مَا جَاءَ فِي الإِقْسَامِ عَلَى اللهِ
Bersumpah Atas Nama Allah ﷻ
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Matan
Jundub bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah ﷺ bersabda,
قَالَ رَجُلٌ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهُ لِفُلاَنٍ، فَقَالَ اللهُ ﷻ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ؟ إِنِّيْ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
“Ada seorang laki-laki berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan, maka Allah ﷻ berfirman: “siapa yang bersumpah mendahului-Ku, bahwa aku tidak mengampuni si fulan? Sungguh Aku telah mengampuni-Nya dan Aku telah menghapuskan amalmu.”([1])
وَفِيْ حَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ القَائِلَ رَجُلٌ عَابِدٌ. قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: “تَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبقَتْ دُنيَاهُ وآخِرَتَه”
Dan disebutkan dalam hadits riwayat Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa orang yang bersumpah demikian itu adalah orang yang ahli ibadah. Abu Hurairah berkata, “Ia telah mengucapkan suatu ucapan yang menghancurkan dunia dan akhiratnya.”([2])
Syarah
Bersumpah atas nama Allah ﷻ ada tiga macam([3]) :
Pertama : Bersumpah dengan nama Allah dalam hal yang berkaitan dengan hukum-hukum yang jelas dari Allah ﷻ.
Contoh : Seseorang mengatakan, “Demi Allah orang musyrik kekal di neraka” atau “ Demi Allah orang dzolim binasa pada hari kiamat” , sumpah tersebut hukumnya boleh karena hukum tersebut jelas datangnya dari Allah ﷻ
Kedua : Bersumpah dengan nama Allah yang dilandasi husnudzon kepada Allah tentang masa depan , sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi ﷺ,
إِنَّ مِن عِبَادِ اللهِ مَن لَو أَقسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
“Sungguh di antara hamba-hamba Allah ada seorang kalau dia bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan mengabulkan sumpahnya (Allah tidak menjadikan dia membatalkan sumpahnya)”([4])
Contoh : Seperti yang terjadi pada Rubayyi’ bintu Nadzor, ammah([5]) nya Anas bin Malik. Dalam hadist disebutkan,
عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ الرُّبَيِّعَ عَمَّتَهُ كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ، فَطَلَبُوا إِلَيْهَا العَفْوَ فَأَبَوْا، فَعَرَضُوا الأَرْشَ فَأَبَوْا، فَأَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَوْا، إِلَّا القِصَاصَ فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالقِصَاصِ، فَقَالَ أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ الرُّبَيِّعِ؟ لاَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالحَقِّ لاَ تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا أَنَسُ، كِتَابُ اللَّهِ القِصَاصُ». فَرَضِيَ القَوْمُ فَعَفَوْا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ “
“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rubayyi bintu An-Nadhr, bibi beliau (Anas), mematahkan gigi seorang wanita. Kemudian, keluarga Rubayyi pun meminta maaf kepadanya. Akan tetapi keluarga wanita itu menolaknya. Keluarga Rubayyi menawarkan denda, tetapi mereka tetap menolaknya. Kemudian mereka datang menghadap Rasulullah ﷺ tetapi mereka tidak mau selain qishash. Lantas Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk ditegakkan qishash. Anas bin An-Nadhr berkata: “Wahai Rasulullah apakah gigi seri Rubayyi akan dipecahkan? jangan, demi Dzat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, janganlah dipecahkan gigi serinya. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Wahai Anas, Kitabullah telah menetapkan qishash. Tiba – tiba keluarga wanita itu merelakan dan memaafkan Rubayyi. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah itu terdapat orang-orang yang bersumpah dengan nama Allah maka Allah akan kabulkan sumpahnya.”([6])
Sumpah yang jenis ini juga diperbolehkan namun tidak semua mampu untuk melakukannya. Mereka adalah para orang saleh, wali-wali Allah yang selalu berhusnudzon kepada Allah. Maka ketika bersumpah, Allah ﷻ langsung mengijabahi sumpah mereka. Hal ini senada dengan sabda Nabi ﷻ pada hadist yang lainnya,
رُبَّ أَشعَث مَدفُوعٌ باِلأَبوَابِ، لَو أَقسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
“Bisa jadi seorang yang rambutnya acak-acakan, diusir dari setiap pintu namun apabila bersumpah atas nama Allah maka Allah akan kabulkan sumpahnya”([7])
ketiga : Bersumpah menghukumi sesuatu didasari ujub atau merendahkan orang lain.
Contoh : Hadis yang sedang kita bahas yaitu yang terdapat pada matan. Dalam riwayat lain juga disebutkan,
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كَانَ رَجُلَانِ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ مُتَوَاخِيَيْنِ فَكَانَ أَحَدُهُمَا يُذْنِبُ وَالْآخَرُ مُجْتَهِدٌ فِي الْعِبَادَةِ فَكَانَ لَا يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الْآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُولُ أَقْصِرْ فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ أَقْصِرْ فَقَالَ خَلِّنِي وَرَبِّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيبًا فَقَالَ وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ فَقَبَضَ أَرْوَاحَهُمَا فَاجْتَمَعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا وَقَالَ لِلْمُذْنِبِ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلْآخَرِ اذْهَبُوا بِهِ إِلَى النَّارِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَكَلَّمَ بِكَلِمَةٍ أَوْبَقَتْ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar ﷺ bersabda: “Ada dua orang laki-laki dari bani Isra’il yang saling bersaudara; salah seorang dari mereka suka berbuat dosa sementara yang lain giat dalam beribadah. Orang yang giat dalam beribadah itu selalu melihat saudaranya berbuat dosa hingga ia berkata, “Berhentilah.” Lalu pada suatu hari ia kembali mendapati saudaranya berbuat dosa, ia berkata lagi, “Berhentilah.” Orang yang suka berbuat dosa itu berkata, “Biarkan aku bersama Tuhanku, apakah engkau diutus untuk selalu mengawasiku!” Ahli ibadah itu berkata, “Demi Allah, sungguh Allah tidak akan mengampunimu, atau tidak akan memasukkanmu ke dalam surga.” Allah kemudian mencabut nyawa keduanya, sehingga keduanya berkumpul di sisi Rabb semesta alam.
Allah kemudian bertanya kepada ahli ibadah, “Apakah kamu lebih tahu dari-Ku? Atau, apakah kamu mampu melakukan apa yang ada dalam kekuasaan-Ku?” Allah lalu berkata kepada pelaku dosa: “Pergi dan masuklah kamu ke dalam surga dengan rahmat-Ku”, Kemudian berkata kepada ahli ibadah, “Pergilah kamu ke dalam neraka.” Abu Hurairah berkata, “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sungguh ia telah mengucapkan satu ucapan yang mampu merusak dunia dan akhiratnya.”([8])
Orang ini tidaklah mengucapkan perkataan demikian kecuali dia menggunakan logikanya atau dia ujub kepada amalnya atau dia merendahkan orang lain sehingga dia merasa rahmat Allah yang begitu luas ternyata tidak bisa mengenai orang yang selalu bermaksiat ini. Dari sini terdapat pelajaran bahwa hendaknya seseorang berhati-hati ketika bernahi munkar. Bernahi munkar perlu fiqih dan butuh ilmu maka tidak boleh orang hanya sekedar bermodalkan semangat kemudian melampaui batas dalam tindakannya.
Adapun ahli maksiat tersebut bisa jadi ketika ia mengatakan, “Tinggalkan aku dengan tuhanku”, orang tersebut kemudian bertobat dan tobatnya telah memenuhi persyaratan tobat sehingga terkumpul padanya sebab-sebab yang mendatangkan ampunan baginya([9]). Maka keliru apabila dia divonis tidak akan masuk surga, karena tindakan tersebut merupakan bentuk mendahului ketentuan Allah padahal hal tersebut merupakan perkara ghaib. Tindakan tersebut juga merupakan bentuk membatasi rahmat Allah yang amat luas, menunjukkan bentuk tidak mengagungkan Allah ﷻ dan ini bertentangan dengan Tauhid. Atas dasar inilah sumpah jenis ketiga ini dilarang.
Matan
Kandungan bab ini:
- Peringatan untuk tidak bersumpah mendahului Allah.
- Hadits di atas menunjukkan bahwa neraka itu lebih dekat kepada seseorang dari pada tali sendal jepitnya.
- Begitu juga surga.
- Buktinya adalah apa yang telah dikatakan oleh Abu Hurairah di atas: “Ia telah mengucapkan perkataan yang membinasakan dunia dan akhiratnya.”
- Kadang-kadang seseorang mendapatkan ampunan dari Allah disebabkan karena adanya sesuatu yang ia benci.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Muslim No. 2621
([2]) HR. Ahmad 2/323 dan Al-Baghowi dalam Syarhussunnah 14/384, Sanadnya hasan (Syarah At-Thohawiyah 2/437)
([3]) Lihat : Al-Qoul Al-Mufid Karya Ibnu ‘Utsaimin 2/497- 498.
([4]) HR. Ahmad 3/128, Bukhori No. 2703 dan Muslim No. 1675.
([5]) ‘Ammah adalah saudara perempuan ayah (Syarah Muslim Karya An-Nawawi 9/190)
([6]) HR. Ahmad 3/128, Bukhori No. 2703 dan Muslim No. 1675.
([8]) HR. Abu Dawud No. 4901 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih Wa Dhaif Sunan Abi Dawud.