Dosa-dosa yang Sering Tidak Disadari Kaum Wanita
(Kesalahan Balam Berdoa)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Zaman sekarang ini adalah zaman yang penuh dengan fitnah, dan sangat susah bagi diri kita untuk menghindar dari fitnah-fitnah tersebut. Semakin bertambah zaman, selalu saja muncul fitnah-fitnah baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Dengan banyaknya fitnah-fitnah saat ini, kita pun semakin terancam untuk terjerumus dalam dosa-dosa, dan tidak semua orang mampu untuk bertahan di hadapan fitnah-fitnah tersebut.
Kita pun tahu bahwasanya dosa-dosa adalah sumber malapetaka baik di dunia maupun di akhirat. Bisa jadi kebahagiaan dan rasa khusyuk dalam shalat kita dicabut oleh Allah ﷻ sebab dosa-dosa yang kita lakukan. Bisa jadi hati kita menjadi keras dan tidak terenyuh tatkala mendengarkan firman-firman Allah ﷻ dan hadits-hadits Nabi ﷺ disebabkan karena dosa-dosa yang kita lakukan. Bisa jadi rezeki kita terhalangi dan hidup menjadi sulit karena disebabkan oleh dosa-dosa yang kita lakukan.
Terlalu banyak kemudharatan di dunia yang dirasakan oleh seorang muslim atau muslimah disebabkan karena dosa yang mereka lakukan, baik disadari atau tidak disadari. Terlebih lagi di akhirat, tidaklah seseorang dihalangi dari masuk surga kecuali karena dosa-dosa yang telah dia lakukan. Oleh karenanya, akidah Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa orang yang dosanya lebih banyak daripada amal kebaikannya, maka dia harus masuk neraka terlebih dahulu untuk dibersihkan sebelum masuk surga, jika tidak diampuni oleh Allah ﷻ, karena surga tidak bisa dimasuki kecuali orang yang bersih dari dosa-dosa.
Pembahasan kita pada kesempatan kali ini, membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan kaum wanita, yaitu dosa-dosa yang sering tidak disadari oleh wanita, melalui sebuah buku yang ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin. Jumlah dosa-dosa yang sering dilakukan oleh wanita yang disebutkan dalam buku tersebut berjumlah 76 dosa. Kita akan menelaah dan membahas satu demi satu dosa-dosa tersebut dengan kemudahan dan keluasan waktu yang Allah ﷻ berikan.
Sebelumnya kami menasihati para wanita agar berlapang dada jika ternyata dosa yang akan disebutkan lebih banyak yang telah dilakukan daripada yang belum. Ingatlah bahwa sudah seharusnya seseorang mendeteksi dirinya sendiri (muhasabah). Kebiasaan kebanyakan manusia adalah sangat pandai mendeteksi kesalahan orang lain, akan tetapi sangat susah untuk mendeteksi diri sendiri. Betapa sering kesalahan atau kemaksiatan yang kita lakukan tidak kita sadari. Oleh karenanya yang diajarkan kepada kita adalah husnuzan kepada orang lain dan suuzan kepada diri sendiri. Dengan bersikap suuzan kepada diri sendiri, akan dapat membuat seseorang mengetahui kesalahan-kesalahan dan maksiat apa yang ada atau telah dilakukan agar dapat diperbaiki. Maka buku tersebut sangat membantu kita dalam proses mendeteksi dosa-dosa apa saja yang sering dilakukan.
Ingatlah bahwa hidup di dunia ini hanya sebentar dan tidak lama, sedangkan hidup ini memerlukan perjuangan. Sedangkan hidup di zaman fitnah ini memberikan banyak motivasi bagi diri kita untuk bermaksiat kepada Allah ﷻ, baik tatkala di hadapan banyak orang maupun tatkala sendirian. Oleh karenanya tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari dosa-dosa tersebut kecuali Allah ﷻ.
Di antara dosa-dosa yang sering tidak disadari oleh kaum wanita yang disebutkan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin terbagi atas tujuh kategori.
Kesalahan dalam berdoa
- Pergi ke tukang sihir, dukun, atau tukang ramal
Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa mendatangi seorang peramal, lalu bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka tidak akan diterima satu shalat pun baginya selama empat puluh malam.”[1]
Maksudnya adalah seseorang shalat, dan shalatnya sah namun tidak diterima.
Perkara yang seperti ini, yaitu ibadah yang dilakukan sah namun tidak ada pahala atasnya itu sangat banyak di dalam syariat. Contohnya adalah orang yang berpuasa namun ghibah, puasanya sah namun tidak ada pahala puasa baginya. Contoh lain adalah seorang budak yang lari dari tuannya, dia tidak akan mendapatkan pahala shalat meskipun di shalat dan sah. Contoh lain adalah orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah dengan harta yang haram, entah karena riba dan yang lainnya, mungkin ibadah haji dan umrahnya sah namun tidak ada pahala haji dan umrah baginya. Contoh lain seperti dalam sabda Nabi ﷺ,
ثَلَاثَةٌ لَا تُرْفَعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا: رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ
“Tiga golongan yang shalatnya tidak akan di angkat meski satu jengkal dari kepalanya; Seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka tidak menyukainya, seorang perempuan yang bermalam (tidur) sementara suaminya marah kepadanya, dan dua orang bersaudara yang saling bermusuhan.”[2]
Maka sama halnya dengan orang yang pergi ke dukun dan bertanya-tanya tentang sesuatu, maka shalatnya selama empat puluh hari tidak akan diterima meskipun sah. Hal ini sebagai hukuman dari Allah ﷻ kepadanya. Sebagian ulama mengatakan bahwa termasuk dalam hal ini adalah jika seseorang wanita memasukkan majalah yang terdapat isi ramalan bintang ke dalam rumahnya untuk dibaca. Jika hatinya terikat kepada ramalan tersebut, maka sama saja dia sedang bertanya kepada dukun. Dan dikhawatirkan shalatnya selama empat puluh hari tidak diterima.
Yang lebih parah lagi adalah dia mendatangi dukun dan memercayai apa yang dukun tersebut katakan. Syaikh dalam bukunya membawakan sabda Nabi ﷺ,
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa mendatangi seorang dukun atau seorang peramal, lalu dia membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad ﷺ.”[3]
Alasan orang yang memercayai dukun dikatakan telah kafir oleh Nabi ﷺ adalah karena dia meyakini bahwa dukun tersebut mengetahui tentang masa depan atau hal gaib. Padahal di dalam Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi ﷺ telah dijelaskan bahwa tidak ada yang mengetahui hal gaib kecuali Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65)
Oleh karenanya apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz hanya diketahui oleh Allah ﷻ, dan tidak ada yang mengetahui selain Dia, bahkan malaikat sekalipun tidak mengetahuinya, kecuali jika dikabarkan oleh Allah ﷻ. Maka dari itu, tentunya para dukun tidak mengetahui tentang masa depan. Jika ada seseorang yang datang kepada dukun dan bertanya mengenai masa depan lalu dia benarkan perkataan sang dukun tersebut, maka dia telah kufur terhadap Al-Quran.
Alasan Syaikh membawakan dosa ini pada kesalahan-kesalahan yang sering tidak disadari oleh kaum wanita adalah karena wanita adalah makhluk yang lemah baik iman maupun hatinya. Sehingga tatkala dia menghadapi suatu masalah, terkadang dia tidak kuasa untuk menghadapinya, sehingga akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke dukun untuk mendapatkan solusi dari masalahnya.
- Berziarah kubur dan bersengaja mengadakan perjalanan jauh hanya untuk ziarah kubur, khususnya kubur Rasulullah ﷺ.
Nabi ﷺ telah melarang para wanita untuk sering-sering melakukan ziarah kubur. Dari Abu Hurairah h berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
“Rasulullah ﷺ melaknat kaum wanita yang banyak (sering) berziarah kubur.”[4]
Ziarah kubur pernah dilarang oleh Nabi ﷺ kepada kaum wanita. Nabi ﷺ bersabda,
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا؛ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ
“Dahulu aku pernah melarang kalian melakukan ziarah kubur, sekarang ziarahlah karena hal itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat.”[5]
Sebagian ulama yang di antaranya adalah Al-Muhallaq menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ pernah melarang untuk ziarah kubur karena beliau khawatir akan terjadi kesyirikan tatkala iman para sahabat belum begitu kuat. Namun tatkala iman para sahabat telah kuat, maka Nabi ﷺ kemudian membolehkan setelah melarang orang-orang untuk ziarah kubur karena ada maslahat yang sangat besar yaitu bisa mengingatkan seseorang dengan akhirat. Oleh karenanya tatkala seseorang melakukan ziarah kubur, seseorang dianjurkan untuk membaca doa,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“ASSALAAMU ‘ALAIKAUM AHLAD DIYAARI MINAL MUKMINIIN WAL MUSLIMIIN. WA INNAA INSYAALLAHU BIKUM LAAHIQUUN NAS`ALU ALLAHA LANAA WA LAKUMUL ‘AAFIAH (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian wahai penduduk alam barzah, dari kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami akan menyusul kalian insyaallah. Dan kami meminta kepada Allah untuk kami dan kalian agar diberi keselamatan).”[6]
Para ulama ijmak bahwasanya ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya sunnah. Akan tetapi terdapat khilaf di kalangan para ulama tentang hukum para wanita berziarah kubur. Secara umum ada tiga pendapat dalam hal ini,
Pendapat pertama mengatakan bahwa hukum wanita ziarah kubur adalah haram secara mutlak.
Pendapat kedua mengatakan bahwa hukum ziarah kubur bagi wanita adalah boleh namun makruh.
Pendapat ketiga mengatakan bahwa hukum ziarah kubur bagi wanita adalah boleh secara mutlak.
Ketiga-ketiga pendapat ini tentunya memiliki dalil masing-masing. Hanya saja saya lebih condong kepada pendapat yang membolehkan wanita berziarah kubur, namun tidak boleh dilakukan dengan sering-sering, sebagaimana lafal hadits,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
“Rasulullah ﷺ melaknat kaum wanita yang banyak (sering) berziarah kubur.”[7]
Lafal hadits ini jelas menerangkan bahwa Rasulullah ﷺ melaknat para wanita yang sering berziarah kubur.
Disebutkan oleh sebagian ulama, bahwa alasan wanita dilaknat karena sering berziarah kubur dalam hadits Nabi ﷺ adalah karena wanita hatinya lemah dan sangat mudah untuk menangis. Sehingga tatkala seorang wanita pergi ke kuburan kerabatnya, maka sangat mudah baginya untuk menangis di kuburan dan akhirnya kesedihan menimpa dirinya secara terus menerus. Dan tatkala seseorang banyak bersedih, maka akan banyak hal-hal wajib yang tidak bisa dikerjakan, salah satunya mungkin adalah mengurus suami dan anak-anaknya.
Dari keterangan ini, ada maslahat yang dilihat oleh syariat sehingga melarang para wanita untuk sering-sering berziarah kubur. Sebab jika seorang wanita telah menangis di kuburan, bisa jadi dia akan meronta-ronta dan mengangkat suara, padahal hal tersebut adalah salah satu dari ciri-ciri orang yang tidak sabar dengan takdir Allah ﷻ. Oleh karenanya saya lebih condong kepada pendapat yang membolehkan wanita untuk berziarah kubur, namun tidak dilakukan dengan sering, sebagaimana lafal hadits,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ
“Rasulullah ﷺ melaknat kaum wanita yang banyak (sering) berziarah kubur.”
زَوَّارَاتِ itu artinya adalah wanita yang sering ke kuburan. Maka mafhum mukhalafahnya adalah wanita yang tidak sering ke kuburan (hanya sesekali) maka tidak termasuk dalam hadits ini. Akan tetapi kembali saya mengingatkan bahwa masalah ini adalah masalah yang para ulama khilaf di dalamnya, dan telah kita sebutkan bahwa secara umum dalam masalah ini terbagi atas tiga pendapat.
Oleh karenanya jika seorang wanita mengetahui bahwa dirinya tidak bisa menahan dirinya dari tangisan yang berlebihan jika datang ke kuburan, maka hendaknya dia tidak pergi ke kuburan. Imam Syafi’i melarang seseorang mengunjungi keluarga yang meninggal lebih dari tiga hari, sebabnya adalah karena kunjungan tersebut dapat memperbaharui kesedihan keluarga yang ditinggal. Maka boleh bagi seseorang bersedih, akan tetapi jangan sampai seseorang larut dalam kesedihannya, karena sesungguhnya syaithan ingin agar seseorang larut dalam kesedihan agar banyak hal-hal yang lebih maslahat ditinggalkan. Atau bisa jadi karena dia larut dalam kesedihan, syaithan akan membawanya kepada keadaan di mana seseorang akan protes dan tidak ridha terhadap takdir Allah ﷻ.
Akan tetapi jika seorang wanita menyadari bahwa dia bisa menahan dirinya dari hal-hal yang dilarang, maka boleh baginya sesekali berziarah kubur. Karena sebagaimana ziarah kubur dianjurkan bagi laki-laki agar mengingat akhirat, maka ziarah kubur untuk mengingat akhirat juga diperlukan bagi para wanita. Karena terkadang banyak para wanita yang lupa akhirat tatkala telah berada di tempat-tempat hiburan. Sehingga dari sisi saya lebih condong kepada pendapat para ulama yang membolehkan wanita berziarah kubur namun dengan syarat tidak sering.
- Memulai ucapan salam kepada wanita kafir dan berkasih sayang dengan mereka.
Dalam masalah ini Rasulullah ﷺ telah bersabda,
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ، فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ، فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Janganlah kalian memulai ucapan salam kepada orang Yahudi dan Nasrani.”[8]
Begitu juga mengucapkan selamat pada acara ulang tahun, atau tahun baru, dan yang semacamnya. Semua ini haram untuk dilakukan karena termasuk ungkapan loyalitas (wala’) kepada musuh-musuh Allah ﷻ.
Tatkala seseorang berinteraksi dengan non-muslim, maka kita sebagai seorang muslim boleh bersikap baik dan berakhlak mulia di hadapan mereka. Oleh karenanya di antara hal yang menakjubkan adalah Nabi ﷺ pernah memiliki khadim (pembantu) dari pemuda Yahudi. Sehingga tatkala dia sakit, Nabi ﷺ menjenguknya. Ini adalah hal yang menakjubkan di mana Nabi ﷺ sebagai seorang kepala negara menjenguk seorang pembantu yang seorang kafir.
Maka dari itu, jangan sampai seseorang salah paham terhadap hadits di atas dengan anggapan bahwa seorang muslim harus bermuka masam kepada mereka. Akan tetapi ada aturan di mana seorang muslim dilarang melakukan sesuatu kepada mereka. Contohnya adalah mengucapkan salam kepada mereka. Hal ini dilarang dalam syariat karena mereka orang-orang kafir tidak akan selamat di akhirat. Maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang muslim mendoakan kepada mereka keselamatan? Oleh karenanya dalam hal ini kita dilarang untuk mengucapkan salah kepada mereka. Akan tetapi jika ternyata mereka orang-orang kafir mengucapkan terlebih dahulu, maka kita boleh menjawabnya sebagai bentuk sikap adil.
Sebagian ulama juga menyebutkan bahwa jika seseorang kerja di tempat yang pimpinannya seorang kafir (non-muslim), maka tidak boleh bagi kita seorang muslim mengucapkan salam kepadanya sebagaimana salam kita kepada sesama muslim, karena orang kafir tidak akan selamat di akhirat kelak. Akan tetapi boleh seseorang menggantinya dengan ucapan yang lain seperti ucapan “Selamat Pagi” dan yang semisalnya. Adapun bersikap ramah kepada mereka orang-orang kafir, terlebih lagi jika untuk mendakwahi mereka, maka hal tersebut adalah hal yang dianjurkan. Oleh karenanya di negara-negara Eropa banyak kita dengar berita bahwa betapa banyak orang-orang kafir masuk Islam karena melihat akhlak seorang muslim yang luar biasa.
Di samping daripada itu, tidak boleh pula seorang muslim mengucapkan ucapan selamat ulang tahun, selamat tahun baru dan yang semisalnya kepada orang-orang kafir. Ketahuilah bahwa Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin adalah Syaikh yang berasalah dari Arab Saudi. Beliau hanya mengetahui bahwa yang mengucapkan ucapan selamat ulang tahun di Arab Saudi hanyalah orang-orang kafir. Sedangkan di Indonesia, yang membuat acara ulang tahun bukan hanya dari kalangan orang-orang non-muslim, akan tetapi juga diikuti oleh orang-orang Islam. Oleh karenanya Syaikh menyebutkan bahwa tidak boleh memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada orang kafir karena di tempat tinggal beliau tidak ada orang Islam yang melakukan hal ini.
- Jahil atau tidak tahu tentang urusan agama dan enggan untuk mempelajari ilmu syariat, khususnya yang berhubungan dengan kewanitaan.
Rasulullah ﷺ bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.”[9]
Hal ini adalah sebuah peringatkan kepada para wanita. Oleh karenanya saya menyarankan agar para wanita belajar ilmu syariat secara sistematis. Menghadiri pengajian-pengajian dengan judul tematik tentunya bagus karena dapat membentuk pola pikir, akan tetapi untuk menata ilmu maka seseorang perlu menghadiri kajian-kajian rutin yang membahas kitab-kitab secara sistematis (berurut).
Sebagian orang kita dapati ada yang belajar kepada para ustaz sepuluh hingga dua puluh tahun. Akan tetapi ilmunya sangat tidak tertata dan tidak sesuai urutan, sehingga dia hanya mengerti hukum secara global. Oleh karenanya seseorang hendaknya melihat sesuai dengan kebutuhannya. Jika sekiranya seseorang memerlukan untuk menambah keimanan, maka mungkin kajian tematik akan tepat. Akan tetapi untuk menambah dan menata ilmu, maka kajian kitab rutin adalah hal yang diperlukan.
- Meratapi atau berteriak atau meraung-raung (Nihayah), memukul-mukul wajah dan merobek pakaian ketika ada yang meninggal dunia.
Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الخُدُودَ، وَشَقَّ الجُيُوبَ، وَدَعَا بِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ
“Bukan dari golongan kami siapa yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju dan menyeru dengan seruan jahiliah (meratap).”[10]
Sikap seperti ini adalah sikap seseorang yang protes terhadap takdir Allah ﷻ. Dosa ini sering dilakukan oleh seorang wanita tatkala di hadapkan dengan suatu musibah. Berbeda halnya dengan seorang laki-laki, mereka bisa lebih kuat dan tegar tatkala dihadapkan dengan ujian. Akan tetapi para wanita sangat mudah untuk menangis dan meronta-ronta. Oleh karenanya hendaknya para wanita mengingat bahwa tatkala ia ditimpa dengan suatu musibah, ia kemudian langsung mengucapkan Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Sebagaimana firman Allah ﷻ,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali), Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 156-157)
Kalimat ini akan memberikan kekuatan bagi seseorang yang tertimpa musibah, karena dia akan mengingat bahwa dirinya, anaknya, hartanya, dan keluarganya adalah milik Allah, yang jika Dia ingin mengambilnya, maka tidak ada yang bisa menghalanginya.
Nabi ﷺ juga telah mengatakan,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Sesungguhnya sabar itu ada pada kesempatan pertama (saat datang musibah).”[11]
Sedangkan kenyatannya terkadang para wanita luput akan hal ini. Tidak jarang para wanita langsung berteriak-teriak tatkala mendengar atau dirinya ditimpa suatu musibah. Meskipun terkadang laki-laki juga merasa tidak kuat, akan tetapi para wanita jauh lebih tidak kuat lagi. Oleh karenanya Nabi ﷺ mengingatkan bahwa jika ada seseorang yang terkena musibah, lalu kemudian dia menampar pipinya, merobek bajunya, dan juga berteriak dengan teriak jahiliah (meratap), maka dia telah melakukan dosa besar. Karena hal tersebut menunjukkan tanpa protes akan takdir Allah ﷻ.
Dalam sebuah hadits Nabi ﷺ juga bersabda,
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا، تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
“Orang yang meratapi mayat, jika ia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba maka pada hari kiamat ia akan dibangkitkan dengan memakai baju panjang dari cairan tembaga dan memakai mantel yang membuat penyakit kudis.”[12]
Hadits ini menunjukkan bahwa niyahah (meratap) adalah dosa besar. Ketahuilah bahwa untuk menetukan suatu dosa tidak hanya dari kacamata manusia, akan tetapi juga ditinjau dari kacamata syariat. Maksudnya adalah mungkin orang akan paham jika mencuri, berzina, dan membunuh termasuk dosa besar. Akan tetapi mungkin orang-orang kurang paham jika disebutkan bahwa meratapi musibah adalah dosa besar. Mereka mungkin akan heran tentang asal muasal pengharaman tersebut, akan tetapi kita katakan bahwa hal tersebut adalah dosa besar karena merupakan bentuk protes terhadap keputusan Allah ﷻ. Padahal Allah ﷻ adalah Rabb seluruh alam semesta yang tentunya lebih tahu maslahat terhadap diri kita melebihi diri kita sendiri. Sehingga sering di antara kita meratapi musibah yang menimpa diri kita karena kita tidak tahu bahwa hal tersebut adalah yang terbaik dan memberikan maslahat bagi diri kita. Oleh karenanya orang meratap tatkala ditimpa musibah adalah dosa besar.
Namun perlu untuk kita ketahui bahwasanya di antara rahmat Allah ﷻ adalah Nabi ﷺ menyebutkan agar hendaknya para wanita yang pernah meratapi suatu musibah yang menimpanya, hendaknya dia bertaubat sebelum meninggal. Dan insya Alah taubat tersebut akan menyelamatkan dirinya dari siksa yang disebutkan dalam hadits di atas.
- Pergi ke negara-negara kafir tanpa ada kepentingan, dengan alasan untuk studi atau pergi untuk berlibur atau berbulan madu
Para ulama telah mengeluarkan fatwa bahwa mengadakan lawatan atau pergi ke negara-negara kafir tidak boleh kecuali dengan alasan yang dibenarkan secara syariat (agama). Adapun untuk rekreasi dan melancong tidaklah termasuk alasan yang dapat diterima. Rasulullah ﷺ bersabda,
أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang bermukim di antara orang-orang musyrik.”[13]
Dari sini disimpulkan bahwa seseorang hanya boleh melakukan perjalanan ke negeri kafir jika keperluan tersebut mendesak. Contohnya adalah seseorang boleh melakukan perjalanan ke negeri kafir untuk berobat, di mana pengobatan tersebut tidak ada di Indonesia atau negaranya. Contoh lain adalah seseorang boleh menuntut ilmu di negara kafir jika ilmu tersebut tidak ada di negaranya, atau tidak ada yang bisa belajar di negara tersebut kecuali dia. Akan tetapi untuk hal ini, para ulama seperti Syaikh Sholeh Al-‘Utsaimin ﷺ mensyaratkan bahwa hendaknya orang tersebut memiliki bekal ilmu agama yang cukup dan mampu menghindarkan dirinya dari fitnah syubhat dan syahwat. Sebab betapa banyak orang-orang yang memiliki ilmu agama yang cukup, akan tetapi tatkala kembali ke negaranya, dia pun menjadi orang berpaham liberal. Ketahuilah bahwa seseorang yang meskipun pergi dengan niat untuk belajar, dia tetap akan menghadapi kehidupan yang berbeda dan berbagai macam model dari orang-orang kafir, sehingga muamalah yang terjadi antara seorang muslim dan orang kafir akan menimbulkan syubhat dan syahwat dalam pikiran dan hatinya, yang akhirnya bisa mengantarkannya kepada pemikiran liberal.
Di Indonesia sendiri yang mayoritas Islam pun masih banyak hal-hal yang bisa membuat seseorang terfitnah dari syubhat dan syahwat, maka bagaimana lagi dengan negara-negara yang jelas-jelas kafir? Ketahuilah bahwa orang-orang kafir tidak akan peduli terhadap perasaan seorang muslim dengan tampaknya aurat mereka.
Demikian pula tidak boleh seorang wanita mengajak pasangannya pergi ke tempat-tempat di dalam negerinya atau di luar negeri yang di mana banyak para wanita menampakkan aurat mereka. Karena bisa jadi pasangan Anda akan melihat hal-hal yang haram dari wanita lain, dan bisa saja hal itu membuat cinta suami Anda berpaling kepada wanita lain.
Salah satu pendapat yang di bawakan oleh Al-Mawardi, beliau menyebutkan bahwa jika sekiranya ada orang yang tinggal di negara kafir dan membuat kegiatan dakwah Islam, maka jika keberadaannya di negara tersebut jauh lebih bermanfaat untuk Islam, maka tidak mengapa dia tinggal di negara tersebut. Akan tetapi tetap perlu untuk diingat bahwa hukum asal seorang muslim untuk tidak berlama-lama tinggal di negeri kafir.
- Meminta dengan paksa agar suami menggunakan pembantu atau baby sitter padahal dia tidak begitu membutuhkannya
Sebagian kaum wanita mensyaratkan hal tersebut ketika akan akad nikah. Kemudian para pembantu atau baby sitter tersebut mendapat tugas untuk mengasuh dan mendidik anak-anak mereka. Padahal keberadaan pembantu bisa berakibat buruk, seperti bisa berakibat terhadap akidah dan moral anak-anak dan hal ini tidak samar lagi bagi orang yang mau berpikir.
Perkara ini sebenarnya berbicara tentang permasalahan di Arab Saudi. Di Arab Saudi banyak pembantu non muslim dari beberapa negara-negara kafir. Akhirnya akhlak pembantu tersebut diwariskan kepada anak-anak majikannya. Tentunya pembantu non muslim tersebut tidak mengeti akidah dan memiliki akhlak yang berbeda, sehingga tatkala sang anak melihat hal-hal dari pembantu tersebut, maka hal tersebut pun diikuti.
666Intinya adalah hendaknya para wanita atau seorang istri untuk mempertimbangkan hal ini. Jika tidak begitu perlu untuk memiliki pembantu dan masih bisa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, maka hendaknya tidak perlu mempekerjakan orang lain untuk mengurus urusan rumah.
- Mengejek dan menghina orang-orang muslim atau muslimah, khususnya kaum muslimah yang konsisten terhadap ajaran agama.
Terkadang para wanita lupa bahwa dengan hal tersebut (mengejek dan menghina), berarti dia telah melakukan sesuatu yang dapat membatalkan keislamannya. Dia dianggap keluar (murtad) dari Islam bila mengejek kaum wanita muslimah karena konsisten dengan ajaran-ajaran agama Islam, yang di antaranya adalah hijab. Allah ﷻ berfirman,
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ، لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Katakanlah, ‘Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak perlu kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir setelah beriman.” (QS. At-Taubah: 65-66)
Perkara ini adalah tentang seorang wanita yang mencela agama, karena ada sebagian muslimah yang belum mengerti agama, terkadang mengejek sesuatu hal yang berkaitan dengan keislaman yang di antaranya adalah jilbab, cadar, janggut dan yang lainnya. Padahal sejatinya yang mereka lakukan itu adalah mengejek syariat Nabi ﷺ, dan hal seperti itu adalah hal yang berbahaya karena bisa mengantarkan seseorang kepada kekufuran.
- Sebagian kaum wanita mendoakan diri mereka ditimpa keburukan ketika ditimpa musibah (yang tidak sabar dia hadapi).
Rasulullah ﷺ telah bersabda,
لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ: اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah ada seseorang di antara kalian yang mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalau terpaksa ia harus berdoa, maka ucapkanlah; ‘Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku’.”[14]
Maksudnya di sini adalah jangan sampai seorang wanita tatkala tertimpa musibah dia meronta-ronta dengan meminta “Ya Allah, matikan saja saya. Lebih baik saya mati saja”. Hal seperti ini dilarang oleh Nabi ﷺ. Kalaupun dia tidak sabar dengan kehidupan tersebut dan tidak kuat merasakan penderitaan, maka dia boleh berdoa dengan doa yang diajarkan oleh Nabi ﷺ,
اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.”[15]
Namun perlu diingat bahwa jangan sampai seseorang memilih langsung kematian, karena meminta kematian adalah bentuk ketidaksabaran dan meminta keburukan. Sesungguhnya seseorang tidak tahu yang mana di antara kehidupan dan kematian yang lebih baik bagi dirinya. Terkadang seseorang tatkala menghadapi sebuah ujian, dia tidak sadar bahwa ternyata jam demi jam yang dia lalui dengan kesabaran atas musibah yang menimpanya itu menggugurkan banyak dosa-dosanya.
Oleh karenanya, separah apa pun dan sebesar apa pun musibah yang kita alami, jangan sampai menjadikan kita untuk meminta kematian, akan tetapi berilah pilihan kepada Allah, dan biarkan Allah ﷻ yang memilihkannya untuk kita. Hal ini perlu untuk diingatkan karena terkadang para wanita tidak bisa menahan lisannya, sehingga dia terkadang mengatakan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya. Oleh karenanya doa yang diajarkan oleh Nabi ﷺ ini boleh dipanjatkan oleh seseorang jika benar-benar dalam kondisi terberat yang dia rasakan.
Footnote:
_____________
[1] HR. Muslim No. 2230
[2] HR. Ibnu Majah No. 971, Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini dha’if dengan lafal ini, adapun hasan dengan lafal “العبد الآبق مكان أخوان متصارمان”
[3] Diriwayatkan oleh Ahlussunan, dan disahihkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 1/49 No. 15
[4] HR. Ahmad No. 8670 dengan sanad yang hasan.
[5] HR. Ahmad No. 23005, hadits sahih dengan sanad yang kuat.
[6] HR. Ibnu Majah No. 1547, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani
[7] HR. Ahmad No. 8670 dengan sanad yang hasan.
[8] HR. Muslim No. 2167
[9] HR. Ibnu Majah No. 224, Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini sahih tanpa lafal berikutnya dari hadits ini, yaitu lafal وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ, karena lafal ini dha’if jiddan.
[10] HR. Bukhari No. 1294
[11] HR. Bukhari No. 1283
[12] HR. Muslim No. 934
[13] HR. Abu Daud No. 2645
[14] HR. Muslim No. 2680
[15] HR. Muslim No. 2680