Khutbah Jum’at – 10 Penghalang Adzab
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستهديه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الل
ه وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya surga sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah ta’ala adalah الطيب المحض yaitu sesuatu yang baik yang murni yang tidak masuk ke dalamnya kecuali orang-orang yang bersih dan yang baik pula yang tidak boleh ternajisi dengan dosa apa pun([1]). Oleh karenanya kita tahu bahwasanya dalam kehidupan ini manusia baik akan tetapi sering ternajisi dengan dosa-dosa. Terkadang ternajisi dengan dosa kesyirikan, terkadang ternajisi dengan dosa kebid’ahan, terkadang ternajisi dengan dosa maksiat antara dia dengan Allah subhanahu wa ta’ala, dan terkadang menajiskan dirinya dengan dosa berbuat zalim kepada orang lain. Yang bisa masuk surga hanyalah orang-orang yang bersih yang dosa-dosa mereka diampuni Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya Allah sebutkan tentang orang-orang baik tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): “Salaamun’alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan.” (QS. An-Nahl: 32)
Allah juga berfirman
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ (73) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الْأَرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (74)
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zumar: 73)
Oleh karenanya jika seseorang dia ternajisi dengan dosa-dosa maksiat maka ia tidak bisa masuk surga. Di sana ada beberapa hal yang bisa menghilangkan najis-najis tersebut dari seseorang agar dia bisa masuk ke dalam surga. Di antaranya:
Pertama: dia bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Jika seseorang bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala maka dia seperti yang disabdakan oleh Nabi
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
“seorang yang bertobat kepada Allah seperti orang yang tidak ada dosa baginya.”([2])
Tinggal dia memenuhi persyaratan tobat:
- Meninggalkan dosa yang dia lakukan.
- Menyesali dosa yang dia lakukan.
- Bertekad untuk tidak mengulanginya.
Jika seseorang telah bertobat dengan menghadirkan 3 perkara ini maka Allah subhanahu wa ta’ala akan menerima tobatnya dan dia pun bersih dari najis-najis dosa tersebut. Maka sungguh indah seseorang yang dianugrahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala tobat sebelum dia meninggal dunia. Maka dosa-dosa yang dia lakukan diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Kedua: beristighfar (memohon ampunan) kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hendaknya seseorang membasahi lisannya dengan istighfar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
طُوبَى لِمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيرًا
“sungguh beruntung orang yang mendapati dalam catatan amalnya istighfar yang banyak.”([3])
Karena dengan istighfar dosa seseorang diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maka hendaknya semampu mungkin seseorang untuk memperbanyak beristighfar kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dimana pun dia berada sebisa mungkin untuk dia beristighfar. Semakin banyak dia beristighfar maka semakin beruntung dia di hari kiamat kelak karena semakin banyak najis-najis dari dosa dari tubuhnya yang gugur di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Ketiga: melakukan Al-Hasanaatul Maahiyyaat yaitu melakukan amal saleh yang amal saleh tersebut bisa menggugurkan dosa-dosanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114)
Oleh karenanya orang yang senantiasa shalat berjamaah maka ini adalah sebab besar untuk menghilangkan dosa-dosanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada seorang sahabat,
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertaqwalah kepada Allah dimana pun engkau berada, dan hendaknya setelah melakukan dosa maka ikut sertakanlah dengan kebaikan niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan dosamu. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik‘”([4])
Maka seseorang jika melakukan dosa segeralah dia untuk melakukan kebajikan. Semoga kebajikan yang dilakukan setelah dosa tersebut akan menghilangkan najis dosa yang baru dia lakukan. Jika seseorang matanya melihat yang haram atau melihat wanita yang tidak pantas untuk dia lihat entah secara langsung atau melalui layar telepon genggamnya atau layar televisi maka hendaknya dia segera bertobat dan segera memandang ayat-ayat Allah subhanahu wa ta’ala, hendaknya ia membaca Al-Quran, dan membuka lembaran-lembaran mushaf semoga apa yang dilakukan tersebut bisa menghapuskan dosa pandangannya tersebut. dan hendaknya seseorang memperbanyak amalan saleh
«العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ»
“Umrah yang satu menuju umrah yang berikutnya menghapuskan dosa-dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.” ([5])
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
«الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ»
“Dari shalat (ke shalat) yang lima waktu, dari Jum’at ke Jum’at, dari Ramadan ke Ramadhan, semua itu dapat menghapuskan (dosa-dosa) di antara waktu tersebut, jika menjauhi dosa-dosa besar.” ([6])
Maka hendaknya seseorang memperbanyak amalan saleh. Jangan lupa untuk zikir pagi dan petang, shalat 5 waktu di masjid, shalat dhuha, berbakti kepada kedua orang tua, dan jangan lupa baca Al-Quran yang semua itu semoga bisa menghapuskan najis-najis dosa yang ada pada dirinya.
Keempat: musibah, penderitaan, dan ujian yang dia hadapi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya”([7])
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
“Janganlah Engkau mencela demam. Karena demam itu bisa menghilangkan kesalahan-kesalahan (dosa) manusia, sebagaimana kiir (alat yang dipakai pandai besi) bisa menghilangkan karat besi.”([8])
Oleh karenanya seseorang jika ditimpa dengan musibah hendaknya dia bersabar. Agar musibah tersebut bisa menggugurkan dosanya maka hendaknya dia bersabar. Adapun jika dia tidak bersabar maka musibah tersebut adalah hukuman baginya. Oleh karenanya di antara hikmah Allah subhanahu wa ta’ala bahwa sebagian kaum muslimin sebelum meninggal dunia diberikan sakit, bisa jadi sakit tersebut bisa menggugurkan dosa-dosanya. Kemudian juga sebagian orang diberikan sakaratul maut untuk menggugurkan dosa-dosanya atau mengangkat derajatnya. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sakaratul maut dan juga diberikan rasa sakit oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Di akhir hayat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasakan demam yang sangat parah sampai-sampai seorang sahabat datang memegang selimut Nabi ternyata selimutnya panas dan panasnya sampai menembus selimut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Abdullah bin Mas’ud,
دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا، فَمَسِسْتُهُ بِيَدِي فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» فَقُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَجَلْ» ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى، مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ، إِلَّا حَطَّ اللَّهُ لَهُ سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا»
“Aku menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang menderita demam yang sangat berat, lantas kupegang dengan tanganku. Aku berujar; wahai Rasulullah sesungguhnya engkau tertimpa demam yang sangat tinggi. Beliau menjawab: “Benar, rasa sakit yang menimpaku ini sama seperti rasa sakit yang menimpa dua orang dari kalian.” Aku berujar; “Oh, kalau begitu Anda mendapatkan pahala dua kali lipat? Jawab beliau: ‘Engkau benar, tidaklah seorang muslim terkena gangguan, baik itu sakit atau lainnya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karena sakitnya sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”([9])
Kemudian juga beliau ketika ditimpa sakaratul maut beliau berkata:
«لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ»
“ laa ilaaha illallaah, sesungguhnya dalam kematian ada perkara yang berat.” ([10])
Dan ini bisa jadi adalah penggugur dosa atau pengangkat derajat seorang mukmin.
Dan ini adalah empat hal yang bisa dilakukan atau dialami seorang mukmin sehingga dosa-dosanya atau najis-najisnya digugurkan. Adapun jika dia sudah meninggal dunia maka ada hal-hal lain yang bisa menggugurkan dosanya, di antaranya:
Kelima: doa seorang mukmin kepadanya terutama doa anak yang saleh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
” إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ ”
“Jika anak adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara; Shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan.” ([11])
Disebutkan dalam hadits ini diantara amalan yang tidak terputus ketika seseorang meninggal adalah anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Secara umum siapa pun yang mendoakan orang mukmin yang lain maka bisa bermanfaat, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan secara khusus anak saleh karena dialah yang paling setia mendoakan orang tuanya. Oleh karenanya kita dianjurkan shalat jenazah agar kita mendoakan mayat yang telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلاً لاَ يُشْرِكُونَ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ شَفَّعَهُمُ اللَّهُ فِيهِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal dunia lantas dishalatkan (shalat jenazah) oleh 40 orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun melainkan Allah akan memperkenankan syafa’at (doa) mereka untuknya.”([12])
Oleh karenanya dianjurkan juga bagi untuk ziarah kubur tujuannya adalah untuk mendoakan penghuni kubur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«زُورُوا الْقُبُورَ؛ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الْآخِرَةَ»
“dan ziarahilah kuburan oleh kalian, sesungguhnya itu mengingatkan kalian kepada kematian.”([13])
Dan juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kita doa ketika berziarah kubur,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ لَلَاحِقُونَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ ”
“Semoga keselamatan tercurahkan untukmu, wahai para penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insya Allah akan menyusul kalian. Kami meminta keselamatan kepada Allah untuk kami dan juga untuk kalian.“([14])
Keenam: orang-orang yang beramal saleh untuknya, seperti orang-orang yang bersedekah untuknya. Dan ijma’ ulama seorang yang bersedekah dan ia niatkan untuk si mayat maka pahala sedekah tersebut sampai kepada sang mayat. Demikian juga orang yang haji dan umrah untuknya maka ulama sepakat bahwa orang yang haji dan umrah untuk si mayat maka akan sampai kepada mayat tersebut.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب وخطيئة فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه.
Ketujuh: di antara hal-hal yang juga bisa menggugurkan najis dosa seseorang adalah kesulitan-kesulitan yang dia alami setelah dia meninggal dunia. Di antaranya dia mengalami dhommatul qobr atau doghthotul qobr yaitu tekanan dalam kuburan. ‘Aisyah radhiyallahu ta’ala anhaa berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً، لَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ
“sesungguhnya di dalam kuburan ada tekanan. Jika ada seseorang yang bisa selamat darinya tentu yang selamat adalah Sa’ad bin Muadz.” ([15])
Sa’ad bin Muadz yang meninggal dalam perang Khondak yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentangnya,
اهْتَزَّ عَرْشُ الرَّحْمَنِ لِمَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ
“Arsy Allah bergetar karena kematiannya Sa’ad bin Muadz.”([16])
Sa’ad bin Muadz orang yang sangat saleh dan orang yang termasuk penghuni surga dia pun tidak selamat dari tekanan/himpitan di kubur. Himpitan kubur tersebut dikatakan oleh para ulama bukan termasuk azab seperti sakaratul maut yang bukan termasuk azab akan tetapi sesuatu penderitaan yang dialami oleh seseorang sebagaimana tatkala di dunia dia sedih, gelisah, dan sakit demikian juga di kuburan dia mengalami dhommah/himpitan yang itu bisa menggugurkan dosa-dosanya atau mengangkat derajatnya.
Kedelapan: demikian juga ketika dia di padang mahsyar dengan kondisi yang sangat mengenaskan tidak berpakaian, tidak beralas kaki, di bawah terik matahari yang jaraknya hanya satu mil, dan dengan panas yang sangat panas maka kesulitan ini yang dihadapi akan mengurangi dosa-dosanya sebagaimana penjelasan para ulama. Sebagian juga ada yang melewati As-Shiroth kemudian di atas shiroth dia terkena cabikan-cabikan dari pisau-pisau yang ada, benda-benda tajam, dan besi-besi yang tajam yang ada di atas shiroth, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang melewati ash-shiroth ada 3 model:
- نَاجٍ مُسَلَّم yaitu selamat tidak terluka sama sekali. Karena di samping shiroth terdapat كَلاَلِيبُ yaitu besi-besi yang tajam yang siap mencabik orang yang melewatinya.
- مَكْدُوْس/مُكَرْدَس langsung dicabik dan langsung masuk ke dalam neraka Jahannam.
- Yaitu orang-orang yang memiliki dosa-dosa akan tetapi dosanya tidak membuat mereka masuk neraka. Dan dosa tersebut dihapuskan dengan sedikit siksaan di atas shiroth. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk jenis yang ketiga:
وَمِنْهُمْ مَنْ يُخَرْدَلُ ثُمَّ يَنْجُو
“ada pula yang tercabik-cabik kemudian selamat melewatinya.”([17])
Dan cabikan-cabikan atau potongan-potongan tersebut yang mengenai tubuh mereka mengurangi dosa-dosa mereka. Dan ini di antara kedahsyatan hari kiamat yang bisa menggugurkan dosa seseorang.
Kesembilan: yang bisa menggugurkan dosa seseorang adalah syafaatus syafi’in yaitu syafaatnya orang yang memberi syafaat. Oleh karenanya orang-orang musyrikin mereka tidak mendapat syafaat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perkataan mereka pada hari kiamat kelak.
تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (97) إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ (98) وَمَا أَضَلَّنَا إِلَّا الْمُجْرِمُونَ (99) فَمَا لَنَا مِنْ شَافِعِينَ (100) وَلَا صَدِيقٍ حَمِيمٍ (101)
”Demi Allah, sesungguhnya kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu (berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam. Dan tidak ada yang menyesatkan kita kecuali orang-orang yang berdosa. Maka sehingga (sekarang) kita tidak mempunyai pemberi syafaat (penolong), dan tidak pula mempunyai teman yang akrab.” (QS. Asy-Syu’ara’ 97-101)
Para ulama mengatakan ini dalil bahwasanya orang-orang beriman bisa memberi syafaat kepada yang lainnya, seorang sahabat bisa memberi syafaat kepada sahabat karibnya jika dia beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan juga disana ada syafaat para nabi dan syafaat para malaikat yang syafaat-syafaat ini bisa menggugurkan dosa-dosa orang-orang yang masih di dalam tubuhnya masih terdapat najis-najis dosa.
Kesepuluh: yang terakhir yang bisa menggugurkan dosa seseorang adalah rahmat Rabbil ‘Alamin. Selama najis tersebut bukan kesyirikan maka masih mungkin untuk diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Bisa jadi seseorang berlumuran dosa tatkala tiba pada hari kiamat akan tetapi bukan dosa kesyirikan. Maka jika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak maka Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuninya tanpa perlu syafaat dan yang lainnya, dan Allah subhanahu wa ta’ala mengampuninya dengan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya sebagian mendapatkan anugerah dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sebagiannya tidak diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Jika ternyata sepuluh sebab ini tidak menggugurkan dosa dan dia luput dari sepuluh sebab ini maka dia harus dibersihkan di neraka jahannam dan dia harus dimasukkan ke dalam neraka jahannam dan disiksa di neraka jahannam untuk dibersihkan dosa-dosanya dan ini tergantung besar kecil dosa yang dia lakukan. Bisa jadi ada seseorang yang dibersihkan di dalam neraka jahannam hanya sekejap kemudian dia keluar lalu masuk ke dalam surga. Dan bisa jadi ada yang lebih lama dari itu tergantung dosa yang dia lakukan kemudian setelah dibersihkan di neraka jahannam akhirnya seorang mukmin selama dia tidak melakukan kesyirikan maka dia pun akan masuk surga.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dosa-dosa kita dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan kita ke dalam surganya.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
للَّهمَّ اغفِرْ لنا ما قَدَّمنا وما أَخَّرْنا وما أَسْرَرْنا ومَا أعْلَنْا وما أَسْرفْنا وما أَنتَ أَعْلمُ بِهِ مِنِّا، أنْتَ المُقَدِّمُ، وَأنْتَ المُؤَخِّرُ لا إله إلاَّ أنْتَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
__________________________________
([1]) Lihat: Al-Wabil Ash-Shoyyib Minal Kalimi Ath-Thoyyib hal: 20
([2]) HR. Ibnu Majah no. 4250 dan Al-Albani mengatakan hadits ini hasan
([3]) HR. Ibnu Majah no. 3818 dan Al-Albani mengatakan hadits ini shohih
([4]) HR. Ahmad 21354, Tirmidzi 1987, ia berkata: ‘hadits ini hasan shahih’. Dan Syu’aib Al-Arnauth mengatakan hadits ini hasan lighairih.
([5]) HR. Bukhori no. 1773 dan Muslim no. 1349
([7]) HR. Bukhori no. 5641 dan Muslim no. 2573
([9]) HR. Bukhori no. 5660 dan Muslim no. 2571
([13]) HR. Ibnu Majah no. 1569, dan dikatakan oleh Al-Albani hadits ini shohih