Khutbah Jumat – Wali Allah Kok Gila
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستهديه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي بعده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Barang siapa memusuhi wali-Ku, sungguh aku mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai, daripada yang Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan perkara-perkara yang sunah sampai aku mencintainya. Jika aku sudah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengannya. Dan aku menjadi penglihatannya yang dia melihat dengannya. Dan aku menjadi tangannya yang dia memukul dengan tangannya tersebut. Dan aku menjadi kakinya yang dia berjalan di atas kakinya tersebut. Jika dia memohon kepadaku, maka sungguh Aku akan mengabulkan permohonannya. Dan jika dia meminta perlindungan kepadaku, maka sungguh aku akan melindunginya.”([1])
Hadits yang shahih ini menjelaskan tentang hakikat seorang wali. Yang barang siapa memusuhi wali tersebut, maka sungguh dia telah diajak berperang oleh Allah. Dia akan diperangi oleh Allah. Lantas, siapakah hakikat wali tersebut? Dalam hadis Qudsi ini, Allah menjelaskan bahwasanya seorang wali adalah yang mendekatkan dirinya kepada Allah dengan perkara-perkara yang wajib. Setelah itu, dia pun berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah dengan perkara-perkara yang sunah dan selalu demikian.
Dan apa buahnya? Buahnya adalah jika dia jadi seorang wali, maka Allah akan mencintainya,
حَتَّى أُحِبَّهُ
“sampai aku mencintainya.”
Dan jika Allah sudah mencintainya, maka Allah akan menjadi pendengarannya, penglihatannya, tangannya dan kakinya. Disebutkan dalam sebagian riwayat,
وَلِسَانَهُ الَّذِي يَنْطِقُ بِهِ، وَقَلْبَهُ الَّذِي يَعْقِلُ بِهِ
“Maka aku akan menjadi lisannya yang dia berbicara dengannya. Dan aku menjadi hatinya yang dia berpikir dengannya.” ([2])
Ini adalah buah dari perjuangan seseorang menjadi wali Allah. Maka, dia akan senantiasa diberikan taufik oleh Allah. Allah akan menjaga pandangannya, dia tidak akan melihat sembarangan. Jika dia ingin melihat keburukan, maka Allah akan memalingkannya. Jika ada hal-hal buruk yang mungkin terlihat, maka dia akan menghindarinya. Allah juga akan menjaga pendengarannya, dia akan dibuat gelisah jika mendengar hal-hal yang buruk. Dia tidak suka dengan perkara-perkara yang ghibah, bahkan dia dijauhkan dari hal-hal yang buruk untuk didengarkan. Hatinya menjadi benci untuk mendengarkan perkara-perkara yang haram. Demikian juga dengan tangannya dan kakinya, dia tidak akan melangkahkan kakinya menuju hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Ada seorang salaf tatkala dia sakit, mengharuskan kakinya untuk diamputasi. Dan tatkala kakinya diamputasi maka dia berkata: “Demi Allah, kaki ini tidak pernah aku gunakan untuk melangkahkan menuju kemaksiatan kepada Allah”.
Demikian juga tatkala dia hendak berbicara, maka lisannya diberi taufik oleh Allah, dibimbing oleh Allah. Maka dia tidak sembarang berbicara, dia akan memilih kata-kata yang baik untuk diutarakan. Dan dia akan dijaga hatinya, dia tidak akan memikirkan hal-hal yang buruk, sehingga dia selalu dibimbing oleh Allah.
Bukanlah maksud dari seorang wali adalah seorang yang maksum, yang tidak mungkin salah. Karena ke-maksum-an (Al-Ishmah) hanya untuk para nabi. Tetapi, secara umum maksudnya adalah mereka senantiasa taat kepada Allah, senantiasa menjauhkan diri mereka dari kemaksiatan kepada Allah. Kalaupun mereka bersalah, lalu berdosa, maka mereka segera kembali kepada Allah. Dan ini merupakan ciri-ciri dari wali Allah.
Bukan maksud dari hadis ini bahwasanya jika seseorang sudah dicintai oleh Allah, lantas Allah akan bersatu dengannya, sebagaimana yang dipahami oleh pemahaman hululiyah dan ittihadiyah atau yang sering dikenal dengan wihdatul wujud. Bahwasanya Allah bersatu dengan hambanya. Ini adalah kekufuran dan kesyirikan. Akan tetapi, maksud dari hadis ini, bahwa Allah menjadi pendengarannya adalah Allah membimbing pendengarannya. Allah menjadi penglihatannya adalah Allah membimbing penglihatannya, maka di dalam riwayat yang lain. Allah berfirman:
بِي يَسْمَعُ وَبِي يُبْصِرُ
“Dengan aku, dia mendengar dan dengan aku lah, dia melihat.” ([3])
Artinya dengan bimbingan Allah. Karena dalam hadis ini Allah menetapkan bahwa ada Allah dan ada hamba. Ada yang meminta ada juga yang mengabulkan. Ada yang meminta perlindungan, ada juga yang melindungi. Ada yang beribadah dan ada juga yang diibadahi. Berarti Allah bukanlah hamba. Maka sungguh sesat orang-orang yang menyangka hadis ini menunjukkan adanya manunggaling kawula gusti artinya persatuan hamba dengan tuhan. Sehingga mereka mengatakan:
العَبْدُ رَبٌّ وَالرَّبُّ عَبْدٌ
“Hamba adalah tuhan, Tuhan adalah hamba.”
Sebagaimana yang diucapkan oleh Ibnu ‘Arabi yang tersesat dalam pembahasan ini.
Ma’asyiral muslimin semoga dirahmati Allah
Sesungguhnya buah dari seorang yang dicintai oleh Allah adalah Allah akan menjaganya. Maka, benarlah perkataan seorang ulama:
فَلَيْسَ الشَّأْنُ فِي أَنْ تُحِبَّ اللَّهَ، بَلِ الشَّأْنُ فِي أَنْ يُحِبَّكَ اللَّهُ
“Perkaranya bukan pada engkau mencintai Allah. Tetapi (yang paling penting) engkau dicintai oleh Allah.”([4])
Kalau kau sudah dicintai oleh Allah. Maka engkau akan menjadi wali Allah. Maka, jika kau sudah menjadi wali Allah, kau pasti dibimbing oleh Allah, baik pandanganmu, pendengaranmu, langkah kakimu, gerakan tanganmu akan dijaga, begitu juga dengan lisanmu dan pikiranmu akan dibimbing oleh Allah.
Bahkan, lebih dari pada itu, buah dari kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah sebagaimana firman Allah,
وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ
“Jika dia memohon kepadaku, maka sungguh Aku akan mengabulkan permohonannya.”
Terlalu banyak kisah-kisah bagaimana wali-wali Allah apabila mereka berdoa kepada Allah, maka akan dikabulkan oleh-Nya. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah kisah dalam Shahihnya,
أَنَّ الرُّبَيِّعَ وَهِيَ ابْنَةُ النَّضْرِ كَسَرَتْ ثَنِيَّةَ جَارِيَةٍ،
“Sesungguhnya (ada seorang wanita bernama) Rubayyi’ binti Nadhr (saudaranya Anas bin Nadhr) mematahkan gigi seorang wanita.
فَطَلَبُوا الأَرْشَ، وَطَلَبُوا العَفْوَ، فَأَبَوْا،
Lalu, mereka meminta agar membayar arsy dan meminta maaf. Namun, mereka menolaknya.
Maka keluarga Rubayyi’ berkata: bagaimana kalau kita membayar diyah/ganti rugi. Ternyata keluarga wanita tersebut tidak menerimanya. Kemudian, mereka meminta dimaafkan, tetapi tidak diterima juga.
فَأَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَرَهُمْ بِالقِصَاصِ،
Lalu, mereka pun mengadukannya kepada Nabi dan beliau memerintahkan agar mereka diqishash.
Akhirnya, Rasulullah pun memerintahkan agar Rubayyi’ binti Nadhr diqishash, yaitu giginya juga dipatahkan. Maka, hal ini juga didengar oleh saudaranya, yaitu Anas bin Nadhr, seorang sahabat yang sangat mulia, yang mati syahid dalam perang Uhud. Lalu, dia datang kepada Nabi,
فَقَالَ أَنَسُ بْنُ النَّضْرِ: أَتُكْسَرُ ثَنِيَّةُ الرُّبَيِّعِ يَا رَسُولَ اللَّهِ، لاَ وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالحَقِّ، لاَ تُكْسَرُ ثَنِيَّتُهَا،
Dia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah gigi Rubayyi’ akan dipatahkan? Demi Allah, giginya tidak akan dipatahkan.” (Rasulullah kaget mendengar perkataan Anas).
فَقَالَ: «يَا أَنَسُ كِتَابُ اللَّهِ القِصَاصُ»
Rasulullah bersabda: “Wahai Anas, dalam (hukum) Al-Quran harus diqishash.”
Artinya mereka tidak mau memaafkan ataupun menerima ganti rugi dan tidak ada jalan lain kecuali harus diqishash. Akan tetapi kata Anas bahwa gigi Rubayyi’ tidak akan dipatahkan. Tiba-tiba keluarga wanita tersebut datang,
فَرَضِيَ القَوْمُ وَعَفَوْا
Mereka pun rida dan mereka pun memaafkan.
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ مَنْ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ
Lalu Rasulullah (mengomentari dari kisah tersebut) dengan bersabda: “Sungguh, diantara hamba-hamba Allah ada diantara mereka jika bersumpah dengan atas nama Allah. Maka, Allah akan kabulkan sumpahnya.”([5])
Mereka itulah wali-wali Allah. Demikian juga Allah berfirman dalam hadis qudsi ini:
وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Dan jika dia meminta perlindungan kepadaku, maka sungguh aku akan melindunginya.”
Sebagaimana dikisahkan tentang Hasan Al-Bashri, seorang imam dari ulama tabiin. Tatkala dia dikejar oleh Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi untuk ditangkap, maka pasukan tersebut mengejarnya. Maka Hasan Al-Bashri bersembunyi di rumah salah seorang kaum. Kemudian dia berdoa kepada Allah. Maka, pasukan tersebut datang dan masuk ke rumahnya dan memeriksanya. Namun, mereka tidak menemukannya. Kemudian mereka melaporkannya kepada Al-Hajjaj: Wahai Al-Hajjaj, sesungguhnya Hasan Al-Bashri tidak ada. Al-Hajjaj berkata: “Ada, akan tetapi Allah menutup mata-mata kalian.”
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيْئَةٍ فَاسْتَغْفِرُوْه إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله
وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى
رضوانه، اللهم صل عليه وعلى آله وأصحابه وإخوانه. معاشر المسلمين،
Hadis Qudsi yang agung ini menjelaskan bahwasanya jalan untuk menjadi wali Allah terbuka dengan menjaga kewajiban-kewajiban-Nya. Yaitu mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Kemudian, menjalankan hal-hal yang sunah. Dan perkara-perkara dalam Islam mengenai kewajiban-kewajiban mudah untuk diketahui. Perkara-perkara yang sunah yang diajarkan Nabi juga mudah untuk diketahui. Oleh karenanya, siapa saja bisa menjadi wali Allah.
Menjadi wali Allah tidak harus terkenal, tidak harus menjadi orang kaya. Siapa pun bisa menjadi wali Allah, dengan menjalankan kewajiban-kewajiban, meninggalkan hal-hal yang diharamkan, menjalankan hal-hal yang sunah. Maka dia akan menjadi wali-wali Allah.
Tidak dibenarkan bahwasanya sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, untuk menjadi wali-wali Allah harus menempuh jalan-jalan, cara-cara dan ritual tertentu dan belajar dari guru-guru tertentu. Ini semua dusta. Untuk menjadi wali-wali Allah merupakan hal yang mudah. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya, meninggalkan hal yang diharamkan dan mendekatkan dirinya kepada Allah dengan perkara-perkara yang sunah. Dengan hal itu, maka seseorang mampu menjadi wali-wali Allah.
Semakin seseorang selalu mendekatkan dirinya kepada Allah dengan perkara yang disunahkan, maka dia semakin dicintai oleh Allah dan semakin tinggi tingkat per-wali-annya. Oleh karenanya, sungguh aneh pada zaman sekarang ada sebagian orang yang terjerumus dalam kemaksiatan, kemudian dianggapnya sebagai wali. Orang yang meminum khamar dianggap wali. Orang yang meninggalkan salat dianggap wali. Bahkan, orang yang melakukan kemungkaran dan orang gila pun dianggapnya sebagai wali. Dikatakan wali majedub. Akibat dari itu, kita tidak mengetahui hakikat sebenarnya yang gila adalah walinya ataukah yang menganggapnya sebagai wali. Sehingga sebagian mereka yang telah melakukan kemungkaran dan kemaksiatan, justru dianggap wali.
Wali Allah telah jelas, yaitu orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah dengan sunah-sunah Nabi. Orang-orang yang dijaga pandangannya, pendengarannya, lisannya, tidak asal berbicara, pikirannya dan langkah kakinya. Akan tetapi, sebagian orang yang tidak melakukan salat, justru dianggap sebagai wali. Sebagian orang yang menganggap bahwa sebuah kemaksiatan sebagai kebaikan, justru dianggap sebagai wali. Sebagian orang yang menganggap bahwa “semua agama itu benar dan pemeluknya masuk surga”, justru dianggap sebagai wali. Ini adalah cara berpikir yang salah tentang wali-wali Allah.
Semoga Allah menjadikan kita diantara wali-wali-Nya, penolong agama-Nya, mengampuni dosa-dosa kita. Dan semoga Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُنَا إِلَى حُبِّكَ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ، وَحُبَّ الْمَسَاكِينِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لَنَا وَتَرْحَمَنَا، وَإِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةً فِي قَوْمٍ فَتَوَفَّنَا غَيْرَ مَفْتُونِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
_______________________
([2]) H.R. Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir no. 7833
([3]) Mirqatul Mafatih Li ‘Ali Al-Qari 4/1587.
([4]) Dikatakan oleh Ibnul Qayyim di dalam Madarijus Salikin 3/39