Kisah Nabi Daud ‘alaihissalam
Pada kesempatan kali ini, dengan izin dan karunia Allahﷻ kita akan membahas sejarah dari salah seorang hamba yang sangat mulia, yaitu Nabi Daud ‘alaihissalam. Allahﷻ mengulang-ulang kisahnya di dalam beberapa surah. Di akhir pembahasan kita akan menyebutkan bagaimana pandangan orang-orang Nasrani dan Yahudi dalam perjanjian lama tentang Nabi Daud ‘alaihissalam. Dan kita akan membandingkan bagaimana pemuliaan Islam terhadap Nabi Daud ‘alaihissalam dan bagaimana penghinaan orang-orang Nasrani terhadap Nabi Daud ‘alaihissalam.
Nabi Daud ‘alaihissalam sering disebut oleh Nabi Muhammad ﷺdalam hadis-hadisnya sebagai contoh dan teladan bagi para sahabat-sahabat beliau bahwa Nabi Daud ‘alaihissalam adalah orang yang sangat rajin beribadah. Di antara hadis yang memuji Nabi Daud ‘alaihissalam adalah sabda Nabiﷺ,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari memakan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud ‘alaihissalam memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” ([1])
Sesungguhnya hadis ini juga menjadi motivasi agar seseorang tidak meminta-minta atau tidak berharap kepada orang lain. Sebagaimana Nabi Daud ‘alaihissalam yang makan dari hasil usahanya sendiri.
Kemudian dalam hadis yang lain Nabi Daud ‘alaihissalam dipuji karena beliau sangat indah dalam membacakan kitab Zabur. Sampai-sampai gunung-gunung dan burung-burung pun ikut bertasbih bersama beliau. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu bahwa Nabiﷺ pernah mendengarnya membaca Alquran dengan suara yang indah, kemudian Nabiﷺ bersabda,
يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ
“Wahai Abu Musa, sesungguhnya kamu telah dikaruniai suara yang indah dari suara-suara indah keluarga Daud ‘alaihissalam.” ([2])
Nabiﷺ juga memuji Nabi Daud ‘alaihissalam tentang ibadahnya. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullahﷺ berkata kepadanya,
أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوْمًا، وَيُفْطِرُ يَوْمًا
“Shalat yang paling Allah cintai adalah salatnya Nabi Daud ‘alaihissalam. Dan shaum (puasa) yang paling Allah cintai adalah shaumnya Nabi Daud ‘alaihissalam. Nabi Daud ‘alaihissalam tidur hingga pertengahan malam lalu salat pada sepertiganya kemudian tidur kembali pada seperenam akhir malamnya. Dan Nabi Daud ‘alaihissalam shaum sehari dan berbuka sehari.” ([3])
Dalam riwayat yang lain Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma berkata,
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي أَقُولُ: وَاللَّهِ لَأَصُومَنَّ النَّهَارَ، وَلَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنْتَ الَّذِي تَقُولُ وَاللَّهِ لَأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ، قُلْتُ: قَدْ قُلْتُهُ قَالَ: إِنَّكَ لاَ تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ، فَصُمْ وَأَفْطِرْ، وَقُمْ وَنَمْ، وَصُمْ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، فَإِنَّ الحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ، فَقُلْتُ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ، قَالَ: قُلْتُ: إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ، قَالَ: فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا، وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ وَهُوَ أَعْدَلُ الصِّيَامِ، قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: لاَ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ
“Disampaikan kabar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa aku berkata; “Demi Allah, sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku akan salat malam sepanjang hidupku.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku: “Benarkah kamu yang berkata; ‘Sungguh aku akan berpuasa sepanjang hari dan sungguh aku pasti akan salat malam sepanjang hidupku?’.” Aku menjawab; “Demi bapak dan ibuku sebagai tebusannya, sungguh aku memang telah mengatakannya”. Maka Beliau berkata: “Sungguh kamu pasti tidak akan sanggup melaksanakannya. Akan tetapi berpuasalah dan berbukalah, salat malam dan tidurlah dan berpuasalah selama tiga hari dalam setiap bulan karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa dan itu seperti puasa sepanjang tahun”. Aku katakan; “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah selama dua hari”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Beliau berkata: “Kalau begitu puasalah sehari dan berbukalah sehari, yang demikian itu adalah puasa Nabi Allah Daud ‘alaihissalam yang merupakan puasa paling utama”. Aku katakan lagi: “Sungguh aku mampu yang lebih dari itu”. Maka beliau bersabda: “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu.” ([4])
Hadis ini merupakan nasihat Nabiﷺ kepada Abdullah bin ‘Amr, akan tetapi Nabiﷺ juga mengabarkan bahwa puasa yang terbaik adalah puasanya Nabi Daud ‘alaihissalam. Karena dalam hadis sebelumnya Nabiﷺ bersabda,
وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ
“Dan shaum (puasa) yang paling Allah cintai adalah shaumnya Nabi Daud ‘alaihissalam.” ([5])
Inilah hadis-hadis yang menyebutkan bagaimana Nabi Muhammad ﷺ memuji Nabi Daud ‘alaihissalam dari sisi bacaannya, puasanya, salat malamnya, dan pekerjaannya. Bagaimanakah kisah Nabi Daud ‘alaihissalam?
Kita akan memulai kisah Nabi Daud ‘alaihissalam dari surah Al-Baqarah ayat 246. Allahﷻ bercerita tentang awal dikenalnya Nabi Daud ‘alaihissalam. Awal mula kisah Nabi Daud ‘alaihissalam disebutkan setelah zaman Nabi Musa ‘alaihissalam. Intinya, setelah berselang waktu yang jauh dari zaman Nabi Musa ‘alaihissalam([6]), disebutkan bahwa ada seorang nabi bernama Nabi Samuel ‘alaihissalam. Ada yang menyebutkan bahwa Samuel itu adalah bahasa Ibrani, sedangkan jika dalam bahasa Arab dibaca Ismail. Di zaman Nabi Samuel ‘alaihissalam inilah akan muncul Nabi Daud ‘alaihissalam([7]). Allahﷻ berfirman,
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلَإِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلَّا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
“Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah seorang raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Nabi mereka menjawab, “Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan berperang juga?” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami?” Tetapi ketika perang itu diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 246)
Di dalam ayat ini dikisahkan bahwa Bani Israil pada waktu itu kembali ditindas dan terusir dari negeri mereka, yaitu Palestina. Anak-anak mereka ditawan, sehingga mereka berada dalam kesusahan. Maka, dalam kondisi tersebut mereka meminta kepada Nabi mereka, yaitu Nabi Samuel ‘alaihissalam, agar diutus kepada mereka seorang raja, dengan tujuan supaya mereka dapat berenang bersama raja mereka tersebut melawan musuh-musuh mereka. Akan tetapi, Nabi mereka khawatir kelak tatkala diwajibkan perang atas mereka, mereka kemudian mundur dari perintah tersebut. Dan ternyata, Allahﷻ menceritakan bahwa akhirnya terjadilah kekhawatiran yang dikhawatirkan oleh Nabi mereka, yaitu mereka -yakni Bani Israil- banyak yang berpaling dari janji mereka untuk berjihad setelah diutusnya raja kepada mereka. ([8])
Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa faedah dari ayat ini adalah janganlah seseorang hanya bersandar kepada kemampuannya sendiri. Di antara doa Nabiﷺ,
فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku sendiri (janganlah Engkau berpaling dariku) meskipun hanya sekejap mata, perbaikilah semua urusanku, tidak ada Tuhan selain Engkau).” ([9])
Seseorang baru boleh percaya diri tatkala dia telah bersandar kepada Allahﷻ. Namun, ketika seseorang lebih percaya kepada dirinya dan lupa bahwa semuanya berasal dari Allahﷻ, maka yang demikian tidak diperbolehkan, karena hal ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Demikianlah Bani Israil. Karena mereka langsung mengatakan bahwa mereka pasti mampu untuk berperang dan mereka lupa bahwasanya segala kemampuan datangnya dari Allahﷻ, maka tatkala perang telah diwajibkan ternyata hanya sedikit yang merealisasikan janji mereka.
Akhirnya, Nabi yang diutus tatkala itu berdoa kepada Allahﷻ untuk diutus kepada mereka seorang raja. Maka, Allahﷻ pun mengutus raja bagi mereka. Allahﷻ berfirman,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana Thalut memperoleh kerajaan atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu dari padanya, dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi) menjawab, “Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik.” Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247)
Para Ahli tafsir mengatakan bahwa konon di zaman dahulu keturunan Nabi atau raja biasanya berasal dari satu di antara dua belas suku Sibth. Sedangkan Thalut bukan berasal dari keturunan Nabi ataupun keturunan raja, sedangkan dia adalah orang yang miskin. Allahﷻ telah mengutus Thalut kepada Bani Israil, tatkala itu sebagai Raja. Maka, mereka protes atas keputusan tersebut. Lihatlah, bagaimana sikap pembangkangannya kaum Bani Israil. Mereka meminta kepada Nabi mereka untuk diutus seorang Nabi. Akan tetapi, tatkala Allah telah mengutus seorang raja, mereka protes atas keputusan Allahﷻ. Bahkan, mereka memprotes keputusan Allah dengan berdalil bahwa Thalut itu bukan berasal dari keturunan nabi-nabi atau raja-raja dan juga seorang yang miskin. Sedangkan, menurut mereka Raja itu harusnya memiliki kekayaan dan berasal dari keturunan raja. Akan tetapi, Nabi mereka menjelaskan bahwa Thalut telah dipilih oleh Allahﷻ dengan kelebihan ilmu dan fisiknya (kekuatan). Dan kedua hal ini adalah dua hal penting yang harus dimiliki oleh seorang raja, terlebih lagi pada zaman tersebut. Oleh karenanya, Nabi Samuel mengingatkan Bani Israil bahwa Thalut itu pantas menjadi raja karena dia adalah cerdas dan orang yang kuat, meskipun bukan berasal dari keturunan bangsawan. ([10])
Kemudian untuk mendatangkan dalil bahwa Thalut adalah seorang raja, Nabi Samuel kemudian berkata,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوسَى وَآلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kerajaannya ialah datangnya Tabut kepadamu, yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dibawa oleh malaikat. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagimu, jika kamu orang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 248)
Di dalam buku-buku tafsir, Tabut memiliki berbagai macam pengertian. Ada yang mengatakan bahwa Tabut adalah semacam tempayan yang disitu dahulu para Nabi dibersihkan dadanya seperti Nabiﷺ tatkala Isra’ Mikraj. Ada pula yang mengatakan bahwa Tabut adalah angin yang mendatangkan ketenangan. Akan tetapi, penulis belum mengetahui pendapat mana yang lebih benar dari pendapat-pendapat para ulama tafsir. Akan tetapi, ayat ini secara bahasa menunjukkan bahwa akan datang Tabut (suatu tempat) atau sunduk yang di dalamnya ada sakinah (ketenangan) dan sisa peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam. Sehingga, tanda bahwa Thalut adalah seorang raja adalah dengan datangnya tempat tersebut. Dan benar, bahwa malaikat membawa sunduk tersebut. Adapun tentang apa yang menjadi peninggalan keluarga Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam, ahli tafsir ada yang mengatakan bahwa itu adalah lembaran-lembaran Taurat yang tersisa. Sebagian yang lain mengatakan bahwa itu adalah tongkat Nabi Musa ‘alaihissalam. Akan tetapi, tidak ada riwayat yang sahih yang menjelaskan peninggalan Nabi Musa dan Nabi Harun ‘alaihimassalam. Semua kabar tersebut datang dari kisah Israiliyat dengan berbagai khilaf di kalangan mereka. Maka, tatkala malaikat telah membawakan Tabut tersebut di hadapan mereka (Bani Israil), barulah mereka percaya bahwa Thalut adalah seorang Raja yang diutus. ([11])
Kemudian Allahﷻ berfirman,
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Maka ketika Thalut membawa bala tentaranya, dia berkata, “Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka barang siapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan barang siapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Thalut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 249)
Setelah Thalut jadi raja, dia pun keluar bersama pasukannya dari Bani Israil untuk perang melawan Jalut yang telah merebut negeri Bani Israil dan menawan anak-anak mereka. Tatkala mereka keluar bersama pasukannya, Thalut mengingatkan kepada pasukannya bahwa perjalanan yang ditempuh sangat jauh dan akan mendatangkan rasa haus yang luar biasa. Dan Thalut mengingatkan bahwa nanti akan ada sungai yang menjadi ujian bagi mereka dari Allahﷻ atas rasa haus yang mereka alami. Ujiannya adalah pasukan Bani Israil tidak boleh minum dari sungai tersebut, kecuali seteguk bagi yang sangat-sangat haus. Ternyata yang terjadi kemudian adalah banyak dari mereka minum dari sungai tersebut. Ini juga menjadi bukti betapa busuknya hati-hati mereka karena berani melanggar perintah Allahﷻ.
Disebutkan dalam hadis yang sahih bahwa sebelumnya terdapat ribuan orang yang keluar bersama Thalut untuk memerangi Jalut. Akan tetapi, tatkala melewati sungai tersebut, akhirnya banyak yang berguguran karena minum dari air sungai tersebut. Adapun yang bertahan untuk tidak minum sekitar tiga ratus ditambah dengan belasan orang lebih. Diriwayatkan jumlah yang tersisa sama dengan jumlah sahabat yang menghadapi perang Badr. ([12])
Akhirnya, beberapa pasukan yang tersisa tetap maju bersama Thalut melawan Jalut. Allahﷻ kemudian berfirman,
وَلَمَّا بَرَزُوا لِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالُوا رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Dan ketika mereka maju melawan Jalut dan tentaranya, mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 250)
Inilah orang-orang yang beriman. Mereka tidak yakin terhadap diri mereka, kecuali jika mereka telah yakin kepada Allahﷻ. Karena, terkadang ada orang yang lupa diri bahwa dia bisa menang tanpa pertolongan. Oleh karenanya, Allahﷻ menyebutkan tatkala perang Hunain,
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang.” (QS. At-Taubah: 25)
Tatkala perang Hunain, para sahabat bangga dengan jumlah mereka yang tatkala itu berjumlah dua belas ribu orang. Karena mereka terlalu percaya diri dengan jumlah mereka, akhirnya mereka mengalami kekalahan dalam perang Hunain.
Maka, tatkala pasukan Thalut tahu bahwa jumlah mereka lebih sedikit dari jumlah pasukan Jalut. Akhirnya, mereka pun berdoa kepada Allahﷻ.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah : 250)
Setelah mereka berdoa dan berperang melawan pasukan Jalut, mereka pun akhirnya menang. Allahﷻ berfirman,
فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Daud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Daud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)
Bagaimana cara Thalut dan pasukannya menang melawan Jalut dan pasukannya? Ternyata, di antara sekian ratus pasukan Thalut, ada seorang pemuda bernama Daud ‘alaihissalam. Dialah yang berhasil membunuh Jalut. Adapun bagaimana cara beliau membunuh Jalut, terdapat berbagai macam versi dalam buku-buku tafsir. Intinya adalah tatkala Jalut meminta pasukan Thalut untuk melawannya, tidak ada yang berani keluar melawannya. Namun, ada seorang pemuda yang keluar dan maju melawan Jalut, yaitu Nabi Daud ‘alaihissalam.
Dalam hadis yang sahih tidak disebutkan bagaimana proses Nabi Daud ‘alaihissalam membunuh Jalut. Namun, dalam sebagian kisah Israiliyat disebutkan bahwa Daud ‘alaihissalam seorang penggembala kambing yang suka menggunakan katapel untuk mengusir serigala-serigala yang hendak memakan hewan ternaknya. Sehingga, Nabi Daud ‘alaihissalam adalah orang yang mahir dalam melempar batu menggunakan katapel. Tatkala beliau melawan Jalut, beliau tidak langsung melakukan kontak langsung melainkan beliau mengambil kurang lebih lima batu, kemudian diputar di atas katapelnya, kemudian dilemparkan ke Jalut hingga terkapar, kemudian beliau mendatanginya dan menyembelih kepalanya. Dan ketika Jalut telah tewas, maka pasukan-pasukannya pun hilang semangat dan kemudian dikalahkan oleh pasukan Bani Israil. Akan tetapi, ini adalah kisah yang datang dari kisah-kisah Israiliyat, dan tidak ada hadis-hadis sahih yang menceritakan hal ini. ([13])
Maka, itulah pertama kali Nabi Daud ‘alaihissalam muncul dan menjadi terkenal di kalangan Bani Israil. Oleh karenanya, di dalam ayat ini Allahﷻ mengatakan,
وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَفَسَدَتِ الْأَرْضُ وَلَكِنَّ اللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْعَالَمِينَ
“Kemudian Allah memberinya (Daud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.” (QS. Al-Baqarah: 251)
Ada sebagian ahli tafsir yang menyebutkan bahwa Thalut akhirnya menyerahkan kerajaannya kepada Nabi Daud ‘alaihissalam. Sejak saat itu, mulailah muncul seorang Nabi yang juga seorang Raja yaitu Nabi Daud ‘alaihissalam. Sebelumnya nabi-nabi berasal dari keturunan Nabi, dan Raja-raja berasal dari keturunan raja pula. Akan tetapi, Nabi Daud ‘alaihissalam adalah orang yang pertama mengumpulkan antara kenabian dan kerajaan. ([14])
Kemudian Allahﷻ berfirman,
تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan kepadamu dengan benar dan engkau (Muhammad) adalah benar-benar seorang rasul.” (QS. Al-Baqarah: 252)
Inilah kisah awal munculnya Nabi Daud ‘alaihissalam.
Keistimewaan Nabi Daud ‘alaihissalam
Nabi Daud ‘alaihissalam diberikan banyak keistimewaan oleh Allahﷻ. Allahﷻ berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا
“Dan sungguh, Telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami.” (QS. Saba’: 10)
Apa-apa kelebihan yang dikaruniakan oleh Allahﷻ kepada Nabi Daud ‘alaihissalam? Allahﷻ berfirman,
اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Bersabarlah (Muhammad) atas apa yang mereka katakan; dan ingatlah akan hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sungguh dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shad: 17)
Ayat ini bercerita tentang perintah Allahﷻ kepada Nabi Muhammadﷺ untuk bersabar atas ejekan-ejekan, hinaan, dan gangguan fisik maupun mental lainnya dari kaum Quraisy. Dan Nabiﷺ juga sangat sedih tatkala dilontarkan tuduhan-tuduhan yang tidak mengenakkan oleh kaum Quraisy([15]). Oleh karenanya, dalam ayat yang lain Allahﷻ berfirman memberikan solusi kepada Nabiﷺ,
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَ. فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ. وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (salat), dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu Al-Yaqin (ajal).” (QS. Al-Hijr: 97-99)
Maka, bagi orang yang diuji dengan hinaan, cacian, dan tuduhan yang tidak mengenakkan, sementara dia tidak bisa melindungi dirinya. Tidak ada jalan selain berdoa kepada Allahﷻ dan menyibukkan diri mendekatkan diri kepada Allahﷻ dengan salat, zikir dan ibadah yang lainnya.
Tatkala Allahﷻ memerintahkan agar Nabiﷺ bersabar, Allahﷻ memperingatkan Nabiﷺ tentang kisah Nabi Daud ‘alaihissalam yang rajin beribadah. Oleh karenanya, Allahﷻ mengatakan,
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُودَ ذَا الْأَيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Dan ingatlah akan hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sungguh dia sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shad: 17)
Dalam segala kegiatannya, Nabi Daud ‘alaihissalam disebutkan senantiasa mengingat Allahﷻ. Di dalam kesedihannya pun juga senantiasa mengingat Allahﷻ. Bahkan, tatkala bermaksiat beliau langsung kembali kepada Allahﷻ. Inilah ciri utama Nabi Daud ‘alaihissalam yaitu di antara memiliki kekuatan dan senantiasa kembali kepada Allahﷻ([16]).
Kemudian Allahﷻ berfirman,
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) pada waktu petang dan pagi.” (QS. Shad: 18)
Allahﷻ mengabarkan bahwa tatkala Nabi Daud ‘alaihissalam sedang berzikir pagi dan petang, gunung-gunung ikut bertasbih bersama beliau. Adapun bagaimana cara gunung-gunung bertasbih tidak ada yang mengetahuinya kecuali Nabi Daud ‘alaihissalam. Allahﷻ berfirman,
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra’: 44)
Akan tetapi Nabi Daud ‘alaihissalam tahu, karena Allahﷻ mengabarkan kepada beliau bahwa gunung-gunung ikut bertasbih bersama beliau.
Kemudian Allahﷻ berfirman,
وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ
“Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shad: 19)
Tatkala Nabi Daud ‘alaihissalam berzikir di waktu pagi dan petang, burung-burung pun datang dan berkumpul bersama Nabi Daud ‘alaihissalam untuk ikut zikir pagi dan petang. Ketika Nabi Daud ‘alaihissalam membaca kitab Zabur, burung-burung juga akan datang untuk ikut mendengarkan bacaan Nabi Daud ‘alaihissalam. Ada yang mengatakan bahwa burung-burung datang karena saking indahnya suara beliau. Intinya adalah Nabi Daud ‘alaihissalam mendengar gunung-gunung dan burung-burung bertasbih. ([17])
Adapun firman Allahﷻ yang mengatakan,
كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ
“Masing-masing sangat taat (kepada Allah).” (QS. Shad: 19)
Terdapat dua tafsiran akan firman Allah ini. Pendapat pertama adalah bahwa gunung-gunung dan burung itu taat kepada Allah, dan pendapat kedua mengatakan bahwa gunung-gunung dan burung-burung mengikuti tasbihnya Nabi Daud ‘alaihissalam. ([18])
Kemudian Allahﷻ berfirman,
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.” (QS. Shad: 20)
Pada ayat ini Allah memberikan karunia kepada Nabi Daud ‘alaihissalam menjadi qadhi (hakim) yang sangat hebat.
Di antara keistimewaan Nabi Daud ‘alaihissalam, adalah besi menjadi lunak di tangan beliau. Allahﷻ berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
“Dan sungguh, Telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud,” dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (QS. Saba’: 10)
Sebagian Ahli tafsir mengatakan bahwa di antara mukjizat Nabi Daud ‘alaihissalam adalah besi yang dia pegang akan menjadi lunak (lembek) tanpa perlu dipanaskan terlebih dahulu, sehingga beliau mudah untuk membentuk macam-macam apa yang beliau kehendaki. ([19])
Kemudian Allahﷻ berfirman,
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“(yaitu) Buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba’: 11)
Akan tetapi, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa yang dimaksud besi menjadi lunak untuk beliau adalah Allahﷻ mengaruniakan ilmu kepada beliau bagaimana agar bisa mengolah besi dengan dipanaskan sebagaimana wajarnya dan menjadi ilmu yang diwariskan bagi umat manusia. Inilah di antara tafsir ayat tersebut, wallahua’lam. Akan tetapi, banyak di antara para salaf yang berpendapat bahwa besi akan menjadi lunak tatkala dipegang oleh Nabi Daud ‘alaihissalam. ([20])
Kemudian di antara mukjizat Nabi Daud ‘alaihissalam adalah sebagaimana firman Allahﷻ,
وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ
“Dan Kami ajarkan (pula) kepada Daud cara membuat baju besi untukmu, guna melindungi kamu dalam peperangan. Apakah kamu bersyukur (kepada Allah)?” (QS. Al-Anbiya’: 80)
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tatkala orang-orang berperang, mereka menggunakan baju perang yang berasal dari sebuah lempengan yang mudah ditembus oleh pedang. Akan tetapi, Nabi Daud ‘alaihissalam menjadi orang pertama yang membuat baju perang dengan besi, sehingga jika pedang mengenainya ibarat mata mengenai mata, yaitu bisa membuat pedang menjadi tumpul atau bahkan patah. Dan ini menjadi penemuan pertama kali yang telah dibuat oleh Nabi Daud ‘alaihissalam.
Kemudian Nabi Daud ‘alaihissalam juga dikaruniakan keberkahan dalam waktu. Di dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Nabiﷺ bersabda,
خُفِّفَ عَلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ القُرْآنُ، فَكَانَ يَأْمُرُ بِدَوَابِّهِ فَتُسْرَجُ، فَيَقْرَأُ القُرْآنَ قَبْلَ أَنْ تُسْرَجَ دَوَابُّهُ، وَلاَ يَأْكُلُ إِلَّا مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Telah dimudahkan bagi Nabi Daud ‘alaihi salam membaca Alquran (Kitab Zabur). Dia pernah memerintahkan agar pelana hewan-hewan tunggangannya disiapkan, maka dia selesai membaca Kitab sebelum pelana hewan tunggangannya selesai disiapkan, dan dia tidak memakan sesuatu melainkan dari hasil usaha tangannya sendiri.” ([21])
Para ulama menjelaskan bahwa maksud hadis ini adalah Allahﷻ memberikan keberkahan bagi Nabi Daud ‘alaihissalam dengan waktu yang pendek menjadi lama bagi Nabi Daud ‘alaihissalam. Karena, kita tahu bahwa memasang pelana itu cepat. Sungguh Allahﷻ yang Maha mengatur waktu dan bumi. Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa telah disebutkan dari sebagian para salaf ada yang membaca 30 juz dalam satu rakaat. Sebagian yang lain disebutkan bahwa mereka khatam dalam satu malam. Bahkan, sebagian yang lain ada yang khatam tiga kali dalam satu hari([22]). Bagaimana mungkin? Maka, kita katakan bahwa hal ini juga bisa terjadi sebagaimana kisah Nabi Daud ‘alaihissalam yang Allah berikan keberkahan atas waktunya, sehingga meskipun waktu yang singkat, namun telah banyak yang dia baca. Ini adalah di antara bentuk kekuasaan Allahﷻ.
Kemudian, di antara kelebihan Nabi Daud ‘alaihissalam adalah dikaruniai suara yang indah. Sebagaimana telah kita sebutkan sebelumnya, bahwa Nabiﷺ bersabda kepada Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu,
يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ
“Wahai Abu Musa, sesungguhnya kamu telah dikaruniai suara yang indah dari suara-suara indah keluarga Daud ‘alaihissalam.” ([23])
Kisah-kisah Nabi Daud ‘alaihissalam
Sebagaimana telah disebutkan bahwa Nabi Daud ‘alaihissalam menjadi raja dan mampu untuk mengatasi berbagai macam masalah. Allahﷻ menyebutkan tentang salah satu bentuk persengketaan dan permasalahan yang pernah terjadi di zaman beliau. Allahﷻ berfirman sekaligus sebagai teguran bagi Nabi Daud ‘alaihissalam,
وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ
“Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?” (QS. Shad: 21)
Disebutkan bahwa Nabi Daud ‘alaihissalam berada dalam sebuah mihrab untuk beribadah kepada Allah. Beliau sedang tidak melayani orang-orang yang bersengketa. Akan tetapi, ada dua orang yang memanjat dinding mihrab tersebut dan masuk menemui Nabi Daud ‘alaihissalam tanpa minta izin. Ada yang mengatakan bahwa kedua orang tersebut adalah jelmaan malaikat. Akan tetapi, kisah-kisah ini adalah di antara kisah-kisah Israiliyat([24]). Allahﷻ kemudian berfirman,
إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُودَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لَا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلَا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ
“Ketika mereka masuk menemui Daud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus.” (QS. Shad: 22)
Kedua orang yang menemui Nabi Daud ‘alaihissalam tahu bahwasanya beliau adalah seorang qadhi (hakim) yang selalu menyelesaikan permasalahan. Mereka pun mendatangi beliau untuk menyelesaikan permasalahan mereka dan menceritakan permasalahan mereka kepada beliau. Allahﷻ berfirman,
إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ
“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, “Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.” (QS. Shad: 23)
Setelah dia bercerita, maka Nabi Daud ‘alaihissalam langsung memberikan keputusan. Allahﷻ berfirman,
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
“Dia (Daud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Daud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.” (QS. Shad: 24)
Secara zahir, salah satu dari kedua orang bersaudara ini -yang memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing- adalah orang yang tamak. Karena, dia telah memiliki banyak kambing, namun masih meminta kambing saudaranya yang hanya satu ekor. Akan tetapi, ternyata Nabi Daud ‘alaihissalam salah dalam memberi keputusan. Maka, dari itu Allahﷻ berfirman,
وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
“Dan Daud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.” (QS. Shad: 24)
Potongan ayat ini menguatkan bahwasanya Nabi Daud ‘alaihissalam sedang diuji dengan kehadiran dua malaikat yang menjelma menjadi manusia. Dan di dalam ayat ini juga menggambarkan di antara sikap Nabi Daud ‘alaihissalam yang Awwaab (senantiasa kembali kepada Allah) yaitu beliau langsung bertaubat kepada Allahﷻ.
Apa kesalahan Nabi Daud dalam kisah ini? Tidak ada hadis sahih yang menjelaskan tentang hal ini. Secara zahir, keputusan Nabi Daud ‘alaihissalam adalah benar. Akan tetapi, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa kesalahan Nabi Daud ‘alaihissalam adalah beliau segera memberi keputusan, sebelum pihak kedua yang berbicara. Seharusnya, Nabi Daud ‘alaihissalam diam sejenak dan mendengarkan pernyataan pihak lainnya yang memiliki sembilan puluh sembilan ekor kambing itu([25]). Pada hal ini, penulis menegaskan bahwa penyebutan kesalahan Nabi Daud ‘alaihissalam hanyalah pendapat dan tidak ada hadis sahih yang menjelaskannya. Akan tetapi, pendapat inilah yang sepertinya mendekati kebenaran, yaitu beliau lupa untuk mendengarkan hujjah dari pihak yang lainnya.
Para ulama menjelaskan bahwa tatkala Nabi Daud ‘alaihissalam salah dalam perkara ini, kemudian beliau bertaubat, maka yang terjadi adalah beliau menjadi lebih baik daripada sebelumnya([26]). Oleh karenanya, terjadi perselisihan pendapat di kalangan para ulama tentang manakah yang lebih utama antara orang saleh yang tidak pernah berbuat dosa atau orang yang baik yang berdosa kemudian bertaubat kepada Allahﷻ. Contohnya adalah antara seperti terdapat sebuah kejadian antara si A dan si B. Si A adalah orang saleh yang senantiasa berbuat baik. Sedangkan, si B sebelumnya adalah orang baik, akan tetapi di tengah jalan dia berbuat dosa lalu kembali kepada Allah dan menjadi saleh lagi. Manakah yang lebih utama dari kedua ini? Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian menyebutkan bahwa yang utama adalah si A. Karena, tatkala si A dan si B berjalan menuju surga, maka si B tersendat. Dan tatkala telah bertaubat dia ketinggalan jauh dari si A. Sebagian yang lain mengatakan bahwa yang utama adalah si B. Karena, tatkala si B berbuat dosa lalu bertaubat kepada Allah, si A tidak merasakan ibadah yang dirasakan oleh si B, yaitu beribadah dengan benar-benar merendah di hadapan Allahﷻ. Si A tidak merasakan apa yang di rasakan si B, tatkala di menangis karena rasa takut dan rasa hina disaat sujudnya. Semua ibadah hati yang dirasakan si B akhirnya membuatnya loncat dan mendahului si A untuk masuk ke dalam surga.
Demikianlah, para Nabi yang Allahﷻ takdirkan kepada mereka sesekali untuk berbuat maksiat, bertujuan agar mereka memiliki ibadah tersendiri yang luar biasa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah memperinci masalah ini. Jika orang yang sebelumnya berbuat dosa kemudian bertaubat, maka dilihat terlebih dahulu apakah setelah bertaubat dia menjadi lebih baik daripada sebelum dia berbuat dosa atau sama saja atau bahkan berkurang kualitas imannya. Memang benar bahwa ada orang yang bermaksiat, namun menjadikan kualitas imannya berkurang, meskipun dia telah bertaubat. Akan tetapi, ada orang yang setelah dia bertaubat kepada Allahﷻ, imannya menjadi semakin tinggi karena rasa takutnya kepada Allahﷻ dan semakin bagus ketakwaannya kepada Allahﷻ. Maka, orang yang demikian ini menurut Ibnu Taimiyah akan semakin tinggi derajatnya setelah dia berbuat dosa([27]). Dan contoh dalam hal ini adalah Nabi Daud ‘alaihissalam, karena tatkala beliau bersalah, beliau bertaubat dan kembali kepada Allah dan menjadikan beliau jauh lebih utama daripada sebelumnya. Oleh karenanya, Allahﷻ kemudian berfirman,
فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ
“Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.” (QS. Shad: 25)
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
“(Allah berfirman), “Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad: 26)
Ini adalah di antara kisah yang menunjukkan bahwa Nabi Daud ‘alaihissalam adalah seorang yang Awwaab (senantiasa kembali kepada Allahﷻ).
Allahﷻ juga menyebutkan kisah tentang Nabi Daud ‘alaihissalam dan anaknya yang juga kelak menjadi nabi yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Allahﷻ berfirman,
وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.” (QS. Al-Anbiya’: 78)
Disebutkan, bahwa ada seseorang yang menggembala kambing. Dia menggembalakan kambingnya di daerah orang lain. Ternyata, kambing tersebut masuk ke kebun orang lain dan merusak apa saja yang ada di dalamnya. Akhirnya, mereka berdua (pemilik kambing dan pemilik kebun) mendatangi Nabi Daud ‘alaihissalam. Setelah beliau mendengarkan cerita dari mereka berdua, maka beliau memutuskan agar pemilik kambing memberikan kambing-kambingnya kepada pemilik kebun karena jumlah kerusakan yang di alami sama nilainya dengan nilai kambing-kambing yang dimilikinya. Akhirnya, kambing-kambing yang merusak kebun pun diserahkan kepada pemilik kebun yang dirusak dan permasalahan selesai.
Akan tetapi, ternyata Nabi Sulaiman ‘alaihissalam memiliki kesimpulan yang berbeda dalam masalah tersebut. Allahﷻ berfirman,
فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُودَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
“Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang melakukannya.” (QS. Al-Anbiya’: 79)
Apakah keputusan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam? Nabi Sulaiman ‘alaihissalam mengatakan bahwa kambing-kambing tersebut seharusnya diserahkan kepada pemilik kebun untuk dirawat dan diambil manfaatnya. Adapun pemilik kambing disuruh untuk merawat kebun (diperbaiki) hingga kembali seperti semula. Apabila kebun itu telah kembali, maka barulah kambing-kambing itu dikembalikan kepada pemiliknya. Dua keputusan antara Nabi Daud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimaassalam adalah keputusan yang benar. Akan tetapi, Allahﷻ mengatakan bahwa keputusan Nabi Sulaiman ‘alaihissalam jauh lebih tepat karena bisa menyenangkan kedua belah pihak. ([28])
Dan kisah ini menjadi dalil bahwa bisa jadi seorang anak lebih pintar daripada ayahnya. Junior bisa jadi lebih pintar dari seniornya. Sebagaimana ungkapan yang mengatakan bahwa laut jauh lebih hebat daripada sungai, akan tetapi ada perkara di sungai yang tidak ada di laut.
Di antara permasalahan yang lain yang diatasi oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimaassalam adalah kisah yang disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhari. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullahﷺ bersabda,
كَانَتِ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا، جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا، فَقَالَتْ لِصَاحِبَتِهَا: إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ، وَقَالَتِ الأُخْرَى: إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ، فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ فَأَخْبَرَتَاهُ، فَقَالَ: ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا، فَقَالَتِ الصُّغْرَى: لاَ تَفْعَلْ يَرْحَمُكَ اللَّهُ هُوَ ابْنُهَا فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى
“Dahulu ada dua wanita bersama kedua anaknya. Seekor serigala datang dan memangsa salah satu dari kedua anak tersebut. Wanita pertama mengatakan; ‘Serigala itu memangsa anakmu’. Wanita kedua mengatakan; ‘Justru serigala itu memangsa anakmu, bukan anakku.’ Kedua wanita itu terus mengadukan perkaranya kepada Daud ‘alaihissalam, dan Daud memutuskan bahwa bayi yang masih adalah milik wanita yang tua. Kemudian keduanya menemui Sulaiman ‘alaihissalam dan menceritakan kisahnya. Sulaiman mengatakan; ‘Beri aku pisau, bayi ini akan kubelah menjadi dua, satu untukmu dan satu untukmu!’ Wanita yang muda berkata; ‘jangan kau lakukan, kiranya Allah merahmatimu, bayi ini miliknya.’ Maka Sulaiman memberikan bayi itu kepada wanita yang muda.” ([29])
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimaassalam tidak mengetahui hal-hal gaib, melainkan diberitahukan oleh Allah ﷻ. Intinya, tatkala kedua wanita ini mengadu kepada Nabi Daud ‘alaihissalam, maka Nabi Daud ‘alaihissalam tatkala itu berhukum secara zahir, yaitu dia melihat bahwa wanita tualah yang berhak, karena dia yang menggendong anak tersebut. Sedangkan, wanita muda tersebut hanya menuntut bahwa anak itu adalah anaknya. Adapun berdasarkan kaidah, asalnya anak itu berada di pangkuan ibunya, sehingga Nabi Daud ‘alaihissalam mengatakan bahwa anak tersebut adalah anak si wanita tua.
Kemudian kedua wanita itu mengadu kepada Nabi Sulaiman bin Daud ‘alaihissalam. Tatkala mereka telah mengadukan perihal yang mereka alami, maka Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berencana untuk membelah anak itu dan membaginya menjadi dua bagian. Tatkala Nabi Sulaiman ‘alaihissalam hendak melakukan itu, wanita tua itu diam saja dan akhirnya si wanita muda yang mencegah dan mengatakan bahwa anak itu milik si wanita tua. Maka, Nabi Sulaiman ‘alaihissalam dengan firasatnya memutuskan bahwa sesungguhnya anak itu adalah milik si wanita muda, karena yang kasihan kepada anak itu adalah si wanita muda. Secara tidak langsung, kejadian itu memberikan pelajaran bahwa yang merasa kasihan kepada seorang anak adalah seorang ibu.
Ada sebuah kisah yang hampir mirip dengan pengambilan keputusan seorang hakim. Disebutkan ada seorang laki-laki yang menitipkan barangnya pada seseorang. Kemudian setelah beberapa waktu, dia meminta barang yang dia titip, maka temannya mengatakan bahwa laki-laki ini tidak menitip barang kepadanya. Akhirnya laki-laki ini mengadu kepada seorang ulama bernama Iyas bin Mu’awiyah. Dia menceritakan bahwa dirinya telah menitipkan suatu barang kepada seseorang dan orang itu kemudian mengingkarinya. Maka, Iyas bin Mu’awiyah berkata, ‘Siapa saksimu?’. Laki-laki ini menjelaskan bahwa dia menitipkan barangnya kepada fulan di suatu tempat, namun tidak ada orang lain selain mereka berdua. Maka Iyas bin Mu’awiyah berkata,
فَأَي شَيْء فِي ذَلِك الْموضع قَالَ شَجَرَة قَالَ فَانْطَلق إِلَى ذَلِك الْموضع وَانْظُر الشَّجَرَة فَلَعَلَّ الله تَعَالَى يُوضح لَك هُنَاكَ مَا يتَبَيَّن بِهِ حَقك لَعَلَّك دفنت مَالك عِنْد الشَّجَرَة ونسيت فتتذكر إِذا رَأَيْت الشَّجَرَة
“Ada benda apa di tempat tersebut?” Laki-laki penuntut berkata, “Ada sebuah pohon”. Iyas bin Mu’awiyah berkata, “Pergilah ke tempat tersebut, dan lihatlah kepada pohon itu, karena bila engkau mendatanginya bisa jadi akan mengingatkanmu di mana telah kau letakkan barang tersebut, setelah itu segeralah kembali ke sini untuk mengabarkan apa yang engkau dapatkan di sana.” ([30])
Tatkala si penuntut tersebut pergi ke tempat itu, orang yang tertuduh hendak pergi. Namun, ditahan oleh Iyas bin Mu’awiyah dan memintanya untuk menunggu. Maka, Ia pun duduk kembali dan kemudian Iyas mengurus perkara-perkara lainnya sambil terus mengamati tertuduh secara diam-diam. Setelah dilihatnya dia agak tenang, Iyas bertanya,
يَا هَذَا, أَتَرَى صَاحِبَكَ بَلَغَ مَوضِعَ الشَّجَرَةِ الَّتِيْ ذُكِرَ قَالَ لَا قَالَ يَا عَدُوَّ الله إِنَّك لَخَائِنٌ
“Apakah kiranya kawanmu itu sudah sampai di tempat di mana ia menitipkan hartanya kepadamu?” Ia menjawab, “Belum, karena tempatnya jauh dari sini.” Iyas berkata, “Wahai musuh Allah, sesungguhnya engkau adalah seorang pengkhianat.” ([31])
Demikianlah, cerita yang sampai kepada kita tentang kisah Nabi Daud ‘alaihissalam. Akhirnya, beliau meninggal dunia pada usia 100 tahun. Adapun kisah meninggalnya, diriwayatkan di dalam Sunan At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan bahwa Rasulullahﷺ bersabda,
لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ مَسَحَ ظَهْرَهُ، فَسَقَطَ مِنْ ظَهْرِهِ كُلُّ نَسَمَةٍ هُوَ خَالِقُهَا مِنْ ذُرِّيَّتِهِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ، وَجَعَلَ بَيْنَ عَيْنَيْ كُلِّ إِنْسَانٍ مِنْهُمْ وَبِيصًا مِنْ نُورٍ، ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى آدَمَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ، مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ ذُرِّيَّتُكَ، فَرَأَى رَجُلًا مِنْهُمْ فَأَعْجَبَهُ وَبِيصُ مَا بَيْنَ عَيْنَيْهِ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: هَذَا رَجُلٌ مِنْ آخِرِ الأُمَمِ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ يُقَالُ لَهُ دَاوُدُ فَقَالَ: رَبِّ كَمْ جَعَلْتَ عُمْرَهُ؟ قَالَ: سِتِّينَ سَنَةً، قَالَ: أَيْ رَبِّ، زِدْهُ مِنْ عُمْرِي أَرْبَعِينَ سَنَةً، فَلَمَّا قُضِيَ عُمْرُ آدَمَ جَاءَهُ مَلَكُ المَوْتِ، فَقَالَ: أَوَلَمْ يَبْقَ مِنْ عُمْرِي أَرْبَعُونَ سَنَةً؟ قَالَ: أَوَلَمْ تُعْطِهَا ابْنَكَ دَاوُدَ قَالَ: فَجَحَدَ آدَمُ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ، وَنُسِّيَ آدَمُ فَنُسِّيَتْ ذُرِّيَّتُهُ، وَخَطِئَ آدَمُ فَخَطِئَتْ ذُرِّيَّتُهُ
“Saat Allah menciptakan Adam, Ia mengusap punggungnya lalu dari punggungnya berjatuhan setiap jiwa yang diciptakan Allah dari keturunan Adam hingga hari kiamat dan Ia menjadikan kilatan cahaya diantara kedua mata setiap orang dari mereka, kemudian mereka dihadapkan kepada Adam, ia bertanya: ‘Wahai Rabb, siapa mereka?’ Allah menjawab: ‘Mereka keturunanmu’. Adam melihat seseorang dari mereka dan kilatan cahaya diantara kedua matanya membuatnya kagum, Adam bertanya: ‘Wahai Rabb siapa dia?’ Allah menjawab: ‘Ia orang akhir zaman dari keturunanmu bernama Daud’. Adam bertanya: ‘Wahai Rabb, berapa lama Engkau menciptakan umurnya?’ Allah menjawab: ‘Enam puluh tahun’. Adam bertanya: ‘Wahai Rabb, tambahilah empat puluh tahun dari umurku’. Saat usia Adam ditentukan, malaikat maut mendatanginya lalu berkata: ‘Bukankah usiaku masih tersisa empat puluh tahun’. Malaikat maut berkata: ‘Bukankah kau telah memberikannya kepada anakmu, Daud’. Adam membantah lalu keturunannya juga membantah. Adam dibuat lupa dan keturunannya juga dibuat lupa. Adam salah dan keturunannya juga salah.” ([32])
Berdasarkan riwayat ini Nabi Daud ‘alaihissalam meninggal dalam usia 100 tahun. Nabiﷺ di dalam Musnad Imam Ahmad bersabda,
كَانَ دَاوُدُ النَّبِيُّ فِيهِ غَيْرَةٌ شَدِيدَةٌ، وَكَانَ إِذَا خَرَجَ أُغْلِقَتِ الْأَبْوَابُ فَلَمْ يَدْخُلْ عَلَى أَهْلِهِ أَحَدٌ حَتَّى يَرْجِعَ، قَالَ: فَخَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ، وَأغُلِّقَتِ الدَّارُ، فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ تَطَّلِعُ إِلَى الدَّارِ، فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ وَسَطَ الدَّارِ، فَقَالَتْ لِمَنْ فِي الْبَيْتِ: مِنْ أَيْنَ دَخَلَ هَذَا الرَّجُلُ الدَّارَ، وَالدَّارُ مُغْلَقَةٌ، وَاللَّهِ لَتُفْتَضَحُنَّ بِدَاوُدَ، فَجَاءَ دَاوُدُ فَإِذَا الرَّجُلُ قَائِمٌ وَسَطَ الدَّارِ، فَقَالَ لَهُ دَاوُدُ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: أَنَا الَّذِي لَا أَهَابُ الْمُلُوكَ، وَلَا يَمْتَنِعُ مِنِّي الْحُجَّابُ، فَقَالَ دَاوُدُ: أَنْتَ وَاللَّهِ إِذَنْ مَلَكُ الْمَوْتِ، مَرْحَبًا بِأَمْرِ اللَّهِ، فَرَمَلَ دَاوُدُ مَكَانَهُ حَيْثُ قُبِضَتْ رُوحُهُ حَتَّى فَرَغَ مِنْ شَأْنِهِ، وَطَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ، فَقَالَ سُلَيْمَانُ لِلطَّيْرِ: أَظِلِّي عَلَى دَاوُدَ، فَأَظَلَّتْ عَلَيْهِ الطَّيْرُ حَتَّى أَظْلَمَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ، فَقَالَ لَهَا سُلَيْمَانُ: اقْبِضِي جَنَاحًا جَنَاحًا
“Sesungguhnya Nabi Daud memiliki kecemburuan yang besar, jika keluar ia menutup seluruh pintu sehingga tidak ada seorang pun yang bisa menemui keluarganya (istri) sampai ia pulang,” Beliau bersabda: “Maka pada suatu hari, Nabi Daud pergi, istrinya lalu mengamat-ngamati ruangan rumah, maka tiba-tiba ada seorang lelaki berdiri ditengah-tengah rumah, ia kemudian bertanya kepada orang yang ada di dalam rumah tersebut; “Dari mana lelaki ini masuk rumah, padahal pintu rumah telah tertutup? Demi Allah Daud pasti akan marah.” Setelah itu Nabi Daud datang dan menemukan lelaki tersebut berdiri di tengah-tengah rumahnya, maka Daud bertanya kepadanya; ‘Siapa kamu?’ laki-laki itu menjawab; ‘Aku adalah orang yang tak pernah takut pada para raja, dan tidak ada yang bisa menghalangiku’. Maka Daud berkata; “Demi Allah, engkau adalah Malaikat pencabut nyawa, selamat datang dengan perintah Allah”. Lalu Daud berjalan dengan cepat ke tempat dimana ia meninggal, ketika Daud telah meninggal matahari pun terbit, Sulaiman berkata kepada burung-burung; ‘Naungilah Daud’. Lalu, burung-burung itu pun menaunginya sehingga bumi menjadi gelap. Sulaiman berkata pada burung-burung itu, ‘Genggamlah sayap demi sayap’.” ([33])
Ini adalah kisah Nabi Daud ‘alaihissalam.
Kisah Nabi Daud ‘alaihissalam dalam Perjanjian Lama
Selanjutnya, kita akan bahas kisah Nabi Daud ‘alaihissalam menurut versi Injil dalam Perjanjian Lama. Disebutkan dalam kitab Samuel 2 ayat dua dan seterusnya.
“Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya. Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: “Itu adalah Batsyeba binti Eliam, istri Uria orang Het itu”. Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya.” (Sam 2.11.2-4)
Lihatlah bagaimana Nabi Daud ‘alaihissalam di sisi mereka. Dimana Nabi Daud ‘alaihissalam dikatakan telah melakukan perzinaan.
“Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: “Aku mengandung”. Lalu Daud menyuruh orang kepada Yoab mengatakan: “Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku”. Maka Yoab menyuruh Uria menghadap Daud. Ketika Uria masuk menghadap dia, bertanyalah Daud tentang keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang. Kemudian berkatalah Daud kepada Uria: “Pergilah ke rumahmu dan basuhlah kakimu”. Ketika Uria keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja. Tetapi Uria membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya dan tidak pergi ke rumahnya. Diberitahukan kepada Daud, demikian: “Uria tidak pergi ke rumahnya”. Lalu berkatalah Daud kepada Uria: “Bukankah engkau baru pulang dari perjalanan? Mengapa engkau tidak pergi ke rumahmu?” Tetapi Uria berkata kepada Daud: “Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan istriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!”.” (Sam 2.11.5-11)
“Kata Daud kepada Uria: “Tinggallah hari ini di sini. Besok aku akan melepas engkau pergi”. Jadi Uria tinggal di Yerusalem pada hari itu. Keesokan harinya. Daud memanggil dia untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk. Pada waktu malam keluarlah Uria untuk berbaring tidur di tempat tidurnya, bersama-sama hamba-hamba tuannya. Ia tidak pergi ke rumahnya. Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Ditulisnya dalam surat itu, demikian: “Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati”. Pada waktu Yoab mengepung kota Raba, ia menyuruh Uria pergi ke tempat yang diketahuinya ada lawan yang gagah perkasa. Ketika orang-orang kota itu keluar menyerang dan berperang melawan Yoab, maka gugurlah beberapa orang dari tentara, dari anak buah Daud; juga Uria, orang Het itu, mati.” (Sam 2.11.12-17)
Akhirnya, suami Batsyeba pun meninggal dunia.
“Ketika didengar istri Uria, bahwa Uria, suaminya, sudah mati, maka merataplah ia karena kematian suaminya itu. Setelah lewat waktu berkabung, maka Daud menyuruh membawa perempuan itu ke rumahnya. Perempuan itu menjadi istrinya dan melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.” (Sam 2.11.26-27)
Kemudian, ternyata anak yang dikandung Batsyeba istri Uria sakit. Sehingga, akhirnya Nabi Daud bertaubat dan banyak beribadah.
“Lalu Daud memohon kepada Allah oleh karena anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah. Maka datanglah kepadanya para tua-tua yang di rumahnya untuk meminta ia bangun dari lantai, tetapi ia tidak mau; juga ia tidak makan bersama-sama dengan mereka.” (Sam 2.12.16-17)
Akan tetapi, ternyata beberapa hari kemudian anak tersebut meninggal. Dan akhirnya Nabi Daud kemudian berhenti dari seluruh ibadahnya itu.
“Pada hari yang ketujuh matilah anak itu. Dan pegawai-pegawai Daud takut memberitahukan kepadanya, bahwa anak itu sudah mati. Sebab mereka berkata: “Ketika anak itu masih hidup, kita telah berbicara kepadanya, tetapi ia tidak menghiraukan perkataan kita. Bagaimana kita dapat mengatakan kepadanya: anak itu sudah mati? Jangan-jangan ia mencelakakan diri!” Ketika Daud melihat, bahwa pegawai-pegawainya berbisik-bisik, mengertilah ia, bahwa anak itu sudah mati. Lalu Daud bertanya kepada pegawai-pegawainya: “Sudah matikah anak itu?” Jawab mereka: “Sudah”. Lalu Daud bangun dari lantai, ia mandi dan berurap dan bertukar pakaian; ia masuk ke dalam rumah TUHAN dan sujud menyembah. Sesudah itu pulanglah ia ke rumahnya, dan atas permintaannya dihidangkan kepadanya roti, lalu ia makan. Berkatalah pegawai-pegawainya kepadanya: “Apakah artinya hal yang kauperbuat ini? Oleh karena anak yang masih hidup itu, engkau berpuasa dan menangis, tetapi sesudah anak itu mati, engkau bangun dan makan!” Jawabnya: “Selagi anak itu hidup, aku berpuasa dan menangis, karena pikirku: siapa tahu TUHAN mengasihani aku, sehingga anak itu tetap hidup. Tetapi sekarang ia sudah mati, mengapa aku harus berpuasa? Dapatkah aku mengembalikannya lagi? Aku yang akan pergi kepadanya, tetapi ia tidak akan kembali kepadaku”. Kemudian Daud menghibur hati Batsyeba, istrinya; ia menghampiri perempuan itu dan tidur dengan dia, dan perempuan itu melahirkan seorang anak laki-laki, lalu Daud memberi nama Salomo kepada anak itu. TUHAN mengasihi anak ini”.” (Sam 2.12.18-24)
Lihatlah, bagaimana mereka bercerita tentang ayah ibu Nabi Sulaiman ‘alaihissalam yaitu Nabi Daud ‘alaihissalam. Cerita yang seperti ini tidak mungkin ada dalam Islam. Maka, bersyukurlah kita telah berada di atas agama Islam. Lihatlah dalam Islam, kisah Nabi Daud ‘alaihissalam berisi pujian, dan tatkala beliau salah langsung bertaubat kepada Allahﷻ. Akan tetapi, lihatlah kisah dalam Injil, dikisahkan bahwa Nabi Daud ‘alaihissalam mengintip perempuan yang sedang mandi, zina, dan memerintahkan agar suami Batsyeba mati dalam peperangan, dan berhenti beribadah. Sungguh, jika ceritanya sebagaimana dalam Injil, maka kacaulah kisah-kisah para nabi.
Demikianlah, pembahasan kita tentang Nabi Daud ‘alaihissalam, seorang hamba yang sangat saleh. Begitu juga, dengan syariatnya dalam hal puasa dan salat malam masih berlaku sampai sekarang. Bahkan, dikatakan bahwa puasa dan salat beliau adalah yang terbaik dan paling utama.
_____________________________________________
([1]) H.R. Bukhari 3/75 no. 2072
([2]) H.R. Bukhari 6/195 no. 5048
([3]) H.R. Bukhari 2/50 no. 1131
([4]) H.R. Bukhari 4/160 no. 3418
([5]) H.R. Bukhari 2/50 no. 1131
([6]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/664
([7]) Lihat: Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/255
([8]) Lihat: Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/257
([9]) H.R. Abu Daud 4/342 no. 5090
([10]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/666
([11]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/666-667
([12]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/668 dan Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/261
([13]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/669 dan Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/263
([14]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/669
([15]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/57
([16]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/57
([17]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/57
([18]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/58
([19]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 6/497
([20]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 6/498
([21]) H.R. Bukhari 4/160 no. 3417
([23]) H.R. Bukhari 6/195 no. 5048
([24]) Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/272
([25]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 15/177-178
([26]) Qashash Al-Anbiya’ Li Ibnu Katsir 2/276
([27]) Lihat: Madarijus Salikin Li Ibnul Qayyim 1/302
([28]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 2/276
([30]) Al-Adzkiya’ Li Ibnul Jauzi 1/66
([31]) Al-Adzkiya’ Li Ibnul Jauzi 1/66