Dosa-Dosa Hati Dari A Sampai Z
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Mempelajari tentang penyakit hati sangatlah penting untuk membersihkan hati kita. Terutama kita tahu bahwa penyakit hati sangatlah banyak sehingga kita harus mempelajarinya satu persatu.
Pentingnya Amalan Hati Dan Membersihkannya
Pertama: yang menjadi patokan di sisi Allah ﷻ adalah amalan hati.
Oleh karenanya takwa tempatnya adalah di hati. Allah ﷻ berfirman,
﴿ لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ ﴾
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini menjelaskan tentang sembelihan bahwa daging dan darah sembelihan seseorang tidak akan sampai kepada Allah ﷻ. Akan tetapi yang akan sampai kepada Allah ﷻ adalah ketakwaannya.
Begitu juga Allah ﷻ ketika menceritakan tentang orang-orang yang tidak mau beriman Allah ﷻ berfirman,
﴿ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ﴾
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Seseorang mungkin saja bisa melihat dan mendengar dengan mata dan telinganya akan tetapi jika hatinya telah buta maka dia tidak akan bisa melihat ayat-ayat Allah ﷻ.
Begitu juga firman Allah ﷻ tentang perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
﴿ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ . إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ﴾
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS. Asy-Syu’araa’: 88-89)
Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.” ([1])
Ini semua menunjukkan bahwa yang menjadi patokan bagi Allah ﷻ adalah amalan hati. Namun, kita tahu bahwa amalan hati tersembunyi dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ﷻ. Berbeda dengan amalan anggota badan yang bisa kita lihat. Allah ﷻ maha tahu dengan amalan hati yang kita kerjakan, apakah kita sedang bertakwa, ikhlas, atau kita sedang riya’, ujub, dan sombong maka Allah ﷻ mengetahui semuanya.
Kedua: hati penentu amalan anggota tubuh
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً: إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, (maka) baiklah seluruh tubuhnya. Dan apabila segumpal daging tersebut buruk, (maka) buruklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”. ([2])
Apa yang dijelaskan Rasulullah ﷺ adalah benar, tidaklah seseorang melakukan perbuatan buruk kecuali karena hatinya bermasalah. Tidak juga seseorang sombong dalam perbuatan dan perkataan kecuali karena hatinya bermasalah. Sehingga sangat jelas bahwa seseorang yang membersihkan hatinya maka akan berdampak pada anggota tubuhnya.
Ketiga: hati adalah tempat kebahagiaan
Semua penyakit hati adalah perusak kebahagiaan. Oleh karenanya seseorang hendaknya berusaha untuk membersihkan hatinya. Orang yang paling bahagia adalah orang yang kanaah, tidak pelit, ikhlas, pemaaf, tidak pendendam, dan tidak hasad.
Ketika kita berbicara tentang dosa-dosa hati dan berusaha untuk membersihkannya maka sesungguhnya kita sedang berbicara bagaimana meraih kebahagiaan. Hal ini dikarenakan kebahagiaan tempatnya di hati kita sedangkan penyakit hati adalah hal yang merusak kebahagiaan seseorang. Ketika kita berusaha untuk membersihkan penyakit-penyakit hati maka sesungguhnya kita sedang berusaha meraih kebahagiaan yang hakiki.
Keempat: Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa manusia yang terbaik adalah yang membersihkan hatinya.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ، قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ، نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ
“Ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, ‘Manusia bagaimana yang paling utama?’ Beliau menjawab: ‘Semua (orang) yang hatinya makhmum (dibersihkan) dan lisannya (ucapannya) benar’. Para sahabat berkata, ‘ Perkataannya benar telah kami ketahui maksudnya, lantas apakah maksud dari hati yang makhmum?’ Beliau bersabda, ‘Hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa dan kezaliman padanya, serta kedengkian dan hasad’.” ([3])
مَخْمُومُ maknanya sama dengan مِكْنَسَة yang artinya sapu. Jadi makhmum al-qalb artinya adalah hati yang dibersihkan. Seakan-akan jika kita memiliki rumah yang sering dimasuki oleh kotoran dan debu maka setiap hari kita harus membersihkannya([4]). Rasulullah ﷺ menyamakan hati dengan rumah yang harus dibersihkan setiap hari. Karena setiap hari kita melalui banyak kejadian-kejadian yang terkadang bisa membuat kita sombong, atau hasad sehingga setiap hari kita harus membersihkannya. Jika kita membersihkan penyakit-penyakit tersebut maka kita akan menjadi orang yang bahagia. Allah ﷻ berfirman tentang hati,
﴿ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا﴾
“sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,” (QS. Asy-Syams: 9)
Para pembaca yang budiman, amalan hati merupakan perkara yang sangat penting dipelajari. Hendaknya perhatian kita lebih dibandingkan dengan perhatian kita terhadap amal anggota tubuh.
Sebagian kita lebih memperhatikan penampilan tubuhnya daripada kondisi hatinya. Ini merupakan perbuatan yang kurang tepat, seharusnya amalan hatinya lebih diutamakan karena dari amalan hati akan terpancar pada anggota tubuhnya.
Seseorang harus peka terhadap hatinya, jika ada penyakit hati yang menghinggapinya baik itu riya’, ujub, sombong, atau angkuh maka dia harus segera membersihkannya. Jangan sampai dia berjalan tanpa peduli dengan isi hatinya.
Hati memiliki amalan-amalan seperti sedih, gembira, takut, hasrat, dan lainnya. Oleh karenanya sebagaimana lisan dan anggota tubuh kita diminta pertanggungjawaban maka hati juga akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا ﴾
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)
Kondisi Hati (Kalbu) Ditinjau Dari Sakit/Sehat Dan Hidup/Mati
Hati bisa mengalami beberapa kondisi di antarnya dia bisa sakit, sehat, bahkan mati. Oleh karenanya para ulama membagi hati menjadi 3 bagian:
Pertama: al-qalbu as-salim ‘hati yang selamat’
Ciri-cirinya: mudah khusyuk, mudah terenyuh, tidak sombong, tidak dendam, dll.
Kedua: al-qalbu al-mayyit ‘hati yang mati’
Yaitu hatinya orang-orang kafir dan munafik. Ciri-cirinya: hatinya keras, tidak terpengaruh dengan ayat-ayat Allah ﷻ dan peringatan-peringatan Allah ﷻ.
Seperti orang-orang musyrikin ketika datang kepada mereka seorang rasul dengan mukjizat, berbagai macam peringatan, dan lainnya namun hal itu tidak membuat hati mereka bergeming dan tidak berpengaruh. Ini menunjukkan bahwa hati mereka sudah mati.
Ketiga: al-qalbu al-maridh ‘hati yang sakit’
Yaitu hati yang tahu tentang kebenaran akan tetapi ditimpa dengan penyakit-penyakit hati. Sumber penyakit hati bisa kita bagi menjadi dua kategori:
- Yang disebabkan syahwat
Seperti syahwat zina, popularitas, ingin diakui, hasad, ingin dinomor satukan, dll.
- Yang disebabkan syubhat atau kejahilan
Seperti kekufuran, kemunafikan, keraguan terhadap Allah ﷻ, dll.
Secara global kita tidak bisa mengklaim hati kita sehat karena terkadang sulit bagi kita untuk khusyuk, terenyuh, dan bahkan kita terkadang meninggalkan peringatan namun hati kita tidak tergerak.
Kita juga tidak mengatakan bahwa hati kita mati karena kita bukan orang kafir yang meragukan akan adanya Allah ﷻ dan tidak meragukan kebenarannya agama.
Akan tetapi kebanyakan hati kita kondisinya adalah hati yang sakit. Kita tahu kebenaran dan tahu tentang keburukan sesuatu akan tetapi kita tidak bisa menghindar dari itu semua karena penyakit telah merongrong dalam hati kita.
Penyakit-Penyakit Hati Berdasarkan Hukumnya
- Yang merupakan kekufuran
- Keraguan
Yaitu ragu tentang adanya Tuhan, ragu agama Islam adalah agama yang benar, keraguan tentang Al-Qur’an, dan ragu bahwa kesyirikan adalah kesesatan. Banyak sekali orang-orang Liberal yang mengalami keraguan terhadap agama Islam. Mereka mengatakan bahwa agama Islam hanya cocok untuk 1400 tahun yang lalu dan tidak relevan untuk zaman sekarang. Penyakit ini merupakan kekufuran karena keimanan harus dibangun di atas keyakinan yang kokoh. Allah ﷻ berfirman,
﴿ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)
- Kemunafikan
Ini banyak di alami oleh orang-orang liberal yang mereka tidak puas dengan hukum Allah ﷻ. Padahal Allah ﷻ berfirman,
﴿ فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴾
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)
Allah ﷻ berfirman,
﴿ إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ﴾
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur: 51)
Akan tetapi orang-orang munafik di dalam hati mereka terdapat penyakit yang menyebabkan mereka tidak menerima hukum-hukum Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman tentang mereka,
﴿ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ﴾
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 10)
- Kesyirikan
Maksudnya syirik akbar dengan berbagai macam modelnya seperti meyakini mayat-mayat bisa menolong dan mendengar orang-orang yang meminta pertolongan kepada mereka. Atau meyakini bahwa ada jin yang mengatur pantai selatan atau gunung, ini juga merupakan kesyirikan. Atau meyakini ada wali-wali kutub yang ikut mengatur dengan kekuatannya dalam menjaga keamanan suatu negeri dengan izin Allah ﷻ, ini juga perbuatan syirik.
Barang siapa yang telah ragu terhadap Allah ﷻ, rasul-Nya, dan Al-Qur’an maka dia telah terjerumus kepada penyakit hati yang penyakit tersebut sampai pada derajat kekufuran.
- Yang merupakan maksiat
- Yang merupakan dosa besar
- Riya’
Riya adalah beramal saleh untuk dilihat orang lain. bisa dikatakan riya’ adalah pencitraan namun khusus dalam masalah ibadah bukan masalah dunia. Seperti orang yang menginginkan ibadahnya, sedekahnya, baktinya kepada orang tua diketahui orang lain.
Riya’ hampir sama dengan sum’ah di mana keduanya ingin amal ibadahnya diketahui oleh orang lain. Perbedaannya: riya’ yaitu seseorang yang ingin ibadahnya dilihat orang lain adapun sum’ah yaitu keinginan ibadahnya untuk didengar orang lain.
Penyakit ini bukanlah sesuatu yang remeh. Penyakit ini kebanyakan menjangkiti orang-orang saleh dan tidak menimpa orang-orang yang tidak melaksanakan ketaatan.
- Ujub
Yaitu memandang kelebihan yang ada pada dirinya sehingga lupa bahwa kelebihan ini dari Allah. Sehingga dia merasa bahwa keberhasilannya adalah murni dari usahanya. Inilah yang disebut dengan ujub.
Perbedaan ujub dengan riya’ adalah kalau riya’ kita menyekutukan Allah dengan orang yang kita harapkan pujiannya. Misalnya seorang yang ingin menunaikan ibadah haji, lalu dia ingin dari ibadah hajinya agar diberi pahala oleh Allah sekaligus dipuji oleh tetangganya. Dalam keadaan seperti ini dia telah menyekutukan Allah ﷻ dengan tetangganya.
Adapun ujub yaitu menyekutukan Allah ﷻ dengan dirinya sendiri dari sisi keberhasilan yang ia raih. Seharusnya orang yang meraih keberhasilan tahu bahwa keberhasilannya dari Allah ﷻ.
Jangan sampai seseorang ketika berhasil merasa bahwasanya itu dikarenakan kecerdasannya atau karena dia orang yang komunikatif. Ketika seseorang merasa keberhasilannya karena dirinya sendiri maka ini namanya ujub.
Perlu diketahui bahwa kecerdasan tidak berbanding dengan kekayaan. Betapa banyak orang yang cerdas dan berpengalaman namun dia tidak kaya. Lihatlah bagaimana perkataan Rasulullah ﷺ ketika perang Khandaq,
وَاللَّهِ لَوْلاَ اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا، وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا، فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا، وَثَبِّتِ الأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا، إِنَّ الأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا، إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا
“Demi Allah, kalau bulan karena Allah tidak mungkin kita akan mendapatkan petunjuk, tidak mungkin kita akan bersedekah dan tidak mungkin kita akan mendirikan salat.” ([5])
- Sombong
Sombong artinya merasa lebih tinggi dari yang lain, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ
“kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” ([6])
Ini merupakan penyakit hati dengan memandang rendah orang lain. Contoh ucapan-ucapan yang menunjukkan dia merendahkan orang lain seperti, “siapa sih si fulan atau fulanah?”, “Cuma segitu saja”, apa sih yang bisa dilakukan?”, “dia bisa mengajar apa sih?”, “dia lulusan mana sih?”, “apa sih gelar atau jabatannya?”, dan ungkapan-ungkapan lainnya yang muncul untuk merendahkan orang lain. Ini adalah yang dikabarkan oleh Rasulullah ﷺ bahwa sombong adalah merendahkan orang lain.
Kesombongan pada asalnya merupakan penyakit hati namun betapa sering terekspresikan dengan lisan, pandangan, atau sikap. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ﴾
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Jika kita merasakan ciri-ciri di atas ada pada diri kita maka yakinlah bahwa kita sedang terjangkiti penyakit hati.
Obatnya adalah dengan meyakini bahwasanya segala kelebihan yang kita miliki berasal dari Allah ﷻ. Jika Allah ﷻ ingin mencabut kenikmatan tersebut maka sangat mudah bagi Allah ﷻ.
Perlu kita ketahui juga bahwasanya Allah ﷻ memberikan kita kelebihan untuk kita syukuri bukan untuk kita rendahkan orang lain
- Angkuh
Ini hampir sama dengan kesombongan.
- Berbangga diri/pamer
Ini juga salah satu bentuk kesombongan hanya saja biasanya الفَخْر berkaitan dengan orang lain. dia membangga-banggakan dirinya dengan memamerkan kelebihannya di hadapan orang lain. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
وَإِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ، وَلَا يَبْغِي أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku agar kalian memiliki sifat tawaduk. Sehingga tidak ada seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” ([7])
Orang-orang yang sombong yang merasa tinggi sesungguhnya merekalah orang yang rendah di sisi Allah ﷻ. Oleh karenanya pada hari kiamat mereka dibangkitkan oleh Allah ﷻ dalam kondisi hina dina. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
يُحْشَرُ المُتَكَبِّرُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ أَمْثَالَ الذَّرِّ فِي صُوَرِ الرِّجَالِ يَغْشَاهُمُ الذُّلُّ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ، فَيُسَاقُونَ إِلَى سِجْنٍ فِي جَهَنَّمَ يُسَمَّى بُولَسَ تَعْلُوهُمْ نَارُ الأَنْيَارِ يُسْقَوْنَ مِنْ عُصَارَةِ أَهْلِ النَّارِ طِينَةَ الخَبَالِ
“Orang-orang yang takabur kelak di hari kiamat akan dibangkitkan dalam bentuk seperti semut kecil berwujud manusia. Mereka diliputi kehinaan dari segala tampak, hingga mereka dimasukkan ke dalam penjara neraka jahanam yang bernama Bulas dan mereka pun dilahap api Al An-yar, mereka juga diberi minum dari (darah dan nanah) para penghuni neraka Thinatul Khabal.” ([8])
Ini dikarenakan balasan sesuai dengan amal perbuatan. Ketika mereka di dunia merasa tinggi seperti gunung maka pada hari kiamat Allah ﷻ akan membangkitkannya kecil seperti semut yang akan diinjak oleh yang lain dalam keadaan hina dina. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan sebesar biji sawi.” ([9])
Cara menghilangkan penyakit ini adalah dengan memandang orang lain meskipun secara zahir dia adalah orang yang rendah namun bisa jadi di sisi Allah ﷻ dia adalah orang yang sangat mulia. Hal ini dikarenakan yang menjadi patokan di sisi Allah ﷻ adalah hatinya. Sedangkan kita tidak bisa melihat hati seseorang pun. Bisa jadi dia adalah orang yang tulus, ikhlas, atau melakukan amalan-amalan saleh yang tidak kita ketahui. Sehingga dengan ini semua kita tidak merasa lebih hebat dari orang lain.
Kita hendaknya bersyukur kepada Allah ﷻ atas hidayah yang telah Allah ﷻ berikan akan tetapi jangan sampai kita merasa tinggi dibandingkan dengan yang lain. Jika ada orang yang melakukan kesalahan maka kita tegur, namun bukan berarti kita menegurnya karena kita merasa lebih tinggi darinya. Ini hanyalah bentuk saling menasihati sesama kaum muslimin.
Jadi dari sini hendaknya kita harus berhati-hati karena barometer adalah amalan hati. Sementara masalah hati adalah rahasia Allah ﷻ dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ﷻ.
- Putus asa dari rahmat Allah ﷻ
Penyakit ini banyak menimpa orang yang tertimpa banyak permasalahan kehidupan. Dia merasa seakan-akan untuk apa dia hidup di dunia karena dia merasa Allah ﷻ tidak akan menolongnya. Perbuatan ini bisa mengantarkan kepada perbuatan yang sangat berbahaya yaitu bunuh diri. Orang yang merasa Allah ﷻ tidak mungkin menolongnya, tidak memperhatikannya, atau tidak menyayanginya maka dia telah terkena penyakit putus asa dari rahmat Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
﴿ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴾
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ ﴾
“dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.” (QS. Yusuf: 87)
Kita sebagai seorang mukmin hendaknya berusaha tidak putus asa dari rahmat Allah ﷻ apa pun yang terjadi.
- Merasa aman dari siksa Allah ﷻ
Yaitu orang yang merasa aman dari siksa Allah ﷻ dengan terus melakukan kemaksiatan. Ketika seseorang melakukan kemaksiatan namun Allah ﷻ tidak memberikan azab kepadanya di dunia maka ini adalah istidraj. Memang Allah ﷻ tidak memberikannya siksaan, akan tetapi dengan hatinya merasa aman dari siksaan Allah ﷻ maka dia telah melakukan dosa yang besar.
- Pelit
Yaitu orang yang semangat mencari harta namun pelit untuk berbagi kepada sesama saudaranya. Hatinya tidak merasa peka melihat kesulitan orang yang miskin. Padahal di antara doa Rasulullah ﷺ adalah,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِعْلَ الخَيْرَاتِ، وَتَرْكَ المُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ المَسَاكِينِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta-Mu berbuat kebaikan, meninggalkan kemungkaran, mencintai orang-orang miskin.” ([10])
Seorang muslim hendaknya terenyuh melihat kondisi saudaranya di masa pandemi ini, dan jika ia memiliki kelebihan harta hendaknya ia membantunya. Jika ia pelit maka ia telah terjangkiti penyakit fahsya, Allah ﷻ berfirman,
﴿ الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ﴾
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)
Setan menakut-nakuti seseorang bahwa ia akan menjadi fakir jika ia menyumbang. Allah ﷻ menamakan perbuatan pelit dengan perbuatan keji. ([11])
- Suuzan/berburuk sangka terhadap kaum mukminin
Seseorang harus membersihkan hatinya dari penyakit ini, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ
“berhati-hatilah kalian dari prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah ucapan yang paling dusta.” ([12])
Apa susahnya bagi kita untuk berbaik sangka kepada saudara kita? Jika ada keraguan dalam dirinya terhadap saudaranya mak segera ia mencari tahu kebenarannya. Jangan sampai ia membiarkan dirinya dimasuki oleh perasaan curiga terhadap saudaranya sehingga ia suuzan kepada saudaranya.
- Dengki
- Hasad
Hasad dan dengki memiliki makna yang sama. Akan tetapi dengki berada pada tingkatan yang lebih tinggi dari hasad. Orang yang dengki atau hasad ketika melihat orang lain mendapatkan kenikmatan maka hatinya sakit dan dia mengharapkan agar nikmat tersebut hilang dari orang tersebut.
Penyakit ini sering menimpa sebagian kita, terkadang kita tidak ingin ada orang yang sederajat dengan kita. Dia menginginkan untuk menjadi orang yang teratas dalam masalah dunia dan agama.
Bersaing dalam kebaikan adalah suatu yang diperbolehkan dan tidak terlarang. akan tetapi jangan sampai persaingan tersebut membuat kita berangan-angan agar kenikmatan yang ada pada orang lain menghilang.
Terkadang sebagian kita berangan-angan agar majelisnya lebih ramai dari yang lain. perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan karena ini termasuk hasad.
Besarnya pahala bukan tergantung dari kuantitas akan tetapi bergantung dengan kualitas amalan hati kita ketika beramal saleh. Jangan sampai kita tertipu dengan banyaknya pengikut. Masing-masing telah Allah ﷻ tentukan rezekinya tidak perlu kita cemburu.
- Saling membenci
Ini juga termasuk perbuatan yang dilarang dan ini termasuk penyakit hati.
- dosa kecil
- syahwat untuk berzina
- syahwat untuk memandang yang haram
Penyakit-penyakit ini banyak menimpa kaum muslimin di zaman sekarang. Ketika mereka tidak menjaga pandangan mereka maka mereka akan terjangkiti penyakit ini.
Kita harus berjuang untuk bisa melawan semua penyakit hati ini agar hati kita bersih.
Penulis ingin menyampaikan di antara kiat yang penting agar kita bisa bersih dari penyakit hati di antaranya:
Pertama: mengenali penyakit hati kita
Kita harus mendeteksi penyakit hati kita. Ini merupakan hal yang sangat penting. Penulis yakin kita semua memiliki sinyal mendeteksi ketika ada penyakit hati yang hinggap. Ketika kita merasa sombong, hasad, dan lainnya pasti kita sadar kita sedang sombong.
Cara mengenali penyakit ini bisa dengan belajar atau ada orang yang memberitahu kepada kita. Terkadang yang memberitahu tentang itu adalah musuh kita. Oleh karenanya Umar bin Khattab berkata,
رَحِمَ الله مَنْ أَهْدَى إِلَيَّ عُيُوبِي
“semoga Allah ﷻ memberikan rahmat orang yang telah menunjukkan kepadaku aib-aibku.”([13])
Karena terkadang seorang kawan tidak bisa melihat aib temannya berbeda dengan musuhnya.
Cara mengenali penyakit ini bisa dengan cara mengenal akhlak agar dia bisa lebih detail mengetahui tentang penyakit-penyakit hati.
Kedua: memperbanyak doa
Seperti doa yang diajarkan Rasulullah ﷺ ,
وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ
“Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau.” ([14])
Di antara doa yang Allah ﷻ ajarkan adalah,
﴿ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ﴾
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”.” (QS. Al-Hasyr: 10)
Juga di antara doa yang panjang yang di ajarkan oleh Rasulullah ﷺ ,
رَبِّ أَعِنِّي وَلَا تُعِنْ عَلَيَّ، وَانْصُرْنِي وَلَا تَنْصُرْ عَلَيَّ، وَامْكُرْ لِي وَلَا تَمْكُرْ عَلَيَّ، وَاهْدِنِي وَيَسِّرِ الْهُدَى لِي، وَانْصُرْنِي عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيَّ، رَبِّ اجْعَلْنِي لَكَ شَكَّارًا، لَكَ ذَكَّارًا، لَكَ رَهَّابًا، لَكَ مُطِيعًا، إِلَيْكَ مُخْبِتًا، إِلَيْكَ أَوَّاهًا مُنِيبًا، رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي، وَاغْسِلْ حَوْبَتِي، وَأَجِبْ دَعْوَتِي، وَاهْدِ قَلْبِي، وَسَدِّدْ لِسَانِي، وَثَبِّتْ حُجَّتِي، وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ قَلْبِي
“Ya Allah, bantulah aku dan jangan Engkau bantu (musuhku) untuk mengalahkanku, dan tolonglah aku dan jangan Engkau tolong musuhku untuk mengalahkanku, buatlah tipu daya untuk keberhasilanku dan jangan Engkau membuat tipu daya untuk mencelakai diriku. Berilah aku petunjuk dan mudahkanlah petunjuk untukku, dan tolonglah aku melawan orang yang melampaui batas terhadapku. Wahai Tuhanku, jadikanlah aku orang yang senantiasa bersyukur kepada-Mu, senantiasa ingat kepada-Mu, senantiasa takut serta taat kepada-Mu, bertobat kepada-Mu, dan senantiasa kembali kepada-Mu. Wahai Tuhanku, terimalah tobatku, cucilah dosaku, dan kabulkan doaku, tunjukkanlah hatiku, luruskan lidahku, kokohkanlah hujahku, dan hilangkanlah kedengkian hatiku!.” ([15])
Footnote:
_________________
([2]) HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599
([3]) HR. Ibnu Majah no. 4216, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([4]) Lihat: Syarh Sunan Ibnu Majah, As-Suyuthi (1/311).
([5]) HR. Bukhari No. 4104 dan Muslim No. 1802.
([8]) HR. At-Tirmidzi No. 2492, dinyatakan hasan oleh Al-Albani.
([10]) HR. At-Tirmidzi No. 3233, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([11]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hlm: 115.
([12]) HR. Bukhari No. 5143 dan Muslim No. 2653.
([13]) Lihat: Sunan Ad-Darimi No. 675
([14]) HR. Abu Dawud No. 760, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([15]) HR. Ibnu Majah No. 3830, dinyatakan sahih oleh Al-Albani.