لا يقال: السلام على الله
Larangan Mengucapkan “Assalamu ‘alallah”
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Syarah
Pembahasan ini berkaitan dengan Kitab Tauhid karena diantara kesempurnaan tauhid adalah pengagungan terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, baik dengan hati, baik dengan anggota tubuh, bahkan juga dengan lisan. Maka seseorang harus mengagungkan Allah Subhanahu wa ta’ala agar sempurna tauhidnya, karena inti dari tauhid adalah pengagungan terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala. Pembahasan ini juga menjelaskan tentang bagaimana seorang hamba beradab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena ucapan “Assalamu ‘alallah” ini ada perkataan yang kurang beradab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, di antara sebabnya adalah karena seakan-akan seseorang berdoa keselamatan atas Allah, sedangkan Allah adalah As-Salam (Yang memberi keselamatan).
Matan
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ، قُلْنَا: السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ، السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ وَفُلاَنٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَقُولُوا السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلاَمُ
“Ketika kami melakukan shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kami pernah mengucapkan: ‘Semoga keselamatan untuk Allah dari hamba-hamba-Nya, dan semoga keselamatan untuk si fulan dan fulan’. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian mengucapkan: Semoga keselamatan untuk Allah, karena sesungguhnya Allah adalah As-Salam’.”
Syarah
Kita mengetahui bahwasanya syariat itu diajarkan bertahap kepada para sahabat dan kaum muslimin. Dan dalam hadits ini disebutkan bahwa dahulu para sahabat mengucapkan “Assalamu ‘alallah min ‘ibadadhi” (‘Semoga keselamatan untuk Allah dari hamba-hamba-Nya), namun ternyata hal itu adalah kekeliruan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam memperbaiki ucapan tersebut, sehingga sekarang kita sudah memiliki dzikir yang jelas yaitu,
السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
“Semoga keselamatan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh.”([1])
Hadits ini dalam riwayat yang lain Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قُلْنَا: السَّلاَمُ عَلَى جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ وَفُلاَنٍ، فَالْتَفَتَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلاَمُ، فَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ، فَلْيَقُلْ: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، فَإِنَّكُمْ إِذَا قُلْتُمُوهَا أَصَابَتْ كُلَّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Dahulu ketika kami shalat di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kami membaca: ‘Keselamatan terlimpahkan kepada malaikat Jibril dan Mikail, dan keselamatan terlimpahkan kepada si fulan dan si fulan’. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menoleh ke arah kami seraya bersabda: ‘Sesungguhnya Allah, Dialah As-Salaam, maka jika seseorang dari kalian shalat, hendaklah ia membaca: Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan, semoga keselamatan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya, dan juga semoga keselamatan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Sesungguhnya jika kalian mengucapkan ucapan seperti ini, maka kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh hamba Allah yang saleh di langit maupun di bumi. (Dan lanjutkanlah dengan bacaan): Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’.”([2])
Perkataan “السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ” diganti menjadi “التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ”, untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mengatakan “السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ” atau “السَّلاَمُ عَلَى النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ”, adapun untuk kita dan seluruh hamba Allah di langit dan di bumi maka cukup dengan mengatakan “السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ” (keselamatan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh), dan ini sebagai penganti salam yang tadinya dirinci “salam kepada Jibril, Mikail, fulan, dan fulan”.
Pada riwayat yang lain juga Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
كُنَّا نَقُولُ: التَّحِيَّةُ فِي الصَّلاَةِ، وَنُسَمِّي، وَيُسَلِّمُ بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ، فَسَمِعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: ” قُولُوا: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فَإِنَّكُمْ إِذَا فَعَلْتُمْ ذَلِكَ فَقَدْ سَلَّمْتُمْ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ لِلَّهِ صَالِحٍ فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ
“Dahulu kami (ketika bertasyahud) pernah membaca At-Tahiyat dalam shalat, kemudian kami menyebut nama, dan bahkan kami saling memberi salam (mendoakan) di antara kami. Hal ini kemudian didengar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhirnya beliau bersabda: ‘Bacalah: Attahiyyaatu lillahi washshalawaatu waththayyibaat, assalaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullohi wabarakaatuh, assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillahishshalihiin, asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga keselamatan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya, dan juga semoga keselamatan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh, aku bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Apabila kalian melakukan seperti ini, maka berarti kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh hamba Allah yang saleh yang ada di langit dan di bumi’.”([3])
Allah As-Salam
Allah Subhanahu wa ta’ala memiliki nama-nama terindah, dan di antara nama-nama Allah tersebut adalah As-Salam. Nama Allah As-Salam di ambil dari Al-Quran maupun As-Sunnah.
Dalil Al-Quran, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan selain Dia. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahaselamat, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Al-Hasyr: 23)
Dalil Hadits, di antaranya sebagaimana yang telah disebutkan di atas,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلاَمُ، فَإِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ، فَلْيَقُلْ: التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ
“Sesungguhnya Allah, Dialah As-Salam, maka jika seseorang dari kalian shalat, hendaklah ia membaca: Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan.”([4])
Apa makna As-Salam? As-Salam artinya adalah selamat, adapun As-Salam sebagai nama Allah memiliki dua makna,
Makna pertama: Berkaitan dengan Allah
Yaitu maknanya adalah Allah selamat dari segala aib dan kekurangan, baik berkaitan dengan Dzat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, atau sifat-sifatnya. Berkaitan dengan Dzat maksudnya adalah Dzat Allah sempurna, tidak ada kekurangan sama sekali, Allah Maha Tunggal, DzatnYa tidak berbilang, Allah Maha Suci dari memiliki anak, istri, penolong, dan lain-lain. Allah tidak butuh dengan semuanya, Allah Maha Esa, tidak membutuhkan yang lain dalam mengatur alam semesta. Maksud keselamatan dalam perbuatan-perbuatan-Nya adalah semua keputusan dan perbuatan Allah ada hikmahnya, Allah itu suci atau selamat dari perbuatan tanpa hikmah, tidak bijak, dan lain-lain. Allah adalah As-Salam, maka Dia selamat dari kekurangan atas perbuatan-perbuatan-Nya.
Adapun maksud Allah selamat dalam sifat-sifat-Na yaitu Allah selamat dari kantuk, tidur, letih, menyesal, tidak tahu, lupa, dan kekurangan-kekurangan yang lainnya. Berbeda halnya dengan apa yang dijelaskan oleh Injil perjanjian lama dalam kitab kejadian, di situ disebutkan bahwa memiliki sifat tidak tahu, Allah menyesal, Allah letih, Allah lupa, Allah berbohong dan yang lainnya, padahal hal tersebut tidak pantas bagi Allah, dan Allah selamat dari kekurangan sifat-sifat tersebut. Oleh karena itu, nama As-Salaam mengangdung makna penafian hal-hal yang buruk dari Allah secara global (النَّفْيُ الْمُجْمَلُ).
Makna kedua: Dari Allah berkaitan dengan hamba-Nya
Makna As-Salam di sini adalah الْمُسَلِّمُ لِعِبَادِهِ (pemberi keselamatan kepada hamba-hamba-Nya). Oleh karenanya dalam Al-Quran Allah Subhanahu wa ta’ala sering mengucapkan salam, di antaranya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ
“Dan keselamatan bagi para Rasul.” (QS. Ash-Shaffat: 131)
سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
“Keselamatan atas Nuh di seluruh alam.” (QS. Ash-Shaffat: 79)
سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Keselamatan bagi Ibrahim.” (QS. Ash-Shaffat: 109)
سَلَامٌ عَلَى مُوسَى وَهَارُونَ
“Keselamatan atas Musa dan Harun.” (QS. Ash-Shaffat: 120)
سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ
“Keselamatan bagi Ilyas.” (QS. Ash-Shaffat: 130)
Bahkan di surga Allah kelak memberi salam, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ
“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam’, sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 58)
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأُدْخِلَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ
“Dan orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan dimasukkan ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam (surga) itu ialah salam.” (QS. Ibrahim: 23)
Maksud As-Salam dalam ayat-ayat ini adalah salam dari Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Inilah adalah makna kedua dari nama Allah As-Salam, yaitu Allah memberikan keselamatan kepada para hamba, di dunia atau pun di akhirat (surga). Contoh Allah memberikan keselamatan di dunia adalah sebagaimana keselamatan yang diberikan kepada para Nabi dari ayat-ayat yang telah kita sebutkan di atas, dan demikian juga seperti disebutkan dalam hadits tentang salam Allah kepada Khodijah radhiallahu ánhaa, dimana Jibril berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ: هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ، أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ، فَإِذَا هِيَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لاَ صَخَبَ فِيهِ، وَلاَ نَصَبَ
“Wahai Rasulullah, Khadijah ini datang membawa bejana berisi lauk paku, atau makanan, atau minuman. Bila nanti dia sudah bertemu denganmu, sampaikan salam dari Rabb-Nya dan salam dariku, dan berilah kabar gembira kepadanya dengan rumah di surga yang terbuat dari mutiara yang isinya tidak ada suara hiruk-pikuk dan kelelahan.”([5])
Adapun kelak di surga Allah juga memberi salam kepada hamba-hamba-Nya, sebagaimana ayat yang telah kita sebutkan pula.
Sebab pelarangan ucapan “Assalamu ‘alallah”
Telah kita sebutkan sebelumnya, bahwanya para sahabat ketika mereka salat dahulu, mereka berijtihad tentang cara menyampaikan doa dalam shalat, sehingga mereka memberi salam kepada Nabi, kepada Allah, kepada malaikat, dan memberi salam bahkan kepada teman-teman mereka. Akan tetapi kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur para sahabat bahwa bentuk perkataan seperti itu tidak perlu, tidak perlu memberi salam kepada Allah karena Dia adalah As-Salam, adapun kepada makhluk maka cukup dengan berkata “السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ”. Di sini penulis mengingatkan kepada diri penulis sendiri dan juga kepada para pembaca agar ketika berdoa di tasyahud hendaknya benar-benar Kita merenungkan makna doa tasyahud tersebut, bahwasanya kita sedang berdoa untuk Nabi, kepada diri kita karena kita juga butuh keselamatan, dan juga kepada hamba-hamba Allah yang saleh di langit maupun di bumi.
Secara umum sebab dilarangnya perkataan “Assalamu ‘alallah” ada tiga:
Sebab pertama: Sebab pada kalimat “Assalamu ‘alallah” seakan-akan berdoa untuk Allah, seakan-akan Allah butuh didoakan, padahal Allah adalah tempat kita berdoa. Maka jika kita mengatakan “Assalamu ‘alallah”, hal itu menunjukkan bahwa kita tidak beradab kepada Allah. Berdoa dan meminta kepada Allah adalah sesuatu yang benar, adapun kalimat tersebut seakan-akan kita mendoakan Allah, tentu hal tersebut adalah kesalahan.
Sebab kedua: Sebab pada kalimat “Assalamu ‘alallah” (keselamatan atas Allah) seakan-akan menunjukkan bahwa Allah bisa ditimpa dengan ketidakselamatan. Hal tersebut tentunya tidak mungkin bagi Allah, karena Allah Dialah As-Salam. Oleh karena itu, mengucapkan “Assalamu ‘alallah” adalah bentuk kurang beradab kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Sebab ketiga: Sebab Allah adalah As-Salam. Oleh karena Allah adalah As-Salam, maka berkata “Assalamu ‘alallah” berarti sama artinya dengan kalimat “الله عَلَى الله”, dan tentunya kalimat ini tidak pas, sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur para sahabat radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Ketahuilah bahwa niat para sahabat itu baik ketika mengatakan “Assalamu ‘alallah”, niat mereka adalah mengagungkan Allah Subhanahu wa ta’ala. Para sahabat ketika memberi salam kepada Allah tidaklah dalam rangka ingin merendahkan Allah dengan perkataan tersebut, karena tidak mungkin para sahabat memiliki niat yang seperti itu, akan tetapi mereka ingin mengucapkan salam kepada Allah, kepada Nabi, kepada Malaikat, dan kepada saudara-saudara seiman mereka. Akan tetapi meskipun niat mereka baik namun dilakukan dengan cara yang salah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur para sahabat bahwasanya Allah tidak perlu mengatakan “Assalamu ‘alallah” karena Allah adalah As-Salam.
Contoh praktik yang benar terhadap nama Allah As-Salam
Jika dikatakan bahwa kalimat “Assalamu ‘alallah” adalah bentuk kalimat tidak beradab kepada Allah, maka tentu kita perlu untuk mengetahui bagaimana contoh praktik adab yang baik kepada Allah dalam hal ini. Dan contoh yang indah dalam praktik adab ini adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Khadijah radhiallahu ‘anha. Pada hadits yang telah kita sebutkan bahwa Jibril pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan salam dari Allah dan darinya untuk Khadijah radhiallahu ‘anha. Sebelumnya perlu untuk kita ketahui bagaimana salehahnya Khadijah radhiallahu ‘anha, sampai-sampai Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus Jibril untuk menyampaikan salam dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Sungguh ini adalah keistimewaan yang besar yang dimiliki oleh Khadijah radhiallahu ‘anha, sebab beliau selama hidupnya bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam rela untuk merepotkan dirinya dalam mengurusi rumah tangga dan anak-anaknya, tidak pernah membangkang, dan bahkan tidak pernah mengangkat suaranya di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lantas bagaimana sikap Khadijah radhiallahu ‘anha ketika disalami oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan malaikat Jibril? Datang penjelasannya dalam riwayat yang lain, yaitu dalam As-Sunan Al-Kubro lii An-Nasa’i, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan salam dari Allah dan dari Jibril, maka Khadijah radhiallahu ‘anha berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ اللهَ هُوَ السَّلَامُ، وَعَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ، وَعَلَيْكَ السَّلَامُ، وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Sesungguhnya Allah Dialah As-Salam, dan semoga keselamatan terlimpahkan kepada Jibril, dan semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu (suamiku), dan rahmat Allah serta keberkahan-Nya.”([6])
Lihatlah, Khadijah radhiallahu ‘anha tidak mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan salam balik kepada Allah, Khadijah tahu bahwa itu tidak boleh dan bentuk tidak beradab kepada Allah, sehingga beliau mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Allah Dialah As-Salam”. Inilah adab dari seorang Khadijah radhiallahu ‘anha, seorang wanita salehah yang mengagungkan Allah Subhanahu wa ta’ala, sekaligus wanita yang di bina oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Selain dari riwayat ini, disebutkan dalam riwayat yang lain juga yaitu yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani bahwa Khadijah radhiallahu ‘anha berkata,
هُوَ السَّلَامُ وَمِنْهُ السَّلَامُ وَعَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ
“Dialah (Allah) As-Salam, dan dari-Nyalah keselamatan, dan semoga keselamatan dilimpakan kepada Jibril.”([7])
Sungguh dari sini kita bisa melihat bagaimana adab Khadijah radiallahu ‘anha terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala.
Berkaitan dengan Allah adalah As-Salam, di antara doa kita setelah selesai shalat adalah kita mengucapkan,
اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”([8])
Doa ini adalah riwayat yang sahih tentang doa yang kita baca setelah shalat. Adapun tambahan doa yang banyak beredar di tengah-tengah masyarakat kita yang ditambahkan dengan kalimat,
وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَام
“Dan kepada Engkau kembali keselamatan.”
Tambahan ini tidak ada riwayatnya sama sekali. Adapun tambahan yang memiliki riwayat adalah seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro,
وَإِلَيْكَ السَّلَامُ
“Dan kepada Engkau (Allah) keselamatan.”([9])
Akan tetapi riwayat dari Al-Baihaqi ini riwayatnya dha’if karena dalam perawinya adalah seorang bernama Al-Walid bin Muslim, dan dia adalah seorang mudallis. Oleh karena itu, cukup bagi kita untuk diucapkan tatkala berdzikir setelah shalat adalah dari riwayat yang sahih, yaitu dzikir dengan mengatakan,
اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang memberi keselamatan, dan dari-Mulah segala keselamatan, Maha Besar Engkau wahai Dzat Pemilik kebesaran dan kemuliaan.”
Menghindari kalimat tambahan tersebut adalah dalam rangka menghindari kekhawatiran bahwa kalimat tersebut akan disalahpahami bahwasanya Allah butuh keselamatan. Oleh karena itu, cukup bagi kita untuk berpegang dengan lafal yang datang dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, karena dzikir yang terbaik adalah dzikir yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan yang kita karang-karang.
Syiar “Assalamu ‘alaikum”
Di antara syiar umat Islam yaitu kalimat “Assalamu ’alaikum”. Kalimat tersebut merupakan syiar yang luar biasa, yang selalu diucapkan oleh kaum muslimin di mana pun mereka berada. Ketika bertemu mengucapkan “Assalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, berpisah pun mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”. Selain itu, masuk dan keluar rumah juga seorang muslim mengucapkan salam. Ini semua menunjukkan bahwa salam adalah syiar orang Islam. Dalam kitab Syarah Taisir Azizil Hamid, disebutkan bahwasanya seorang non muslim melihat orang-orang Islam senantiasa mengucapkan salam, maka dia pun bertanya kepada temannya tentang makna salam tersebut, maka dikatakan kepada orang non muslim tersebut bahwasanya makna salam adalah keselamatan. Orang tersebut kemudian berpikir, karena sepengetahuannya Islam adalah agama yang mengajarkan membunuh di sana-sini, maka dijelaskan kepadanya bahwasanya Islam adalah agama yang penuh keselamatan, mengajarkan keselamatan, tidak mengganggu orang lain, bahkan hewan pun tidak diganggu, adapun peperangan terjadi karena ada sebab tertentu. Setelah dijelaskan demikian, maka orang non muslim tersebut kemudian masuk Islam.
Islam asalnya adalah agama yang penuh dengan keselamatan, dan tidak ada agama seperti Islam yang benar-benar memperhatikan keselamatan dengan sangat luar biasa, bahkan bukan hanya manusia yang perlu untuk dijaga keselamatannya, hewan pun kita diperintahkan untuk tidak boleh menghilangkan keselamatannya, tidak boleh menakut-nakuti, dan juga tidak boleh menyiksa hewan. Demikian pula dengan seorang non muslim, kalau bukan dalam kondisi perang maka tidak boleh kita mengganggu dia, dan bahkan Islam mengajarkan untuk berbuat baik kepada tetangga meskipun dia adalah seorang non muslim. Intinya, kalau kita berbicara tentang keselamatan, maka itulah ciri khas agama Islam.
Apa makna “Assalamu ’alaikum”? Para ulama khilaf tentang maknanya, dan secara umum terbagi menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama: Kata السَّلامُ dalam kalimat السَّلاَمُ عَلَيْكُم maksudnya adalah Allah, yaitu As-Salam sebagai nama Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka seakan-akan kalimat tersebut menyebutkan “Allah atas kalian”, sehingga maksudnya adalah “Kalian mendapatkan keberkahan nama Allah As-Salam”. Kita tentu sering membuka atau memulai sesuatu dengan nama Allah, tidak lain tujuannya adalah untuk mengharap keberkahan. Para ulama yang berpendapat dengan pendapat ini menyebutkan beberapa dalil akan hal ini di antaranya:
- Dalil pertama adalah sebagaimana hadits yang dijelaskan dalam pembahasan ini, dimana Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,
كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ، قُلْنَا: السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ، السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ وَفُلاَنٍ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَقُولُوا السَّلاَمُ عَلَى اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلاَمُ
“Ketika kami melakukan shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kami pernah mengucapkan: ‘Semoga keselamatan untuk Allah dari hamba-hamba-Nya, dan semoga keselamatan untuk si fulan dan fulan’. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Janganlah kalian mengucapkan: Semoga keselamatan untuk Allah, karena sesungguhnya Allah adalah As-Salam’.”([10])
Sisi pendalilan hadits ini, mereka mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang seseorang mengucapkan “Assalamu ‘alallah” karena Allah adalah As-Salam, kalau begitu السَّلامُ dalam kalimat السَّلامُ عَلَيْكُم adalah As-Salam sebagai nama Allah.
- Dalil kedua adalah di mana suatu hari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam diberi salam oleh seorang sahabat sementara beliau sedang buang air kecil, kemudian tidak ada air di sekitar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berwudhu, maka beliau kemudian segera bertayamum, setelah itu kemudian menjawab salam dari sahabat tersebut. Ketika ditanyakan mengapa beliau melakukan demikian, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ
“Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.”([11])
Sisi pendalilan hadits ini adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bertayammum seketika itu juga kemudian menjawab salam. Ini menunjukkan bahwa nama Allah ada dalam salam. Oleh karena itu, السَّلاَم dalam kalimat السَلَامُ عَلَيْكُم adalah Allah.
Pendapat kedua: Kata السَّلامُ dalam kalimat السَّلاَمُ عَلَيْكُم maksudnya adalah doa keselamatan, yaitu “Semoga keselamatan atas kalian”. Pembahasan ini dibahas panjang lebar dalam kitab Fathul Majid dan juga dalam kitab Taisir Azizil Hamid. Intinya, السَّلَام dalam kalimat السَّلام عَلَيْكُم bukanlah nama Allah, akan tetapi doa keselamatan. Adapun dalilnya di antaranya:
- Dalil pertama adalah riwayat yang lain yang menyebutkan bahwa lafal salam tersebut datang dengan bentuk nakiroh (tanwin tanpa alif lam), yaitu kalimatnya dengan lafal سَلَامٌ عَلَيْكُمْ, padahal kita tahu bahwasanya nama-nama Allah harus berbentuk makrifat, yaitu seharusnya ada alif lam yang mendahuluinya (السَّلَامُ). Jika bentuknya السَّلَام maka barulah bisa dikatakan nama Allah, karena dengan alif lam menandakan makrifat, yaitu Allah dialah As-Salam yang mencakup segala suruh keselamatan, yang selamat dari segala aib dan kekurangan. Hal ini sebagaimana para ulama juga khilaf tentang apakah At-Thayyib termasuk nama Allah atau bukan, karena dalam riwayat juga datang lafal tersebut dalam bentuk nakiroh, yaitu sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ “Sesungguhnya Allah itu maha baik” ([12]) . Maka yang rajih (yang lebih kuat) adalah At-Thayyib bukan nama Allah. Maka karena dalam riwayat salam datang dalam bentuk nakiroh, maka lafal salam bukan bermakna nama Allah, akan tetapi doa.
- Dalil kedua adalah lafal salam secara lengkapnya (yang terbaik) berbunyi “السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه” (semoga keselamatan atas kalian, serta rahmat Allah dan keberkahan-Nya). Lafal ini sangat jelas menunjukkan bahwa السَّلَام dalam kalimat salam bukan nama Allah dan jelas sebagai doa, karena sesudahnya digandengakan dengan doa rahmat dari Nya dan keberkahan dari Nya, sehingga kalimat secara keseluruhan menunjukkan rangkaian doa.
Inilah dua pendapat di kalangan para ulama tentang makna salam. Dan Subhanallah, syiar umat Islam ini banyak dihasad oleh orang lainnya, sehingga akhirnya orang-orang non muslim kemudian membuat-buat syair-syiar sendiri, bahkan sebagian istilah kita diambil oleh mereka, sehingga terkadang orang-orang non-muslimat juga mengatakan “Iinnalillah”, “Alhamdulillah”, padahal mereka sendiri sadar bahwa mereka adalah non-muslim. Inilah betapa indahnya syiar salam ini.
Manakah pendapat yang lebih kuat dari dua pendapat di atas dengan dalil-dalinya? Wallahu a’lam bishshawwab, penulis lebih condong pada pendapat kedua bahwasanya lafal salam maknanya adalah doa. Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berusaha menjamak keduanya, yaitu beliau mengatakan tidak ada pertentangan di antara dua pendapat tersebut. Sehingga seseorang yang mengucapkan salam maka dia menyampaikan doa keselamatan sekaligus mengharapkan keberkahan nama Allah As-Salam.
Kata السَّلَامُ عَلَيْكُمْ sebagai doa di sini memiliki dua maksud,
Maksud pertama: Mendoakan keselamatan bagi orang yang disalami. Ini disebut dengan Al-Insya’ (الانشَاء). Tatkala seseorang mengucapkan “Assalamualaikum” maka hendaknya seseorang memahami maksud dari salam yang dia sampaikan, jangan kemudian seseorang memberi salam namun menganggap hal itu hanya sekedar basa-basi saat menyapa kawan, akan tetapi dia harus menghadirkan bahwa dia sedang berdoa. Kita harus menghadirkan dalam hati kita bahwa salam yang kita ucapkan itu maknanya adalah kita mendoakan keselamatan bagi yang diberi salam di dunia maupun di akhirat. Oleh karenanya, ketika Islam melarang kita untuk mengucapkan salam kepada non-muslim sebagaimana dalam hadits,
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ
“Janganlah kalian mendahului orang-orang Yahudi dan Nasrani memberi salam.”([13])
Islam melarang untuk kita mengucapkan salam terlebih dahulu karena salam isinya adalah doa keselamatan di dunia dan di akhirat, sedangkan kita tahu bahwa orang-orang non-muslim tidak selamat di akhirat. Adapun jika mereka yang lebih dahulu mengucapkan salam maka kita membalas kita balas kebaikan dengan kebaikan, yaitu kita balas dengan ucapan “وَعَلَيْكُمْ”. Oleh karenanya pula, tatkala orang-orang akan melewati shirath kelak, kata Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ، وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ: اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ
“Akulah manusia pertama-tama yang menyeberangi (shirath). Dan doa para rasul ketika itu ialah: ‘Ya Allah selamatkanlah, selamatkanlah’.”([14])
Maksud kedua: Mengkhabarkan (الاخْبَار) bahwa orang yang diberi salam selamat dari gangguan orang yang memberi salam. Salam yang kita ucapkan kepada orang lain itu adalah khabar bahwasanya hendaknya orang yang kita beri salam kepadanya untuk tenang karena dia tidak akan mendapatkan gangguan dari kita, sehingga keselamatan baginya. Hal ini sangat penting untuk kita ingat bahwasanya kalau kita mengucapkan salam kepada orang, maka jangan kita berbohongi kepadanya, jangan kita mengganggunya setelah salam tersebut, karena sikap tersebut adalah memberi ketidakselamatan kepada dia, memberi ketidaknyamanan kepada dia. Dan ini terjadi pada sebagian orang, mereka mengucapkan salam kepada saudaranya akan tetapi di belakang saudaranya ia mengghibahnya, merendahkannya, menghinanya, dan yang lainnya, maka yang demikian salamnya adalah omong kosong dan tidak sesuai. Sekali lagi ingatlah bahwa salam adalah syiar orang Islam, sehingga maknanya harus dipahami oleh kita semua.
Matan
Kandungan bab ini:
- Penjelasan tentang makna As-Salam
- As-Salam merupakan ucapan keselamatan
- Hal ini tidak sesuai untuk Allah
- Sebab-sebab pelarangan hal tersebut
- Telah diajarkan kepada para sahabat tentang ucapan penghormatan yang sesuai untuk Allah
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab At-Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Bukhari no. 835
([2]) HR. Bukhari no. 831
([3]) HR. Bukhari no. 1202
([4]) HR. Bukhari no. 831
([5]) HR. Bukhari no. 3820
([6]) HR. An-Nasa’i no. 8301 dalam Sunan Al-Kubro lii An-Nasa’i
([7]) HR. Ath-Thabrani no. 25 dalam Mu’jam Al-Kabir
([8]) HR. Muslim no. 591 dan no. 592
([9]) HR. Al-Baihaqi no. 3007 dalam Sunan Al-Kubro lii Al-Baihaqi
([10]) HR. Bukhari no. 835
([11]) HR. Abu Daud no. 17
([12]) HR. Muslim no 1015
([13]) HR. Muslim no. 2167
([14]) HR. Bukhari 6573