KHUTBAH JUM’AT – AKIBAT KEPO
Khutbah Pertama
إن الحمد لله، نحمدُه ونستعينُه ونستهديه وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ من شرورِ أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهدِه الله فلا مضلَّ له، ومن يضلِلْ فلا هادي له، وأشهدُ أنْ لا إله إلا الل
ه وحده لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمداً عبده ورسوله. لا نبي معده.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
فإن أصدق الحديث كتابُ الله، وخيرَ الهدى هدى محمد صلى الله عليه وسلم، وشرَّ الأمورِ محدثاتُها، وكلَّ محدثة بدعةٌ، وكلَّ بدعة ضلالةٌ، وكلَّ ضلالة في النار.
معاشر المسلمين، أًوصيكم وإياي بتقوى الله، فقد فاز المتقون
Sesungguhnya di antara keistimewaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi diberikan Jawami’ul Kalim yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُوتِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ
“aku telah diberikan jawami’al kalim (oleh Allah subhanahu wa ta’ala).” ([1])
Yang ini tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya. Adapun jawami’ul kalim adalah kata-kata yang singkat dan padat namun mengandung makna yang sangat dalam. Di antaranya dikumpulkan le hal-Imam An-Nawawi rahimahullah ta’ala dalam kitabnya al-Arbai’in an-nawawiyyah. Maka barang siapa yang menerapkan setiap nasehat nabi dalam jawami’ul kalim kemudian dia terapkan dalam kehidupannya sehari-hari maka akan bermanfaat dalam kehidupannya di dunia maupun di akhirat. Di antara jawami’ul kalim atau nasehat-nasehat nabi yang singkat padat namun maknanya sangat dalam adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مِنْ حُسْنِ إِسْلامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“di antara keindahan atau keelokan Islam seseorang adalah dia meninggalkan apa yang bukan urusannya (apa yang tidak bermanfaat baginya.” ([2])
Sungguh ini adalah nasehat yang sangat indah, nasehat yang sangat kita perlukan terutama di zaman kita sekarang ini “di antara keindahan atau keelokan Islam seseorang adalah dia meninggalkan apa yang bukan urusannya”, maka barang siapa yang ingin Islamnya indah, barang siapa yang ingin imannya meningkat, dan barang siapa yang ingin agamanya sempurna hendaknya dia meninggalkan perkara-perkara yang bukan urusannya dan hendaknya dia fokus terhadap perkara-perkara yang urusannya yang bermanfaat baginya, sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ، خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan. Bersemangatlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata, Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah, Ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan seandainya akan membuka (pintu) perbuatan syaitan.” ([3])
Barang siapa yang fokus kepada perkara-perkara yang memang urusannya yang memang kegiatannya, dan yang memang bermanfaat baginya maka dia akan meraih kebaikan di dunia terlebih lagi kebaikan di akhirat. Dan kalau kita perhatikan di zaman sekarang ini banyak kemudian orang yang menonjol yang kemudian sukses, dan kemudian berhasil tidak lain karena dia menerapkan hadits ini. Dia fokus dan serius dalam menjalani perkara-perkara yang bermanfaat baginya, perkara-perkara yang memang urusannya. Adapun orang-orang yang tertinggal dan terbelakang mereka biasanya tersibukkan dengan perkara-perkara yang bukan urusannya. Sungguh kita di zaman sekarang ini banyak sekali hal-hal yang bisa melalaikan kita dari hal-hal yang bermanfaat yang membuat kita terjebak pada hal-hal yang bukan urusan kita terutama di zaman medsos di zaman teknologi, di zaman media, di zaman informasi yang tiada batasnya maka disertai dengan sifat manusia yang kepo dan ingin tahu maka dia akan terjebak dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, dia mengomentari yang bukan urusannya, dia melihat yang bukan urusannya maka seseorang harus memikirkan hal ini, hendaknya dia meninggalkan segala perkataan yang bukan urusannya yang tidak bermanfaat baginya. Dan dia harus meninggalkan segala pemandangan atau kelip-kelip yang bukan urusannya yang tidak bermanfaat baginya. Dan dia harus memilah milih, dia tinggalkan segala perjalanannya, segala safarnya yang tidak bermanfaat baginya. Jika dia bisa memilah-milih dan dia hanya melakukan hal yang bermanfaat baginya maka tentu dia akan meraih Islam yang sempurna dan dia akan meraih agama yang indah.
Ma’asyirol Muslimin, di antara perkara-perkara yang harus benar-benar harus diperhatikan karena memudah seseorang terjerumus kepada perkara-perkara yang tidak bermanfaat baginya adalah masalah perkataan. Perkataan seharusnya tidak sembarang dia ucapkan, tidak sembarang dia berkomentar, tidak sembarang dia nukil karena betapa banyak orang-orang terjebak dalam hal yang tidak bermanfaat gara-gara masalah perkataan, padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa: 114)
Kebanyakan pembicaraan manusia tidak ada manfaatnya, tidak bermanfaat bagi diri kita sekalian. Kemudian juga Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan di antara ciri-ciri penghuni firdaus,
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِلزَّكٰوةِ فَاعِلُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعٰدُوْنَ ۚ وَالَّذِيْنَ هُمْ لِاَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ ۙ وَالَّذِيْنَ هُمْ عَلٰى صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُوْنَ ۘ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْوَارِثُوْنَ ۙ الَّذِيْنَ يَرِثُوْنَ الْفِرْدَوْسَۗ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-11)
Di antara ciri-ciri Ibadurrahman, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqon: 72)
Mereka tidak nongkrong untuk melihat perkataan yang sia-sia, untuk nimbrung dalam perkataan yang sia-sia. Maka betapa banyak di zaman ini kita terjebak dalam hal ini, ikut-ikutan ngomong, ikut-ikutan komentar, ikut-ikutan menulis status, ikut mendengar dalam pembicaraan orang lain, dan ikut masuk dalam perdebatan orang lain sehingga tidak terasa waktu kita terbuang-buang dikarenakan berbicara yang tidak bermanfaat. Maka berhati-hati dan waspada jangan sampai waktu kita hilang dan umur kita terbuang sia-sia gara-gara omongan-omongan yang tidak bermanfaat.
Di antara perkara yang menjebak manusia dalam perkara yang tidak bermanfaat adalah yang di lihat berupa klip-klip dan youtube yang sekarang banyak beredar di HP kita, di medsos kita, di akun-akun kita, dan sikap kepo kita ingin tahu sehingga banyak hal-hal yang dilihat yang tidak perlu. Kita ingin melihat apa yang dikerjakan si fulan, untuk apa kita mengetahui apa yang dikerjakan oleh si fulan? Kita melihat pertandingan, perkelahian, perdebatan, caci maki dan pergolakan di antara manusia yang tidak ada urusannya dengan kita, namun kita ingin tahu dan melihat apa yang dikerjakan si artis fulan, apa yang dikerjakan polotikus fulan, dan apa yang dikerjakan oleh si fulan, si fulan dan si fulan? Waktu kita habis untuk tahu apa jawabannya, apa bantahannya, dan apa penengahnya, bagaimana perdebatannya? Dan lain-lain yang terus kita ikuti dan tidak ada faedahnya bagi kita dan kita tidak memberikan manfaat kepada orang lain kecuali hanya menonton. Apa faedah yang kita dapatkan setelah berklip-klip dan berjam-jam kita kita habiskan waktu kita? Seandainya kita ambil Al-Quran untuk kita baca, seandainya kita bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala, seandainya kita mendengarkan pengajian maka akan bermanfaat, namun sungguh waktu kita terbuang-buang gara-gara apa yang kita lihat, dan terlalu banyak yang kita lihat dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan kita.
Kemudian di antara hal yang menghabiskan umur kita pada perkara yang tidak bermanfaat, menjadikan Islam kita tidak indah, dan menjadikan iman kita berkurang adalah sibuk dengan mendengarkan berita-berita yang tidak ada urusannya kepada kita. Ingin tahu dengan mendengar berita ini dan berita itu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kita, tidak ada hubungannya dengan perdagangan kita, tidak ada hubungannya dengan istri dan anak-anak kita, dan tidak ada hubungannya dengan kita kemudian kita ingin tahu akhirnya kita mendengar gibah, namimah, tuduhan kemudian kita menganalisa padahal dibangun di atas berita-berita yang belum tentu benar lalu kita membantahnya yang akhirnya kita terjebak dalam hal-hal yang membuat kita binasa, menghabiskan umur kita, menghabiskan waktu kita, bahkan terjerumus dalam dosa-dosa yang dilarang Allah subhanahu wa ta’ala.
أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين من كل ذنب وخطيئة فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
Khutbah Kedua
الحمد لله على إحسانه، والشكر له على توفيقه وامتنانه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له تعظيما لشأنه، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه، اللهم صلي عليه وعل أله وأصحابه وإخوانه.
Ma’asyirol Mu’minin, di antara hal yang bisa membantu kita untuk bisa fokus pada perkara yang bermanfaat dan berusaha untuk meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat adalah perkara-perkara berikut ini:
Pertama: hendaknya kita yakin bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala maha melihat terhadap apa yang kita lakukan, apa saja yang kita kerjakan, apa saja yang kita kerjakan, apa saja yang kita tulis, dan apa saja yang kita lihat maka kegiatan kita semuanya dilihat oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tentu kita tidak ingin Allah subhanahu wa ta’ala melihat kita dalam kondisi kita buang-buang waktu. Ketika kita yakin bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala maha melihat segala apa yang kita kerjakan maka kita ingin tampil di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebaik-baiknya, kita ingin tunjukan di hadapan Rabb kita bahwasanya kita memanfaatkan nikmat umur dan usia yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada kita. Maka seseorang hendaknya menghadirkan dalam dirinya bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala sedang melihat apa yang sedang dia kerjakan. Maka tidak pantas kemudian Allah subhanahu wa ta’ala sedang melihat dia dalam keadaan dia menghabiskan waktunya pada perkara-perkara yang tidak bermanfaat dan dia membuang umurnya begitu saja.
Kedua: agar membantu kita untuk fokus kepada perkara yang bermanfaat dan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat yang bukan urusan kita maka kita harus yakin bahwasanya segala apa yang kita ucapkan, segala apa yang kita lihat, segala apa yang kita dengar akan tertulis dalam catatan amal kita yang akan kita lihat pada hari kiamat kelak dan tidak ada yang tertinggal sedikitpun, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Semua yang kita ucapkan, semua yang kita lafalkan, semua yang kita komentari, semua yang kita kritiki, dan semua yang kita tanggapi maka semuanya tercatat dan akan kita lita lihat dalam catatan amal kita. Maka sungguh merugi jika ternyata yang kita lihat adalah kata-kata yang tidak ada manfaatnya yang tidak ada faedahnya, yang terkadang membawa kemudhorotan kepada kita, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun”.” (QS. Al-Kahfi: 49)
Tentunya kita tidak ingin catatan amal kita terisi dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat, terisi dengan klip-klip youtube, komentar-komentar, mendengar lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang tidak bermanfaat, analisa-analisa ngawur yang tidak dibangun di atas sumber yang benar. Dan habis umur kita dan ternyata bukan habis begitu saja, dan semuanya tercatat dalam catatan amal kita dan kita akan melihatnya ada hari kiamat kelak, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
Seandainya kita melihat catatan amal kita dan ternyata isinya adalah istighfar, bacaan Al-Quran, pengajian, berdakwah, dan membantu orang lain maka sungguh ini adalah catatan amal yang indah.
Ketiga: sesungguhnya di antara sebab-sebab kebahagiaan adalah meninggalkan perkara yang bukan urusan kita. Kalau kita ingin bahagia maka sibuk dan fokuslah terhadap apa yang bermanfaat bagi kita dan tinggalkan segala perkara yang bukan urusan kita maka kita akan bahagia. Bayangkan jika seseorang sibuk dengan yang bukan urusannya, sibuk dengan urusan orang lain, sibuk dengan politik orang lain, sibuk dengan perdebatan orang lain, menilai sana membela sini, dan membantah warganet sehingga hati dia terisi dengan dengki, dongkol, hasad, murka, berprasangka buruk kepada orang lain maka bagaimana dia mau bahagia? Kalau Anda ingin Anda bersih dan tidak dengki kepada orang lain, tidak berprasangka buruk kepada orang lain maka sibukkan diri Anda dengan urusan Anda dan jangan sibuk dengan yang bukan urusan Anda yang membuat hati ini penuh dengan kebencian, kesengsaraan, dan tidak ada kebahagiaan karena sibuk dengan urusan yang bukan urusannya.
Ma’asyirol Muslimin, demikian juga kita melihat sana-sini, melihat ada orang kaya yang mobilnya mewah kemudian hati kita menjadi tidak bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala, hati kita menjadi sengsara memikirkan mengapa mobil orang mewah sedangkan mobilnya tidak mewah, mengapa rumah orang lain mewah sedangkan rumahnya kecil sehingga membuatnya kemudian tidak bahagia. Mengapa ini bisa terjadi? Karena terlalu banyak melihat perkara yang bukan urusan kita. Ada orang aneh-aneh ingin mendapat penonton yang sangat banyak maka dia membuat acara yang aneh-aneh, shooting kemudian dibuat klip lalu disebar, lalu kita ikutan untuk menontonnya, habis waktu kita sebanyak 15 menit atau 20 menit untuk menonton yang tidak ada manfaatnya, hati kita pun menjadi hitam dan menjadi sengsara, seandainya waktu kita tidak dihabiskan untuk melihat klip-klip tersebut atau mendengar berita-berita tersebut, berita tentang alam dunia dan macam-macam lainnya yang bukan urusan kita maka kita akan fokus mengurus istri kita, anak-anak kita, diri kita, agama kita, hafalan kita, dan hal-hal yang bermanfaat bagi kita. Maka seseorang harus sadar, kalau dia ingin bahagia maka tinggalkan perkara-perkara yang bukan urusannya.
Keempat: ketahuilah sejauh mana Anda sibuk dengan perkara yang bukan urusan Anda maka akan luput dari Anda manfaat-manfaat yang seharusnya bisa Anda raih. Contoh seorang pemuda di zaman sekarang sibuk ikut berita misalnya, berita pertandingan liga ini atau liga itu lalu dia menonton pertandingan pertama, kedua, ketiga, semi final, final, dan seterusnya kemudian ganti dengan liga yang berikutnya, berikutnya, dan berikutnya yang tiada berhenti, lalu dia juga mengikuti bagaimana pemain bola ini bagaimana kabarnya? Bagaimana beritanya? Siapa yang kontrak? Dan seterusnya dia ikuti, maka habis waktunya berjam-jam jika dikumpulkan. Kita tanya kepada pemuda ini: wahai sang pemuda, apa yang kau dapatkan dari ini semua? Apakah kau dapat harta dari menonton ini semua? Maka dengan pasti dan yakin dia akan menjawab: tidak ada harta yang saya dapatkan. Tanyakan lagi kepadanya: kau menghabiskan semua waktu ini untuk menonton semua ini, apakah ada keutamaan yang menjadikan kau mulia dengan menonton semua ini? Dia pasti akan menjawab: tidak ada. Dengan yakin dia akan menjawab: tidak ada kemuliaan karena menonton semua ini. Maka kita tanyakan lagi: lalu apa yang kau dapatkan? Dia hanya akan menjawab: saya hanya menghibur diri saya dengan menonton ini semua. Subhanallah, hiburan apa yang kau dapatkan wahai sang pemuda? Semua menonton ini semua hatimu akan menjadi risau, membuatmu ingin menonton lagi, membuatmu menjadi kecanduan, tidak ada ketenangan, memang kau mendapatkan kelezatan, tapi kau tidak mendapatkan kebahagiaan. Sejauh mana kau melalaikan umurmu, nikmat yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepadamu kau buang-buang kepada perkara yang tidak bermanfaat maka Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan hukuman kepada hatimu sehingga tercabut kebahagiaan dari hatimu, wal ‘iyadzu billah. Kemudian betapa banyak manfaat yang luput darimu? coba waktu yang banyak ini kau gunakan untuk bekerja, bukankah kau belum menikah, bukankah kau perlu membangun rumah untuk dirimu? bukankah kau memerlukan kebahagiaan untuk masa depanmu? Maka betapa banyak waktu yang terbuang begitu saja, seandainya dia fokuskan waktunya untuk agamanya atau untuk dunianya tentu itu akan bermanfaat baginya.
Ma’asyirol muslimin, sejauh mana seseorang sibuk terhadap perkara yang bukan urusannya maka dia akan terlalaikan dari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Seandainya waktu-waktu tersebut yang kita buang setiap hari, berjam-jam untuk menonton berita-berita atau klip-klip yang tidak bermanfaat, untuk mengomentari dan ikut nimbrung, seandainya waktu tersebut kita gunakan untuk membaca Al-Quran, untuk bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala, untuk beristighfar, untuk silaturahmi kepada orang tua, untuk menghubungi orang tua, untuk menghubungi saudara-saudara, untuk mengunjuk sanak saudara dan lain-lainnya maka banyak manfaat yang bisa kita kerjakan dan tentunya kita akan diberikan kebahagiaan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
للَّهمَّ اغفِرْ لنا ما قَدَّمنا وما أَخَّرْنا وما أَسْرَرْنا ومَا أعْلَنْا وما أَسْرفْنا وما أَنتَ أَعْلمُ بِهِ مِنِّا، أنْتَ المُقَدِّمُ، وَأنْتَ المُؤَخِّرُ لا إله إلاَّ أنْتَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
([1]) HR. Ahmad no. 7403, dan dikatakan oleh Syu’aib Al-Arnauth hadits ini shohih
([2]) HR. Ahmad no. 1737, dan dikatakan oleh Syu’aib Al-Arnauth hadits ini hasan