(SYAFAA’AT) الشَّفَاعَةُ
Kata الشَّفَاعَةُ Syafaat diambil dari kata الشَّفْعُ yang artinya genap. Orang yang meminta syafaat dia meminta kepada pemberi syafaat agar sang pemberi syafaat ini meminta bantuan kepada pihak ketiga. Sehingga yang awalnya dia sendiri, sekarang digenapkan oleh pemberi syafaat.
Bab ini dibawakan oleh penulis untuk membantah kaum musyrikin yang melegalkan kesyirikan mereka dengan dalih syafaát. Yaitu mereka berkata kami tahu bahwa orang-orang shalih tersebut adalah makhluk Allah, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, akan tetapi mereka memiliki kedudukan di sisi Allah. Karenanya kami berdoa kepada mereka agar mereka bisa mendekatkan kami kepada Allah, sebagaimana para raja memiliki mentri-mentri yang memiliki kedudukan. Sehingga kami menjadi orang-orang shalih tersebut sebagai perantara antara kami dengan Allah, sebagaimana rakyat menjadikan mentri-mentri perantara antara mereka dengan raja.
Ini adalah analogi (qias) yang sangat batil antara Allah yang maha kaya dan tidak membutuhkan kepada apapun dengan raja yang penuh dengan kekurangan dan membutuhkan para mentri untuk menjalankan roda pemerintahannya. ([1])
Allah berfirman menceritakan tentang dalih kaum musyrikin tersebut :
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS Az-Zumar : 3)
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa´at kepada kami di sisi Allah” (QS Yunus : 18)
Pada bab ini penulis membawakan beberapa dalil.
Dalil Pertama :
Firman Allah Ta’ala :
وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ وَلِيٌّ وَلَا شَفِيعٌ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dan berilah peringatan dengan apa yang telah diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dikumpulkan kepada Rabb mereka (pada hari kiamat), sedang mereka tidaklah mempunyai seorang pelindung dan pemberi syafaatpun selain Allah, agar mereka bertakwa.” (QS. Al an’am: 51)
Maksud dari ayat ini adalah Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar memberi peringatan kepada kaum mukminin yang takut akan hari akhirat, takut akan hisab dan padang mahsyar bahwasanya mereka tidaklah mempunyai pemberi syafaat. Dengan demikan mereka akan semangat bertakwa dan beramal shalih agar mereka bisa diselamatkan oleh Allah.
Faidah dari ayat ini :
- Yang paling menyelamatkan seseorang pada hari kiamat kelak adalah ketakwaannya sendiri, yaitu amal shalihnya sendiri.
- Ayat ini menafikan adanya pemberi syafaat, yaitu syafaat yang tidak dizinkan oleh Allah, seperti syafaat-syafaat yang diharapkan oleh kaum musyrikin.
- Namun ayat ini tidak menafikan adanya syafaat-syafaat yang ditetapkan oleh syariát dalam ayat-ayat yang lain -sebagaimana akan datang penjelasannya-
Selanjutnya penulis membawakan dalil-dalil yang lain sebagaimana berikut ini :
Dalil Kedua :
قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
“Katakanlah (hai Muhammad): “hanya milik Allah lah syafaat itu semuanya.” (QS. Az zumar: 44).
Dalil Ketiga :
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya.” (QS. Al baqarah: 225).
Dalil Keempat :
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengiizinkan (untuk diberi syafaat) bagi siapa saja yang dikehendaki dan diridhai-Nya.” (QS. An Najm: 26).
Keempat dalil di atas yang berkaitan dengan syafaat bisa kita klasifikasikan juga menjadi empat model dalil, sebagaimana penjelasan berikut ini :
Bentuk Dalil-Dalil Terkait Syafaat
Penyimpangan yang terjadi dalam memahami syafaat pada dasarnya didasari oleh pemahaman yang berbeda-beda pula terhadap dalil-dalil tentang syafaat. Untuk bisa memahami dalil-dalil tersebut dengan pemahaman yang benar maka dalil-dalil yang berkaitan dengan syafaát bisa diklasifikasikan menjadi 4 model.
Model Pertama, bahwa syafaat hanya milik Allah. Seperti pada firman Allah,
قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا ۖ لَّهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS Az-Zumar : 44)
Model Kedua, dalil-dalil yang menafikan syafaat secara mutlak. Seperti firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah : 254)
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,
وَأَنذِرْهُمْ يَوْمَ الْآزِفَةِ إِذِ الْقُلُوبُ لَدَى الْحَنَاجِرِ كَاظِمِينَ ۚ مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya.” (QS Ghafir : 14)
Dalil-dalil seperti ini yang digunakan oleh khawarij dan mu’tazilah untuk menafikan syafaat secara mutlak.
Model Ketiga, dalil-dalil yang menafikan syafaat untuk orang-orang kafir dan musyrik. Seperti firman Allah,
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.” (QS Al-Muddatstsir : 48)
Model Keempat, dalil-dalil yang menetapkan adanya syafaat jika terpenuhi beberapa persyaratan. Diantara syarat-syarat tersebut adalah:
- Izin Allah kepada pemberi syafaat
- Ridha Allah kepada pemberi syafaat
- Ridha Allah kepada yang diberi syafaat
Ahlul bid’ah dari kalangan khawarij dan mu’tazilah hanya melihat bentuk dalil kedua dan ketiga. Ditambah mereka meyakini akan kekalnya pelaku dosa besar di dalam neraka.
Sedangkan dari kaum musyrikin, mereka hanya melihat bentuk dalil keempat bahwa syafaat pasti terpenuhi. Dan mereka meyakini orang-orang shalihin pasti diizinkan oleh Allah untuk memberi syafaat, sehingga kita meminta kepadanya. Padahal syafaat itu akan tercapai jika terpenuhi ketiga persyaratan sebagaimana di atas.
Adapun Ahlussunnah wal Jamaah maka mereka menggabungkan seluruh dalil. Mereka mengetahui bahwa ada syafaat yang dinafikan baik itu dari dalil yang menafikan secara mutlak ataupun dari dalil yang menafikan syafaat untuk orang kafir dan musyrik. Tetapi mereka juga meyakini bahwa ada bentuk syafaat yang diberi izin oleh Allah sebagaimana bentuk dalil keempat (dalil-dalil yang menetapkan adanya syafaat jika terpenuhi beberapa persyaratan).
Sikap Terhdap Syafaat
Sikap terhadap syafaat secara umum terbagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:
Pertama, ahlul bid’ah dari kalangan khawarij dan mu’tazilah
Mereka mengingkari syafaat pada pelaku dosa besar, hal ini didasari atas keyakinan mereka bahwa seseorang yang sudah masuk ke dalam neraka tidak akan keluar lagi. Hadits-hadits yang berbicara tentang syafaat, mereka katakan bahwa itu adalah syafaat yang ditujukan bagi para penghuni surga yang diangkat derajatnya, bukan kepada para penghuni neraka untuk dikeluarkan dari neraka. Adapun hadits Nabi,
يَدْخُلُ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَخْرِجُوا مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ مِنْ إِيمَانٍ، فَيُخْرَجُونَ مِنْهَا
“Setelah penduduk surga masuk ke surga dan penduduk neraka masuk ke neraka, maka Allah Ta’ala pun berfirman, ‘Keluarkanlah dari neraka orang-orang yang dalam hatinya terdapat iman walaupun sebesar biji sawi.’ Mereka pun dikeluarkan dari neraka.”([2])
Mereka (khawarij dan mu’tazilah) katakan bahwa itu adalah hadits ahad yang tidak bisa berhujjah dengannya. Dan tentu ini adalah hujjah yang tidak kuat.
Kedua, kaum musyrikin
Mereka menetapkan syafaat-syafaat yang syirik seperti meminta syafaat kepada mayat orang-orang shalih.
Ketiga, ahlussunnah wal jamaah
Mereka menetapkan syafaat-syafaat yang terpenuhi persyaratannya, dan menafikan syafaat-syafaat yang tidak memenuhi persyaratan.
Kesimpulannya adalah semua bentuk syafaat akan tercapai jika mendapat izin dan ridha dari Allah. Allah berfirman,
لَّا يَمْلِكُونَ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنِ اتَّخَذَ عِندَ الرَّحْمَٰنِ عَهْدًا
“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.” (QS Maryam : 87)
يَوْمَئِذٍ لَّا تَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya.” (QS Thaha : 109)
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.” (QS Al-Baqarah : 255)
۞ وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَن يَشَاءُ وَيَرْضَىٰ
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).” (QS An-Najm : 26)
PEMBAGIAN SYAFAAT
Pembagian Syafaat
- Dari sisi dikabulkan atau tidak, syafaat terbagi dua :
- Syafaat mutsbatah (syafaat yang ditetapkan) yaitu apabila memenuhi persyaratan
- Syafaat manfiyyah (syafaat yang dinafikan) yaitu apabila tidak memenuhi persyaratan
- Secara umum (dilihat dari tempat) syafaat juga terbagi menjadi dua :
- Syafaat di dunia
Syafaat di dunia terbagi lagi menjadi dua
- Pada perkara yang dimampui oleh hamba
Seperti seseorang yang ingin melamar kerja ke perusahaan teman kita. Kita mengenal akan kebaikan dan sifat amanah orang tersebut. Maka kita dapat memberinya syafaat dengan cara memberi rekomendasi kepada teman kita sebagai pemilik perusahaan agar menerima orang tersebut. Syafaat seperti ini adalah syafaat yang bermanfaat, Allah berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al-Maidah : 2)
مَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً حَسَنَةً يَكُنْ لَهُ نَصِيبٌ مِنْهَا
“Barangsiapa yang memberikan syafa´at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya” (QS An-Nisaa’ : 85)
Jenis syafaat ini harus terpenuhi padanya 2 syarat:
- Perkara tersebut adalah perkara yang mubah, bukan merupakan perkara yang haram
Contoh syafaat pada perkara mubah seperti pada contoh sebelumnya. Adapun contoh perkara haram semisal memberi syafaat atau rekomendasi untuk orang yang dia tidak mampu bekerja pada bidang tersebut. Syafaat ini pernah terjadi di zaman Nabi tatkala seorang perempuan dari Bani Makhzum tertangkap basah mencuri. ‘Aisyah mengatakan,
أَنَّ قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ المَرْأَةِ المَخْزُومِيَّةِ الَّتِي سَرَقَتْ، فَقَالُوا: وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالُوا: وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، حِبُّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ، ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ، ثُمَّ قَالَ: إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ، أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Bahwa orang-orang Quraisy diresahkan seorang wanita Bani Makhzun yang mencuri. Kemudian mereka berujar, ‘Tidak ada yang bisa bicara dengan Rasulullah? Dan tidak ada yang berani (mengutarakan masalah ini) kepadanya selain Usamah Bin Zaid, yang disayang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Akhirnya Usamah berbicara kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi Rasulullah bertanya, “Apakah kamu hendak memberikan syafa’at (pembelaan) dalam salah satu perkara had (hukuman) Allah?” kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, “Wahai manusia, hanyalah orang-orang sebelum kalian tersesat karena sesungguhnya mereka jika yang mencuri orang terhormat mereka membiarkannya. Namun jika mencurinya orang lemah, mereka menegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, kalaulah Fatimah bin Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mencuri, niscaya Muhammad yang memotong tangannya.” ([3])
- Meyakini bahwa yang menentukan keberhasilan adalah Allah.
Syafaat dan pemberi syafaat hanyalah sebab, sementara sebab musabab (sebab akibat) yang menciptakannya adalah Allah. Terkadang Allah menciptakan akibat tanpa sebab, terkadang Allah menciptakan akibat yang bertolak belakang dengan sebab yang ada. Sebagaimana Nabi Ibrahim yang harusnya terbakar karena api tetapi malah sebaliknya, api justru tersebut jadi dingin dan tidak membakar Nabi Ibrahim.
- Pada perkara yang tidak dimampui oleh hamba
Seperti yang dilakukan oleh orang-orang musyrik yang meminta syafaat kepada mayat-mayat. Maka mayat-mayat tersebut tidak mungkin melakukan apa yang diminta oleh mereka.
- Syafaat di akhirat
Syafaat di akhirat terbagi menjadi dua:
- Syafaat khusus Nabi
Diantara syafaat yang khusus untuk Nabi yaitu:
- Asy-Syafaat al-‘Udzma di padang mahsyar
Allah berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra’ : 79)
Kalimat مَقَامًا مَّحْمُودًا dalam ayat adalah maksudnya syafaat. Sebagaimana tatkala manusia akan dibangkitkan pada hari kiamat kelak, saat itu matahari berjarak hanya 1 mil sehingga mereka kepanasan dan bercucuran keringat yang membuat mereka tenggelam. Ada yang keringatnya sampai dua mata kaki, ada yang sampai betis, ada yang sampai pinggang, ada yang sampai mulut, betapa payah keadaan manusia saat itu.
Pada keadaan yang demikian itu, Allah pun mengilhamkan agara para manusia pergi meminta syafaat. Sebagaimana dalam hadits panjang tentang peristiwa ini. Nabi bersabda,
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ كَلِيمُ اللهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي ….
“Ketika hari kiamat datang, manusia berduyun-duyun mendatangi Nabi Adam dan mengatakan, “Maka mintalah kepada Rabb-mu syafa’at bagi kami.!” Adam menjawab, “Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim karena dia adalah kekasih Allah Azza wa Jalla,” mereka mendatangi Nabi Ibrahim, nabi Ibrahim berkata, “Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Musa karena dia adalah kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah). mereka mendatangi Nabi Musa, Nabi Musa berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Isa karena dia adalah ruhullah dan kalimatNya,” Mereka mendatangi Nabi Isa, Nabi Isa berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Muhammad.” Maka mereka mendatangiku, maka aku katakan, “Ya aku punya hak, lalu aku minta izin kepada rabbku, kemudian Dia memberiku izin.” ([4])
Syafaat jenis ini hakikatnya bermanfaat untuk semua umat, baik umat Islam maupun kaum kafir. Karena semua menunggu kapan akan dimulai persidangan, semua sudah tak kuasa menunggu dalam keadaan yang sangat payah dalam waktu yang sangat lama.
- Syafaat agar para penghuni surga segera memasuki surga
Karena para penghuni surga bisa masuk ke dalam surga setelah pintu surga pertama kali dibuka oleh Nabi. Nabi bersabda,
آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ الْخَازِنُ : مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ : مُحَمَّدٌ ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ
Pada hari kiamat, aku mendatangi pintu surga, lalu aku minta agar dibukakan. Sang penjaga pintu bertanya, “Siapa kamu?” Aku jawab, “Muhammad.”Kemudian penjaga ini menyatakan, “Aku diperintahkan untuk membuka karenamu. Tidak akan aku buka pintu surga bagi siapapun sebelum kamu.” ([5])
- Syafaat untuk pamannya Abu Thalib
Secara umum, orang kafir tidak akan mendapatkan syafaat. Tetapi Nabi dikhususkan (sebagai bentuk pemuliaan terhadapnya) dengan memberi syafaat kepada pamannya agar diringankan adzabnya (bukan dikeluarkan dari neraka).
Diantara hadits yang menceritakan tentang peristiwa keadaan Abu Thalib adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Abbas bin Abdul Muthallib. Ia bertanya kepada Nabi,
هَلْ نَفَعْتَ أَبَا طَالِبٍ بِشَيْءٍ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟ قَالَ: “نَعَمْ. هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ. وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
“Wahai Rasulullah, apakah engkau memberi manfaat kepada Abu Thalib walaupun sedikit, bukankah ketika dia masih hidup dia membelamu, melindungimu, bahkan marah untuk membelamu?” Nabi menjawab, “Ya. Dia berada di neraka yang paling atas. Kalau bukan karena syafaatku, pasti beliau akan disiksa di dasar neraka.” ([6])
Hadits yang lain dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang pamannya, Abu Thalib, kemudian beliau bersabda:
لعله تنفعه شفاعتي يوم القيامة ، فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنْ نَارٍ، يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ دِمَاغُهُ
“Semoga syafaatku bermanfaat baginya kelak pada Hari Kiamat. Api neraka hanya diletakkan setinggi dua tumitnya hingga membuat otaknya mendidih.” ([7])
- Syafaat untuk ummatnya yang masuk surga tanpa hisab agar segera masuk surga
Dalam sebuah hadits panjang, disitu Nabi bersabda,
ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ اِرْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهَ اِشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَقُوْلُ: يَا ربِّ أُمَّتي أُمَّتي، فَيُقَالُ: يَا مُحَمَّدُ أَدْخِلِ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لاَ حِسَابَ عَلَيْهِ مِنَ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ
Dia berfirman, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, maka engkau akan diberi. Mintalah syafa’at, maka engkau akan diizinkan untuk memberi syafa’at.” Lalu aku mengangkat kepalaku, dan aku mengatakan : “Ya Allah, tolonglah umatku! Tolonglah umatku!” Aku dijawab: “Wahai Muhammad, masukkanlah ke surga umatmu yang bebas hisab dari pintu kanan surga, dan selain mereka lewat pintu yang lain lagi.” ([8])
- Syafaat umum untuk malaikat, Nabi-Nabi yang lain, para syuhada, dan kaum mukminin secara umum
Diantara bentuk syafaat ini adalah:
- Syafaat untuk penghuni neraka agar keluar dari neraka
- Syafaat kepada orang-orang yang seharusnya berhak masuk neraka agar tidak jadi masuk neraka
- Syafaat kepada orang-orang yang berhak masuk surga agar dinaikkan derajatnya
Dalil Kelima :
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ
“Katakanlah: “serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tak memiliki kekuasaan seberat dzarrahpun di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apapun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu …” (QS. Saba’: 22).
Ayat ini menumbangkan argumentasi kaum musyrikin hingga akarnya. Kaum musyrikin menyembah selain Allah karena mereka ingin mendapatkan manfaat dari sesembahannya, dan manfaat itu bisa didapatkan dari empat jenis:
- Tuhan Yang menciptakan alam semesta
Artinya jika ada dzat yang menciptakan alam semesta tentu ia berhak untuk disembah karena semuanya yang ada di ala mini adalah miliknya, dan manfaat bisa diambil dari alam miliknya tersebut. Namun kaum musyrikin sadar bahwa sesembahan-sesembahan mereka tidak menciptakan alam semesta. Ini berarti bahwa sesembahan mereka tidak memiliki alam semesta sama sekali. Maka ini menunjukan bahwa sesembahan mereka tidak pantas untuk diibadahi, karena apakah yang mau diberikan oleh sesembahan tersebut semantara sesembahan-sesembahan tersebut sama sekali tidak memiliki sedikitpun dari alam semesta ini.
- Yang memiliki saham dari sebagian alam semesta.
Jika sesembahan mereka jelas tidak ikut menciptakan alam semesta, tentu masih berhak disembah jika ia ternyata memiliki saham dalam kepemilikan alam semesta. Saham kepemilikan tersebut bisa diperoleh jika sesembahan tersebut ikut andil dalam penciptaan alam semesata, atau saham tersebut diberikan secara cuma-cuma oleh Allah. Namun kenyataannya keduanya tidak terjadi. Dengan demikian sesembahan-sesembahan tersebut tidak berhak untuk disembah, karena tidak ada maslahat/manfaat yang bisa diharapkan dari mereka karena mereka tidak memiliki sedikitpun dari alam semesta.
- Yang ikut mengatur alam semesta
Jika sesembahan tersebut ternyata tidak memiliki sedikitpun dari alam semesta, demikian juga tidak memiliki saham sama sekali, namun ternyata ia diizinkan ikut serta “membantu” Tuhan dalam mengatur alam semesta milik Tuhan, maka tentu ia berhak juga untuk disembah bersama Tuhan, karena ada kemaslahatan yang masih bisa diharapkan darinya. Akan tetapi kenyataannya Tuhan/Allah mengatur alam semesta tanpa bantuan siapapun. Adapun para malaikat semuanya tunduk dibawah perintah Allah.
- Yang bisa memberi syafaat
Jika sesembahan tersebut tidak bisa pada 3 poin di atas, maka bisa saja ia diharapkan memberi manfaat jika ternyata sesembahan tersebut bisa memberi syafaat di sisi Allah secara langsung tanpa izin Allah. Sebagaimana seorang mentri yang bisa memberi syafaat di sisi Raja/Presiden sehingga akhirnya sang raja/presiden terpaksa memberikan manfaat kepada rakyat. Akan tetapi ternyata hal ini tidak berlaku di sisi Allah, karena tidak ada yang bisa memberi syafaat -secara permulaan- kecuali dengan izin Allah. Berbeda dengan para Menteri yang mereka bisa dengan PeDe langsung memberi syafaat karena mereka tahu bahwasanya Raja/Presiden membutuhkan mereka, dan mereka punya andil dalam kelangsungkan jalannya roda pemerintahan. Adapun Allah maka Allah tidak butuh siapapun dalam mengatur alam semesta.
Dengan demikian sesembahan tersebut -yang tidak bisa memberi syafaat secara langsung- tidak berhak untuk disembah.
Abu al-‘Abbas ([9]) mengatakan:
فَنَفَى عَمَّا سِوَاهُ كُلَّ مَا يَتَعَلَّقُ بِهِ الْمُشْرِكُونَ فَنَفَى أَنْ يَكُونَ لِغَيْرِهِ مُلْكٌ أَوْ قِسْطٌ مِنْ الْمُلْكِ أَوْ يَكُونَ عَوْنًا لِلَّهِ وَلَمْ يَبْقَ إلَّا الشَّفَاعَةُ؛ فَبَيَّنَ أَنَّهَا لَا تَنْفَعُ إلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّبُّ كَمَا قَالَ تَعَالَى: {مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلَّا بِإِذْنِهِ} … فَهَذِهِ ” الشَّفَاعَةُ ” الَّتِي يَظُنُّهَا الْمُشْرِكُونَ؛ هِيَ مُنْتَفِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَمَا نَفَاهَا الْقُرْآنُ … فَأَخْبَرَ: {أَنَّهُ يَأْتِي فَيَسْجُدُ لِرَبِّهِ وَيَحْمَدُهُ لَا يَبْدَأُ بِالشَّفَاعَةِ أَوَّلًا …[ثُمَّ] يُقَالُ لَهُ: أَيْ مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَك وَقُلْ تُسْمَعْ وَسَلْ تُعْطَ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ … وَقَالَ لَهُ أَبُو هُرَيْرَةَ: مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِك يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟ قَالَ: مَنْ قَالَ: لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ} . فَتِلْكَ ” الشَّفَاعَةُ ” هِيَ لِأَهْلِ الْإِخْلَاصِ بِإِذْنِ اللَّهِ لَيْسَتْ لِمَنْ أَشْرَكَ بِاَللَّهِ وَلَا تَكُونُ إلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ. وَحَقِيقَتُهُ أَنَّ اللَّهَ هُوَ الَّذِي يَتَفَضَّلُ عَلَى أَهْلِ الْإِخْلَاصِ وَالتَّوْحِيدِ فَيَغْفِرُ لَهُمْ بِوَاسِطَةِ دُعَاءِ الشَّافِعِ الَّذِي أَذِنَ لَهُ أَنْ يَشْفَعَ لِيُكْرِمَهُ بِذَلِكَ وَيَنَالَ بِهِ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ… فَالشَّفَاعَةُ الَّتِي نَفَاهَا الْقُرْآنُ مُطْلَقًا؛ مَا كَانَ فِيهَا شِرْكٌ وَتِلْكَ مُنْتَفِيَةٌ مُطْلَقًا؛ وَلِهَذَا أَثْبَتَ الشَّفَاعَةَ بِإِذْنِهِ فِي مَوَاضِعَ وَتِلْكَ قَدْ بَيَّنَ الرَّسُولُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهَا لَا تَكُونُ إلَّا لِأَهْلِ التَّوْحِيدِ وَالْإِخْلَاصِ
“Allah telah manafikan segala hal yang menjadi sandaran kaum musyrikin berupa sesembahan selain Allah, yaitu dengan menyatakan bahwa tidak ada seorangpun selain-Nya yang memiliki kekuasaan, atau memiliki sebagian dari kekuasan tersebut, atau menjadi pembantu Allah. Sehingga tidak ada yang tersisa kecuali hanya syafaat. Maka Allah jelaskan bahwa syafaat ini tidak berguna kecuali bagi orang yang telah diizinkan untuk memperolehnya, sebagaimana firman-Nya:
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka tidak dapat memberi syafa’at, kecuali kepada orang yang diridhai Allah.” (QS. Al Anbiya’: 28)…
Maka syafa’at yang dipersangkakan oleh orang-orang musyrik itu tidak akan ada pada hari kiamat, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Al qur’an…
Dan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengabarkan, “Bahwa beliau pada hari kiamat akan bersujud kepada Allah dan menghaturkan segala pepujian kepada-Nya, beliau tidak langsung memberi syafaat lebih dahulu,… setelah itu baru dikatakan kepada beliau: “Angkatlah kepalamu, katakanlah niscaya ucapanmu pasti akan didengar, dan mintalah niscaya permintaanmu akan dikabulkan, dan berilah syafa’at niscaya syafa’atmu akan diterima”. (HR. Bukhari dan Muslim)…
Dan Abu Hurairah t bertanya kepada beliau: “siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafa’atmu? Beliau menjawab: “yaitu orang yang mengucapkan la Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya”. (HR. Bukhari dan Ahmad)
Maka inilah Syafa’at yang ditetapkan ini adalah syafaat untuk Ahlul Ikhlas Wat tauhid (orang-orang yang mentauhidkan Allah dengan ikhlas karena Allah semata) dengan seizin Allah; bukan untuk orang yang menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya…
Dan hakikatnya yaitu bahwa Allah lah yang melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas tersebut, dengan memberikan ampunan kepada mereka, dengan sebab doanya orang yang telah diizinkan oleh Allah untuk memperoleh syafa’at, untuk memuliakan sang pemberi syafaat tersebut dan menempatkannya di tempat yang terpuji…
Jadi, syafa’at yang dinafikan oleh Al qur’an adalah yang di dalamnya terdapat kemusyrikan. Untuk itu, Al Qur’an telah menetapkan dalam beberapa ayatnya adanya syafaat yaitu yang dengan izin Allah; dan Nabi pun sudah menjelaskan bahwa syafaat itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertauhid dan ikhlas karena Allah semata”([10]).
Kandungan bab ini:
- Penjelasan tentang ayat-ayat di atas
- Syafa’at yang dinafikan adalah syafa’at yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kemusyrikan.
- Syafa’at yang ditetapkan adalah syafa’at untuk orang-orang yang bertauhid dengan ikhlas, dan dengan izin Allah.
- Penjelasan tentang adanya syafa’at kubra, yaitu: Al Maqam Al Mahmud (kedudukan yang terpuji).
- Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ketika hendak mendapatkan syafaat, beliau tidak langsung memberi syafaat lebih dahulu, tapi dengan bersujud kepada Allah, menghaturkan segala pujian kepada-Nya. Kemudian setelah diizinkan oleh Allah barulah beliau memberi syafaat.
- Adanya pertanyaan: “siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafa’at beliau?
- Syafa’at itu tidak diberikan kepada orang yang menyekutukan Allah.
- Penjelasan tentang hakikat syafa’at yang sebenarnya.
____________________________________________________________
([1]) Lihat penjelasan Syaikh As-Sa’di di al-Qoul as-Sadiid hal 72
([3]) HR Bukhari no. 3475 dan Muslim no. 1688
([4]) HR Bukhari no. 7510 dan Muslim no. 193
([9]) Taqiyuddin Abu Abbas ibnu Taimiyah: Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah An Numairi Al Harrani Ad Dimasqi. Syaikhul Islam, dan tokoh yang gigih sekali dalam gerakan dakwah Islamiyah. Dilahirkan di Harran, tahun 661 H (1263 M) dan meninggal di Damaskus tahun 728 H (1328 M).