Sebab-Sebab Agar Kuat Dan Sabar Menghadapi Ujian
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Tentunya faedah-faedah yang disebutkan di atas merupakan sebab agar orang bisa bersabar. Namun, di sana ada sebab-sebab lain yang bisa membantu kita agar bisa bersabar.
Pertama: ujian mengurangi dosa dan mengangkat derajat
Ujian musibah memberikan kita 2 manfaat: manfaat pertama adalah menggugurkan dosa dan yang kedua meningkatkan derajat. Inilah yang harus kita yakini agar kita dapat bersabar. Rasulullah ﷺ bersabda
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Janganlah kamu mencela demam, karena demam itu dapat menghilangkan dosa-dosa, sebagaimana alat pandai besi menghilangkan karat di besi.” ([1])
Maka seorang yang tertimpa penyakit demam, dosa dosanya akan berguguran sampai dia sembuh. Oleh karena itu nabi mengajarkan kepada kita saat berkunjung kepada orang yang sakit hendaknya kita mengucapkan,
طَهُورٌ إنْ شَاءِ الله
“Penyakit ini akan mensucikanmu dari dosa insya Allah (apabila kamu sabar).”
Ini adalah kepastian dari Allah. Di sini Rasulullah ﷺ baru berbicara tentang penyakit demam, lalu bagaimana dengan penyakit yang lain. Penyakit yang diderita orang selama berbulan bulan, atau bertahun tahun. Bagaimana juga dengan musibah yang lain seperti banjir yang menghilangkan harta, sampai ada yang meninggal, kalau demam saja menghilangkan dosa apalagi yang lebih dari itu maka jelas juga menghilangkan dosa-dosa, begitulah apabila musibahnya lebih berat. Misalnya seseorang yang ditinggal mati anaknya. Dalam hadis yang diriwayatkan sahabat Abu Musa Al-Asy’ary Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلائِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ فَيَقُولُ اللَّهُ : ” ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ
“Jika anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berkata kepada malaikat “apakah kalian telah mencabut ruh anak hambaku?” malaikat berkata “iya” Allah berkata “apakah kau telah mengambil buah hati dari hambaku?” malaikat berkata “iya” Allah berkata “apa yang dikatakan hambaku?” malaikat berkata “dia memujimu dan dia mengatakan Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” Allah berkata “bangunkanlah untuknya rumah dalam surga dan namakan dengan rumah Al Hamd” ([2])
Jadi kita harus ingat bahwa ujian itu mengurangi dosa apabila seorang hamba menjalaninya dengan sabar. Jika tidak bersabar maka mengurangi dosanya, maka musibah tersebut tidak mengurangi dosa malah membuat seorang semakin terpuruk. Ingatlah bahwa musibah dapat mendatangkan nikmat dan bisa juga mendatangkan azab. Mendatangkan nikmat apabila seorang hamba semakin dekat dengan Allah dengan musibah tersebut. Mendatangkan azab jika membuat seorang hamba semakin jauh dari Allah, berarti musibah tersebut merupakan hukuman dan mendatangkan azab baginya.
Inilah yang perlu kita renungkan apabila tertimpa musibah, bahwasanya musibah sekecil apa pun akan menggugurkan dosa. Nabi ﷻ menekankan
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حَزَن وَلاَ أَذًى وَلاَ غمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُها إِلاَّ كفَّر اللَّه بهَا مِنْ خطَايَاه
“Tidaklah menimpa seorang mukmin dari keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan orang lain, kegelisahan hati, bahkan duri yang mengenainya kecuali Allah menggugurkan dosa dosanya.” ([3])
Jadi intinya semua yang tidak kita sukai dalam kehidupan ini jika menimpa kita lalu kita sabar, maka itu akan menggugurkan dosa kita.
Di antara faedah musibah selain menggugurkan dosa adalah mengangkat derajat. Karenanya datang dalam suatu hadis, ketika Allah melihat seorang hamba, lalu Allah ingin mengangkat derajatnya dan sudah ditakdirkan dia berada di surga yang tinggi, ternyata ketika dilihat pada amalannya ternyata tidak mencukupi, maka Allah beri dia musibah sehingga pahalanya banyak dan dia bisa masuk ke surga tersebut. Karena dengan musibah hati seseorang akan terenyuh, rasa tawakalnya tinggi sehingga banyak ibadah yang dia lakukan dan mengangkat derajatnya.
Walaupun seorang hamba sering beristigfar karena teringat dengan dosa dosanya. Tidak ada orang yang ragu bahwa dirinya penuh dengan dosa, maka dia memperbanyak beristigfar. Tetapi kita perlu ingat bahwa tidak setiap istigfar kita diterima oleh Allah, dan kita tidak tahu apakah istigfar yang kita lakukan dapat menggugurkan dosa. Belum lagi apabila ada sebuah dosa yang kita tidak beristigfar karena terlalu sering dilakukan dan dianggap sepele, maka Allah tatkala ingin menghapuskan dosa kita tersebut Allah memberikan musibah, dan dengan begitu dosa kita gugur apabila bersabar.
Memang benar jika kita berdosa maka musibah ini sebagai hukuman dari Allah ﷻ. Namun, di lain sisi musibah ini selain bisa menghapus dosa kita juga bisa mengangkat derajat kita. Bisa jadi Allah ﷻ memberikan ujian kepada seseorang meskipun dia tidak berdosa. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ
عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barang siapa rida (menerima cobaan tersebut) maka baginya keridaan, dan barang siapa murka maka baginya kemurkaan.” ([4])
Juga Nabi Muhammad ﷺ pernah ditanya siapakah manusia yang paling berat ujiannya, maka beliau ﷺ menjawab,
الْأَنْبِيَاءُ،
“Para nabi”. ([5])
Begitu juga Rasulullah ﷺ bersabda
إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ
“sungguh aku sakit (demam) sebagaimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]” ([6])
Kedua: beriman kepada takdir
Allah ﷻ berfirman,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”.” (QS. At-Taubah: 51)
Semua ini telah ditakdirkan lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Maka kita tidak mungkin menghindar kalau Allah sudah takdirkan. Jika Allah telah takdirkan musibah tersebut maka tidak mungkin untuk menghindar walaupun orang sedunia ingin menyelamatkan. Sebagaimana dikatakan
أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“Sesungguhnya apa yang akan menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa yang meleset darimu tidak akan menimpamu.” ([7])
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
كَتَبَ اللهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah menentukan takdir bagi semua makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”([8])
Akan tetapi jangan sampai kita salah paham tentang makna bersabar dengan mengartikannya sekedar pasrah. Tatkala kita terkena musibah, hendaknya kita tetap berusaha menghadapi musibah tersebut. Contohnya adalah ketika kita sakit, kita tidak boleh pasrah dengan keadaan, akan tetapi kita harus berusaha menghadapi dengan berobat. Oleh karenanya sabar itu bukan berarti pasrah, akan tetapi sabar adalah tidak protes dengan takdir Allah dan berusaha mencari solusi. Oleh karenanya Allah ﷻ mengatakan kepada Nabi Muhammad ﷺ ,
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati.” (QS. Al-Ahqaf : 35)
Para Rasul disifati dengan dua sifat, yaitu sabar dan ulul ‘azmi. Al-‘Azm dalam Bahasa Arab berarti tekad yang kuat. Sehingga dari ayat ini para rasul disifati dengan pemilik kesabaran dan tekad yang kuat. Para ulama mengatakan bahwa ini adalah dalil bahwasanya sabar itu bukanlah menghilangkan tekad, melainkan harus berusaha mencari solusinya.
Dari sini ketika ada seorang suami yang mendapati istrinya memiliki akhlak yang kurang baik, maka dia tidak boleh pasrah dengan keadaan tersebut. Hendaknya sang suami menasihatinya dan mendakwahi istrinya, mengajaknya ke majelis ilmu. Adapun jika dia mendapatkan perlakuan yang kurang baik, maka dia tetap harus bersabar. Demikian pula sebaliknya jika seorang istri yang mendapati suaminya yang kurang baik akhlaknya. Intinya adalah seseorang harus pasrah dengan takdir Allah, namun tetap berusaha mencari solusi.
Ketahuilah bahwa ketika seseorang telah beriman dengan takdir, perkara apa pun akan menjadi lebih ringan. Ketika ada orang yang mencaci, menghina, menuduh dengan tuduhan yang tidak-tidak, maka kita akan bisa bersabar karena keyakinan kita bahwa hal tersebut telah ditakdirkan dan tidak bisa untuk dihindari.
Di masa pandemi ini hendaknya kita ikhtiar agar terhindar dari virus covid19. Jika kita pergi ke masjid maka hendaknya kita memenuhi protokol kesehatan dan tidak bermudah-mudahan dalam menghadapi virus ini. Kita berusaha dalam menghadapi virus ini. Namun, jika ternyata kita tetap terkena musibah maka kita ingat firman Allah ﷻ di atas,
لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا
“Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami.” (QS. At-Taubah: 51)
Nabi juga bersabda
رُفِعَتِ الأقلامُ و جَفَّتِ الصُّحفُ
“Pena sudah diangkat dan lembaran telah kering.” ([9])
Jika kita emosi atau menyalahkan pihak lain ketika tertimpa musibah maka ini menunjukkan bahwa kita tidak terima terhadap musibah yang menimpa kita.
Maka semuanya sudah tercatat. Allah berfirman
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al Hadid: 22)
Sebelum Allah menimpakan musibah tersebut, maka kejadian tersebut telah tercatat semua itu agar tidak manusia tidak terlalu bersedih jika musibah menimpanya. Musibah apa pun itu kita tidak akan bisa mengubahnya karena sudah ditakdirkan lima puluh ribu tahun yang lalu. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi musibah tersebut.
Ketiga: tidak mengeluh kepada makhluk
Sebagaimana perkataan Nabi Ya’qub Allah ﷻ yang tercantum di dalam Al-Qur’an,
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ya’qub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya”.” (QS. Yusuf: 86)
Sebagian ulama mengatakan البَثّ lebih besar dari kesedihan, yaitu berupa penderitaan yang lama yang sangat ingin dia ungkapkan([10]). Nabi Ya’qub sangat ingin untuk ungkapkan kesedihannya namun ia menahannya, dia hanya bersabar,
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).” (QS. Yusuf: 83)
Sabar yang indah yaitu tidak mengeluhkan penderitaannya kepada orang lain. orang yang mengeluhkan penderitaannya kepada Allah ﷻ maka itu akan sangat membantu dirinya untuk bersabar.
Boleh kita menceritakan penderitaan kita kepada orang lain selama bukan dalam bentuk mengeluh. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertemu dengan ayahnya Abu Bakar dan Bilal radhiyallahu ‘anhuma dan keduanya sedang sakit maka ‘Aisyah bertanya,
يَا أَبَتِ كَيْفَ تَجِدُكَ؟ وَيَا بِلاَلُ كَيْفَ تَجِدُكَ؟
“wahai ayahku bagaimana engkau mendapati dirimu? Wahai Bilal bagaimana engkau mendapati dirimu?” ([11])
Sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ memberikan kabar bahwa dirinya sedang sakit,
إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ
“sungguh aku sakit (demam) sebagaimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]” ([12])
Apakah Rasulullah ﷺ sedang mengeluh? Tentu tidak. Juga kita harus hati untuk tidak mengeluh di media sosial. Sebagian orang ketika ditimpa musibah maka ia mengeluh kepada banyak orang di media sosial.
Keempat: salat
Allah ﷻ berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Ketika Nabi Muhammad ﷺ diganggu dan diejek maka Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ . فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ .وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ (99)
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 97-99)
Banyak gelar-gelar buruk yang diberikan oleh orang Quraisy kepada Nabi Muhammad ﷺ. Dan beliau merasa berat dengan ejekan tersebut, dan ini termasuk sifat manusiawi Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya Allah ﷻ memerintahkannya untuk bertasbih dan sujud (salat).
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى
“bahwasanya Nabi ﷺ jika ada sesuatu yang membuatnya gelisah maka beliau akan salat.” ([13])
Maka hendaknya kita membiasakan salat dan berdoa kepada Allah ﷻ jika ada perkara yang menggelisahkan kita. Orang-orang kafir mungkin bangga dengan dunia yang mereka miliki, namun hendaknya kita sebagai muslim bangga ada Allah ﷻ yang menyayangi kita.
Kelima: ketika ditimpa musibah hendaknya langsung mengucapkan beberapa ucapan:
- إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ‘sesungguhnya kita semua milik Allah ﷻ dan kita semua akan kembali kepada-Nya’.
- قَدَّرَ اللَّهُ، وَمَا شَاءَ فَعَلَ ‘Allah ﷻ menakdirkan dan melakukan apa yang dikehendaki’. ([14])
- الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ ‘segala puji bagi Allah ﷻ atas segala keadaan’. ([15])
- اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا ‘Ya Allah berilah aku pahala atas musibahku dan berilah yang lebih baik darinya’. ([16])
Hendaknya inilah yang diucapkan pertama kali ketika terkena musibah. Karena memang kondisi pertama kali tertimpa musibah adalah keadaan yang berat, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Kesabaran hanya pada benturan pertama” ([17])
Oleh karenanya ketika pertama kali tertimpa musibah hendaknya yang pertama kali kita ucapkan adalah doa-doa di atas. Kalimat-kalimat sederhana ini bisa membuat seseorang menjadi tegar setelah tertimpa musibah.
Keenam: berdoa kepada Allah ﷻ
Di antara doa-doa yang ringan ketika tertimpa musibah adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ,
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ، اكْفِنِي كُلَّ شَيْءٍ وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ
“Wahai Dzat Yang Maha Hidup, wahai Dzat Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu.” ([18])
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو، فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, dengan rahmat-Mu, aku berharap, janganlah Engkau sandarkan urusanku pada diriku walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku seluruhnya, tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau.” ([19])
Juga seperti doanya Nabi Yunus ketika ditelan ikan paus,
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“tidak ada ilah yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Anbiya: 87)
Atau dengan doa,
اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ ابْنُ عَبْدِكَ ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ بَصَرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي،
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu. (Juga) anak dari hamba-Mu, anak dari ibu (yang juga) hamba-Mu. Dalam kuasa-Mu diriku. Ketetapan-Mu telah ditetapkan padaku, Takdir-Mu lah yang Maha Adil padaku. Aku bermohon kepada-Mu dengan semua nama-Mu yang Engkau namai sendiri diri-Mu dengan nama-nama itu, atau yang Engkau turunkan nama itu di dalam kitab suci-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang ciptaan-Mu, atau yang Engkau khususkan nama itu (tersimpan) di dalam ilmu yang tidak terlihat; agar Engkau menjadikan Al-Qur’an penyubur hati, cahaya hati, pengusir kesedihan, kegundahan.” ([20])
Ketujuh: melihat orang yang berada di bawah kita (yang lebih sulit keadaannya dari kita)
Kita memang mendapati ekonomi negara kita menurun, namun coba kita bandingkan dengan negara-negara lain yang kondisinya lebih parah dari negeri kita maka seharusnya kita lebih bersyukur. Bukan maksudnya kita menganggap remeh musibah ini, akan tetapi untuk meringankan kesedihan kita. Kita masih bisa makan. Tidak mati kelaparan, masih bisa beribadah, dan lain-lain. kita dapati sebagian orang ketika tertimpa musibah ada yang murtad, kufur, mengejek Tuhan-Tuhan mereka, dan lainnya. Maka dengan melihat yang berada di bawah kita maka kita dapati kondisi kita lebih baik, dan ini sangat membantu kita dalam bersabar.
Kebaikan Allah ﷻ sangat banyak sedangkan musibah datangnya hanya sesekali dan tidak terus menerus. Jika dibandingkan antara nikmat dan musibah yang Allah berikan tentu saja musibah itu kecil sekali.
Di antara sifat manusia yaitu selalu mengingat musibah dan lupa terhadap nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Maka hendaknya orang yang tertimpa musibah segera mengingat nikmat Allah yang telah dia rasakan, dengan demikian dia akan merasa ringan. Allah berfirman,
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl: 18)
Maka dengan mengingat nikmat-nikmat Allah yang kita rasakan musibah akan menjadi ringan. Lihatlah orang yang lebih parah musibahnya dari kita. Nabi bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هو أَسفَل مِنْكُمْ وَلا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوقَكُم؛ فهُوَ أَجْدَرُ أَن لا تَزْدَرُوا نعمةَ اللَّه عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang di bawah kalian dan janganlah kalian lihat orang yang di atas kalian, yang demikian itu agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian.” ([21])
Orang yang tertimpa musibah apa pun itu, pasti ada orang yang lebih parah musibahnya. Tatkala merenungkan tersebut dia akan tahu bahwa musibah itu bertingkat tingkat dan akan lebih ringan jika mengetahui bahwa ada yang lebih parah musibahnya.
Kedelapan: membaca kisah tentang ujian orang-orang terdahulu
Fungsi dari membaca kisah tentang ujian orang-orang terdahulu agar kita merasa ringan. Ujian para nabi sangat banyak yang tidak bisa penulis ceritakan satu persatu. Jika kita bandingkan antara ujian kita dengan ujian mereka maka kita dapati ujian kita sangat ringan.
Dalam suatu hadis ketika ada sebagian sahabat meminta agar Rasulullah ﷺ segera meminta pertolongan dan kemenangan kepada Allah ﷻ, maka Nabi Muhammad ﷺ menasihati mereka,
قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ، يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ، فَيُجْعَلُ فِيهَا، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيدِ، مَا دُونَ لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ، فَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَاللَّهِ لَيَتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرُ، حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ، لاَ يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ، وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ، وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ
“Sungguh sebelum kalian ada orang yang diringkus kemudian digalikan lubang baginya dan ia ditimbun di sana, lantas didatangkan gergaji dan diletakkan di kepalanya, sehingga kepalanya terbelah menjadi dua, dan ada yang disisir dengan sisir besi sehingga memisahkan tulang dan dagingnya namun semua siksaan itu tidak memalingkannya dari agamanya, demi Allah, perkara ini akan sempurna sehingga seorang pengendara bisa berjalan dari Shan’a’ hingga Hadramaut, dan ia tidak khawatir selain kepada Allah dan serigala yang akan menerkam kambingnya, namun kalian ini orang yang suka tergesa-gesa.” ([22])
Intinya kita semua diuji, kita berharap agar tidak diuji dengan yang lebih dari ini. kita semua mengharapkan keselamatan. Kita tidak tahu apakah ketika diuji kita kuat atau tidak, namun jika kita diuji maka hendaknya kita bersabar. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ، لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ العَدُوِّ، وَسَلُوا اللَّهَ العَافِيَةَ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوفِ
“Wahai manusia, janganlah kamu mengharapkan bertemu musuh, tetapi mohonlah keselamatan kepada Allah. Jika kamu bertemu musuh, maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa surga itu di bawah naungan pedang.” ([23])
kesembilan: mengingat bahwa musibah adalah tabiat kehidupan
Yang pertama kali kita harus ingat ketika mendapat musibah yaitu bahwa musibah adalah tabiat kehidupan. Kehidupan isinya adalah ujian dan semua pasti orang diuji, sebagian orang pernah diuji, sebagian orang akan diuji, dan sebagian orang sedang diuji. Tatkala diuji yakinlah bahwa tidak hanya Anda yang diuji, bahkan terkadang ujian orang lain lebih berat dari pada ujian Anda. Maka harus direnungkan bahwa sifat kehidupan adalah ujian dan bukan hanya Anda yang sedang diuji serta tidak mungkin untuk menghindar dari ujian tersebut.
Kesepuluh: meyakini dibalik musibah ada hikmah yang Allah kehendaki bagi kita
Allah berfirman,
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman
فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)
Inilah yang bisa disampaikan pada kesempatan kali ini, semoga saudara kita yang diberi musibah oleh Allah dapat selalu bersabar dan mendapat ganjaran yang besar dari Allah ﷻ. Juga semoga yang diberi kemudahan oleh Allah bisa terus membantu, karena membantu di saat kesulitan itu pahalanya lebih besar disisi Allah. Allah berfirman,
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
“atau memberi makan pada hari kelaparan.” (QS. Al-Balad: 14)
Firman Allah tersebut menunjukkan sedekah di saat kesulitan itu lebih afdal dari pada di saat lapang. Begitu juga membantu orang miskin yang dia tidak memiliki apa-apa. Sehingga Allah berfirman
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
atau kepada orang miskin yang sangat fakir.” (QS. Al-Balad: 16)
Maka di saat saudara kita tertimpa musibah itu adalah kesempatan yang sangat baik untuk kita membantu. Semoga kita di masa pandemi yang tidak tahu kapan akan berakhir untuk bisa bersabar menghadapi ini semua dengan tetap beriman dan beribadah kepada Allah ﷻ dengan sebaik-baiknya.
والله تعالى أعلم بالصواب
Footnote:
___________
([2]) HR. TirmidzI No. 1021 dihasankan oleh Al Albani
([5]) HR. Ahmad No. 1481, hadits ini dinyatakan hasan oleh Syu’aib Al-Arnauth.
([7]) HR. Ibnu Majah No. 77, disahihkan oleh Al-Albani
([9]) HR. Tirmidzi No. 2516 disahihkan oleh Al-Albani
([10]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi (9/251).
([13]) HR. Abu Dawud No. 1319.
([15]) HR. Ibnu Majah No. 3803.
([18]) HR. Ibnu Abu ‘Ashim, al-Aahaad wa Al-Matsaanii No. 2925.
([19]) HR. Abu Dawud No. 5090, dinyatakan sanadnya hasan oleh Al-Albani.
([20]) HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 972., dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([21]) HR. Ibnu Majah no. 4142, disahihkan oleh Al-Albani
([22]) HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 972, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.