مَا جَاءَ أَنَّ بَعْضَ هَذِهِ الأُمَّةِ يَعْبُدُ الأَوْثَانَ
Tentang Keterangan Bahwa Sebagian Umat Ini Ada yang Menyembah Berhala
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
الأَوْثاَنُjamak dari الوَثَنُ (al-Watsn) berbeda dengan الصَّنَمُ(as-Shanam yang jamaknya adalah الأَصْنَامُ), as-shanam lebih khusus yaitu berhala berupa patung yang dipahat berbentuk makhluk bernyawa, sedangkan al-watsn lebih umum yaitu segala hal yang disembah baik berupa patung, pohon, batu, kuburan, dst.
Di dalam masalah mengkafirkan kaum muslimin, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, sebagai berikut.
- Khawarij
Kelompok pertama adalah kelompok khawarij yang begitu mudah mengafirkan kaum muslimin, bahkan memandang bahwa sebagian besar kaum muslimin telah terjerumus ke dalam kekafiran karena kejahilan. Kelompok ini atau yang berpemahaman dengan pemahaman ini masih banyak dijumpai pada zaman sekarang.
- Penyembah kubur
Sebaliknya mereka sebagian dari para penyembah kubur berpandangan bahwa mustahil kaum muslimin terjerumus ke dalam kekafiran setelah keislamannya.
- Ahlus Sunnah
Adapun Ahlus Sunnah mereka berada di pertengahan. Mereka meyakini, mungkin saja orang muslim terjerumus ke dalam kesyirikan, sehingga mereka mengafirkan yang berhak untuk dikafirkan namun tidak mengafirkan yang tidak berhak untuk dikafirkan. Namun tentu setelah dilakukan iqamatul hujjah (menegakkan hujjah) dan izalatus syubhat (menghilangkan syubhat). Karena tidak semua yang terjatuh ke dalam kesyirikan jadi musyrik, dan tidak semua yang terjatuh ke dalam kekafiran jadi kafir.
Adapun yang menjadi topik pembahasan kita adalah kelompok kedua (kelompok penyembah kubur), yang mana mereka menebar syubhat di tengah kaum muslimin bahwa orang yang sudah berislam tidak akan terjatuh lagi ke dalam keyirikan. Diantara dalil mereka adalah hadits Nabi,
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ
“Setan (Iblis) telah putus asa untuk disembah oleh orang yang rajin shalat di Jazirah Arab. Namun dia selalu berusaha untuk memicu permusuhan dan kebencian.” (HR. Muslim 2812 dan Ibn Hibban 5941).
Mereka mengatakan bahwa orang-orang yang masih shalat tidak akan terjerumus ke dalam kesyirikan lagi karena syaithan sudah putus asa untuk menjerumuskan mereka menjadi penyembah syaithan atau menjadi pelaku kesyirikan.
Tetapi pemahaman ini bisa dibantah dengan dalil-dalil yang akan dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di dalam bab ini. Dan inilah tujuan Syaikh membuat bab ini, karena ingin menjelaskan bahwa sebagian dari umat ini ada yang terjerumus ke dalam penyembahan terhadap berhala. Bantahannya sebagai berikut :
- Di hadits tersebut, Nabi hanya menjelaskan kondisi perasaan syaithan ketika melihat Islam tersebar saat Fathu Makkah
- Orang-orang yang berdalil dengan hadits tersebut pada hakikatnya berdalil dengan perasaan syaithan. Dan perasaan syaithan itu belum tentu benar sesuai kenyataan karena syaithan tidak mengetahui ilmu yang ghaib. Bahkan sangkaan dan perasaan para Nabi saja terkadang keliru, apalagi syaithan. Allah berfirman,
حَتَّىٰ إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَن نَّشَاءُ ۖ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa.” (QS Yusuf : 110)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa para Rasul putus asa mereka tidak akan ditolong oleh Allah dan tidak akan datang kemenangan kepada mereka. Namun perasaan mereka keliru dan Allah ternyata memberikan pertolongannya
- Kata الْمُصَلُّونَ pada hadits mempunyai dua kemungkinan, bisa bermakna lil-istighraq yang bermakna “Semua orang yang shalat”([1]) atau lil-‘ahd yang bermakna “Orang- shalat yang hanya dilihat oleh syaithan ketika itu”. Dan pendapat yang benar adalah lil-‘ahd, karena yang syaithan lihat adalah para sahabat, dan itu sangat mungkin membuat syaithan putus asa menyaksikan semangat beribadah para sahabat
- Kenyataannya banyak yang murtad setelah wafatnya Nabi diantaranya karena mengingkari hukum zakat, dan juga banyak diantara mereka -bahkan hingga puluhan ribu- yang mengikuti Nabi palsu Musailimah Al-Kadzdzab, akhirnya merekapun diperangi oleh para sahabat atas perintah Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu ánhu.
- Dalam kitab fiqih semua madzhab, terdapat pembahasan أَحْكَامُ الرِّدَّةِ atau أَحْكَامُ المُرْتَدِّ yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan orang yang keluar dari Islam. Artinya para ulama sepakat bahwa seseorang yang dahulunya Islam bisa murtad karena sebab-sebab tertentu
- Sebagian penyembah kubur mengafirkan Wahabi. Seandainya kalua mereka konsisten dengan keyakinan mereka bahwa tidak ada orang Islam yang akan jatuh ke dalam kesyirikan atau kekafiran, niscaya mereka sendiri tidak akan mengafirkan kaum muslimin. Kenyataannya diantara mereka mengafirkan Wahabi, bahkan sebagian mereka menfatwakan tidak sah sholat di belakang orang yang berpemahaman wahabi.
Intinya pada bab ini, Syaikh ingin menjelaskan bahwa akan ada diantara umat islam yang menyembah syaithan dan berhala-berhala.
Pada bab ini penulis (Syaikh Muhammad bin Abdil wahhab) membawakan 5 dalil.
Dalil Pertama :
Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah bersabda:
لَتَتّبِعُنّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْوَ القُذّةِ بِالْقُذّةِ، حَتّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبّ لَدَخَلْتُمُوْهُ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اليَهُوْدُ وَالنّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ؟
“Sungguh kalian akan mengikuti (meniru) tradisi umat-umat sebelum kalian sama persis sampai kalaupun mereka masuk kedalam liang biawak niscaya kalian akan masuk ke dalamnya pula.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah orang-orang Yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab:“siapa lagi?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kata لَتَتّبِعُنَّ mengandung beberapa hal menegaskan dan menguatkan maknanya. Pertama, huruf لَ yang umumnya datang setelah sumpah namun tidak ditampakkan, yaitu وَاللهِ. Kedua, huruf لَ itu sendiri. Ketiga, نَّ yaitu nun taukid. Ketiga-tiganya berfungsi untuk menguatkan dan menegaskan makna. Sehingga maknanya adalah benar-benar akan terjadi bentuk mengikuti jalan Yahudi dan Nasrani tersebut.
Kata سَنَنَ dibaca dengan huruf sin yang berharakat fathah, artinya thariqah / jalan / tradisi.
Kata القُذّةِ bermakna sayap/bulu anak panah yang sama persis satu dengan sebelahnya
Kata ضَبَّ adalah sejenis kadal yang tinggal padang pasir. Dhab berbeda dengan biawak yang dikenal di indonesia. Dhab dagingnya halal, sedangkan biawak haram karena termasuk hewan karnivora.
Para ulama berusaha menyingkap hikmah mengapa Nabi mengungkapkan dengan lubang dhab bukan yang lainnya. Diantaranya karena :
- Lubangnya berkelak-kelok
- Lubangnya hanya satu (buntu), lubang masuk sama dengan lubang keluar
- Lubangnya kotor
Kebiasaan orang Arab adalah mengungkapkan sesuatu dengan ungkapan yang hiperbola (berlebih-lebihan). Bukan berarti benar-benar masuk ke lubang dhab, tetapi seandainya ada kaum Yahudi dan Nasrani yang masuk ke dalamnya, niscaya ada dari kaum muslimin yang akan mengikutinya, walaupun berkelak-kelok sulit diikuti, walaupun lubangnya satu dan tidak ada jalan keluar -sehingga akan terpojok-, walaupun kotor, dan walaupun disana adalah sumber kebinasaan, saking semangatnya mengikuti sunnahnya orang-orang terdahulu.
Oleh karena itu, apapun yang dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani pasti ada umat Islam yang pernah atau akan mengikutinya. Bahkan dalam masalah Aqidah, sebagaimana kaum Nasrani meyakini bersatunya Allah dengan Nabi Isa, di kalangan kaum muslimin juga dikenal pemahaman sesat Wihdatul Wujud yang meyakini bahwa Allah bersatu dengan makhluk-makhluknya. Bahkan dalam sebuah hadits Nabi bersabda,
حَتَّى لَوْ كَانَ فِيْهِمْ مَنْ يَأْتِي أُمَّهُ عَلَانِيَّةً لَكَانَ فِيْ أُمَّتِيْ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ
“Hingga seandainya ada di antara mereka yang menggauli ibunya sendiri secara terang-terangan, niscaya akan ada pula di antara umatku yang melakukan hal itu.” ([2])
Dalam riwayat yang lain,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” ([3])
Sebagian ulama berusaha mengompromikan hadits-hadits ini dengan mengatakan bahwa dalam masalah Aqidah, Ibadah, tradisi, umat Islam akan mengikuti Yahudi dan Nasrani. Adapun dalam masalah hukum, politik, akan mengikuti Romawi dan Persia.
Dalil Kedua :
Firman Allah :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nisa’ : 51)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, “Huyay bin Akhthab dan Ka’ab bin Al-Asyraf datang ke Makkah, maka orang-orang Makkah berkata kepada mereka, “Kalian adalah ahli kitab, kalian mempunyai ilmu, maka kabarkan kepada kami tentang kami dan Muhammad.” Keduanya bertanya, “Ada apa kalian dengan Muhammad?” Mereka menjawab, “Kami biasa menyambung silaturrahmi, menyembelih unta gemuk, memberi minum air yang dicampur susu, membebaskan tawanan, dan memberi minum jamaah haji sedangkan Muhammad adalah orang yang terputus, dia memutuskan ikatan kekeluargan dengan kami, pengikutnya adalah para pembegal jamaah haji dari Ghifar. Kami yang lebih baik atau Muhammad?” Mereka menjawab, “Kalian lebih baik dan lebih benar jalannya.” Kemudian Allah menurunkan ayat di atas.
Sisi Pendalilan:
Sisi pendalilan ayat ini bahwa diantara ciri khas Yahudi adalah mereka beriman kepada Al-Jibt yaitu sihir dan Thaghut yaitu syaithan, maka pasti ada orang Islam yang mengikutinya. Sebagaimana kaidah yang terdapat pada hadits sebelumnya, bahwa diantara umat Islam pasti ada yang mengikuti jalan-jalan Yahudi dan Nasrani. Dan demikianlah kenyataannya, banyak orang Islam yang menjadi dukun dan penyihir.
Ini juga merupakan peringatan kepada kaum Muslimin agar berhati-hati, ilmu yang diberikan oleh Allah tidak menjamin keselamatannya, sebagaimana Yahudi diberikan Al-Kitab yaitu ilmu tidak membuat mereka selamat dan justru menjadi kaum yang dimurkai oleh Allah karena berilmu tetapi tidak beramal.
Dalil Ketiga :
Firman Allah:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللَّهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ ۚ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS Al-Maidah : 60)
Pada ayat sebelumnya yaitu ayat 59, Allah berfirman,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ هَلْ تَنقِمُونَ مِنَّا إِلَّا أَنْ آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَاسِقُونَ
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, apakah kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik? (QS Al-Maidah : 59)
Orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang suka mentazkiyah diri sendiri dan menganggap bahwa merekalah manusia yang paling mulia, sampai menjuluki diri mereka sendiri sebagai sya’bullahi al-mukhtar (suku yang terpilih). Bahkan di dalam kitab suci mereka yaitu Talmudz, dikatakan bahwa seluruh makhluk selain Yahudi kedudukannya seperti hewan, mereka-mereka itu diciptakan untuk melayani kaum Yahudi.
Di dalam ajaran mereka sendiri mereka ketat menerapkan halal haram, tetapi untuk di luar mereka tidak memberlakukan kata haram. Mereka bebas menggunakan dan melakukan hal apapun kepada selain Yahudi. Mereka juga meyakini bahwa mereka pasti masuk surga, andaipun masuk nereka maka itu hanya beberapa hari.
Oleh karena itu, ketika mereka merasa sebagai umat terbaik dan pasti masuk surga, Allah menyuruh Nabi untuk membantah mereka bahwa jika mereka benar-benar merupakan umat terbaik, dan jika mati pasti masuk surga maka hendaknya mereka kaum yahudi minta segera mati saja, agar mereka meninggalkan kesulitan hidup di dunia dan segera masuk surga. Allah berfirman :
قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ، وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar”. Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim (QS Al-Jumuáh : 6-7)
Demikian juga jika mereka memang bangsa yang dipilih oleh Allah lantas mengapa nenek moyang mereka ada yang diubah menjadi monyet dan babi. Sebagaimana yang Allah kisahkan tentang nenek moyang mereka, Allah berfirman,
وَاسْأَلْهُمْ عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعًا وَيَوْمَ لَا يَسْبِتُونَ ۙ لَا تَأْتِيهِمْ ۚ كَذَٰلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (QS Al-A’raf : 163)
Pada hari sabtu mereka diharamkan untuk memburu ikan. Sementara ikan-ikan banyak berenang dari laut ke tempat mereka dengan tenang pada hari sabtu. Tetapi pada selain hari Sabtu, ikan-ikan itu tidak pernah datang lagi. Melihat hal ini, merekapun berupaya melakukan tipu muslihat agar dapat menangkap ikan-ikan tersebut. Mereka memasang jaring dan perangkap serta menggali lubang ke arah tempat air yang mereka buat untuk menampung ikan-ikan yang dihanyutkan oleh air laut. Sehingga jika ikan-ikan itu masuk ke dalam lubang tersebut, mereka tidak bisa lagi keluar. Mereka memasangnya pada hari Jumat, dan akan mengambilnya pada hari ahad. Pada hari sabtu ikan-ikan tersebut pun datang dan terperangkap di perangkap-perangkap mereka, tanpa harus melanggar aturan larangan menangkap pada hari sabtu. Pada hari ahad mereka pun mengambil ikan-ikan tersebut.
Secara kasat mata, seolah-olah mereka tidak berbuat apa-apa, karena mereka tidak menangkap ikan-ikan tersebut langsung pada hari sabtu, sehingga tidak melanggar aturan. Akan tetapi, sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan niat mereka salah, karena tujuan mereka adalah menangkap ikan pada hari sabtu. Akhirnya Allah murka dan melaknat mereka karena perbuatan yang mereka lakukan dengan sebuah tipu muslihat. Allah pun mengubah mereka menjadi babi-babi dan monyet-monyet.
‘Aisyah pernah mendoakan keburukan untuk para Yahudi yang berlaku jahat kepada Nabi. Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan, “Serombongan orang Yahudi meminta ijin untuk bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka mengucapkan, ‘Assaamu ‘alaikum (kematian atasmu).’” ‘Aisyah menjawab,
السَّامُ عَلَيْكُمْ يَا إِخْوَانَ الْقِرَدَةِ وَالْخَنَازِيرِ، وَلَعْنَةُ اللهِ وَغَضَبُهُ
“Kematian atas kalian juga, wahai saudara kera dan babi, laknat Allah atas kalian, dan dan juga murka Allah atas kalian.”
Rasulullah pun menegur ‘Aisyah, “Wahai ‘Aisyah, diamlah.” ‘Aisyah mengatakan, “Wahai Rasulullah, tidakkah Engkau mendengar ucapan mereka?” Rasulullah pun bersabda,
أَوَمَا سَمِعْتِ مَا رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ؟ يَا عَائِشَةُ، لَمْ يَدْخُلِ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَمْ يُنْزَعْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ
“Tidakkah Engkau mendengar bahwa aku sudah merespon ucapan mereka? Wahai ‘Aisyah, tidaklah sikap lemah lembut itu terdapat dalam sesuatu, kecuali akan menghiasinya. Dan tidaklah sikap lemah lembut itu tercabut dari sesuatu, kecuali akan memperkeruhnya.” ([4])
Apa yang dikatakan oleh ibunda ‘Aisyah semua benar adanya, walaupun Nabi memerintahkan agar bersikap lemah lembut.
Dari Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas, beliau berkata:
أَنَّ الْمَمْسُوخِينَ كِلَاهُمَا مِنْ أَصْحَابِ السَّبْتِ، فَشُبَّانُهُمْ مُسِخُوا قِرَدَةً وَمَشَايِخُهُمْ مُسِخُوا خَنَازِيرَ
“Kedua perubahan bentuk tersebut (monyet dan babi) dari orang-orang yang melanggar hari sabtu, anak-anak muda dari mereka dirubah menjadi kera sementara orang-orang tua mereka dirubah menjadi babi.” ([5])
Bahkan disebutkan bahwa ketika kerabat-kerabat mereka datang ke pinggir pantai untuk menjenguk mereka, kerabat mereka heran karena tidak menjumpai saudara-saudara mereka yang menangkap ikan, melainkan hanya sekumpulan babi dan kera. Akhirnya tidak lama kemudian mereka pun sadar bahwa babi dan kera yang mereka jumpai itu adalah saudara mereka yang awalnya berangkat menangkap ikan. Allah telah menghukumnya karena pelanggaran yang mereka perbuat.
Disebutkan bahwasanya kera-kera dan babi-babi tersebut tidak memiliki keturunan. Dari Ibnu Masúd :
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ الْقِرَدَةُ وَالْخَنَازِيرُ، هِيَ مِمَّا مُسِخَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يُهْلِكْ قَوْمًا، أَوْ يُعَذِّبْ قَوْمًا، فَيَجْعَلَ لَهُمْ نَسْلًا، وَإِنَّ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ»
Seorang lelaki berkata : “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kera dan babi (yang ada sekarang), apakah termasuk (keturunan orang-orang) yang dirubah bentuknya oleh Allah?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah tidak membinasakan suatu kaum – atau beliau bersabda, ‘Tidak merubah bentuk suatu kaum’ – lalu Dia menjadikan bagi mereka keturunan, dan tidak pula generasi penerus. Sesungguhnya kera dan babi sudah ada sebelum itu.” ([6])
Diantara sifat lain mereka (yang diadzab oleh Allah tersebut) adalah mereka menyembah thaghut, beriman kepada sihir dan dukun. Ketika Yahudi-Yahudi tersebut menyembah thaghut, maka diantara umat islam akan ada yang mengikuti jalan mereka. Sebagaimana penjelasan yang telah berlalu bahwa umat islam begitu bersemangat di dalam mengikuti ahlul kitab baik dalam aqidah, cara ibadah, maupun akhlak.
Dalil Keempat :
Firman Allah:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.” (QS Al-Kahfi : 21)
Ini adalah kisah tentang Ashabul Kahfi yang kata Allah,
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (QS Al-Kahfi : 25)
Lama tidur mereka jika dikonversi dalam tahun masehi adalah selama 300 tahun, sedangkan dalam hitungan hijriyah selama 309 tahun. Kisah ini terjadi di zaman orang-orang Nashara terdahulu, dimana sekumpulan pemuda yang berjumlah 7 orang terasing di tengah negerinya. Mereka beriman kepada Rabb mereka di saat Raja negeri dan mayoritas penduduk negerinya berada dalam kekufuran dan kesyirikan. Dalam keadaan demikian, mereka menyadari bahwa tidak mungkin melakukan perlawanan kepada Raja dan pasukannya yang berkali-kali lipat lebih banyak dan lebih kuat, sementara mereka telah diancam oleh Raja. Akhirnya mereka disuruh melarikan diri oleh Allah ke sebuah gua. Kisah ini juga menjadi dalil bahwa jumlah bukanlah ukuran kebenaran. Karena betapa sering manusia terperdaya dengan jumlah yang banyak. Padahal ukuran kebenaran adalah kesesuaian dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Setelah mereka mengasingkan diri dari kaumnya ke sebuah gua, Allah menidurkan mereka dalam masa yang begitu panjang dan bertahun-tahun lamanya. Mereka pun terbangun dan tidak terasa ternyata mereka tidur selama 309 tahun. Diantara mereka ada yang mengira hanya tertidur sehari, adapula yang mengira hanya setengah hari. Mereka dilanda rasa lapar, lalu memutuskan agar mengutus salah seorang dari mereka untuk mencari makan.
Ketika dia keluar dari gua, dia menyaksikan bahwa negeri yang dahulu dia diami kini telah berubah kondisinya, demikian juga penduduk negerinya datang satu generasi dan pergi generasi yang lain lalu datang generasi berikutnya, hingga tidak bersisa lagi generasi yang dahulu mengejar-ngejar mereka. Dia pun berusaha mencari makan dengan menggunakan mata uang yang masih ada di tangannya, mata uang zaman dia belum tertidur. Penduduk negeri mulai menyadari bahwa itu adalah uang zaman dulu dan akhirnya para penduduk negeri tersebut mengetahui bahwa merekalah pemuda-pemuda yang dahulu dikejar-kejar oleh Raja dan pasukannya ratusan tahun yang lalu. Dia pun kembali ke gua dan orang-orang mulai mencarinya kembali. Allah berfirman,
وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا ۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ
Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”… (QS Al-Kahfi : 21)
Akhirnya Allah memperlihatkan para Ashabul Kahfi tersebut kepada manusia, sebagai bukti bahwa kebangkitan itu benar terjadi. Lalu Allah menjadikan mereka meninggal dunia, dan orang-orang pun mulai berselisih. Kemudian Allah berfirman,
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا
“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.” (QS Al-Kahfi : 21)
Diantara kebiasaan orang Nasrani dahulu apabila menemukan tempat meninggalnya orang shalih maka mereka akan membangun kuburan di atasnya. Ini sesuai dengan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan tentang gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah. Di dalamnya terdapat gambar-gambar. Mereka menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda,
إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، فَأُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya mereka itu apabila di antara mereka terdapat orang yang sholih yang meninggal dunia, maka mereka pun membangun di atas kuburnya masjid (tempat ibadah) dan mereka memasang di dalamnya gambar-gambar untuk mengenang orang-orang soleh tersebut. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat kelak” ([7])
Bersamaan dengan itu, akan ada dari umat islam yang meniru-niru perbuatan mereka.
Firman Allah قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ (“Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka”) adalah isyarat bahwa Alla mencela perbuatan ini karena Allah menyandarkan perbuatan tersebut kepada orang-orang yang berkuasa. Sebagaimana kebanyakan keadaan para pembesar yang diceritakan oleh Allah di dalam Al-Quran adalah orang yang jahil dan tidak berilmu dan kebanyakan pengikut para Nabi tidak berasal dari para pembesar. Allah berfirman,
قَالَ الْمَلَأُ مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS Al-A’raf : 60)
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ
Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang orang yang berdusta.” (QS Al-A’raf : 66)
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِن قَوْمِهِ لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ آمَنَ مِنْهُمْ
Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka.. (QS Al-A’raf : 75)
Demikian pula di dalam ayat ini adalah para pembesar-pembesar yang menyelisihi jalan yang ditempuh oleh para Rasul sehingga mereka punya ide untuk membangun masjid di atas kuburan.
Sebagian orang justru menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang bolehnya membangun masjid di atas kuburan, mereka beranggapan bahwa kuburan Ashabul Kahfi di atasnya dijadikan masjid. Kita bantah dengan bertanya kepada mereka, “Apakah Allah menyebutkan keadaan mereka dalam bentuk memuji dan membenarkan perilaku mereka?” Tentu saja jawabannya tidak ada karena tidak ada dalilnya. Jika tidak ada dalilnya maka kita kembalikan ke dalil-dalil yang tegas tentang larangan membangun masjid di atas kuburan. Bahkan sebelum Nabi meninggal dunia, beliau mengatakan,
لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur Nabi mereka sebagai masjid.” ([8])
Dalil Kelima :
Imam Muslim meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ، فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا، وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زَوَى لِي مِنْهَا، وَإِنِّي أُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ: الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ، وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لِأُمَّتِي أَنْ لَا يَهْلِكُوا بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ، وَلَا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَإِنَّ رَبِّي قَالَ: ” يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ، وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ، أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ، وَلَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا، حَتَّى يَكُوْنَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sungguh Allah telah membentangkan bumi kepadaku, sehingga aku dapat melihat belahan timur dan barat, dan sungguh kekuasaan umatku akan sampai pada belahan bumi yang telah dibentangkan kepadaku itu. Aku pun diberi dua simpanan yang berharga, merah dan putih (imperium Persia dan Romawi), dan aku minta kepada Rabbku untuk umatku agar jangan dibinasakan dengan sebab kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan, dan jangan dikuasakan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas seluruh negeri mereka.
Kemudian Allah berfirman, “Wahai Muhammad, jika aku telah menetapkan suatu perkara, maka ketetapan itu tak akan bisa berubah, dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu untuk tidak dibinasakan dengan sebab paceklik yang berkepanjangan, dan tidak akan dikuasai oleh musuh selain dari kaum mereka sendiri, maka musuh itu tidak akan bisa merampas seluruh negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagad raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu itu sendiri sebagian menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian meraka menawan sebagian yang lain.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Barqani dalam shahihnya dengan tambahan, Nabi bersabda :
وَإِنِّي أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ، وَإِذَا وَقَعَ عَلَيْهِمُ السَّيْفُ لَمْ يُرْفَعْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ حَيٌّ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ، وَحَتَّى تَعْبُدَ فِئَامٌ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ، وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي، وَلَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ مَنْصُوْرَةً لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah adanya pemimpin yang menyesatkan, dan ketika terjadi pertumpahan darah di antara mereka, maka tidak akan berakhir sampai datangnya hari kiamat. Lalu hari kiamat tidak akan kunjung tiba kecuali ada di antara umatku yang mengikuti orang musyrik dan sebagian lain yang menyembah selain Allah (pohon dan batu, -pen). Sungguh akan ada pada umatku 30 orang pendusta, yang mengaku sebagai Nabi, padahal aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lain setelah aku, meskipun demikian akan tetap ada segolongan dari umatku yang tetap tegak membela kebenaran, dan mereka selalu mendapat pertolongan Allah Ta’ala (thoifah al manshurah), mereka tak tergoyahkan oleh orang-orang yang menelantarkan mereka dan memusuhi mereka, sampai datang keputusan Allah”.
Perkataan Allah,
وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ، أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ بِعَامَّةٍ
“Dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu untuk tidak dibinasakan dengan sebab paceklik yang berkepanjangan …”
Dari potongan hadits ini diambil kesimpulan bahwa tidak akan pernah menimpa umat islam musim kemarau dan paceklik secara menyeluruh. Bisa jadi di sebagian tempat mereka ditimpa musim kemarau akan tetapi di tempat yang lain tidak tertimpa oleh musim kemarau.
Perkataan Allah,
وَلَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ، وَلَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا
“Dan tidak kan dikuasai oleh musuh selain dari kaum mereka sendiri, maka musuh itu tidak akan bisa merampas seluruh negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagad raya ini berkumpul menghadapi mereka …”
Demikian pula, bisa jadi sebagian daerah kaum muslimin dikuasai oleh orang kafir, tetapi untuk menguasai semuanya dan membunuh semuanya, itu tidak akan pernah terjadi. Walaupun kaum muslimin dibantai di perang salib atau ketika pasukan tartar menyerang baghdad dengan jumlah kematian yang sangat besar yaitu jutaan manusia dari kaum muslimin, tetap saja tidak habis seluruhnya walaupun mereka semua bersatu padu berusaha menghabisi kaum muslimin.
Perkataan Allah,
حَتَّى يَكُوْنَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا، وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sampai umatmu itu sendiri sebagian menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian meraka menawan sebagian yang lain.”
Namun hal itu bisa saja terjadi (umat islam binasa) jika sesama kaum muslimin sendiri yang berpecah belah lantas saling memerangi satu sama lain. Cukuplah kejadian di masjidil haram tatkala sekelompok orang dari sekte qaramithah yang berpemahaman rafidhah menyerang jamaah haji, membunuhi mereka, dan membuangnya mayat-mayatnya di sumur zam-zam, sebagai pelajaran yang berharga bagi kita.
Dalam riwayat Al-Barqani, sabda Nabi,
وَإِنِّي أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الْأَئِمَّةَ الْمُضِلِّينَ
“Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah adanya pemimpin yang menyesatkan …”
Pemimpin yang menyesatkan maksudnya adalah pemimpin yang menyeru kepada neraka jahannam, merekalah yang dinamai oleh Nabi dengan du’at ila abwabi jahannam. Allah berfirman,
وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يُنْصَرُونَ
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.” (QS Al-Qashash : 41)
Maksud imam-imam yang menyesatkan bisa menjadi dua bentuk,
- Imam dalam urusan dunia yaitu penguasa. Mereka mengarahkan umat agar menjauh dari agama, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, mereka menentang syariat Allah, lantas umat mengikuti mereka. maka ini adalah hal yang sangat berbahaya
- Imam dalam urusan agama. Mereka adalah pemuka-pemuka agama yang menyeru kepada kesesatan yang mengajarkan kepada bid’ah dan khurafat, yang melariskan kesyirikan, menjual jimat, memperindah minta-minta kepada penghuni kubur, membuat ritual-ritual khusus agar umat datang kepada penghuni kubur, dan seterusnya.
Ini semua dikhawatirkan oleh Nabi. Bayangkan bagaimana akibat akhirnya jika seorang imam yang sesat diikuti oleh jutaan manusia.
Sabda Nabi,
وَإِذَا وَقَعَ عَلَيْهِمُ السَّيْفُ لَمْ يُرْفَعْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Dan ketika terjadi pertumpahan darah di antara mereka, maka tidak akan berakhir sampai datangnya hari kiamat …”
Kata para ulama, sejak Utsman bin Affan dibunuh, pedang tidak akan pernah terangkat lagi, akan terus terjadi pertikaian di tengah kaum muslimin sampai hari kiamat kelak.
Sabda Nabi,
وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ حَيٌّ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ
“Lalu hari kiamat tidak akan kunjung tiba kecuali ada di antara umatku yang mengikuti orang musyrik …”
Inilah potongan hadits yang dijadikan oleh Syaikh sebagai dalil bahwa di tengah umat ini akan ada yang menyembah berhala.
Mengikuti kaum musyrikin maksudnya bisa dua,
- Mengikuti agama kaum musyrikin, yaitu satu kabilah mengikuti agama kaum musyrikin
- Pindah ke negeri kaum musyrikin. Bukan sekedar agamanya yang diikuti, bahkan mereka berbondong-bondong pindah ke negeri kaum musyrikin
Sabda Nabi,
وَحَتَّى تَعْبُدَ فِئَامٌ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ
“Dan sebagian lain yang menyembah berhala.”
Ini adalah dalil yang tegas bahwasanya akan ada dari umat rasulullah yang terjerumus ke dalam kesyirikan, membantah pendapat orang-orang yang menyembah kubur yang menjamin tidak akan terjadi kesyirikan di dalam tubuh umat islam. Padahal Nabi sendiri yang mengabarkan bahwa hal tersebut pasti akan terjadi. Dan betapa banyak kita saksikan praktek-praktek kesyirikan merajalela di tengah-tengah kita, betapa banyak praktek-praktek perdukunan.
Sabda Nabi,
وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي كَذَّابُونَ ثَلَاثُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي
“Sungguh akan ada pada umatku 30 orang pendusta, yang mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lain setelah aku…”
Ini juga dalil akan ada sekelompok manusia yang murtad. Karena jika ada yang mengaku sebagai Nabi lalu diikuti oleh sekelompok manusia, maka mereka adalah orang yang murtad karena beriman akan adanya nabi selain Nabi muhammad.
Di zaman Nabi telah muncul dua orang yang mengaku sebagai Nabi yaitu Musailimah Al-Kadzdzab dan Al-Aswad Al-Anasy. Di zaman setelah Nabi meninggal muncul orang bernama Thulaihah al-Asadi dan Nabi perempuan Sujaah. Thulaihah ini pada akhirnya masuk islam kembali di zaman kekhalifahan umar dan akhirnya mati syahid setelah mengikuti peperangan, demikian pula Sujaah dikatakan oleh sebagian ahli sejarah bahwasanya dia akhirnya bertaubat dan masuk islam.
Dikatakan oleh para ulama bahwa penyebutan angka tiga puluh bukanlah pembatasan, nyatanya ada lebih dari tiga puluh orang yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad. Dikatakan oleh sebagian ulama bahwa tiga puluh ini adalah pembesar-pembesarnya, sebagian lain mengatakan bahwa tiga puluh ini yang memiliki pengikut yang banyak. Hingga datang pula Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani di india yang memiliki pengikut sampai jutaan manusia. Dan banyak lagi nabi-nabi kecil yang mengaku dirinya sebagai nabi, bahkan di negara semisal indonesia banyak pula yang pernah mengaku sebagai nabi. Semua orang yang mengaku sebagai nabi maka dia murtad keluar dari islam.
Sabda Nabi,
وَلَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ مَنْصُوْرَةً لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Meskipun demikian akan tetap ada segolongan dari umatku yang tetap tegak membela kebenaran, dan mereka selalu mendapat pertolongan Allah Ta’ala, mereka tak tergoyahkan oleh orang-orang yang menelantarkan mereka dan memusuhi mereka, sampai datang keputusan Allah.”
Ini adalah kabar gembira bahwasanya di atas muka bumi ini pada setiap zaman pasti ada orang yang berada di atas kebenaran, meskipun mereka hanya sekelompok, banyak atau sedikit. Tidak peduli orang-orang tidak memperdulikan mereka atau bahkan menyelisihi mereka, mereka tetap unggul dalam kebenaran. Merekalah yang dijuluki dengan Thaifah Al-Manshurah dan Al-Firqatun An-Najiyah.
Hadits yang panjang ini dibawakan oleh Syaikh untuk menegaskan bab yang beliau buat bahwa akan ada di tengah umat islam yang menyembah berhala dan melakukan kesyirikan sebagaimana yang disampaikan oleh Nabi di dalam hadits.
Demikian pula akan ada yang murtad karena menjadi pengikut nabi palsu. Bahkan sebagaimana yang dikabarkan oleh nabi, seseorang yang paginya beriman lalu sorenya dia kafir. Nabi bersabda,
بَادِرُوا بِاْلأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا.
“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih (sebelum datangnya) fitnah-fitnah bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang dalam keadaan beriman di pagi hari dan menjadi kafir di sore hari, atau di sore hari dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari, dia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” ([9])
Dan itu sangat bisa terjadi di zaman sekarang. Orang yang tadinya beriman lalu dia membuka internet lantas membaca perkataan-perkataan orang Liberal dan Atheis, mendadak dia tidak shalat dan kufur kepada allah, tidak mempercayai Allah, hanya dalam waktu beberapa jam karena terkena syubhat orang Liberal dan Atheis.
Kandungan dalam bab ini:
- Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’([10]).
- Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al Maidah ([11]).
- Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat Al Kahfi ([12]).
- Masalah yang sangat penting sekali, yaitu pengertian tentang beriman terhadap Jibt dan Thaghut, apakah sekedar mempercayainya dalam hati, atau mengikuti orang-orangnya, sekalipun membenci hal tersebut dan mengerti akan kebatilannya? [sebagai buktinya], apa yang dikatakan oleh Ahli kitab kepada orang-orang kafir (kaum Musyrikin Makkah) bahwa mereka lebih benar jalannya dari pada orang-orang yang beriman.
- Iman kepada Jibt dan Thaghut pasti akan terjadi di kalangan umat ini (umat Islam), sebagaimana yang ditetapkan dalam hadits Abu Said. Dan inilah yang dimaksud dalam bab ini.
- Pernyataan Rasulullah ﷺ bahwa akan terjadi penyembahan berhala dari kalangan umat ini.
- Satu hal yang amat mengherankan adalah munculnya orang yang mendakwahkan dirinya sebagai Nabi, seperti Al Mukhtar bin Abu Ubaid Ats tsaqafi([13]); padahal ia mengucapkan dua kalimah syahadat, dan menyatakan bahwa dirinya termasuk dalam umat Muhammad, dan ia meyakini bahwa Rasulullah itu haq dan Al Qur’an juga haq, yang di dalamnya diterangkan bahwa Muhammad adalah penutup para Nabi. Walaupun demikian ia dipercayai banyak orang, meskipun adanya kontradiksi yang jelas sekali. Ia hidup pada akhir masa sahabat dan diikuti oleh banyak orang.
- Rasulullah ﷺ menyampaikan kabar gembira bahwa al haq (kebenaran Allah dan ajaran-Nya) tidak akan dapat dilenyapkan sama sekali, sebagaimana yang terjadi pada masa lalu, tetapi masih akan selalu ada sekelompok orang yang berpegang teguh dan membela kebenaran.
- Bukti kongkritnya adalah: mereka walaupun sedikit jumlahnya, tetapi tidak tergoyahkan oleh orang-orang yang menelantarkan dan menentang mereka.
- Kondisi seperti ini akan berlangsung sampai hari kiamat.
- Bukti bukti akan kenabian Muhammad ﷺ yang terkandung dalam hadits ini adalah:
- Pemberitahuan beliau bahwa Allah telah membentangkan kepadanya belahan bumi barat dan timur, dan menjelaskan makna dari hal itu; kemudian terjadi seperti yang beliau beritakan, berlainan halnya dengan belahan selatan dan utara.
- Pemberitahuan beliau bahwa beliau diberi dua simpanan yang berharga.
- Pemberitahuan beliau bahwa do’anya untuk umatnya dikabulkan dalam dua hal, sedangkan hal yang ketiga tidak dikabulkan.
- Pemberitahuan beliau bahwa akan terjadi pertumpahan darah di antara umatnya, dan kalau sudah terjadi tidak akan berakhir sampai hari kiamat.
- Pemberitahuan beliau bahwa sebagian umat ini akan menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.
- Pemberitahuan beliau tentang munculnya orang-orang yang mendakwahkan dirinya sebagai Nabi pada umat ini.
- Pemberitahuan beliau bahwa akan tetap ada sekelompok orang dari umat ini yang tegak membela kebenaran, dan mendapat pertolongan Allah.
Dan itu semua benar-benar telah terjadi seperti yang telah diberitahukan, padahal semua yang diberitahukan itu di luar jangkauan akal manusia.
12. Apa yang beliau khawatirkan terhadap umatnya hanyalah munculnya para pemimpin yang menyesatkan.
Perlunya perhatian terhadap makna dari penyembahan berhala.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Kitab Tauhid Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
________________
([1]) Maksudnya syaitan putus asa untuk disembah oleh semua orang yang sholat, karena bagaimanapun ada saja orang yang taát kepada Allah dan tidak menyembah syaitan.
Dan tafsir inilah yang dipahami oleh para penyembah kubur untuk berdalil bahwa tidak akan lagi terjadi kesyirikan bagi orang-orang Islam.
([2]) HR Tirmidzi no. 2641, Syaikh al-Albani menyatakan hadits ini hasan
([4]) HR. Ahmad no. 13531, shahih
([7]) HR. Bukhari no. 427 dan Muslim no. 528
([8]) HR. Bukhari no. 1390, 4441 dan Muslim no. 529
([10]) Ayat ini menunjukkan bahwa apabila orang-orang yang diturunkan kepada mereka Al Kitab mau beriman kepada Jibt dan Thaghut, maka tidak mustahil dan tidak dapat dipungkiri bahwa umat ini yang telah diturunkan kepadanya Al Qur’an akan berbuat pula seperti yang mereka perbuat, karena Rasulullah ﷺ telah memberitahukan bahwasanya akan ada di diantara umat ini orang-orang yang berbuat seperti apa yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
([11]) Ayat ini menunjukkan bahwa akan terjadi di kalangan umat ini penyembahan thaghut, sebagaimana telah terjadi penyembahan thaghut di kalangan ahli kitab.
([12]) Ayat ini menunjukkan bahwa ada di antara umat ini orang yang membangun tempat ibadah di atas atau di sekitar kuburan, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang sebelum mereka.
([13]) Al Mukhtar bin Abu Ubaid bin Mas’ud Ats Tsaqafi. Termasuk tokoh yang memberontak terhadap kekuasaan Bani Umayyah dan menonjolkan kecintaan kepada Ahlu bait. Mengaku bahwa ia adalah nabi dan menerima wahyu. Dibunuh oleh Mush’ab bin Az Zubair pada tahun 67 H (687 M).