Khutbah Jumat – Hobi Menshare Amal Saleh
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستهديه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الل
ه وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
{تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (1) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ (2) }
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” QS. Al-Mulk: 2
Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan dalam ayat ini tentang kualitas amal sebelum berbicara tentang kuantitas amal. Maka hendaknya kita perhatikan kualitas amal karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman “siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya”. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah waktu ditanya tentang amal terbaik maka dia berkata:
أَحْسَنُ عَمَلًا أَخْلَصُهُ وَأَصْوَبُهُ
“amalan yang terbaik adalah yang paling ikhlas dan yang paling sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”([1])
Di antara cara untuk meningkatkan kualitas amal seseorang adalah berusaha menyembunyikan amal tersebut. telah banyak datang dalil yang menjelaskan bahwasanya semakin amal disembunyikan maka akan semakin berkualitas di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Di antaranya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُونَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ»
“barang siapa di antara kalian yang mampu memiliki amalan saleh yang tersembunyi (yaitu tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala) maka lakukanlah.”([2])
Ini merupakan isyarat untuk seseorang berusaha untuk menyembunyikan amal salehnya sebisa mungkin. Oleh karenanya ada 7 golongan yang dinaungi oleh Allah subhanahu wa ta’ala pada hari kiamat kelak adalah orang-orang yang menyembunyikan amalan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ العَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ، أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ”
“Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya([3]), yaitu: imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Rabbnya, laki-laki yang hatinya terpaut pada masjid, dua orang laki-laki yang saling mencintai karena Allah bertemu dan berpisah karena Allah, laki-laki yang diminta oleh wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu ia berkata: aku takut kepada Allah, laki-laki yang bersedekah ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan laki-laki yang mengingat Allah dikala sendirian lalu kedua matanya berurai air mata.” ([4])
Dalam hadits ini disebutkan di antara tujuh golongan yang bahagia dengan naungan Allah subhanahu wa ta’ala adalah وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ “laki-laki yang hatinya terpaut/rindu pada masjid”. Tidak ada yang tahu akan kerinduannya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Dia rindu ingin ke masjid dan tidak dia umumkan kepada orang-orang akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala tahu bahwa hatinya rindu ke masjid.
Dan di antaranya juga وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ، أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ “laki-laki yang bersedekah ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya”. Jangankan orang lain, bahkan sebagian anggota tubuhnya yaitu tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Ini menunjukkan betapa dia berusaha untuk menyembunyikan sedekah yang dia keluarkan.
Dan di antara yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dari ke tujuh golongan tersebut وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ “dan laki-laki yang mengingat Allah dikala sendirian lalu kedua matanya berurai air mata”. Dia menangis bukan di hadapan orang lain akan tetapi dia menangis di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala dan dia sembunyikan tangisannya karena Allah subhanahu wa ta’ala.
Oleh karenanya juga shalat yang terbaik adalah shalat yang disembunyikan. Nabi bersabda:
فَإِنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا المَكْتُوبَةَ
“sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di rumahnya kecuali shalat yang wajib.” ([5])
Semakin seseorang menyembunyikan shalat-shalat sunnahnya maka itu semakin terbaik di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi juga bersabda:
إِنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ
“sesungguhnya sedekah yang sembunyi-sembunyi meredakan amarah Rabb.”([6])
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Jika kalian menampakkan sedekah(kalian), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian; dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 271)
Lihatlah pada ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dua kualitas amal: amal yang tampak dan ikhlas maka lebih baik lagi amal yang ikhlas dan disembunyikan. Amal yang ditampakkan dan dikerjakan dengan ikhlas adalah baik. Akan tetapi lebih baik lagi amalan yang ikhlas dan disembunyikan. Bahkan dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa orang yang bersedekah dengan diam-diam dan disembunyikan maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menghapuskan dosa-dosanya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menutup ayat tersebut dengan mengatakan وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ agar kita tidak khawatir ketika bersedekah dengan sembunyi-sembunyi karena Allah subhanahu wa ta’ala maha mengetahui terhadap apa yang kita kerjakan. Tidak ada satu orang pun yang melihat, istrimu tidak melihat, saudaramu tidak melihat, dan kawanmu tidak melihat akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala maha melihat sedekah yang kau keluarkan.
Ma’asyirol Muslimin, oleh karenanya kita dapati bagaimana praktik para salaf bagaimana mereka benar-benar mempraktikkan hal ini. Mereka berusaha untuk menyembunyikan amal saleh mereka. Al-Awza’I meriwayatkan dari Umar bin Al-Khotthob radiyallahu ta’ala anhu, Umar keluar di malam hari dalam kegelapan malam. Lantas dia diikuti oleh Tolhah bin Ubaidillah. Tiba-tiba Umar masuk ke dalam sebuah rumah lalu meninggalkan rumah tersebut. Ketika keesokan harinya karena Tolhah penasaran maka dia pun datang ke rumah tersebut dan dia dapati di dalam rumah tersebut seorang wanita tua yang sudah buta hanya bisa duduk dan tidak bisa berbuat apa-apa, maka Tolhah bertanya kepada wanita tua tersebut: ‘apa gerangan lelaki semalam datang kepadamu? Wanita buta tersebut menjawab: lelaki tersebut selalu menyediakan kebutuhanku’([7]). Umar radhiyallahu ta’ala anhu malam-malam keluar dan tidak ada yang mengetahuinya dia membantu wanita yang tidak bisa berbuat apa-apa tersebut.
Lihatlah Ayyub As-Sihktiyany rahimahullah ta’ala jika dia shalat malam maka ia menyembunyikan shalat malamnya. Dan tatkala azan subuh dikumandangkan maka ia mengeluarkan suaranya seakan-akan dia baru bangun saat itu dan orang lain tidak mengetahuinya ternyata dia telah mengerjakan shalat malam.([8])
Kemudian Ayyub As-Sihktiyany juga kalau beliau menyampaikan sebuah hadits kemudian hatinya tiba-tiba bersedih dan dia pun menangis maka dia tidak ingin menampakkan tangisannya di hadapan orang lain, lalu dia pun berpaling dengan menampakkan seakan-akan dia sedang flu dia berkata: sungguh berat yang namanya flu([9]). Orang lain menyangka dia sedang flu ternyata dia sedang menangis karena terbawa dengan hadits yang dia bacakan. Dia menyembunyikan tangisannya.
Lihatlah Abul Hasan At-Thusy rahimahullah ta’ala dia masuk ke dalam rumahnya sambil membawa air. Orang lain tidak mengetahui apa yang dia lakukan. Kemudian ada orang yang bertanya kepada anaknya dan anaknya pun bercerita: ‘ayahku masuk ke dalam rumah kemudian menangis dan menangis lalu dia mencuci wajahnya dan memakai celak ketika keluar dari rumahnya agar orang-orang tidak tahu kalau dia baru saja menangis.([10])
Lihatlah Ali bin Al-Husain bin Ali bin Abi Tholib Zainul ‘Abidin radhiyallahu ta’ala anhu, Muhammad bin Ishaq berkata:
انَ نَاسٌ بِالْمَدِينَةِ يَعِيشُونَ، لَا يَدْرُونَ مِنْ أَيْنَ يَعِيشُونَ وَمَنْ يُعْطِيهِمْ، فَلَمَّا مَاتَ عَلِيُّ بْنُ الْحُسَيْنِ فَقَدُوا ذَلِكَ، فَعَرَفُوا أَنَّهُ هُوَ الَّذِي كَانَ يَأْتِيهِمْ فِي اللَّيْلِ بِمَا يَأْتِيهِمْ بِهِ. وَلَمَّا مَاتَ وَجَدُوا فِي ظَهْرِهِ وَأَكْتَافِهِ أَثَرَ حَمْلِ الْجُرْبِ إِلَى بُيُوتِ الْأَرَامِلِ وَالْمَسَاكِينِ فِي اللَّيْلِ
“sekelompok orang di Madinah mereka selalu mendapatkan pasokan makanan dan mereka tidak tahu dari mana makanan tersebut mereka dapatkan. Dan tatkala meninggal Ali bin Al-Husain tiba-tiba bantuan tersebut terputus. Maka mereka akhirnya mengetahui bahwasanya dialah yang biasa tiap malam yang membawakan makanan. Dan ketika dia meninggal mereka mendapatkan di punggung dan pundaknya bekas memanggul makanan ke rumah-rumah para janda dan orang-orang miskin pada tiap malam.” ([11])
Inilah para salaf yang mereka berusaha untuk menyembunyikan amal saleh mereka karena mereka tahu yang Allah subhanahu wa ta’ala cari dari amal seorang hamba adalah kualitasnya.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب وخطيئة فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه.
Ma’asyirol Muslimin, sesungguhnya kita sekarang hidup di zaman medsos di zaman informasi yang begitu mudah untuk disebar dan tersebar. Maka seseorang hendaknya waspada jangan sampai ia mengurangi kualitas amalannya dengan men-share/menyebarkan amal saleh yang dia lakukan. Apapun amal saleh yang kita lakukan maka hendaknya sebisa mungkin kita sembunyikan karena nilainya lebih tinggi di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun kalau kita share amalan kita seperti berbakti kepada orang tua, pergi umrah, melaksanakan ibadah haji, kita bersedekah, atau kita sedang berdakwah kemudian kita share di medsos yang akhirnya kualitas amal kita berkurang. Dan ini adalah yang diinginkan oleh setan. Ibnul Qoyyim rahimahullah ta’ala berkata: ‘bahwasanya setan tatkala tidak mampu untuk menjadikan seseorang untuk terjerumus dalam riya maka setan membuat dia terjerumus dalam hal yang bisa mengurangi kualitas amalnya. Sebelumnya amalnya tersembunyi dan tentunya pahalanya besar dan berlipat-lipat ganda dari pada amalan yang tidak tersembunyi. Akhirnya setan menggelitiki dia yang akhirnya membuat orang tersebut bercerita bahwasanya dia telah melakukan demikian dan demikian lalu dia share di sana sini maka pahala dia pun berkurang dari pahala amal yang tersembunyi menjadi pahala amal yang terlihat. Kemudian setan menggoda lagi dan menggoda lagi hingga akhirnya membuat dia bercerita dalam rangka untuk riya sehingga akhirnya amal saleh yang sebelumnya tercatat menjadi hangus di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka perkara yang menakjubkan pada zaman sekarang ini adalah melakukan amalan yang dulu para salaf bersusah payah untuk menyembunyikan amal saleh mereka maka orang pada zaman sekarang mereka bersusah payah untuk menshare amal saleh mereka dan bersusah payah membuat tim untuk menshare amal saleh yang dilakukan dan mereka tidak tahu bahwasanya amalan saleh yang diterima Allah subhanahu wa ta’ala adalah amalan yang ikhlas di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menganugrahkan kita keikhlasan dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan kita dari penyakit-penyakit hati seperti riya, ‘ujub, dan yang lainnya.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
للَّهمَّ اغفِرْ لنا ما قَدَّمنا وما أَخَّرْنا وما أَسْرَرْنا ومَا أعْلَنْا وما أَسْرفْنا وما أَنتَ أَعْلمُ بِهِ مِنِّا، أنْتَ المُقَدِّمُ، وَأنْتَ المُؤَخِّرُ لا إله إلاَّ أنْتَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
_____________________________________
([1]) Lihat: Tafsir Al-Baghowi 5/124
([2]) HR. Ibnu Abi Syaibah no. 34625. Dan Al-Albani mengatakan dalam kitabnya shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir no. 6018 bahwa hadits ini shohih.
([3]) Yaitu di hari yang sangat panas ketika matahari didekatkan jaraknya hanya 1 mil,
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ، حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ
“Pada hari kiamat, matahari didekatkan jaraknya terhadap makhluk hingga tinggal sejauh satu mil.” HR. Muslim no. 2864
([6]) HR. Ath-Thabrany no. 943. Al-Albani mengatakan dalam kitabnya Shohih Al-Jami’ Ash-Shoghir no. 3759 bahwa hadits ini shohih
([7]) Lihat: Jami’ul ‘Uluum Wal Hikam 2/295
([8]) Lihat: Siyaru A’laamin Nubalaa’ 6/197
([9]) Lihat: Shifatu As-Shafwah 2/175