih, Syu’aib, Idris, dan Dzul Kifli dan tempat-tempat yang terpisah dalam Al-Quran kemudian sebagai penutup mereka adalah Nabi kita Muhammad shalawatullah wa salaamuhu ‘alaihim ajma’in, inilah 25 Nabi yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan di dalam Al-Quran.
Nama-Nama Nabi Yang Disebutkan Hadits Yaitu:
Pertama : Syits anaknya Nabi Adam bahwasanya ia diberikan 50 shohifah
Kedua : Yusya’ bin Nun, yaitu Nabi yang pernah berjihad ketika jihad belum selesai dia meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar menahan matahari sehingga matahari tidak jadi terbenam agar dia bisa melanjutkan jihadnya melawan orang-orang kafir, dan dia adalah teman Musa ‘alaihissalam pada kisah Musa bersama Khodhir ketika Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (QS. Al-Kahfi: 60)
Fataahu di sini adalah Yusya’ bin Nun yaitu pembantu dan muridnya Nabi Musa ‘alaihissalam.
Nabi-Nabi Yang Diperselisihkan:
Yaitu orang-orang saleh yang diperselisihkan apakah Nabi atau bukan. Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan orang-orang saleh tersebut dalam Al-Quran di antaranya:
Pertama: Khodir atau biasa disebut dalam bahasa Indonesia dengan Khidhir maka terdapat perbedaan pendapat yang kuat di antara ulama apakah dia Nabi atau wali yang saleh, dan pendapat yang rajih dia adalah Nabi.
Kedua: Tubba’, dan ini Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam surah Qof. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ الرَّسِّ وَثَمُودُ وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ وَإِخْوَانُ لُوطٍ وَأَصْحَابُ الْأَيْكَةِ وَقَوْمُ تُبَّعٍ ۚ كُلٌّ كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ وَعِيدِ
“Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud, dan kaum Aad, kaum Fir’aun dan kaum Luth, dan penduduk Aikah serta kaum Tubba’ semuanya telah mendustakan Rasul-Rasul maka sudah semestinyalah mereka mendapat hukuman yang sudah diancamkan.” (QS. Qaf: 12-14)
Ketiga: Dzul Qornain, ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ ٱلشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِى عَيْنٍ حَمِئَةٍ وَوَجَدَ عِندَهَا قَوْمًا ۗ قُلْنَا يَٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ إِمَّآ أَن تُعَذِّبَ وَإِمَّآ أَن تَتَّخِذَ فِيهِمْ حُسْنًا
“Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.” (QS. Al-Kahfi: 86)
Dalam firman-Nya قُلْنَا يَٰذَا ٱلْقَرْنَيْنِ “Hai Dzulkarnain” seakan-akan Allah subhanahu wa ta’ala berbicara dan memberikan wahyu kepadanya dan seakan-akan dia seorang Nabi.
Dan mana pendapat yang benar? Apakah Tubba’ dan Dzulqornain apakah Nabi atau bukan? Maka jawabannya kita tidak mengetahui dan hanya Allah subhanahu wa ta’ala yang lebih tahu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dalam sebuah hadits mengatakan:
مَا أَدْرِي تَبَعُ نَبِيًّا كان أم غير نبي
“aku tidak tahu apakah Tubba’ Nabi atau bukan Nabi.” ([3])
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا أَدْرِي ذُو الْقَرْنَيْنِ نَبِيًّا كَانَ أَمْ لَا
“aku tidak tahu apakah Dzul Qornain Nabi atau bukan.”([4])
Urutan para Nabi berdasarkan zaman
Disebutkan oleh para ulama:
- Nabi Adam ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ آدَمَ وَنُوحًا وَآلَ إِبْرَاهِيمَ وَآلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (QS. Ali Imran: 33)
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَبِيًّا كَانَ آدَمُ؟ قَالَ: «نَعَمْ، مُعَلَّمٌ مُكَلَّمٌ» قَالَ: كَمْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ نُوحٍ؟ قَالَ: «عَشْرُ قُرُونٍ» قَالَ: كَمْ بَيْنَ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ؟ قَالَ: «عَشْرُ قُرُونٍ» قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، كَمْ كَانَتِ الرُّسُلُ؟ قَالَ: «ثَلَاثَ مِائَةٍ وَخَمْسَ عَشْرَةَ جَمًّا غَفِيرًا»
“wahai Rasulullah, apakah Adam seorang Nabi? Beliau menjawab: iya, dia adalah orang yang diberikan ilmu dan yang diajak bicara. Abu Umamah bertanya: berapa jarak antara dirinya dengan Nuh? Beliau menjawab: sepuluh abad. Abu Umamah bertanya: berapa jarak antara Nuh dengan Ibrahim? Beliau menjawab: sepuluh abad. Mereka bertanya: wahai Rasulullah, ada berapa para Rasul? Beliau menjawab: tiga ratus lima belas, sangat banyak.” ([5])
- Dan disebutkan oleh para ulama bahwa setelah Adam ‘alaihissalam ada anaknya bernama Syits yang juga seorang Nabi. Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala berkata:
فلما مات آدم عليه السلام قام بأعباء الأمر بعده ولده شيث عليه السلام، وكان نبيا بنص الحديث الذي رواه ابن حبان في صحيحه، عن أبي ذر مرفوعا: أنه أنزل عليه خمسون صحيفة
“Ketika Adam ‘alaihissalam wafat yang memikul urusannya adalah setelah kematiannya adalah anaknya bernama Syits ‘alaihissalam, dia adalah seorang Nabi berdasarkan nas dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shohihnya dari Abu Dzar secara marfu’,
أَنَّهُ أُنْزِلَ عَلَيْهِ خَمْسُونَ صَحِيفَةً
“bahwasanya diturunkan kepadanya 50 lembar.” ([6])
- Idris ‘alahissalam. Allah berfirman,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam: 56-57)
Ibnu Katsir berkata:
وكان أول بني آدم أعطي النبوة بعد آدم وشيث عليهما السلام
“dia (Idris) anak keturunan Adam yang pertama yang diberikan ke Nabian setelah Adam dan Syits ‘alaihimassalam.” ([7])
Namun sebagian ulama menjadikan Nuh ‘alaihissalam lebih dulu darinya dari segi waktu.
- Nuh ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا ۚ وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَىٰ وَعِيسَىٰ وَإِلْيَاسَ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا ۚ وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ ۖ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُون أُولَٰئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ۚ فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَٰؤُلَاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh, dan Ismail, Ilyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka, dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan keNabian Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.” (QS. Al-An’am: 84-89)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
وقوله في هذه الآية الكريمة: ( وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ ) أي: وهدينا من ذريته ( دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ ) الآية، وعود الضمير إلى “نوح”؛ لأنه أقرب المذكورين، ظاهر. وهو اختيار ابن جرير، ولا إشكال عليه
“dan firman-Nya dalam ayat yang mulia ini: (وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ)“dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh)” yaitu: kami berikan petunjuk kepada sebagian keturunannya yaitu (دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ) Daud dan Sulaiman, dan dhamir/kata ganti kembali kepada Nuh karena dia adalah yang paling dekat penyebutannya, dan ini yang zahir, dan ini adalah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir dan tidak ada masalah atas pendapat tersebut.”([8])
Dan Nabi Nuh memiliki 4 anak:
- Ham
- Sam
- Yafits
- Yam yang disebut dengan Kan’an, dan dia anak Nabi Nuh yang kafir yang meninggal tenggelam dalam banjir besar yang menimpa kaum Nabi Nuh yang Allah subhanahu wa ta’ala abadikan dalam Al-Quran pembicaraan antara Nabi Nuh dengan putranya dalam surah Hud yang ketika putranya akan tenggelam dia berkata kepada putranya,([9])
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung, dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir”.” (QS. Hud: 42)
Namun putranya enggan dan berkata:
قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”, dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 43)
Jadi sebelum terjadi banjir banyak kabilah-kabilah di muka bumi. Kemudian ketika terjadi banjir ada yang mengatakan bahwa banjir tersebut meliputi seluruh manusia yang ada dan semuanya meninggal dunia dan yang tersisa hanya pengikut Nabi Nuh, dan menurut pendapat yang banyak dari kalangan ulama jumlahnya yang berada di atas kapal ada 80 orang([10]). Usia Nabi Nuh 950 tahun jadi jika yang beriman kepada Nabi Nuh hanya 80 orang maka seakan-akan setiap dia berdakwah selama sekitar 12 tahun yang mendapat hidayah hanya 1 orang, dan dari 80 orang tersebut yang memiliki keturunan hanya anak-anaknya Nabi Nuh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” (QS. As-Saffat: 77)
Dan anak Nabi Nuh yang tersisa:
- Ham, dan anak-anak yang terlahir darinya adalah Sudan, India, As-Sind, Mesir, dan yang lainnya.
- Sam disebutkan sebagai bapaknya orang arab, dan darinya dia memiliki keturunan seorang Nabi yang bernama Hud ‘alaihissalam.
- Yafits dan anak-anak yang terlahir darinya At-Turk, China, Ya’juj dan Ma’juj dan yang lainnya.([11])
Dan ini adalah ijtihad para ulama.
Hud ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala mengutusnya di antara Hadramaut dan Oman yaitu tepatnya di Al-Ahqof. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ أَخَا عَادٍ إِذْ أَنْذَرَ قَوْمَهُ بِالْأَحْقَافِ وَقَدْ خَلَتِ النُّذُرُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al Ahqaaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): “Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.” (QS. Al-Ahqaf: 21)
Al-Quran menyebutkan nas bahwa kaum Hud dan mereka adalah ‘Ad dahulu mereka sebagai pengganti dari kaum Nuh ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ وَلَٰكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ ۚ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً ۖ فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya? Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta”. Hud herkata “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu”. Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-A’raf: 65-69)
- Nabi Shaleh ‘alaihissalam, dan dia diutus di Jazirah Arab yang lokasi sekarang yang dahulu bernama Madain Shaleh([12]) yaitu lokasinya di kota Al-‘Ula kurang lebih 300 KM sebelah utara kota Madinah dan sekarang kota tersebut masuk ke dalam kota Madinah, dan Al-Quran menyebutkan nas bahwa Tsamud yaitu kaum Shalih ‘alaihissalam dahulu pengganti dari ‘Ad yaitu kaum Hud ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ هَٰذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih, dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikam kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al-A’raf: 73-74)
- Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
أَلَمْ يَأْتِهِمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمِ إِبْرَاهِيمَ وَأَصْحَابِ مَدْيَنَ وَالْمُؤْتَفِكَاتِ ۚ أَتَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ ۖ فَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka Rasul-Rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. At-Taubah: 70)
Nabi Ibrahim dia bukanlah dari bangsa arab dan beliau diutus di kota Babil yaitu di Irak, dan di kota tersebut beliau mendakwahi raja Namrud([13]) namun beliau diusir oleh kaumnya bahkan dibakar akan tetapi beliau selamat. Setelah itu dia pergi ke negeri Syam dan menikah di sana dengan seorang wanita bernama Sarah([14]). Sebagai mana disebutkan dalam kisah yang masyhur bahwasanya mereka berdua melewati Mesir, dan tatkala sampai di Mesir ternyata Sarah ingin dirayu oleh sang Raja dan Allah subhanahu wa ta’ala melindungi Sarah dan akhirnya sang raja melepaskannya bahkan menghadiahkan kepadanya Hajar sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,
«فَأَخْدَمَهَا هَاجَرَ»
“(raja tersebut) memberikan hadiah berupa pembantu bernama Hajar.” ([15])
Jadi Hajar adalah orang Mesir adapun Sarah orang Syam. Akhirnya karena sekian lama menikah dengan Sarah namun belum dikaruniai anak akhirnya Sarah menghadiahkan Nabi Ibrahim Hajar maka akhirnya Nabi Ibrahim menikahi Hajar, dan ketika menikahi Hajar Nabi Ibrahim dikaruniai seorang anak bernama Nabi Ismail([16]), dan Ibnu Katsir mengatakan setelah 14 tahun dari kelahiran Nabi Ismail lalu Sarah melahirkan anak yang bernama Ishaq, padahal ketika melahirkan Ishaq usia Sarah sudah tua, sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan tentang perkataannya,
قَالَتْ يَا وَيْلَتَىٰ أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَٰذَا بَعْلِي شَيْخًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ
“Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh”.” (QS. Hud: 72)
Maka para malaikat menjawab,
قَالُوا أَتَعْجَبِينَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۖ رَحْمَتُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ ۚ إِنَّهُ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah”.” (QS. Hud: 72)
Ibrahim memiliki seorang ayah bernama Azar (sebagamaina dalam al-Qurán dan Hadits) sementara ahli sejarah dan ahli nasab menamakannya Tarah. Azar (atau Tarah) memiliki 2 orang anak:
- Nabi Ibrahim
- Haron, dan dari Haron inilah lahir seorang anak yang bernama Luth([17])
- Dan sezaman dengan Nabi Ibrahim yaitu Nabi Luth ‘alaihissalam. Sebagaimana yang dinaskan dalam kisah Ibrahim ‘alaihissalam di surah Al-Ankabut,
فَآمَنَ لَهُ لُوطٌ ۘ وَقَالَ إِنِّي مُهَاجِرٌ إِلَىٰ رَبِّي ۖ إِنَّهُ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُوَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ وَآتَيْنَاهُ أَجْرَهُ فِي الدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
“Maka Luth membenarkan (keNabian)nya, dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan Kami anugrahkan kepda Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan keNabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-‘Ankabut: 26-27)
Nabi Luth diutus di kota Sodom yang mana menduduk kota tersebut melakukan kelainan seksual yaitu homo seksual([18]). Yang akhirnya perbuatan tersebut disebut dengan sodomi penisbatan kepada kota tersebut.
- Nabi Syu’aib ‘alaihissalam yang Allah subhanahu wa ta’ala utus ke kota Madyan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ وَلَا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ ۚ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍوَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَبَقِيَّتُ اللَّهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ۚ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍقَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ ۖ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُقَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا ۚ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ ۚ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia, dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat), dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman, dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu. Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal”.Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan, dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 84-88)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala:
كان أهل مدين قوما عربا يسكنون مدينتهم مدين، التي هي قرية من أرض معان، من أطراف الشام، مما يلي ناحية الحجاز، قريبا من بحيرة قوم لوط، وكانوا بعدهم بمدة قريبة
“bahwasanya penduduk Madyan adalah kaum arab yang tinggal di kota mereka yaitu Madyan, dan Madyan adalah desa di tanah Ma’an di penghujung Syam yang berdekatan dengan pinggiran Hijaz dekat dengan telaga kaum Luth, dan mereka kaum Madyan adalah kaum setelah kaum Luth dalam waktu yang dekat.”([19])
Dan Nabi Hud, Shaleh, dan Syu’aib ketiga Nabi disebutkan dari golongan Arab, dan Nabi Hud dan Nabi Shaleh termasuk arab baidah yaitu arab yang telah punah([20]).
- Nabi Ismail
Hajar ketika melahirkan Nabi Ismail maka Sarah cemburu kepadanya yang akhirnya Nabi Ibrahim diperintahkan untuk membawa Hajar dan Ismail ke kota Makkah yang nanti lahirlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Nabi Ishaq ‘alaihissalam yang dia adalah anak Nabi Ibrahim dengan Sarah,
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا نَبِيًّا وَوَهَبْنَا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنَا وَجَعَلْنَا لَهُمْ لِسَانَ صِدْقٍ عَلِيًّا
“Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Ya’qub, dan masing-masingnya Kami angkat menjadi Nabi, dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.” (QS. Maryam: 49-50)
- Nabi Ya’qub bin Ishaq.
Nabi Ishaq memiliki 2 orang anak yaitu ‘Isu dan Ya’qub([21]), dan Ya’qub adalah Nabi setelah Nabi Ishaq, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَىٰ قَالُوا سَلَامًا ۖ قَالَ سَلَامٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَنْ جَاءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ فَلَمَّا رَأَىٰ أَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً ۚ قَالُوا لَا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنَا إِلَىٰ قَوْمِ لُوطٍ وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat”. Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth”.Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub.” (QS. Hud: 69-71)
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. Al-Baqarah: 133)
Dan Ya’qub memiliki 4 istri([22]):
- Rahil, dan darinya lahirlah dua orang anak:
- Yusuf
- Lia
- Zilfa
- Bilha
Adapun dari 3 istri lainnya lahirlah 10 orang anak lainnya di antaranya: Lawi, Yahudza, Simon, dan yang lainnya.
Totalnya anak Nabi Ya’qub ada 12 orang, dan 12 orang anak ini disebut dengan dengan Bani Israil karena Ya’qub namanya Israil, dan dari Bani Israil inilah Nabi-Nabi muncul.
- Nabi Yusuf ‘alaihimassalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ جَاءَكُمْ يُوسُفُ مِنْ قَبْلُ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا زِلْتُمْ فِي شَكٍّ مِمَّا جَاءَكُمْ بِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا هَلَكَ قُلْتُمْ لَنْ يَبْعَثَ اللَّهُ مِنْ بَعْدِهِ رَسُولًا ۚ كَذَٰلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ مُرْتَابٌ
“Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: “Allah tidak akan mengirim seorang (Rasulpun) sesudahnya, demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu.” (QS. Ghafir: 34)
Dia (Yusuf) adalah Nabi setelah Ya’qub ‘alaihissalam karena dia adalah anaknya.
Ishaq beserta anaknya Isu dan Ya’qub kemudian juga anak-anak keturunan mereka semuanya tinggal di Palestina. Hingga terjadi sebuah kisah yang panjang ketika anak-anak-Ya’qub kecuali Binyamin semuanya cemburu kepada Yusuf yang akhirnya Yusuf dizalimi dengan dimasukkan ke dalam sumur kemudian dijual yang akhirnya dibeli oleh seorang menteri keuangan di Mesir. Akhirnya Yusuf tinggal di rumah tersebut lalu setelah dewasa dia digoda oleh seorang wanita cantik yaitu istri menteri tersebut yang bernama Zulaikha menurut literatur Israiliyat. Sampai akhirnya nanti Yusuf menjadi menteri keuangan di kemudian hari di Mesir yang kemudian dia membawa seluruh kerabatnya pindah ke Mesir, di zaman Yusuf sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ulama seperti Thahir bin ‘Asyur bahwasanya Yusuf tinggal di suatu zaman dimana Mesir dikuasai oleh suatu suku Hyksos dan penguasanya disebut dengan al-malik, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam surah Yusuf,
وَقَالَ الْمَلِكُ إِنِّي أَرَىٰ سَبْعَ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعَ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ ۖ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ أَفْتُونِي فِي رُؤْيَايَ إِنْ كُنْتُمْ لِلرُّؤْيَا تَعْبُرُونَ
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering”. Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi”.” (QS. Yusuf: 43)
- Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebutkan nas akan keNabiannya pada firman-Nya,
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ ۚ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ ۚ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُورًا
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman, dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An-Nisa: 163)
Dan Nabi Ayub ‘alaihissalam adalah keturunan ‘Ishu yang dia adalah saudaranya Ya’qub. Ibnu Katsir rahimahullah berkata: yang benar adalah bahwasanya ia adalah termasuk dari keturunan al’Ishu bin Ishaq, dan istrinya dikatakan bernama Lia binti Ya’qub, dan dikatakan namanya Rohmah binti Afroim bin Yusuf bin Ya’qub dan inilah yang paling masyhur oleh karenanya kami sebutkan di sini yaitu setelah Yusuf ‘alaihissalam.([23])
- Dzul Kifli, dan Allah subhanahu wa ta’ala tidak menyebutkan untuk kita sedikit pun tentangnya, dan yang menunjukkan akan keNabiannya bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya dalam satu konteks penyebutan Allah terhadap bilangan para Nabi-Nya. Sebagaimana dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَذِكْرَىٰ لِلْعَابِدِينَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّابِرِينَ
“dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah, dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anbiya’: 83-85)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِوَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِوَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat, dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik, dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (QS. Shad: 45-48)
Dan sebagian ulama menyangka bahwa dia (Dzul Kifli) adalah anak Ayyub ‘alaihissalam. ([24])
- Nabi Yunus ‘alihissalam.
Dan Yunus ‘alaihissalam keturunan dari Binyamin yang diutus di Ninawa yaitu suatu kota di Maushil di Iraq. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang keNabian Yunus,
وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang Rasul” (QS. As-Saffat: 139)
Wallahu a’lam kapan zamannya Nabi Yunus, dan Ibnu Katsir telah menyebutnya dalam kitabnya “Qoshoshul Anbiya’ bahwa Yunus sebelum Nabi Musa ‘alaihissalam([25]) karena Allah subhanahu wa ta’ala mengecualikan kaumnya dari azab yang menyeluruh disebabkan mereka memperlihatkan keimanannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ
Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu.” (QS. Yunus: 98)
Bahwasanya setelah Nabi Musa ‘alaihissalam disyariatkannya jihad sehingga diangkatnya azab yang menyeluruh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ta’ala berkata:
الْمَعْرُوفَ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهُ بَعْدَ نُزُولِ التَّوْرَاةِ لَمْ يُهْلِكِ اللَّهُ مُكَذِّبِي الْأُمَمِ بِعَذَابٍ مِنَ السَّمَاءِ يَعُمُّهُمْ ; كَمَا أَهْلَكَ قَوْمَ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَقَوْمَ لُوطٍ وَفِرْعَوْنَ وَغَيْرَهُمْ بَلْ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِجِهَادِ الْكُفَّارِ ; كَمَا أَمَرَ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ مُوسَى بِقِتَالِ الْجَبَابِرَةِ
“yang ma’ruf menurut ulama bahwa setelah diturunkannya Taurat Allah subhanahu wa ta’ala tidak membinasakan umat-umat yang mendustakan dengan azab dari langit yang menyeluruh sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala membinasakan kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, kaum Luth, Fir’aun, dan selain mereka. akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk berjihad melawan orang-orang yang kafir sebagaimana memerintahkan Bani Israil melalui lisan Nabi Musa untuk memerangi kaum yang melampaui batas.”([26])
Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala berkata:
وقوله: (مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الْأُولَى) يعني: أنه بعد إنزال التوراة: لم يعذب أمة بعامة، بل أمر المؤمنين أن يقاتلوا أعداء الله من المشركين “
“dan firman-Nya (مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الْأُولَى) “setelah kami membinasakan pada abad-abad pertama” maksudnya: bahwasanya setelah diturunkannya Taurat Allah tidak mengazab umat secara menyeluruh, akan tetapi memerintahkan orang-orang yang beriman untuk memerangi musuh-musuh Allah dari kaum musyrikin.” ([27])
- Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَا مَعَهُ أَخَاهُ هَارُونَ وَزِيرًا، فَقُلْنَا اذْهَبَا إِلَى الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَدَمَّرْنَاهُمْ تَدْمِيرًا
“Dan sesungguhnya kami telah memberikan Al Kitab (Taurat) kepada Musa dan Kami telah menjadikan Harun saudaranya, menyertai dia sebagai wazir (pembantu). Kemudian Kami berfirman kepada keduanya: “Pergilah kamu berdua kepada kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami”. Maka Kami membinasakan mereka sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Furqan: 35-36)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ثُمَّ أَرْسَلْنَا مُوسَى وَأَخَاهُ هَارُونَ بِآيَاتِنَا وَسُلْطَانٍ مُبِينٍ، إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَكَانُوا قَوْمًا عَالِينَ
“Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (Kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata, Kepada Fir’aun dan pembesar-pembesar kaumnya, maka mereka ini takabur dan mereka adalah orang-orang yang sombong.” (QS. Al-Mukminun: 45-46)
Dari keturunan Lawi (anaknya Nabi Ya’qub) nanti lahirlah Imran yang kemudian darinya lahirlah Musa dan Harun.
Perlu diketahui bahwa pada zaman Nabi Yusuf kerajaan masih dipimpin oleh suku Hyksos yang berada di Mesir. Namun mereka akhirnya digulingkan oleh suku Aqbath yaitu sukunya Firaun maka berubahlah penguasanya disebut dengan Firaun, dan ketika Firaun menguasai Mesir maka Bani Israil yang tinggal di Mesir mereka disiksa dan ditindas bahkan dijadikan budak sampai lahirlah Musa dan Harun, dan Firaun memiliki dukun yang meramal bahwasanya akan ada seorang anak yang akan menggulingkan singgasananya, dan tahun kelahiran anak tersebut telah ditentukan sehingga setiap anak yang lahir pada tahun tersebut mereka semua dibunuh, dan Harun lahir sebelum Musa sehingga dia selamat dari tahun pembunuhan tersebut, dan yang lahir pada tahun pembunuhan tersebut adalah Musa ‘alaihissalam. Namun Allah subhanahu wa ta’ala selamatkan Nabi Musa karena ibunya mengandung dalam keadaan perutnya tidak besar kemudian ketika lahir dia diletakkan dalam Tabut yaitu semacam keranjang yang kemudian dilepaskan dalam sungai Nil yang kemudian dipelihara oleh istrinya Firaun yaitu Asiyah bintu Muzahim([28]).
- Dan sezaman dengan Nabi Musa dan Harun yaitu Nabi Khodhir berdasarkan perkataan sebagian ulama yang berpendapat akan keNabiannya karena ia berjumpa dengan Nabi Musa ‘alaihissalam sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan kepada kita dalam surah Al-Kahfi. Allah berfirman,
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ تَمَارَى هُوَ وَالحُرُّ بْنُ قَيْسِ بْنِ حِصْنٍ الفَزَارِيُّ فِي صَاحِبِ مُوسَى، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: هُوَ خَضِرٌ، فَمَرَّ بِهِمَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ، فَدَعَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقَالَ: إِنِّي تَمَارَيْتُ أَنَا وَصَاحِبِي هَذَا فِي صَاحِبِ مُوسَى، الَّذِي سَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَى لُقِيِّهِ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ شَأْنَهُ؟ قَالَ: نَعَمْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ( بَيْنَمَا مُوسَى فِي مَلَإٍ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: هَلْ تَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْكَ؟ قَالَ مُوسَى: لاَ، فَأَوْحَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى مُوسَى: بَلَى، عَبْدُنَا خَضِرٌ، فَسَأَلَ مُوسَى السَّبِيلَ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ اللَّهُ لَهُ الحُوتَ آيَةً
“dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya dia dan Al Hurru bin Qais bin Hishn Al Fazari berdebat tentang sahabat Musa ‘Alaihis salam, Ibnu ‘Abbas berkata; dia adalah Khodhir. Tiba-tiba lewat Ubay bin Ka’b di depan keduanya, maka Ibnu ‘Abbas memanggilnya dan berkata: Aku dan temanku ini berdebat tentang sahabat Musa, yang Musa meminta jalan untuk menemuinya, apakah kamu pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan masalah ini? Ubay bin Ka’ab menjawab: Ya benar, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ketika Musa di tengah pembesar Bani Israil, datang seseorang yang bertanya: apakah kamu mengetahui ada orang yang lebih berilmu darimu? Musa ‘Alaihis salam berkata: Tidak. Maka Allah subhanahu wa ta’ala’azza wa jalla mewahyukan kepada Musa: Ada, yaitu hamba Kami bernama Khodhir. Maka Musa meminta jalan untuk bertemu dengannya. Allah menjadikan ikan bagi Musa sebagai tanda.” ([29])
- Yusya’ bin Nun. Setelah Musa dan Harun meninggal maka tugasnya dilanjutkan oleh muridnya yaitu Yusya’ bin Nun. Jadi ketika Musa bersama kaumnya pergi dari Mesir mereka kembali ke kampung halamannya yaitu Palestina, dan ternyata di kampung tersebut terdapat orang-orang yang besar kemudian mereka diperintahkan untuk berjihad, namun Bani Israil tidak mau berjihad, mereka berkata
قَالُوا يَا مُوسَىٰ إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا ۖ فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
“Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja”.” (QS. Al-Maidah: 24)
Akhirnya mereka terombang-ambing selama 40 tahun tidak bisa memasuki Palestina, di zaman terombang-ambing tersebut semuanya meninggal dunia termasuk Musa dan Harun, dan yang tersisa adalah Yusya’ bin Nun.
Dan sungguh telah datang dalam hadits bahwasanya dia adalah teman Musa ‘alaihissalam pada kisah Musa bersama Khodhir ketika Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.” (QS. Al-Kahfi: 60)
Berkata Ibnu Abbas:
حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (قَامَ مُوسَى النَّبِيُّ خَطِيبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ فَقَالَ: أَنَا أَعْلَمُ، فَعَتَبَ اللَّهُ عَلَيْهِ، إِذْ لَمْ يَرُدَّ العِلْمَ إِلَيْهِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: أَنَّ عَبْدًا مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ البَحْرَيْنِ، هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. قَالَ: يَا رَبِّ، وَكَيْفَ بِهِ؟ فَقِيلَ لَهُ: احْمِلْ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ، فَإِذَا فَقَدْتَهُ فَهُوَ ثَمَّ، فَانْطَلَقَ وَانْطَلَقَ بِفَتَاهُ يُوشَعَ بْنِ نُونٍ …)
“Ubay bin Ka’b telah menceritakan kepada kami dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Musa Nabi Allah berdiri di hadapan Bani Isra’il memberikan khutbah, lalu dia ditanya: “Siapakah orang yang paling pandai?” Musa menjawab: “Aku.” Maka Allah Ta’ala mencelanya karena dia tidak diberi pengetahuan tentang itu. Lalu Allah Ta’ala memahyukan kepadanya: “Ada seorang hamba di antara hamba-Ku yang tinggal di pertemuan antara dua lautan lebih pandai darimu.” Lalu Musa berkata, “Wahai Rabb, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” Maka dikatakan padanya: “Bawalah ikan dalam keranjang, bila nanti kamu kehilangan ikan itu, maka itulah petunjuknya.” Lalu berangkatlah Musa bersama pelayannya yang bernama Yusya’ bin Nun….”([30])
Sungguh telah datang sebuah hadits yang menetapkan akan keNabian Yusya’ bin Nun, Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam Al-Musnad (14/65) dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ عَلَى بَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ
“Sesungguhnya matahari tidak pernah ditahan untuk menusia kecuali untuk Nabi Yusya` ketika malam perjalanan dia menuju Baitul Maqdis.” ([31])
Dan terdapat dalam hadits yang disepakati akan penetapan bahwa seseorang yang karenanya matahari tertahan maka dia adalah seorang Nabi dari para Nabi, dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ، فَقَالَ لِقَوْمِهِ: لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا، وَلاَ أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا، وَلاَ أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ يَنْتَظِرُ وِلاَدَهَا، فَغَزَا فَدَنَا مِنَ القَرْيَةِ صَلاَةَ العَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ، فَقَالَ لِلشَّمْسِ: إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا، فَحُبِسَتْ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ …
“seorang Nabi (Yusya bin Nun Alaihi Salam) dari kalangan para Nabi berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya: ‘Janganlah ikut serta dalam peperanganku ini seseorang lelaki yang baru saja menikah dan ia hendak berhubungan dengan istrinya itu, jangan pula ikut serta dalam peperangan ini seorang yang tengah membangun rumah dan belum mengangkat atapnya, jangan pula seseorang yang membeli kambing atau onta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anak-anak ternaknya itu’. Kemudian sang Nabi berangkat perang. Ketika ia telah dekat dengan sebuah desa pada waktu shalat ashar atau sudah dekat dengan itu, ia berkata kepada matahari: ‘Sesungguhnya engkau diperintahkan dan saya pun juga diperintahkan. Ya Allah tahanlah jalan matahari itu di atas kami. Kemudian matahari itu tertahan (tertunda dari waktu terbenamnya) sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemenangan kepada sang Nabi.” ([32])
- Nabi Hizqil. Setelah Yusya’ bin Nun meninggal beliau digantikan oleh Kalib bin Yufanna([33]), setelah Kalib bin Yufanna ada seorang Nabi bernama Hizqi ([34])
- Nabi Ilyas dan setelahnya Nabi Ilyasa’. Berkata Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah ta’ala: “Tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang berita-berita dan perkara-perkara umat terdahulu dari umat kita dan sebelumnya bahwa yang mengurus perkara-perkara Bani Israil setelah Yusya adalah Kalib bin Yufanna kemudian setelahnya Hizqil bin Budzi dan dialah yang mengajak kaumnya yang Allah sebutkan dalam kitab-Nya sebagaimana yang telah sampai kepada kita: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati” (QS. Albaqarah: 243).” ([35])
Ketika Allah subhanahu wa ta’ala mewafatkan Hizqil maka banyak terjadi kejadian pada Bani Israil. Mereka pun meninggalkan perjanjian Allah subhanahu wa ta’ala yang dijanjikan kepada mereka dalam Taurat dan menyembah berhala, dan dikatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengutus kepada mereka Ilyas bin Yasin bin Fanhash bin Al-‘Izar bin Harun bin ‘Imran kemudian yang bertanggung jawab terhadap perkara Bani Israil sebagaimana yang diceritakan oleh Ibnu Humaid dia berkata: Salamah telah menceritakan kepada kami tentang Ibnu Ishaq ia berkata: sebagaimana yang disebutkan kepadaku dari Wahab bin Munabbih ia berkata: kemudian dijadikan Nabi dari mereka yaitu Bani Israil setelahnya yaitu setelah Ilyas- Ilyasa’, dan Allah subhanahu wa ta’ala menetapkannya bersama mereka sesuai dengan kehendak-Nya kemudian Allah mewafatkannya.([36])
Ilyas dan Ilyasa’ penetapan keNabiannya berdasarkan nas dari Al-Quran. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِنَّ إِلْيَاسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang Rasul-Rasul.” (QS. Ash-Shaffat: 123)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِوَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْأَخْيَارِوَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ ۖ وَكُلٌّ مِنَ الْأَخْيَارِ
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat, dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik, dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.” (QS. Shad: 45-48)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ ۚ كُلًّا هَدَيْنَا ۚ وَنُوحًا هَدَيْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَىٰ وَهَارُونَ ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَىٰ وَعِيسَىٰ وَإِلْيَاسَ ۖ كُلٌّ مِنَ الصَّالِحِينَ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطًا ۚ وَكُلًّا فَضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh, dan Ismail, Ilyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya),” (QS. Al-An’am: 83-86)
- Nabi Samuel, dan ini yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam Al-Quran,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا ۖ قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا ۖ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka: “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab: “Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa saja di antara mereka, dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Barah: 246)
Dan para ulama tafsir berbeda pendapat dalam masalah namanya. Tidak diketahui dari nas-nas Al-Quran juga hadits penyebutan namanya. Namun sebagian ulama mengatakan namanya adalah Nabi Samuel. Kemudian mereka para pemuka Bani Israil menginginkan agar Nabi Samuel menunjuk seorang raja untuk mereka yang akan memimpin mereka berperang melawan orang-orang selain Bani Israil. Maka Nabi tersebut berkata,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا ۚ قَالُوا أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ ۚ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۖ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَىٰ وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui, dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (QS. Al-Barah: 247-248)
Intinya mereka akhirnya berperang bersama raja tersebut.
- Dalam pasukan yang dipimpin Tholut tersebut ada seorang permuda yang bernama Daud ‘alaihissalam yang dia adalah keturunan dari Yahudza. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ
“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya.” QS. Al-Baqarah 251
Akhirnya Daud yang tatkala itu masih muda kemudian menggantikan Thalut yang akhirnya Daud menjadi raja sekaligus Nabi.
- Setelah Daud ‘alaihissalam adalah anaknya yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang dia mewarisi keNabian dari ayahnya sehingga dia juga menjadi seorang raja sekaligus Nabi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ عِلْمًا وَقَالَا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي فَضَّلَنَا عَلَى كَثِيرٍ مِنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ، وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ وَقَالَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِينُ
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman”, dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata”.” (QS. An-Naml: 15-16)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: dan firman-Nya (وَوَرِثَ سُلَيْمَانُ دَاوُودَ) “Dan Sulaiman telah mewarisi Daud” yaitu pada kerajaan dan keNabian dan bukanlah yang dimaksud warisan harta karena jika itu yang dimaksud maka Nabi Sulaiman tidak diberi kekhususan di antara anak-anaknya Nabi Daud, dan bahwasanya Nabi Daud memiliki 100 istri. Akan tetapi yang dimaksud dengan hal tersebut adalah warisan kerajaan dan keNabian karena para Nabi harta mereka tidak diwariskan sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “kami para Nabi tidak mewariskan, dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. ([37])
Zaman Nabi Sulaiman berdirilah kerajaan Israil Raya dan di kerajaan tersebut dibangunlah Haikal Sulaiman yang semuanya terletak di Palestina. Puncak kejayaan Bani Israil adalah di zaman Nabi Daud dan Sulaiman ‘alaihimassalam, dan setelah Nabi Sulaiman meninggal dunia terpecahlah menjadi 2 kerajaan besar: kerajaan Israil Raya dan kerajaan Yahudza yang mereka saling bertikai di antara mereka.([38])
- Kemudian dilanjutkan dengan 3 Nabi sekaligus dalam satu zaman yaitu Nabi Zakariya, Isa, dan Yahya ‘alaihimussalam, sebagaimana yang tertera dengan jelas dalam firman-Nya,
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ، فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَامَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ، هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ ، فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab, di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”.” (QS. Ali Imran: 35-39)
Dan Nabi ‘Isa dan Nabi Yahya mereka adalah dua orang sepupu karena ibu mereka adalah kakak beradik, dan Nabi ‘Isa adalah Nabi terakhir dari Bani Israil, dan setelah Nabi Isa diangkat ke atas langit orang-orang Yahudi menantikan kedatangan Nabi terakhir dan mereka menyangka Nabi terakhir tersebut dari Bani Israil karena seluruh Nabi setelah Ishaq berasal dari Bani Israil, dan mereka juga mengetahui bahwa Nabi terakhir akan muncul di jazirah arab dan tempat hijrahnya di kota Madinah oleh karenanya mereka semua pergi ke kota Madinah menunggu kedatangan Nabi terakhir. Namun ternyata dugaan mereka salah karena Nabi tersebut bukan dari Yahudi tapi dari orang Arab.
- Setelah Nabi ‘Isa diutuslah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِابْنِ مَرْيَمَ، وَالأَنْبِيَاءُ أَوْلاَدُ عَلَّاتٍ، لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ
“Aku adalah orang yang paling dekat dengan ‘Isa ‘alaihissalam, para Nabi adalah bersaudara, (mereka) anak-anak dari bapak yang satu, antara aku dengan ‘Isa tidak ada seorang Nabi pun” ([39])
Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi, dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi terakhir yang beliau datang dari garis keturunan Nabi Ismail. Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi Ismail bukanlah orang Arab karena dia keturunan dari Nabi Ibrahim. Akan tetapi Ismail menikah dengan seorang wanita dari kabilah arab asli yaitu kabilah Jurhum. Kabilah Jurhum berasal dari Yaman yang mereka disebut Al-‘arab Al’Aribah, dan ketika Nabi Ismail menikahi wanita arab tersebut maka keturunan mereka disebut Al-‘Arab Al-Musta’ribah([40]), dan dari Ismail ada keturunannya yang bernama Qushoi bin Kilab yang kemudian suku Quraisy lahir dari keturunannya, dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam keturunan Qushoi bin Kilab. Yaitu Muammad bin Abdillah bin Abdil Muttholib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoi bin Kilab. Qushoi bin Kilab disebut juga dengan Quraisy shoghir karena dialah yang mengumpulkan keturunan Nabi Ismail yang terpecah belah([41]). Jadi ketika Nabi Ismail tinggal di Makkah kemudian dia meninggal dunia harusnya yang menguasai Makkah dan zam-zam adalah Ismail karena zam-zam milik Hajar. Namun ketika dia meninggal ternyata kabilah Jurhum menguasai Makkah dan zam-zam yang kemudian terjadi peperangan dan menyebabkan anak-anak Nabi Ismail terpencar dan mereka tidak menguasai Makkah sama sekali. Hingga muncullah Qushoi bin Kilab yang dialah yang mengumpulkan keturunan Nabi Ismail yang terpecah belah kemudian merebut kembali kota makkah, dan seluruh keturunan Qushoi bin Kilab disebut dengan Quraisy.
Faedah yang bisa kita ambil bahwa seluruh Bani Israil adalah keturunan Nabi Ya’qub. Oleh karenanya seluruh Yahudi keturunan Nabi Ya’qub. Apakah seluruh keturunan Nabi baik? Maka jawabannya tidak karena di antara mereka ada yang saleh, menjadi Nabi, dan ada yang kurang ajar seperti Yahudi pada zaman sekarang. Buktinya keturunan Nabi Ya’qub ada yang membunuh para Nabi,
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ وَكُفْرِهِمْ بِآيَاتِ اللَّهِ وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌ ۚ بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا
“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh Nabi-Nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup”. Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisa: 155)
Begitu juga orang-orang Quraisy yang mereka adalah keturunan Nabi Ismail lalu apakah semua keturunan Nabi Ismail baik? Maka jawabannya tidak benar, karena Abu Jahal dan Abu Lahab yang mereka orang Quraisy namun mereka kurang ajar. Maka tidak benar anggapan bahwa setiap Nabi yang saleh dipastikan anak-anaknya juga saleh karena tidak ada dalil yang mengatakan demikian. Yang ada hanya penyebutan bahwa para Nabi adalah keturunan dari wanita yang suci bukan pezina.
Tambahan faedah maka bacalah kitab Qoshoshul Anbiya’ karya Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala, dan yang perlu diperhatikan bahwa berita-berita tentang para Nabi dan pengetahuan tentang waktu mereka kebanyakan diambil dari Ahlul Kitab, dan berita-berita mereka yang tidak ada pada syariat kita penafian atau penetapannya maka hukumnya adalah tidak kita benarkan atau kita dustai, dari Abu Hurairah,
كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَءُونَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُونَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُوا {آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا} الْآيَةَ
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] Telah menceritakan kepada kami [‘Utsman bin ‘Umar] Telah mengabarkan kepada kami [‘Ali Al Mubarak] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu ‘anhu] berkata; “Orang-orang ahlu kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menjelaskannya kepada orang-orang Islam dengan bahasa arab. Melihat hal itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian mempercayai ahlu kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi ucapkanlah; “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang telah diturunkan kepada kami. (Al Baqarah; 136).” ([42])
Dari Abu Namlah Al-Anshori dari ayahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا حَدَّثَكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَلَا تُصَدِّقُوهُمْ، وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ، وَقُولُوا: آمَنَّا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ، فَإِنْ كَانَ بَاطِلًا لَمْ تُصَدِّقُوهُ، وَإِنْ كَانَ حَقًّا لَمْ تُكَذِّبُوهُ
“Jika ada Ahli Kitab yang menceritakan kepada kalian, janganlah kalian benarkan mereka, juga jangan kalian dustakan mereka. Katakanlah, ‘kami beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Jika memang batil maka kalian tidak membenarkannya mereka, dan jika memang itu benar, maka kalian tidak mendustakannya.” ([43])
Berkata Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy rahimahullah ta’ala: sungguh telah datang kabar yang shohih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau mengizinkan umatnya untuk membicarakan tentang Bani Israil dan melarang mereka dari membenarkan maupun mendustakannya karena khawatir akan membenarkan yang salah atau mendustakan yang benar, dan termasuk perkara yang diketahui bahwa apa yang diriwayatkan tentang Bani Israil berupa berita-berita yang dikenal dengan israiliyyat ada 3 keadaan. Pada salah satu keadaan dari keadaan-keadaan tersebut terdapat keadaan yang wajib kita membenarkannya yaitu jika Al-Quran dan hadits menunjukkan akan kebenarannya, dan dalam keadaan lain ada keadaan wajib untuk kita dustai membenarkannya yaitu jika Al-Quran dan hadits menunjukkan akan kedustaannya, dan dalam keadaan yang ketiga tidak boleh mendustainya atau pun membenarkannya sebagaimana yang di isyaratkan dalam hadits barusan yaitu jika Al-Quran dan hadits tidak menunjukkan akan pembenarannya maupun pendustaannya. ([44])
Para Nabi jika ada dalil yang menunjukkan akan waktu zaman mereka dan urutan mereka maka perkaranya sangatlah jelas yaitu wajib meyakini apa yang ditunjukkan oleh dalil, dan jika tidak ada dalil yang menujukkan atas waktu zaman mereka maka pembatasan hal tersebut diambil dari Ahlul Kitab, dari berita-berita mereka yang tidak bisa dibenarkan ataupun didustai karena bisa jadi benar dan bisa jadi dusta.
Footnote:
_____________
يَا رَسُولَ اللهِ، كَمْ وَفَّى عِدَّةُ الْأَنْبِيَاءِ؟ قَالَ: ” مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا
“Wahai Rasulullah! Berapa jumlah para Nabi? Rasulullah bersabda; “Seratus dua puluh empat ribu, Rasul berjumlah tiga ratus lima belas, sangat banyak.” HR. Ahmad no. 22288. Dan dikatakan oleh Syu’aib Al-Arnauth hadits ini lemah sekali
([2]) Lihat: Al-Majmu’ Al-Qoyyim min Kalaam Ibnil Qoyyim fid Da’wati Wat Tarbiyyati Wa A’maalil Qulub hal: 573
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Abi Hatim no. 18556 10/3289
([4]) HR. Hakim dalam kitab Al-Mustadrok no. 2174 dan dia berkata hadits ini shohih dengan syarat Bukhori dan Muslim.
([5]) HR. Hakim dalam Al-Mustadrok 2/262 dan dia berkata: ini hadits shohih dengan syarat Muslim, dan Adz-Dzahabi sepakat dengannya. Dan Al-Albani menshohihkan hadits dalam kitabnya As-Silsilah Ash-Shohihah 7/528.
([6]) Al-Bidayah Wa An-Nihayah 1/232. Dan hadits Abu Dzar ini dilemahkan oleh Al-Albani rahimahullah ta’ala dalam At-Ta’liiqootul Hisaan 1/387)
([7]) Al-Bidayah wa An-Nihayah 1/234
([8]) Tafsir Ibnu Katsir 3/298
([9]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 9/38
([10]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 15/326
([11]) Tafsir Al-Qurthubi 15/89
([12]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 8/216
([13]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 187
([14]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 192
([15]) HR. Bukhori no. 2635 dan lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 193-194
([16]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 200
([17]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 191
([18]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 12/547
([19]) Al-Bidayah wa An-Nihayah 1/427
([20]) Lihat: Tariikhul Arob Al-Qodiim 1/55
([21]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 297
([22]) Lihat: Qoshoshul Anbiya’ hal: 300-301
([23]) Al-Bidayah wa An-Nihayah 1/506
([24]) Lihat: Al-Bidayah wa An-Nihayah 1/516
([25]) Lihat: Nabi Yunus 1/396 dan Nabi Musa 2/3
([26]) Al-Jawab As-Shohih 2/251
([27]) Tafsir Ibnu Katsir 6/239
([28]) Lihat: Tafsir Ath-Thobari 6/397
([29]) HR. Bukhori no. 74 dan Muslim no. 2380
([30]) HR. Bukhori no. 122 dan Muslim no. 2380
([31]) Dishohihkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (6/221) dan Al-Albani mengatakan sanadnya baik dalam Silsilatul Ahaadiitsis Shohiihah 1/394)
([32]) HR. Bukhori no. 3124 dan Muslim no. 1747
([33]) Lihat: Tarikh AthThobari 1/457
([34]) Lihat: Tarikh AthThobari 1/457
([35]) Lihat: Tarikh AthThobari 1/457
([36]) Lihat: Tarikh AthThobari 1/461-464
([37]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 6/182
([38]) Lihat: Mujaz Tarikh Al-Yahud War Rodd ‘Alaa Ba’dhi Maza’imihim Al-Bathilah Hal 256
([39]) HR. Bukhori no. 3442 dan Muslim no. 2365
([40]) Lihat: Ruhul Ma’ani 7/281
([41]) Lihat: Al-Bidayah wa An-Nihayah 2/254
([43]) HR. Abu Dawud no. 3644 dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah 6/712