Bersabarlah! Besarnya Pahala Haji Sesuai dengan Tingkat Keletihan
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Tidak diragukan bahwa haji adalah ibadah yang mendatangkan kelelahan dan kesulitan. Terlebih lagi zaman dahulu, betapa banyak orang-orang yang tatkala hendak berhaji maka mereka menulis washiat dan berpamitan kepada keluarga seakan-akan mereka tidak kembali lagi. Dan kenyataannya, betapa banyak jamaah haji yang berpamitan kepada keluarga mereka untuk berhaji dan akhirnya mereka tidak kembali lagi. Ini menunjukan bahwa ibadah haji adalah ibadah yang tidak bisa terlepaskan dari kesulitan.
Di zaman modern sekarang ini, yang dimana para jamaah haji diberikan oleh Allah banyak kemudahan, dengan fasilitas yang nyaman, seperti pesawat dan hotel, meskipun demikian tetap saja yang namanya haji tidak mungkin terpisahkan dari kesulitan dan kepayahan. Demikian pula betapa banyak jamaah haji yang “dengan kondisinya” menjadikan ibadah haji menjadi lebih berat lagi. Seperti umurnya yang sudah tua, kondisinya yang sedang sakit, atau fisiknya sedang lemah, dan lain-lainnya. Maka ingatlah bahwasanya semakin berat kesulitan yang mereka hadapi, semakin besar keletihan mereka dalam menjalankan ibadah haji, maka semakin besar pula pahala yang mereka dapatkan.
Sebagian Jemaah haji reguler yang kebetulan mendapatkan lokasi tenda di Mina yang sangat jauh dari tempat melontar jamaroot tentu semakin berat untuk melempar jamaroot. Sebagian jamaah haji jarak tendanya dari lokasi melontar hampir 7 kilo meter, bayangkan untuk melontar ia harus pulang pergi menumpuh jarak 14 km, ditambah lagi jika musim haji bertepatan dengan musim panas yang menyengat, tentu ini bukan kondisi yang ringan.
Demikian pula dalam banyak kondisi para jamaah haji terjebak pada kepadatan thowaf yang amat sangat, sehingga thowaf yang normalnya bisa diselesaikan dalam waktu setengah jam, akhirnya harus tertunda hingga baru bisa diselesaikan setelah dua jam. Sebagian jamaah haji juga terpaksa harus thowa di lantai 2 atau lantai 3 yang menjadikan jarak tempuh thowaf juga semakin jauh.
Sebagaiamana juga betapa banyak jamaah haji yang terjebak macet di Muzdalifah, sehingga sebaian mereka tidak bisa turun dari bis hingga pagi hari, dan sebagian mereka harus berhenti dan mendapatkan lokasi “mabit” di Muzdalifah yang kurang memadai, jauh dari toilet, atau dilewati oleh banyak kendaraan yang mengeluarkan asap tiada berhenti sehingga menyesakan dada.
Sebagian jamaah haji -yang tidak memliki tenda- sehingga berhaji dengan berjalan kaki, dari satu tempat ke tempat yang lainnya, terkadang terpisah dari rombongan karena saking padatnya.
Betapa banyak jamaah haji Indonesia yang kesasar sehingga tidak tahu lokasi tendanya dimana?, tidak tahu lokasi hotelnya dimana?
Dan tentu masih banyak kesulitan-kesulitan yang beraneka ragam yang dihadapi oleh banyak jamaah haji. Ini semuanya jika dihadapi dengan “sabar” maka akan menambah besarnya pahala di sisi Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyatakan, “Barang siapa yang thowafnya semakin cepat, maka pahalanya semakin besar”, atau “Barangsiapa yang semakin dekat lokasi tendanya dari tempat melontar maka pahalanya semakin besar”. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ولَكِنَّهَا عَلَى قَدْرِ نَفَقَتِكِ أوْ نَصَبكِ
“Akan tetapi ganjarannya itu berdasarkan ukuran nafkahmu atau keletihanmu” (HR Al-Bukhari no 1787 dan Muslim no 1211)
Dalam riwayat yang lain :
وَلَكِنَّهُ عَلَى قَدْرِ عَنَائِكِ وَنَصَبِكِ
“Akan tetapi pahalanya sesuai kadar kesulitanmu dan keletihanmu” (HR Al-Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro no 8643)
Akan tetapi semua keletihan, kelelahan, dan kesulitan bisa menjadi berpahala jika seseorang menghadapinya dengan penuh kesabaran. Maka hal ini sangat berperngaruh dengan keyakinan seseorang terhadap taqdir Allah. Betapa banyak jamaah haji yang tidak sabar dan mengeluh tatkala hajian dikarenakan imannya kepada taqdir Allah kurang. Iapun menjalani ibadah haji dengan keluhan dan semakin pudar ruh keledzatan beribadah darinya. Meski tingkat kesulitan yang ia hadapi masih pada level normal, itupun membuatnya mengeluh bahkan mengomel. Sementara begitu banyak jamaah haji yang menghadapi kesulitan yang luar biasa, akan tetapi imannya yang kuat terhadap taqdir Allah, berbaik sangkanya ia kepada Allah menjadikan seluruh ujian tersebut terasa lebih ringan, dan ia pun lebih merasakan keledzatan dalam menjalankan ibadah haji.
Maka perlu seorang yang hendak berhaji sebelum berhaji sudah menyiapkan diri dan hatinya untuk menghadapi kesulitan apapun yang setiap saat bisa saja terjadi. Betapapun bagus atau bahkan “mewah” fasilitas yang dijanjikan oleh pihak travel tetap saja betapa banyak pula kesulitan yang tiba-tiba bisa saja datang. Sebaliknya betapa banyak kesulitan yang disangka begitu beratnya ternyata setelah dijalani terasa bisa saja dan ringan. Sungguh kesiapan hati dan keimanan sangat berpengaruh bagi seorang haji dalam menyikapi kesulitan yang datang.
Artikel ini penggalan dari Buku Bekal Haji dan Umrah Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.