Wafatnya Nabi
Detik-Detik Perpisahan
Ketika dakwah telah sempurna dan Islam telah menguasai keadaan, tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan dan dengan orang-orang yang masih hidup mulai tampak terasa dalam perasaan beliau, dan semakin jelas lagi dari perkataan dan perbuatan-perbuatan beliau sholallahu ‘alaihi wasallam.
Pada bulan Ramadhan tahun 10 Hijriyah, Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari. Dimana pada (tahun-tahun) sebelumnya beliau tidak pernah beri’tikaf kecuali sepuluh hari saja
Abu Huroiroh berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشَرَةَ أَيَّامٍ، فَلَمَّا كَانَ العَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا»
“Nabi shallallahu álaihi wasallam biasanya i’tikaf setiap bulan Ramadhan 10 hari. Tatkala di tahun dimana beliau meninggal maka beliau i’tikaf 20 hari” (HR Al-Bukhari no 2044)
Malaikat jibril bertadarrus al-Qur’an dengan beliau pada tahun itu sebanyak dua kali.
Nabi pernah berkata kepada putrinya Fathimah sehingga Fathimahpun menangis:
إِنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يُعَارِضُنِي القُرْآنَ كُلَّ سَنَةٍ مَرَّةً، وَإِنَّهُ عَارَضَنِي العَامَ مَرَّتَيْنِ، وَلاَ أُرَاهُ إِلَّا حَضَرَ أَجَلِي، وَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِ بَيْتِي لَحَاقًا بِي
“Sesungguhnya Jibril biasanya mengajariku al-Qurán setahun sekali, namun pada tahun ini ia mengajariku dua kali. Menurutku ini tanda bahwa ajalku sudah dekat. Dan engkau (Fathimah) adalah orang dari ahli baituku yang pertama menyusulku” (HR Al-Bukhari no 3624 dan Muslim no 2450)
Pada haji wada’ (haji perpisahan) beliau bersabda pada saat melempar Jumrah Aqabah,
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ
“Hendaknya kalian mengambil manasik haji kalian dariku, karena sesungguhnya aku tidak tahu apakah aku akan berhaji lagi setelah hajiku ini” (HR Muslim no 1297)
Dan telah diturunkan kepada beliau di pertengahan hari tasyriq surat an-Nashr, sehingga beliau mengetahui bahwa hal itu adalah perpisahan, dan merupakan isyarat akan (dekatnya) kepergian beliau untuk selama-lamanya. Ibnu Ábbas berkata tentang surat an-Nashr :
أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ إِيَّاهُ
“(surat itu) adalah (pertanda) ajal Rasulullah shallallahu álahi wasallam yang Allah beritahukan kepada beliau”(HR Al-Bukhari no 3627)
Di tengah perjalanan pulang dari haji wadaa’ (lihat HR Al-Haakim no 4576 dan An-Nasaai di as-Sunan al-Kubro no 8092) dan di suatu tempat mata air yang disebut Khumm Nabi berkhotbah di hadapan para sahabat mengisyaratkan bahwa beliau akan meninggal.
Zaid bin Arqom berkata :
قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا، بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، وَوَعَظَ وَذَكَّرَ، ثُمَّ قَالَ: ” أَمَّا بَعْدُ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam suatu hari berdiri di hadapan kami berkhutbah di suatu mata air yang disebut dengan “Khumm” antara Mekah dan Madinah. Maka beliau memuji Allah serta menyanjungNya, beliau memberi nasihat dan wejangan, lalu beliau berkata, “Kemudian dari pada itu, ketahuilah manusia sekalian, sesungguhnya aku ini hanyalah manusia, sebentar lagi akan datang utusan Rabbku (yaitu malaikat maut-pent) maka aku memenuhi panggilan utusan tersebut” (HR Muslim no 2408)
Di awal bulan Safar tahun 11 Hijriyah, beliau pergi menuju Uhud, kemudian melakukan sholat utk para syuhada,
Úqbah bin Áamir berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمًا فَصَلَّى عَلَى أَهْلِ أُحُدٍ صَلَاتَهُ عَلَى الْمَيِّتِ ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى المِنْبَر (وفي رواية : ثُمَّ صَعِدَ الْمِنْبَرَ كَالْمُوَدِّعِ لِلْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ)، فَقَالَ: «إِنِّي فَرَطُكُمْ، وَأَنَا شَهِيدٌ عَلَيْكُمْ، وَإِنِّي وَاللَّهِ لَأَنْظُرُ إِلَى حَوْضِي الآنَ، وَإِنِّي قَدْ أُعْطِيتُ مَفَاتِيحَ خَزَائِنِ الأَرْضِ – أَوْ مَفَاتِيحَ الأَرْضِ – وَإِنِّي وَاللَّهِ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا بَعْدِي، وَلَكِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ أَنْ تَنَافَسُوا فِيهَا»
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam suatu hari keluar (ke syuhada Uhud) lalu beliau sholat kepada mereka seperti sholat mayat (dalam riwayat : Lalu Rasulullah naik di atas mimbar seperti orang yang hendak menyampaika perpisahan bagi orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati), lau beliau berkata : “Sesungguhnya aku kan mendahului kalian dan menjadi saksi atas kalian .Demi Allah , sesungguhnya aku sekarang benar-benar melihat telagaku,dan telah diberikan kepadaku kunci-kunci perbendaharaan bumi atau kunci-kunci bumi, dan demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kalian akan melakukan kesyirikan sepeninggalku nanti, akan tetapi yang aku kekhawatirkan terhadap kalian adalah kalau kalian berlomba-lomba dalam merebut kekayaan dunia”
Úqbah berkata :
فَكَانَتْ آخِرَ مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ
“Itulah terakhir aku melihat Rasulullah shallallahu álaihi wasallam di atas mimbar”
(HR Al-Bukhari no 3596 dan Muslim no 2296)
Pada pertengahan suatu malam, Rasulullah keluar menuju (kuburan) Baqi’ untuk memohonkan ampunan bagi mereka, beliau berkata
إِنِّي قَدْ أُمِرْتُ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأَهْلِ الْبَقِيعِ
“Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memohon ampunan kepada ahlul Baqi’ (orang-orang yang dikuburkan di Baqi’). Lalu beliau berkata kepada ahlul Baqi’,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ يَا أَهْلَ الْمَقَابِرِ، لِيَهْنِ لَكُمْ مَا أَصْبَحْتُمْ فِيهِ، مِمَّا أَصْبَحَ فِيهِ النَّاسُ، لَوْ تَعْلَمُونَ مَا نَجَّاكُمُ اللهُ مِنْهُ، أَقْبَلَتِ الْفِتَنُ كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يَتْبَعُ أَوَّلُهَا آخِرَهَا، الْآخِرَةُ شَرٌّ مِنَ الْأُولَى
”Semoga keselamatan atas kalian, wahai ahli kubur, selamat atas apa yang kalian alami (pada saat ini) sebagaimana dari pada kondisi orang-orang sekarang, seandaikan kalian tahu perkara yang Allah telah menyelamatkan kalian darinya. Fitnah-fitnah telah datang bagai potongan-potongan malam gelap gulita, yang datang silih berganti, fitnah yang datang belakangan lebih buruk daripada yang sebelumnya.”
Lalu beliau berkata
إِنِّي قَدْ أُوتِيتُ مَفَاتِيحَ خَزَائِنِ الدُّنْيَا، وَالْخُلْدَ فِيهَا، ثُمَّ الْجَنَّةَ، وَخُيِّرْتُ بَيْنَ ذَلِكَ، وَبَيْنَ لِقَاءِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ وَالْجَنَّةِ… لَقَدِ اخْتَرْتُ لِقَاءَ رَبِّي، وَالْجَنَّةَ
“Sesungguhnya aku telah diberikan kunci-kuci perbendaharaan dunia dan kekal di dunia lalu masuk surga, aku diberikan pilihan memilih hal itu ataukah untuk bertemu dengan Rabbku dan masuk surga…. Sungguh aku memilih untuk bertemu Rabbku dan surga”
Lalu Nabi shallallahu álahi wasallam memohon ampunan kepada ahlul Baqi’, lalu beliau pergi dan di pagi harinya mulailah beliau sakit yang akhirnya beliau meninggal dunia. (HR Ahmad no 15997)
Permulaan Sakit
Pada tanggal 29 bulan safar tahun 11 hijriyah (hari senin) Rasulullah menghadiri penguburan jenazah seorang sahabat di Baqi’. Ketika kembali di tengah perjalanan,beliau merasakan pusing di kepalanya dan panas mulai merambat pada sekujur tubuhnya sampai-sampai (para sahabat) dapat merasakan pengaruh panasnya pada sorban yg beliau pakai (lihat Ar-Rohiiq al-Makhtuum hal 426).
Aisyah berkata :
رَجَعَ إِلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ جِنَازَةٍ مِنَ الْبَقِيعِ، فَوَجَدَنِي وَأَنَا أَجِدُ صُدَاعًا وَأَنَا أَقُولُ: وَا رَأْسَاهُ، قَالَ: «بَلْ أَنَا يَا عَائِشَةُ وَا رَأْسَاهُ»، قَالَ: «وَمَا ضَرَّكِ لَوْ مُتِّ قَبْلِي فَغَسَّلْتُكِ وَكَفَّنْتُكِ وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِ؟»، فَقُلْتُ: لَكَأَنِّي بِكَ وَاللَّهِ لَوْ فَعَلْتَ ذَلِكَ لَرَجَعْتَ إِلَى بَيْتِي فَأَعْرَسْتَ فِيهِ بِبَعْضِ نِسَائِكَ، قَالَتْ: فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ بُدِئَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam suatu hari pulang setelah menghadiri janazah di pekuburan al-Baqi’, lalu ia mendapatiku (di rumah) semantara kepalaku pusing, dan aku berkata, “Aduh sakitanya kepalaku”. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam berkata, “Justru aku wahai Aisyah yang sakit kepalaku”. Beliau berkata lagi, “Apa masalahnya bagimu, jika engkau meninggal sebelumku maka aku yang akan memandikan mayatmu dan mengkafanmu serta menyolatkanmu dan menguburkanmu?”. Maka aku berkata, “Sepertinya aku melihatmu -demi Allah- jika engkau melakukan hal tersebut lalu (setelah menguburkan aku) engkau pulang ke rumahku lalu engkau tidur di rumahku dengan sebagian istrimu (yang lain)”. Rasulullah shallallahu álaihi wasallam-pun tersenyum. Lalu mulailah beliau sakit yang akhirnya beliau meninggal” (HR Ahmad no 25908, Ibnu Maajah no 1465 dan Ad-Daarimi no 81 dengan sanad yang hasan)
Nabi shalat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari, sedangkan jumlah hari sakit beliau adalah 13 hari menurut pendapat mayoritas ulama (lihat Fathul Baari 8/473). Meskipun sakit Nabi tetap mengimami para sahabat, hingga akhirnya sakit beliau sangat parah sehingga beliau tidak bisa mengimami para sahabat selama tiga hari, dan yang menjadi imam adalah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Minggu Terakhir Sebelum Wafat
Penyakit Rasulullah semakin berat, dan beliau ingin menetap di rumah salah satu istri beliau. Karena biasanya beliau menggilirkan jatah nginap beliau. Akan tetapi karena penyakit beliau semakin keras maka beliau ingin menetap. Dan beliau ingin menetap di rumah istri beliau yang paling beliau cintai yaitu Aisyah radhiallahu ánhaa, sehingga beliau bertanya kepada istri-istrinya, أَيْنَ أَنَا غَدًا، أَيْنَ أَنَا غَدًا ”Dimana (giliran) jatah nginap-ku besok? Dimana (Giliran) ku besok? (yaitu di rumah istriku yang mana?). Yaitu Nabi inginnya untuk di rawat di rumah Aisyah. Akhirnya istri-istri beliau yang lain mengizinkan Nabi untuk dirawat di rumah Aisyah (lihat HR Al-Bukhari no 4450 dan Muslim no 2443).
Kemudian beliau pergi ke tempat Aisyah , beliau berjalan di apit oleh al-Fadhil bin Abbas dan Ali bin Abi Thalib sedangkan kepalanya di ikat dengan kain, dan beliau melangkahkan kedua kakinya hingga memasuki bilik Aisyah.
Ubaidillah bin Abdillah bin Útbah berkata :
أَوَّلُ مَا اشْتَكَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِ مَيْمُونَةَ فَاسْتَأْذَنَ أَزْوَاجَهُ أَنْ يُمَرَّضَ فِي بَيْتِهَا وَأَذِنَّ لَهُ قَالَتْ: فَخَرَجَ وَيَدٌ لَهُ عَلَى الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ وَيَدٌ لَهُ عَلَى رَجُلٍ آخَرَ، وَهُوَ يَخُطُّ بِرِجْلَيْهِ فِي الْأَرْضِ
“Pertama kali Nabi shallallahu álaihi wasallam sakit adalah di rumah Maimunah, lalu Nabi meminta izin kepada istri-istrinya agar beliau dirawat di rumah Aisyah”.
Aisyah berkata, “Maka Nabipun keluar (menuju rumah Aisyah) sementara salah satu tangannya dibopong oleh al-Fadhl bin Ábbas dan tangan yang satunya lagi dibopong oleh lelaki yang lain (yaitu Ali bin Abi Tholib), sementara kedua kakinya terseret di tanah” (HR Muslim no 418)
Beliau menghabiskan minggu trakhir dari detik-detik kehidupannya di sisi Aisyah.
Para sahabat menjenguk Nabi dan mendapati kondisi Nabi semakin parah. Abu Saíd al-Khudri tatkala menjenguk Nabi beliau berkata :
دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ، فَوَضَعْتُ يَدِي عَلَيْهِ فَوَجَدْتُ حَرَّهُ بَيْنَ يَدَيَّ فَوْقَ اللِّحَافِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَشَدَّهَا عَلَيْكَ قَالَ: «إِنَّا كَذَلِكَ يُضَعَّفُ لَنَا الْبَلَاءُ، وَيُضَعَّفُ لَنَا الْأَجْرُ»
“Aku menjenguk Nabi shallallahu álaihi wasallam ketika beliau sakit. Akupun meletakan tanganku kepada beliau, maka aku mendapati rasa panas tubuh beliau tembus sampai ke selimut beliau di depanku. Aku berkata, “Wahai Rasulullah betapa beratnya sakitmu”. Nabi berkata, “Sesungguhnya demikianlah kami (para nabi), ujian dilipat gandakan bagi kami, dan pahala kami juga dilipat gandakan” (HR Ibnu Majah no 4024 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Demikian juga Ibnu Masúd menjenguk Nabi, beliau berkata :
دَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يُوعَكُ، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِكَ، مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى، شَوْكَةٌ فَمَا فَوْقَهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا سَيِّئَاتِهِ، كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا»
“Aku menjenguk Rasulullah shallallahu álaihi wasallam ketika beliau sakit. Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya engkau sakit keras?”. Beliau berkata, “Tentu, sesungguhnya aku sakit sebagaimana sakitnya dua orang dari kalian”. Aku berkata, “Apakah demikian karena engkau mendapatkan pahala dua kali lipat?”. Nabi berkata, “Tentu, demikianlah. Tidak seorang muslimpun ditimpa gangguan, apakah duri atau lebih dari itu kecuali Allah akan menggugurkan dosa-dosanya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya” (HR Al-Bukhari no 5648 dan Muslim no 2571)
Aisyah membaca Mu’awwidzat (al-Ikhlas, al-Falaq, al-Nas) dan doa yang dihafal dari Rasulullah, kemudian meniupkannya pada tubuh Rasulullah dan mengusapkan tangannya dengan mengharap keberkahan dari hal tersebut. Aisyah berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam jika sakit maka beliau meruqyah diri beliau dengan muáwwidzaat lalu meniupkannya. Tatkala sakit beliau semakin keras maka akulah yang meruqyah beliau dan aku mengusap dengan tangan beliau mengharapkan keberkahan tangan beliau” (HR Al-Bukhari no 5016 dan Muslim no 2192)
Hal ini karena kondisi Nabi yang sangat parah sehingga tidak bisa meruqyah diri sendiri.
Lima Hari Sebelum Wafat
Hari Rabu, lima hari sebelum wafat, demam menyerang seluruh tubuhnya, sehingga sakitnya pun semakin parah dan beliau pingsan karenanya, Ketika sadar beliau berkata,
هَرِيقُوا عَلَيَّ مِنْ سَبْعِ قِرَبٍ، لَمْ تُحْلَلْ أَوْكِيَتُهُنَّ، لَعَلِّي أَعْهَدُ إِلَى النَّاسِ
”Siramkanlah kepadaku tujuh kantor air yang yang belum dibuka tali penutupnya, semoga aku bisa keluar menemui orang-orang”
Aisyah berkata :
وَأُجْلِسَ فِي مِخْضَبٍ لِحَفْصَةَ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ طَفِقْنَا نَصُبُّ عَلَيْهِ تِلْكَ، حَتَّى طَفِقَ يُشِيرُ إِلَيْنَا: «أَنْ قَدْ فَعَلْتُنَّ». ثُمَّ خَرَجَ إِلَى النَّاسِ
“Maka Nabipun didudukan di mikhdhob (yaitu semacam bak yang digunakan untuk mencuci pakaian-pent) milik Hafshoh istri Nabi shallallahu álaihi wasallam lalu kamipun menyiramkan air kepada beliau, hingga akhirnya beliau memberi isyarat “yaitu sudah cukup”, lalu beliau keluar menemui orang-orang” (HR Al-Bukhari no 198).
Pada saat itu beliau membaik, kemudian masuk ke dalam masjid dalam keadaan kepala di ikat dengan sorban berwarna hitam, lalu duduk di atas mimbar .
Ibnu Ábbas berkata
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، بِمِلْحَفَةٍ قَدْ عَصَّبَ بِعِصَابَةٍ دَسْمَاءَ، حَتَّى جَلَسَ عَلَى المِنْبَرِ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ النَّاسَ يَكْثُرُونَ وَيَقِلُّ الأَنْصَارُ، حَتَّى يَكُونُوا فِي النَّاسِ بِمَنْزِلَةِ المِلْحِ فِي الطَّعَامِ، فَمَنْ وَلِيَ مِنْكُمْ شَيْئًا يَضُرُّ فِيهِ قَوْمًا وَيَنْفَعُ فِيهِ آخَرِينَ، فَلْيَقْبَلْ مِنْ مُحْسِنِهِمْ وَيَتَجَاوَزْ عَنْ مُسِيئِهِمْ» فَكَانَ آخِرَ مَجْلِسٍ جَلَسَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam keluar -ketika sedang sakit yang akhirnya beliau meninggal- (menemui manusia) dengan berselimutkan kain, sementara kepala beliau diikat dengan sorban hitam. Hingga beliau di atas mimbar, maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya, lalu beliau berkata, “Kemudian daripada itu, sesungguhnya orang-orang semakin banyak dan kaum Anshor menjadi sedikit, sampai jumlah mereka seperti garam di makanan. Maka barangsiapa diantara kalian yang mengurusi sesuatu yang memudorotkan suatu kaum dan memberi manfaat kaum yang lain maka hendaknya ia menerima orang yang baik diantara mereka dan memaafkan yang salah diantara mereka”. Itulah majelis terakhir Nabi shallallahu álaihi wasallam” (HR Al-Bukhari no 3628)
Dalam majelis tersebut beliau juga berkata :
Abu Saíd al-Khudri berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ عَلَى المِنْبَرِ فَقَالَ: «إِنَّ عَبْدًا خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا مَا شَاءَ، وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ، فَاخْتَارَ مَا عِنْدَهُ» فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ: فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا، فَعَجِبْنَا لَهُ، وَقَالَ النَّاسُ: انْظُرُوا إِلَى هَذَا الشَّيْخِ، يُخْبِرُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَبْدٍ خَيَّرَهُ اللَّهُ بَيْنَ أَنْ يُؤْتِيَهُ مِنْ زَهْرَةِ الدُّنْيَا، وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ، وَهُوَ يَقُولُ: فَدَيْنَاكَ بِآبَائِنَا وَأُمَّهَاتِنَا، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ المُخَيَّرَ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ هُوَ أَعْلَمَنَا بِهِ، وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ مِنْ أَمَنِّ النَّاسِ عَلَيَّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا مِنْ أُمَّتِي لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ، إِلَّا خُلَّةَ الإِسْلاَمِ، لاَ يَبْقَيَنَّ فِي المَسْجِدِ خَوْخَةٌ إِلَّا خَوْخَةُ أَبِي بَكْرٍ»
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam duduk di atas mimbar lalu ia berkata, ” Sesungguhnya ada seorang hamba yang di minta untuk memilih satu dari dua hal oleh Allah, antara diberikan kepadanya segala kemewahan dunia sesukanya, atau di berikan kepadanya apa yang ada di sisi-Nya maka ia memilih apa yang ada di sisi-Nya”. Abu Bakar pun menangis, dan berkata (kepada Rasulullah) “Bapak dan ibu kami sebagai tebusan bagimu,” sehingga kami menjadia heran kepadanya. Para sahabat pun berkata,” Lihatlah orang tua ini (Abu Bakar)! Rasulullah mengabarkan tentang seorang hamba yang diberi Allah kesempatan untuk memilih antara diberikan kepadanya kemewahan dunia atau apa yang ada di sisi-Nya,malah ia(Abu Bakar) mengatakan ,”Bapak dan ibu kami sebagai tebusan bagimu.” Ternyata Rasulullah itu sendirilah hamba yang diberi pilihan, sedangkan Abu Bakar adalah orang yang paling berilmu di antara kami.
Dan Rasulullah shallallahu álaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya diantara orang yang paling berjasa terhadapku dalam persahabatannya dan hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku mengambil kekasih dari umatku maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku, kecuali hanya kekasih dalam Islam. Tidak ada khoukhoh (semacam jendela besar atau pintu kecil) yang tersambung ke masjid kecuali jendela Abu Bakar (yaitu semua khoukhoh para sahabat yang lain yang nyambung ke dinding masjid ditutup kecuali khoukhoh-nya Abu Bakar-pent)” (HR Al-Bukhari no 3904)
Anas bin Malik berkata :
مَرَّ أَبُو بَكْرٍ، وَالعَبَّاسُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، بِمَجْلِسٍ مِنْ مَجَالِسِ الأَنْصَارِ وَهُمْ يَبْكُونَ، فَقَالَ: مَا يُبْكِيكُمْ؟ قَالُوا: ذَكَرْنَا مَجْلِسَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَّا، فَدَخَلَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ بِذَلِكَ، قَالَ: فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ عَصَبَ عَلَى رَأْسِهِ حَاشِيَةَ بُرْدٍ، قَالَ: فَصَعِدَ المِنْبَرَ، وَلَمْ يَصْعَدْهُ بَعْدَ ذَلِكَ اليَوْمِ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: «أُوصِيكُمْ بِالأَنْصَارِ، فَإِنَّهُمْ كَرِشِي وَعَيْبَتِي، وَقَدْ قَضَوُا الَّذِي عَلَيْهِمْ، وَبَقِيَ الَّذِي لَهُمْ، فَاقْبَلُوا مِنْ مُحْسِنِهِمْ، وَتَجَاوَزُوا عَنْ مُسِيئِهِمْ»
“Abu Bakar dan al-Ábbas melewati suatu majelis kaum Anshoor, sementara mereka sedang menangis. Maka Abu Bakar berkata, “Apakah yang membuat kalian menangis?”. Mereka berkata, “Kami mengenang majelis Nabi shallallahu álaihi wasallam bersama kami” (yaitu mereka bersedih karena Nabi sudah lama tidak keluar menyampaikan wejangan kepada mereka sehingga kawatir Nabi shallallahu álaihi wasallam tidak bisa lagi bermajelis dengan mereka -pent). Maka Abu Bakarpun menemui Nabi dan mengabarkan beliau akan hal itu. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallampun keluar sementara kepala beliau diikat dengan ujung kain (yang asal kainnya berbentuk segi empat). Lalu beliau naik di atas mimbar -dan beliau tidak naik lagi ke mimbar tersebut setelah itu- lalu beliau memuji Allah dan menyanjungNya kemudian beliau berkata, “Aku berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kaum Anshor, mereka adalah orang-orang khusus-ku, mereka telah menunaikan janji mereka (yaitu janji di malam baiátul Aqobah untuk menolaong Nabi) dan tinggal hak mereka (yaitu masuk surga), maka terimalah yang baik diantara mereka dan maafkanlah yang salah diantara mereka” (HR Al-Bukhari no 3799)
Empat Hari Sebelum Wafat
Pada hari kamis, empat hari sebelum Rasulullah wafat, Ibnu Ábbas berkata :
يَوْمُ الخَمِيسِ وَمَا يَوْمُ الخَمِيسِ؟ ثُمَّ بَكَى حَتَّى خَضَبَ دَمْعُهُ الحَصْبَاءَ، فَقَالَ: اشْتَدَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعُهُ يَوْمَ الخَمِيسِ، فَقَالَ: «ائْتُونِي بِكِتَابٍ أَكْتُبْ لَكُمْ كِتَابًا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ أَبَدًا»، فَتَنَازَعُوا، وَلاَ يَنْبَغِي عِنْدَ نَبِيٍّ تَنَازُعٌ
“Hari kamis ada apa dengan hari kamis? Lalu beliaupun menangis hingga air mata beliau membasahi tanah. Lalu beliau berkata, “Sakit Rasulullah shallallahu álaihi wasallam pada hari kamis semakin parah, lalu beliau berkata, “Datangkanlah kepadaku tulisan aku akan tuliskan bagi kalian sebuah pesan yang kalian tidak akan tersesat setelah itu selamanya”. Maka merekapun berselisih, dan tidak pantas terjadi perselisihan di sisi Nabi”.
Dalam riwayat yang lain,
قَالَ عُمَرُ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَلَبَهُ الوَجَعُ، وَعِنْدَنَا كِتَابُ اللَّهِ حَسْبُنَا. فَاخْتَلَفُوا وَكَثُرَ اللَّغَطُ، قَالَ: «قُومُوا عَنِّي، وَلاَ يَنْبَغِي عِنْدِي التَّنَازُعُ» فَخَرَجَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقُولُ: «إِنَّ الرَّزِيَّةَ كُلَّ الرَّزِيَّةِ، مَا حَالَ بَيْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ كِتَابِهِ»
Umar berkata, “,”Sesungguhnya rasa sakit telah mempengaruhi Rasulullah, kalian telah memiliki al-Qur’an ,maka cukuplah al-Qur’an bagi kalian.”([1]) Maka terjadilah perselisihan dan banyak suara gaduh. Rasulullah bersabda, “Pergilah kalian dariku!, tidak pantas terjadi perselisihan di sisiku”. Maka Ibnu ‘Abbas keluar seraya berkata, “Sungguh musibah, dan seluruh musibah adalah apa yang menghalangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menulis tulisan tersebut” (HR Al-Bukhari no 114 dan Muslim no 1637)
Tatkala itu Nabi shallallahu álaihi wasallam berwasiat dengan 3 perkara, (1) beliau bersabda أَخْرِجُوا المُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ العَرَبِ “Keluarkanlah kaum musyrikin dari jazirah Arab”, ke (2) وَأَجِيزُوا الوَفْدَ بِنَحْوِ مَا كُنْتُ أُجِيزُهُمْ “Berilah hadiah/pemberian/pengharggan kepada para tamu/delegasi sebagaimana pemberian yang biasa aku berikan kepada mereka”, dan washiat yang ke (3) dilupakan oleh sang perawi.
Bisa jadi washiat yang ketiga adalah([2])
Pertama : “Berpegang kepada al-Qurán dan As-Sunnah”, atau
Kedua : “Pengiriman tentara Usamah” atau
Ketiga : Agar kuburannya tidak dijadikan berhala yang disembah.
Nabi berkata :
اللهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا، لَعَنَ اللهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah janganlah Engkau menjadikan kuburanku berhala, semoga Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid” (HR Ahmad no 7358 dengan sanad yang kuat)
Walaupun penyakit yang di derita Nabi sangat parah, akan tetapi beliau masih sempat menunaikan semua shalatnya mengimami jamaah para sahabat nya hingga hari itu, yaitu hari kamis, empat hari sebelum wafat, dan pada hari itu Rasulullah telah menunaikan shalat maghrib bersama mereka, pada saat itu beliau membaca surat al-mursalaat
Ummu al-Fadhl berkata :
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَقْرَأُ فِي المَغْرِبِ بِالْمُرْسَلاَتِ عُرْفًا، ثُمَّ مَا صَلَّى لَنَا بَعْدَهَا حَتَّى قَبَضَهُ اللَّهُ»
“Aku mendengar Nabi shallallahu álaihi wasallam membaca surat al-Mursalaat di sholat maghrib, lalu setelah itu Nabi tidak pernah mengimami kami lagi hingga beliau meninggal dunia” (HR Al-Bukhari no 4429)
Pada waktu isya, sakit Rasulullah semakin parah, hingga beliau tidak bisa ke masjid. Aisyah berkata,
ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «أَصَلَّى النَّاسُ؟» قُلْنَا: لاَ، هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ، قَالَ: «ضَعُوا لِي مَاءً فِي المِخْضَبِ». قَالَتْ: فَفَعَلْنَا، فَاغْتَسَلَ، فَذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ، ثُمَّ أَفَاقَ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَصَلَّى النَّاسُ؟» قُلْنَا: لاَ، هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «ضَعُوا لِي مَاءً فِي المِخْضَبِ» قَالَتْ: فَقَعَدَ فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ، ثُمَّ أَفَاقَ، فَقَالَ: «أَصَلَّى النَّاسُ؟» قُلْنَا: لاَ، هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ: «ضَعُوا لِي مَاءً فِي المِخْضَبِ»، فَقَعَدَ، فَاغْتَسَلَ، ثُمَّ ذَهَبَ لِيَنُوءَ فَأُغْمِيَ عَلَيْهِ، ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ: «أَصَلَّى النَّاسُ؟» فَقُلْنَا: لاَ، هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَالنَّاسُ عُكُوفٌ فِي المَسْجِدِ، يَنْتَظِرُونَ النَّبِيَّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ لِصَلاَةِ العِشَاءِ الآخِرَةِ، فَأَرْسَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أَبِي بَكْرٍ بِأَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، فَأَتَاهُ الرَّسُولُ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ – وَكَانَ رَجُلًا رَقِيقًا -: يَا عُمَرُ صَلِّ بِالنَّاسِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: أَنْتَ أَحَقُّ بِذَلِكَ، فَصَلَّى أَبُو بَكْرٍ تِلْكَ الأَيَّامَ،
“Penyakit Nabi shallallahu álaih wasallam semakin berat, maka beliau bertanya, ”Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?”, kami menjawab ,”Belum wahai Rasulullah, mereka menunggumu.”. Beliau berkata, ”Siapkanlah untukku air di bejana !”. Kamipun melaksanakannya, kemudian Rasulullah mandi, ketika hendak bangkit beliau pingsan, dan tak lama kemudian beliau sadar, dan bertanya, ”Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?”, kami berkata, ”Belum wahai Rasulullah, mereka menunggumu.” Beliau berkata, ”Siapkanlah untukku air di bejana !”, kemudian Rasulullah duduk dan mandi, ketika hendak bangkit beliau pingsan, dan tak lama kemudian beliau sadar, dan bertanya, ”Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?” kami berkata, ”Belum wahai Rasulullah, mereka menunggumu.” Beliau berkata, ”Siapkanlah untukku air di bejana !”, kemudian Rasulullah duduk dan mandi, ketika hendak bangkit beliau pingsan, dan tak lama kemudian beliau sadar, dan bertanya, ”Apakah orang-orang telah menunaikan shalat?” kami berkata, ”Belum wahai Rasulullah, mereka menunggumu”. Sementara orang-orang berkumpul di masjid menunggu Nabi shallallahu álaihis salam untuk sholat Isya’. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam pun mengutus seseorang untuk meminta Abu Bakar mengimami orang-orang. Maka utusan Nabi mendatangi Abu Bakar dan berkata, “Sesungguhnya Nabi memerintahmu untuk mengimami jamaáh !”. Maka Abu Bakar berkata -dan beliau adalah seorang yang lembut-, “Wahai Umar, engkaulah yang mengimami jamaáh !”.
Umar berkata, “Engkau yang lebih berhak untuk jadi imam”. Maka pada hari-hari tersebut Abu Bakar menjadi imam” (HR Al-Bukhari no 687 dan Muslim no 418)([3])
Aisyah telah meminta kepada Nabi tiga atau empat kali untuk memberhentikan Abu Bakar menjadi imam, supaya orang-orang tidak merasa pesimis dengannya. Ketika Nabi berkata, مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلِّ بِالنَّاسِ “Suruh Abu Bakar agar mengimami orang-orang”, maka Aisyah berkata, إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيقٌ، إِذَا قَرَأَ غَلَبَهُ البُكَاءُ “Sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang lembut, jika membaca al-Qurán tidak kuasa menahan tangisan” (dalam riwayat yang lain : فَلَوْ أَمَرْتَ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ “Seandainya engkau menyuruh orang lain yang menjadi imam”). Maka Nabi berkata, مُرُوهُ فَيُصَلِّي “Perintahkan Abu Bakar agar sholat”. Aisyah mengulangi lagi perkataannya (dalam riwayat yang lain Aisyah berkata فَرَاجَعْتُهُ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا “Akupun mengulangi perkataanku kepada Nabi dua atau tiga kali”). Maka Nabi berkata, مُرُوهُ فَيُصَلِّي، إِنَّكُنَّ صَوَاحِبُ يُوسُفَ “Perintahkan Abu Bakar untuk sholat, sesungguhnya kalian (para wanita) adalah para wanita dalam kisah Yusuf álaihis salam”([4]) (HR Al-Bukhari no 682 dan Muslim no 418).
Aisyah berkata,
وَاللهِ، مَا بِي إِلَّا كَرَاهِيَةُ أَنْ يَتَشَاءَمَ النَّاسُ، بِأَوَّلِ مَنْ يَقُومُ فِي مَقَامِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Demi Allah tidaklah aku berkata demikian melainkan aku kawatir orang-orang akan menganggap munculnya keburukan terhadap orang yang pertama kali menempati kedudukan Rasulullah shallallahu álaihi wasallam” (HR Muslim no 418)
Pada hari-hari itu Abu Bakar telah menjadi imam sebanyak 17 kali waktu shalat selama hidup Rasulullah , yaitu shalat isya pada hari kamis, shalat shubuh pada hari senin dan 15 waktu shalat(yang lainnya) di antara hari-hari tersebut.
Nabi memanggil Fathimah radhiallahu ánhaa. Aisyah radhiallahu ánhaa berkata :
دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ ابْنَتَهُ فِي شَكْوَاهُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ
“Nabi shallallahu álaihi wasallam memanggil putrinya Fathimah di saat beliau sakit yang akhirnya beliau meninggal” (HR Al-Bukhari no 3625). Aisyah berkata :
أَقْبَلَتْ فَاطِمَةُ تَمْشِي كَأَنَّ مِشْيَتَهَا مَشْيُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَرْحَبًا بِابْنَتِي» ثُمَّ أَجْلَسَهَا عَنْ يَمِينِهِ، أَوْ عَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا حَدِيثًا فَبَكَتْ، فَقُلْتُ لَهَا: لِمَ تَبْكِينَ؟ ثُمَّ أَسَرَّ إِلَيْهَا حَدِيثًا فَضَحِكَتْ، فَقُلْتُ: مَا رَأَيْتُ كَاليَوْمِ فَرَحًا أَقْرَبَ مِنْ حُزْنٍ، فَسَأَلْتُهَا عَمَّا قَالَ: فَقَالَتْ: مَا كُنْتُ لِأُفْشِيَ سِرَّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، حَتَّى قُبِضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلْتُهَا فَقَالَتْ: أَسَرَّ إِلَيَّ: «إِنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يُعَارِضُنِي القُرْآنَ كُلَّ سَنَةٍ مَرَّةً، وَإِنَّهُ عَارَضَنِي العَامَ مَرَّتَيْنِ، وَلاَ أُرَاهُ إِلَّا حَضَرَ أَجَلِي، وَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِ بَيْتِي لَحَاقًا بِي». فَبَكَيْتُ، فَقَالَ: «أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِي سَيِّدَةَ نِسَاءِ أَهْلِ الجَنَّةِ، أَوْ نِسَاءِ المُؤْمِنِينَ» فَضَحِكْتُ لِذَلِكَ
“Fathimah datang sambir berjalan, dan cara jalan beliau seperti cara jalan Nabi shallallahu álaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam berkata, “Selamat datang wahati putriku”. Lalu Nabi mendudukan Fathimah di sisi kanannya atau di sisi kirinya. Lalu Nabi membisikan sesuatu pembicaraan kepadanya maka Fathimahpun menangis. Aku (Aisyah) bertanya (kepada Fathimah), “Kenapa engkau menangis?”. Lalu Nabi membisikan kepadanya suatu pembicaraan maka Fathimahpun tertawa. Aku (Aisyah) berkata, “Aku tidak penah melihat seperti hari ini, suatu kegemberiaan yang begitu dekat dengan kesedihan”. Lalu aku bertanya kepada Fathimah tentang apa yang dibisikan oleh Nabi, maka ia berkata, “Sesungguhnya aku tidak ingin menceritakan rahasia Rasulullah shallallahu álaihi wasallam”. Tatkala Nabi shallallahu álahi wasallam telah meninggal maka akupun bertanya kepada Fathimah, maka ia berkata, “Nabi membisikan kepadaku, “Sesungguhnya Jibril mengajariku al-Qur’an setahun sekali, pada tahun ini Jibril mengajariku dua kali, aku melihat hal itu karena ajalku telah datang, dan sesungguhnya engkau adalah keluargaku yang pertama kali menyusulku (meninggal)”, maka akupun menangis. Maka Nabipun berkata, “Tidakkah engkau suka jika engkau menjadi pemimpin para wanita penghuni surga atau para wanita dunia?”, maka akupun tersenyum karena itu” (HR Al-Bukhari no 3623)
Tiga hari sebelum wafat
Nabi memberi wejangan agar seseorang berbaik sangka kepada Allah ketika akan meninggal dunia. Jabir bin Abdillah berkata
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَبْلَ وَفَاتِهِ بِثَلَاثٍ، يَقُولُ: «لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللهِ الظَّنَّ»
“Aku mendengar Nabi shallallahu álaihi wasallam 3 hari sebelum beliau wafat, beliau berkata, “Janganlah sekali-kali salah seorang kalian meninggal kecuali ia dalam kondisi berbaik sangka kepada Allah” (HR Muslim no 2877)
Dua Atau Sehari Sebelum Wafat
Pada hari Sabtu atau hari Ahad Nabi merasakan penyakit pada dirinya berkurang, beliau keluar dengan di papah dua orang untuk menunaikan shalat Zhuhur. Aisyah berkata
ثُمَّ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَدَ مِنْ نَفْسِهِ خِفَّةً، فَخَرَجَ بَيْنَ رَجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا العَبَّاسُ لِصَلاَةِ الظُّهْرِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ، فَلَمَّا رَآهُ أَبُو بَكْرٍ ذَهَبَ لِيَتَأَخَّرَ، فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنْ لاَ يَتَأَخَّرَ، قَالَ: أَجْلِسَانِي إِلَى جَنْبِهِ، فَأَجْلَسَاهُ إِلَى جَنْبِ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: فَجَعَلَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي وَهُوَ يَأْتَمُّ بِصَلاَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالنَّاسُ بِصَلاَةِ أَبِي بَكْرٍ، وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ
“Kemudian Nabi shallallahu álaihi wasallam merasa lebih sehat, maka beliau keluar dibopong oleh dua orang, salah satunya adalah al-Ábbas, untuk melaksanakan sholat dzhuhur, sementara Abu Bakar sedang mengimami jamaáh sholat. Tatkala Abu Bakar melihat Nabi, maka Abu Bakar hendak mundur, maka Nabi mengisyaratkan dengan tangannya agar Abu Bakar tidak mundur. Nabi berkata kepada (kepada kedua orang yang membopongnya), “Dudukanlah aku di sisi Abu Bakar”. Maka mereka berduapun mendudukan Nabi di sisi Abu Bakar, maka Abu Bakarpun sholat dan beliau bermakmum kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam, dan para jamaah bermakmum denga sholatnya Abu Bakar, sementara Nabi sholatnya dalam kondisi duduk” (HR Al-Bukhari no 687 dan Muslim no 418)
Inilah sholat jamaáh terakhir yang dihadiri oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam.
Sehari Sebelum Wafat
Hari Ahad, sehari sebelum Nabi wafat, beliau memerdekakan budak-budaknya, dan menginfakan seluruh hartanya. Aisyah berkata :
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ: ” يَا عَائِشَةُ، مَا فَعَلَتِ الذَّهَبُ “، فَجَاءَتْ مَا بَيْنَ الْخَمْسَةِ إِلَى السَّبْعَةِ، أَوِ الثَّمَانِيَةِ، أَوِ تِسْعَةِ، فَجَعَلَ يُقَلِّبُهَا بِيَدِهِ ” وَيَقُولُ: ” مَا ظَنُّ مُحَمَّدٍ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَوْ لَقِيَهُ، وَهَذِهِ عِنْدَهُ أَنْفِقِيهَا
“Rasulullah berkata ketika sakit yang akhirnya beliau meninggal, “Wahai Aisyah bagaimana kondisi emas?”. (dalam riwayat yang lain Aisyah berkata, هِيَ عِنْدِي “Ada padaku emasnya”). Lalu Aisyah menghadirkan emas tersebut yaitu sekitar 5 keping hingga 7 atau 8 atau 9 keping. Maka Nabipun membolak-balikan kepingan emas tersebut dengan tangannya dan beliau berkata, “Apa persangkaan Muhammad terhadap Allah Azza wa Jalla jika bertemu dengan Allah, sementara emas-emas ini masih ada padanya?. Wahai Aisyah sedekahkanlah emas ini !” (HR Ahmad no 24222 dan 25491)
Aisyah berkata :
مَا تَرَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِينَارًا، وَلَا دِرْهَمًا، وَلَا شَاةً، وَلَا بَعِيرًا، وَلَا أَوْصَى بِشَيْءٍ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam (tatkala wafat) tidak meninggalkan sekeping dinarpun, tidak juga sekeping dirhampun, tidak juga seekor kambingpun dan onta, dan tidak berwashiat dengan washiat apapun” (HR Muslim no 1635)
Ámr bin al-Haarits (saudaranya Juwairiyah bint al-Haarits) berkata :
مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلاَ دِينَارًا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ أَمَةً وَلاَ شَيْئًا، إِلَّا بَغْلَتَهُ البَيْضَاءَ، وَسِلاَحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً
“Tatkala Rasulullah shallallahu álaihi wasallam wafat beliau tidak meninggalkan sekeping dirhampun tidak juga sekeping dinar, tidak juga seorang budak lelaki dan budak wanita. Beliau tidak meninggalkan apapun kecuali begolnya yang putih dan senjata beliau serta sebidang tanah, seluruhnya Nabi sedekahkan (diwakafkan)” (HR Al-Bukhari no 2739)
Bahkan Nabi meninggal dalam kondisi masih punya hutang gadai kepada seorang yahudi. Aisyah berkata
تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِيٍّ، بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam wafat sementara baju besi perangnya masih tergadaikan di seorang yahudi, untuk berhutang 30 shaa’ gandum” (HR Al-Bukhari no 2916)
Ibnu Ábbas berkata
أَخَذَهُ طَعَامًا لِأَهْلِهِ
“Nabi berhutang 30 shaa’ gandum untuk makanan keluarganya” (HR Ahmad no 2109 dan 3409)
Nabi sengaja berhutang kepada seorang yahudi agar tidak merepotkan para sahabat, karena kalau para sahabat tahu Nabi kekurangan maka mereka akan segera membantu Nabi, dan ini tentu membebani mereka.([5]) Itupun Nabi berhutang karena benar-benar beliau dalam kondisi sulit, yaitu untuk makanan bagi keluarganya.
Hari Terakhir
Anas bin Malik berkata :
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ يُصَلِّي لَهُمْ فِي وَجَعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ، حَتَّى إِذَا كَانَ يَوْمُ الِاثْنَيْنِ وَهُمْ صُفُوفٌ فِي الصَّلاَةِ، فَكَشَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتْرَ الحُجْرَةِ يَنْظُرُ إِلَيْنَا وَهُوَ قَائِمٌ كَأَنَّ وَجْهَهُ وَرَقَةُ مُصْحَفٍ، ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ، فَهَمَمْنَا أَنْ نَفْتَتِنَ مِنَ الفَرَحِ بِرُؤْيَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنَكَصَ أَبُو بَكْرٍ عَلَى عَقِبَيْهِ لِيَصِلَ الصَّفَّ، وَظَنَّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَارِجٌ إِلَى الصَّلاَةِ «فَأَشَارَ إِلَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتِمُّوا صَلاَتَكُمْ وَأَرْخَى السِّتْرَ فَتُوُفِّيَ مِنْ يَوْمِهِ»
“Sesungguhnya Abu Bakar mengimami mereka sholat selama Nabi shallallahu álaihi wasallam sakit yang akhirnya beliau wafat. Hingga tatkala hari senin sementara mereka (para sahabat) sedang sholat (yaitu sholat subuh)([6]) maka Nabi shallallahu álaihi wasallam menyingkap tirai Hujroh (rumah Aisyah) seraya memandang kepada kami. Beliau shallallahu álaihi wasallam dalam kondisi berdiri, seakan-akan wajah beliau seperti lembaran mushaf (karena begitu bersih dan lembutnya kulit wajah beliau-pent), lalu beliau tersenyum-senyum([7]). Maka kamipun hampir-hampir ingin keluar dari sholat karena begitu gembiranya dengan pandangan Nabi (kepada kami). Maka Abu Bakarpun mundur ke belakang untuk bergabung dengan shaff dan beliau mengira bahwa Nabi shallallahu álaihi wasallam akan keluar untuk sholat. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallampun memberi isyarat agar kami melanjutkan sholat kami, lalu beliau menutup kembali tirai dan beliaupun wafat pada hari tersebut” (HR Al-Bukhari no 680 dan Muslim no 419)
Inilah sholat para sahabat terakhir yang dilihat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Fathimah melihat penderitaan berat yang tengah di alami Rasulullah. Anas bin Malik berkata :
لَمَّا ثَقُلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَعَلَ يَتَغَشَّاهُ، فَقَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: وَا كَرْبَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهَا: «لَيْسَ عَلَى أَبِيكِ كَرْبٌ بَعْدَ اليَوْمِ»، فَلَمَّا مَاتَ قَالَتْ: يَا أَبَتَاهُ، أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ، مَنْ جَنَّةُ الفِرْدَوْسِ، مَأْوَاهْ يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ، فَلَمَّا دُفِنَ، قَالَتْ فَاطِمَةُ عَلَيْهَا السَّلاَمُ: يَا أَنَسُ أَطَابَتْ أَنْفُسُكُمْ أَنْ تَحْثُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ التُّرَابَ
“Tatkala penyakin Nabi semakin berat kepayahan meliputi Nabi, maka Fathimah berkata kepadanya, “Sungguh berat sakitmu wahai ayahanda…!”. Maka Nabi berkata kepadanya, “Tidak ada lagi penderitaan atas ayahmu setelah hari ini” (HR Al-Bukhari no 4462)
Pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid telah berangkat menuju Mu’tah atas perintah Nabi shallallahu álaihi wasallam sementara Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam kondisi sakit. Anggota pasukan tersebut kebanyakannya adalah kaum muhajirin, dan diantaranya adalah Umar bin al-Khottob. Tatkala mereka tiba al-Jurf yaitu jarak satu farsakh([8]) dari kota Madinah maka mereka berkemah beberapa di sana menunggu kabar tentang kondisi Nabi shallallahu álaihi wasallam.([9])
Ketika datang kabar bahwa kondisi Nabi semakin parah maka Usamah balik ke kota Madinah. Usamah bin Zaid berkata :
لَمَّا ثَقُلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَبَطْتُ وَهَبَطَ النَّاسُ مَعِي إِلَى الْمَدِينَةِ، فَدَخَلْتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ أَصْمَتَ فَلَا يَتَكَلَّمُ، فَجَعَلَ ” يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، ثُمَّ يَصُبُّهَا عَلَيَّ أَعْرِفُ أَنَّهُ يَدْعُو لِي
“Ketika sakit Rasulullah shallallahu álaihi wasallam semakin keras, maka orang-orang pun balik bersamaku (dari al-Jurf) ke Madinah. Lalu aku menemui Rasulullah shallallahu álaihi wasallam sementara beliau sudah berdiam dan tidak berbicara. Maka beliaupun mengangkat kedua tangannya ke langit lalu mengarahkan tangannya kepadaku. Aku tahu bahwasanya beliau mendoakan aku” (HR Ahmad no 21755 dan at-Tirmidzi no 3817 dengan sanad yang hasan karena pada sanadnya adalah Muhammad bin Ishaq, dan ia adalah shoduuq)
Penyakit Rasulullah semakin parah dan bertambah berat, dan muncul (pada tubuhnya) pengaruh racun yang pernah di makannya pada saat perang Khaibar, dan beliau berkata,
يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ، فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السُّمِّ
”Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit (akibat racun) makanan yang aku makan di Khaibar, sehingga pada saat ini aku merasakan urat nadiku akan terputus karena racun tersebut” (HR Al-Bukhari no 4428)([10])
Kondisi beliau semakin parah, dan beliau meletakan kain di atas wajah beliau karena sakit yang amat sangat. Dari Aisyah dan Ibnu Ábbas berkata :
لَمَّا نَزَلَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ، فَإِذَا اغْتَمَّ بِهَا كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ، فَقَالَ وَهُوَ كَذَلِكَ: «لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ» يُحَذِّرُ مَا صَنَعُوا
“Tatkala Rasulullah shallallahu álaihi wasallam dalam kondisi akan meninggal maka beliau meletakan kain di atas wajah beliau. Jika beliau merasa panas/sesak maka beliau membuka kain tersebut dari wajahnya, maka beliau berkata -dalam kondisi demikian-, “Laknat Allah terhadap Yahudi dan Nashoro, mereka telah menjadikan keburan-kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid”. Nabi memperingatkan (umatnya agar tidak melakukan) apa yang telah mereka lakukan. (HR Al-Bukhari no 435)
Dalam riwayat yang lain Aisyah berkata
قَالَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ: «لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا»، قَالَتْ: وَلَوْلاَ ذَلِكَ لَأَبْرَزُوا قَبْرَهُ غَيْرَ أَنِّي أَخْشَى أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Bahwasanya Nabi berkata ketika sakit yang akhirnya beliau meninggal (dalam riwayat yang lain : فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ “ketika sakit yang beliau tidak bisa bangun lagi”) “Allah melaknat yahudi dan nashoro, mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid”. Aisyah berkata, “Kalua bukan karena peringatan tersebut tentu para sahabat akan menampakan kuburan beliau (tanpa ditutup dan dikubur di luar rumah Aisyah-pen)([11]), akan tetapi sesungguhnya aku kawatir akan dijadikan masjid” (HR Al-Bukhari no 1330 dan 4441
Nabi shallallahu álaihi wasallam juga berwashiat untuk memperhatikan sholat dan para budak. Anas berkata :
كَانَتْ عَامَّةُ وَصِيَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ حَضَرَهُ الْمَوْتُ: “الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ الصَّلَاةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ” حَتَّى جَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغَرْغِرُ بِهَا صَدْرُهُ، وَمَا يَكَادُ يُفِيضُ بِهَا لِسَانُهُ
“Kebanyakan washiat Rasulullah shallallahu álaihi wasallam tatkala kematian telah hadir adalah, “Perhatikanlah sholat dan budak-budak kalian, perhatikanlah sholat dan budak-budak kalian”. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu álaihi wasallam mengucapkan hal tersebut dengan berat dadanya dan hampir-hampir lisannya tidak bisa mengucapkannya” (HR Ahmad no 12169 dengan sanad yang shahih).
Dan semakna dengan hadits ini juga diriwayatkan oleh Ummu Salamah (HR Ahmad no 26483 dan 26657, derajatnya hasan li ghoirihi)
Detik-detik Kematian
Detik-detik kematian telah tiba, Aisyah menyandarkan tubuh beliau kepadanya, ia berkata,
إِنَّ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ عَلَيَّ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوُفِّيَ فِي بَيْتِي، وَفِي يَوْمِي، وَبَيْنَ سَحْرِي وَنَحْرِي، وَأَنَّ اللَّهَ جَمَعَ بَيْنَ رِيقِي وَرِيقِهِ عِنْدَ مَوْتِهِ: دَخَلَ عَلَيَّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ، وَبِيَدِهِ السِّوَاكُ، وَأَنَا مُسْنِدَةٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَعَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ، فَقُلْتُ: آخُذُهُ لَكَ؟ فَأَشَارَ بِرَأْسِهِ: «أَنْ نَعَمْ» فَتَنَاوَلْتُهُ، فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ، وَقُلْتُ: أُلَيِّنُهُ لَكَ؟ فَأَشَارَ بِرَأْسِهِ: «أَنْ نَعَمْ» فَلَيَّنْتُهُ، فَأَمَرَّهُ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ رَكْوَةٌ أَوْ عُلْبَةٌ فِيهَا مَاءٌ، فَجَعَلَ يُدْخِلُ يَدَيْهِ فِي المَاءِ فَيَمْسَحُ بِهِمَا وَجْهَهُ، يَقُولُ: «لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ» ثُمَّ نَصَبَ يَدَهُ، فَجَعَلَ يَقُولُ: «فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى» حَتَّى قُبِضَ وَمَالَتْ يَدُهُ
”Termasuk di antara nikmat Allah yang Allah anugrahkan kepadaku, adalah bahwa Rasullah wafat di rumahku, ketika hari jatah nginapku, di antara dada dan tenggorokanku, Allah mengumpulkan antara ludahku dan ludahnya pada saat kematiannya. Abdurrahman bin Abu Bakar masuk ke rumahku, di tangannya ada sepotong siwak, sedangkan Rasulullah bersandar pada tubuhku, aku melihat Rasullah memandang siwak tersebut dan aku tahu bahwa ia menyukai siwak, aku berkata kepadanya,” Maukah aku ambilkan untukmu?” beliau menganggukkan kepalanya bertanda mengiyakan, kemudian aku berikan siwak tersebut kepadanya, akan tetapi siwak tersebut sangat keras baginya, sehingga aku bertanya kepadanya, ”Maukah aku lunakkan untukmu?”. Beliau mengisyaratkan dengan kepalanya bertanda mengiyakan. Maka aku pun melunakkan nya, kemudian Rasulullah menggosokkannya pada giginya. (Di dalam sebuah riwayat lain Aisyah berkata فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ “Maka aku tidak pernah melihat sekalipun Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersiwak lebih indah dari ketika beliau bersiwak tatkala itu”).
Di depan beliau ada sebuah bejana berisi air, lalu beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air tersebut kemudian mengusapkannya ke wajahnya kemudian berkata,”La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu mengalami sekarat/sesuatu yang berat([12])”. Lalu beliau mengangkat tangan beliau (dalam riwayat yang lain : أَوْ إِصْبَعَهُ atau mengisyaratkan dengan jari telunjuknya ke atas) lalu beliau berkata, “Sertakanlah aku bersama mereka yang (menempati tempat yang) tinggi (yang Engkau beri anugrah kepada mereka)”, (dalam riwayat yang lain : فَلَمَّا اشْتَكَى وَحَضَرَهُ القَبْضُ وَرَأْسُهُ عَلَى فَخِذِ عَائِشَةَ غُشِيَ عَلَيْهِ، فَلَمَّا أَفَاقَ شَخَصَ بَصَرُهُ نَحْوَ سَقْفِ البَيْتِ، ثُمَّ قَالَ: «اللَّهُمَّ فِي الرَّفِيقِ الأَعْلَى» “Ketika beliau sakit dan telah tiba ajal beliau, sementara kepala beliau berada di atas paha Aisyah, iapun pingsan. Tatkala beliau siuman pandangan beliau ke arah atap rumah, lalu beliau berkata atas lalu beliau berkata tiga kali, “Ya Allah sertakanlah aku bersama orang-orang yang Engkau anugrahi”)([13]) (dalam riwayat yang lain : ثَلاَثًا tiga kali), hingga beliau wafat dan tangan beliau terjatuh” (HR Al-Bukhari no 3669, 4437, 4438 dan 4449)
Dalam riwayat yang lain Nabi berkata :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي، وَأَلْحِقْنِي بِالرَّفِيقِ
“Ya Allah ampunilah aku, kasihilah aku, ikutkanlah aku bersama orang-orang yang Engkau anugrahi mereka” (HR Al-Bukhari no 4440)
Aisyah berkata,
كُنْتُ أَسْمَعُ: ” أَنَّهُ لاَ يَمُوتُ نَبِيٌّ حَتَّى يُخَيَّرَ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، وَأَخَذَتْهُ بُحَّةٌ، يَقُولُ: {مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ} الآيَةَ فَظَنَنْتُ أَنَّهُ خُيِّرَ ”
“Aku pernah mendengar (dalam riwayat lain : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ صَحِيحٌ يَقُولُ “Rasulullah shallallahú álaihi wasallam ketika sehat pernah berkata) “Sesungguhnya tidak seorang nabi meninggal hingga ia disuruh memilih antara dunia dan akhirat”. Maka aku mendengar Nabi shallallahu álaihi wasallam -ketika sakit yang akhirnya beliau meninggal- dalam kondisi suara beliau tertahan (susah dan serak/berat) beliau berkata, “Bersama orang-orang yang Allah memberi anugrah kepada mereka” (QS An-Nisaa : 69)([14]). Maka aku kira beliau sedang diberi pilihan” (HR Al-Bukhari no 4435)
Kejadian ini berlangsung pada saat waktu dhuha sedang panas-panasnya, yaitu pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah, umur beliau pada saat itu telah mencapai 63 tahun lebih 4 hari. (lihat Ar-Rohiiq al-Makhtuum hal 404)
Puncak Kesedihan Para Sahabat
Tersebarlah berita yang menyedihkan itu, langit dan penjuru kota Madinah pun menjadi kelabu. Anas bin Malik berkata,
شَهِدْتُهُ يَوْمَ دَخَلَ الْمَدِينَةَ فَمَا رَأَيْتُ يَوْمًا قَطُّ، كَانَ أَحْسَنَ وَلَا أَضْوَأَ مِنْ يَوْمٍ دَخَلَ عَلَيْنَا فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَشَهِدْتُهُ يَوْمَ مَوْتِهِ، فَمَا رَأَيْتُ يَوْمًا كَانَ أَقْبَحَ، وَلَا أَظْلَمَ مِنْ يَوْمٍ مَاتَ فِيهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku menyaksikan Nabi ketika pertama kali masuk kota Madinah, maka aku tidak pernah melihat satu haripun yang lebih indah dan lebih bercahaya dari hari dimana Rasulullah shallallahu álaihi wasallam masuk bertemu kami. Dan aku juga menyaksikan hari dimana beliau wafat, maka aku tidak pernah melihat hari yang lebih buruk, lebih gelap dari hari wafatnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam” (HR Ad-Darimi no 89 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Dalam riwayat yang lain Anas berkata,
لَمَّا كَانَ اليَوْمُ الَّذِي دَخَلَ فِيهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ أَضَاءَ مِنْهَا كُلُّ شَيْءٍ، فَلَمَّا كَانَ اليَوْمُ الَّذِي مَاتَ فِيهِ أَظْلَمَ مِنْهَا كُلُّ شَيْءٍ، وَمَا نَفَضْنَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الأَيْدِي وَإِنَّا لَفِي دَفْنِهِ حَتَّى أَنْكَرْنَا قُلُوبَنَا.
”Ketika hari dimana Rasulullah shallallahu álaihi wasallam masuk ke kota Madinah maka bersinarlah segala sesuatu. Tatkala hari dimana beliau meninggal maka semuanya di kota Madinah menjadi gelap. Dan tidaklah kami mengbaskan tangan-tangan kami dari tanah -dan sesungguhnya kami masih menguburkan beliau- hingga kami mengingkari hati kami” (HR At-Tirimidzi no 3618, Ibnu Majah no 1631, dan Ahmad no 13830 dengan sanad yang kuat)
Yaitu para sahabat langsung merasakan perubahan pada hati mereka, yaitu kondisi mereka berubah dengan wafatnya Nabi, dan mulai nampak berbagai macam kegelapan. Hati mereka tidak lagi berada di atas cahaya yang dahulu mereka rasakan tatkala Nabi masih hidup, kelembutan dan kasih sayang diantara mereka tidak seperti dulu lagi. Hal ini karena wahyu telah terputus dan sirnanya keberkahan kebersamaan bersama Nabi shallallahu álaihi wasallam([15])
Sikap Umar
Umar bin al-Khaththab sulit menerima bahwa Nabi shallalahu álaihi wasallam telah meninggal, beliau berkata,
وَاللَّهِ مَا مَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَيَبْعَثَنَّهُ اللَّهُ، فَلَيَقْطَعَنَّ أَيْدِيَ رِجَالٍ وَأَرْجُلَهُمْ
“Demi Allah Rasulullah shallallahu álaihi wasallam belum tidak wafat, dan sungguh Allah akan membangkitkan beliau, dan beliau akan memotong tangan-tangan dan kaki-kaki para lelaki tersebut” (HR Al-Bukhari no 3667). Dalam riwayat yang lain Umar berkata,
وَاللَّهِ مَا مَاتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا يَمُوتُ حَتَّى يَقْطَعَ أَيْدِيَ أُنَاسٍ مِنَ الْمُنَافِقِينَ كَثِيرٍ وَأَرْجُلَهُمْ
“Demi Allah, Rasulullah shallallahu álaihi wasallam belum mati, dan beliau tidak akan mati hingga beliau memotong tangan-tangan dan kaki-kaki banyak orang dari kaum munafiq” (HR Ibnu Maajah no 1627)([16])
Umar berkata, “Demi Allah tidak terbetik di hatiku kecuali itu (yaitu Nabi belum wafat)” (HR Al-Bukhari no 3667)
Sikap Abu Bakar
Aisyah berkata :
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَقْبَلَ عَلَى فَرَسٍ مِنْ مَسْكَنِهِ بِالسُّنْحِ، حَتَّى نَزَلَ فَدَخَلَ المَسْجِدَ، فَلَمْ يُكَلِّمُ النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ، فَتَيَمَّمَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُغَشًّى بِثَوْبِ حِبَرَةٍ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ أَكَبَّ عَلَيْهِ فَقَبَّلَهُ وَبَكَى، ثُمَّ قَالَ: «بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، وَاللَّهِ لاَ يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ مَوْتَتَيْنِ أَمَّا المَوْتَةُ الَّتِي كُتِبَتْ عَلَيْكَ، فَقَدْ مُتَّهَا»
“Abu Bakar datang dengan menunggang kuda dari tempat tinggalnya di As-Sunh, kemudian ia turun dan masuk kedalam masjid, ia tidak berbicara dengan seorangpun hingga masuk ke bilik Aisyah dan menuju ke tempat Rasulullah yang sedang di tutupi dengan kain hibaroh (yang berasal dari yaman dan bergaris-garis). Lalu Abu Bakar membuka wajahnya, kemudian menundukkan kepala kepadanya, lalu menciumnya dan menangis. Kemudian ia berkata,” Ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu Allah tidak akan menyatukan padamu dua kematian, adapun kematian yang telah di tetapkan oleh Allah atasmu telah engkau alami.” (HR Al-Bukhari no 4452)
Ibnu Ábbas berkata,
أَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَرَجَ وَعُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ يُكَلِّمُ النَّاسَ فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ، فَأَبَى عُمَرُ أَنْ يَجْلِسَ، فَأَقْبَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ، وَتَرَكُوا عُمَرَ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: ” أَمَّا بَعْدُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيٌّ لاَ يَمُوتُ، قَالَ اللَّهُ: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} [آل عمران: 144] إِلَى قَوْلِهِ {الشَّاكِرِينَ} [آل عمران: 144]، وَاللَّهِ لَكَأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ هَذِهِ الآيَةَ حَتَّى تَلاَهَا أَبُو بَكْرٍ، فَتَلَقَّاهَا مِنْهُ النَّاسُ كُلُّهُمْ، فَمَا أَسْمَعُ بَشَرًا مِنَ النَّاسِ إِلَّا يَتْلُوهَا ” … عُمَرَ قَالَ: «وَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلاَهَا فَعَقِرْتُ، حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلاَيَ، وَحَتَّى أَهْوَيْتُ إِلَى الأَرْضِ حِينَ سَمِعْتُهُ تَلاَهَا، عَلِمْتُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ»
“Kemudian Abu Bakar keluar, sedangkan Umar tengah berbicara dengan orang-orang, maka Abu Bakar berkata,” Duduklah wahai Umar!” Akan tetapi Umar tidak mau duduk. Orang-orang pun mengerumuninya dan meninggalkan Umar. Abu Bakar berkata,” Amma ba’du, barang siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya beliau telah mati, dan barang siapa di antara kalian yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah itu Maha hidup dan tidak akan mati. Allah berfirman, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau di bunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?, Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali imran:144).
Demi Allah, sungguh seakan-akan para sahabat pada saat itu tidak mengetahui bahwa Allah telah menurunkan ayat ini, kecuali setelah Abu Bakar membacanya, kemudian semua orang mendengarnya dari Abu Bakar, dan aku tidak mendengar seoarng pun dari manusia,kecuali ia membacanya… Umar berkata, ”Demi Allah, tidak ada kondisi kecuali aku mendengar Abu Bakar membacanya, maka akupun lemas, hingga kedua kakiku tak mampu lagi menyanggaku, kemudian aku terjatuh ke tanah pada saat aku mendengar Abu Bakra membacanya, pada saat itu baru aku menyadari bahwa Rasulullah telah wafat.” (HR Al-Bukhari no 4454)
Fathimah berkata,
يَا أَبَتَاهُ، أَجَابَ رَبًّا دَعَاهُ، يَا أَبَتَاهْ، مَنْ جَنَّةُ الفِرْدَوْسِ، مَأْوَاهْ يَا أَبَتَاهْ إِلَى جِبْرِيلَ نَنْعَاهْ
”Wahai ayahanda, ia telah telah memenhui panggilan Tuhannya, wahai ayahanda yang surga Firdaus menjadi tempat tinggalnya, wahai ayahanda, kepada Jibril kami mengabarkan kematiannya” (HR Al-Bukhari no 4462)
———————————————-
Footnote:
([1]) Ibnu Hajar berkata, “Sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak mengingkari Umar merupakan isyarat bahwa Nabi membenarkan pendapat Umar. Dan Umar memberi isyarat dengan perkataannya, “Cukuplah bagi kita Kitabullah…” hingga “firman Allah : Kami tidak meluputkan sesuatu dalam al-Kitab”. Dan bisa kemungkinan bahwasanya Umar ingin meringankan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala melihat kondisi Nabi yang berat, dan tegak indikasi pada diri Umar yang menunjukan bahwa yang diinginkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk ditulis bukanlah perkara yang harus dibutuhkan. Karena kalua memang yang hendak ditulis oleh Nabi adalah semisal hal ini (yang harus disampaikan) maka Nabi shallallahu ‘aliahi wasallam tidak akan meninggalkan penulisan tersebut hanya karena perselisihan mereka. Dan hal ini tidaklah dipertentangkan dengan perkataan Ibnu ‘Abbas, “Sesungguhnya musibah…dst”, karena tentu Umar lebih faqih dari pada Ibnu ‘Abbas” (Fathul Baari 8/134)
Diantara yang menguatkan penjelasan Ibnu Hajar ini adalah Nabi setelah kejadian tersebut masih hidup 3 atau 4 hari lagi, tentu kalau memang Nabi shallallahu álaihi wasallam mau menulis maka masih ada kesempatan bagi Nabi untuk menuliskan hal tersebut.
Adapun kondisi Umar yang “berani” memberi ide agar Nabi tidak usah menulis, maka ini adalah kondisi yang biasa sudah diketahui oleh Nabi tentang Umar. Bukankah telah terjadi beberapa kali Umar memberi ide kepada Nabi yang menyelisihi ide Nabi, dan ternyata justru ide Umar yang disetujui oleh Allah?. Seperti masukan beliau agar Nabi tidak menyolatkan Abdullah bin Ubai bin Salul, demikian juga ide beliau tatkala perang badar agar Nabi tidak menerima fidyah/tebusan terhadap para tawanan. Dan ternyata justru ide beliau inilah yang benar. Dan Umar tatkala memberikan ide-ide tersebut telah tegak qorinah/indikasi dalal diri beliau bahwa perkara-perkara tersebut adalah ijtihadiyah Nabi dan bukan wahyu dari Allah, maka demikian pula tatkala Nabi sakit keras dan hendak menulis. Wallahu álam bis-showaab.
([2]) Lihat perinciannya di Fathul Baari 8/135
([3]) Kisah Abu Bakar mengimami sholat tatkala Nabi sakit diriwayatkan oleh Aisyah, al-‘Abbas bin ‘Abdilmuttholib (HR Ahmad no 1784), Ibnu ‘Abbas (HR Ahmad no 2055), Ibnu Umar (HR Al-Bukhari no 682), dan Abu Musa al-Asy’ari (HR Al-Bukhari no 3385 dan Muslim no 420).
([4]) Maksud Nabi menyamakan Aisyah seperti para wanita yang merayu Yusuf álaihis salam adalah dalam hal menampakan sesuatu akan tetapi di hati ada maksud lain. Yaitu para wanita menampakan seakan-akan mencela Zulaikha padahal mereka juga ingin melihat Yusuf álaihis salam. Maka demikian pula Aisyah yang meminta agar Abu Bakar tidak menjadi imam seakan-akan kawatir bacaan Abu Bakar tidak terdengar karena isakan tangisannya namun sebenarnya Aisyah punya maksud lain dalam hatinya, yaitu agar orang-orang tidak menyatakan bahwa Abu Bakar menjadi imam menggantikan posisi Nabi sebagai pertanda keburukan bahwa Nabi akan meninggal dunia. (Lihat Fathul Baari, Ibnu Rojab 6/69)
Atau maksudnya perbuatan Aisyah sama dengan perbuatan Zualikho, dari sisi sama-sama menampakan sesuatu tapi ada maksud lain di hati. Yaitu Zualikho mengundang para wanita seakan-akan ingin memuliakan mereka sebagai tamu akan tetapi maksudnya agar mereka bisa melihat ketampanan Yusuf álahis salam. Demikian pula Aisyah yang menyatakan agar Abu Bakar tidak menjadi Imam karena suka menangis padahal maksudnya agar orang-orang tidak mengganggap Abu Bakar pertanda keburukan. Dari sini maka maksud perkataan Nabi meskipun lafal jamak akan tetapi maksudnya adalah mufrod. Perkataan Nabi إِنَّكُنَّ “Sesungguhnya kalian” (padahal maksudnya hanya Aisyah saja bukan istri-istri beliau yang lain) seperti صَوَاحِبُ يُوسُفَ “para wanita yang menggoda Yusuf” (padahal maksudnya hanya Zulaikho). (Lihat Fathul Baari, Ibnu Hajar 2/153)
([5]) Demikianlah kondisi Nabi shallallahu álaihi wasallam senantiasa berpindah dari kondisi lapang dan kondisi sulit, terkadang lapang dan sering sulit. Bisa jadi Nabi dalam kondisi lapang namun hanya sebentar saja Nabi sudah infakan ke jalan-jalan kebaikan. Jika para sahabat tahu kesulitan Nabi shallallahu álaih wasallam sementara mereka mampu untuk mebantu Nabi tentu mereka akan segera membantu beliau. Sebagaimana datang dalam sebagian hadits tatkala Abu Tholhah, Jabir bin Abdillah, dan Abu Syuáib Al-Anhsoori mengetahui bahwa Nabi dalam kondisi lapar yang terlihat dari wajah Nabi maka merekapun segera membantu Nabi dan menyediakan makanan untuk beliau. Namun terkadang sahabat tidak tahu kebutuhan Nabi shallallahu álaihi wasallam karena Nabi menyembunyikannya. (lihat Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 13/211)
([6]) Dan itulah sholat terakhir yang dilihat oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam (Lihat Fathul Baari, Ibnu Rojab al-Hanbali 6/117)
([7]) Yaitu seakan-akan Nabi memberi ucapan perpisahan kepada para sahabatnya (lihat As-Siroh an-Nabawiyah as-Shahihah 2/555)
Ini merupakan anugrah dari Allah kepada Nabi shallallahu álaihi karena sebelum meninggal Nabi melihat pemandangan yang sangat indah yang sangat beliau sukai, yaitu para sahabatnya sholat subuh berjamaáh.
([8]) 1 Farsakh ada yang mengatakan 3 miil ada yang mengatakan 6 miil. Tapi pada hakikatnya jarak safar/qoshr sholat adalah perjalanan sehari semalam = 4 barid, dan 1 barid = 4 farsakh sehingga jarak qoshor = 16 farsakh = 83 km. Sehingga jarak 1 farsakh kira-kira 5 km. Namun tentu itu semua hanya jarak perkiraan, kenyataannya sekarang jarak antara Masjid Nabawi dengan al-Jurf sekitar 9 km.
([9]) Lihat Siroh Ibn Hisyaah 2/650 dan Dalaail An-Nubuwwah, al-Baihaqi 7/200
([10]) Allah menjadikan racun sebagai sebab wafatnya Nabi shallallahu álaihi wasallam agar Nabi memperoleh kemuliaan mati syahid (Lihat Zaadul Maáad, Ibnul Qoyyim 4/113). Ibnu Mas’ud berkata,
لَأَنْ أَحْلِفَ بِاللهِ تِسْعًا، إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُتِلَ قَتْلًا، أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَحْلِفَ وَاحِدَةً، وَذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ اتَّخَذَهُ نَبِيًّا، وَجَعَلَهُ شَهِيدًا
“Aku bersumpah 9 kali bahwasanya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam mati terbunuh lebih aku sukai daripada aku bersumpah sekali. Hal ini karena Allah azza wa jalla mengangkat beliau sebagai nabi dan menjadikan beliau mati syahid” (HR Ahmad no 3617 dengan sanad yang shahih)
وَالْمُرَادُ الدَّفْنُ خَارِجَ بَيْتِهِ وَهَذَا قَالَتْهُ عَائِشَةُ قَبْلَ أَنْ يُوَسَّعَ الْمَسْجِدُ النَّبَوِيُّ وَلِهَذَا لَمَّا وُسِّعَ الْمَسْجِدُ جُعِلَتْ حُجْرَتُهَا مُثَلَّثَةَ الشَّكْلِ مُحَدَّدَةً حَتَّى لَا يَتَأَتَّى لِأَحَدٍ أَنْ يُصَلِّيَ إِلَى جِهَةِ الْقَبْرِ مَعَ اسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ
“Maksudnya yaitu jika tidak maka Nabi akan dikuburkan di luar rumah beliau. Apa yang diucapkan Aisyah ini sebelum masjid nabawi diperluas. Karenanya tatkala masjid nabawi diperluas maka hujurot (rumah) Aisyah dijadikan bentuk segi tiga agar tidak seorangpun bisa untuk sholat ke arah kuburan sambil menghadap kiblat” (Fathul Baari 3/200)
([12]) Sesungguhnya rasa berat tatkala akan meninggal dirasakan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam karena memang Nabi diuji lebih daripada yang lainnya. Sebagaimana Nabi shallallahu álaihi wasallam tatkala sakit panas dan demamnya dua kali lipat dari orang biasa maka demikian pula rasa sakaraat (kepayahan) yang beliau rasakan ketika akan meninggal dunia.
Aisyah berkata
مَاتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّهُ لَبَيْنَ حَاقِنَتِي وَذَاقِنَتِي، فَلاَ أَكْرَهُ شِدَّةَ المَوْتِ لِأَحَدٍ أَبَدًا، بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Nabi shallallahu álaihi wasallam wafat dalam kondisi antara daguku dan dadaku, maka aku tdaik membenci beratnya kematian seorangpun selamanya setelah apa yang dialami oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam” (HR Al-Bukhari no 4446)
Dalam riwayat yang lain Aisyah berkata :
مَا أَغْبِطُ أَحَدًا بِهَوْنِ مَوْتٍ بَعْدَ الَّذِي رَأَيْتُ مِنْ شِدَّةِ مَوْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Aku tidak pernah cemburu pada soerangpun dengan mudahnya kematian setelah aku melihat beratnya wafatnya Nabi shallallahu álaihi wasallam” (HR At-Tirmidzi no 979 dengan sanad yang shahih)
Yaitu jika meninggal dengan mudah adalah tanda kemuliaan maka Nabi adalah orang yang paling berhak akan hal itu. Dan rasa berat tatkala meninggal adalah tanda kematian yang buruk maka tentu Nabi tidak akan mengalami rasa berat tatkala meninggal. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi 4/48-49). Oleh karenanya Aisyah tidak membenci kematian seseorang yang berat, karena beratnya sakaraat kematian justru menghilangkan dosa-dosa dang mengangkat derajat (lihat Miráatul Mafaatiih 5/230)
([13]) Makna dari ar-Rofiiq al-A’la adalah rombongan para Nabi yang tinggal di tempat yang tertinggi. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ar-Rofiiq adalah Allah, yang maha ar-rifqu (lembut) kepada para hambaNya. Namun pendapat jumhul ulama lebih kuat mengingat telah datang dalam lafal-lafal yang lain yang menjelaskan makna ar-Rofiiq tersebut, yaitu orang-orang yang Allah beri anugrah kepada mereka. (lihat Al-Minhaaj, An-Nawawi 15/208). Sebagian ulama juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ar-Rofiiq al-A’la adalah surga (lihat Fathul Baari 1/124)
([14]) Yaitu bersama orang-orang mulia yang Allah sebutkan dalam firmanNya :
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (QS An-Nisaa : 69)
([15]) Lihat Mirqootul Mafaatiih 9/3848
([16]) Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah, dimana beliau berkata :
لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ عُمْرُ بْنُ الْخَطَّابِ، فَقَالَ:إنَّ رِجَالًا مِنْ الْمُنَافِقِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تُوُفِّيَ، وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مَاتَ، وَلَكِنَّهُ ذَهَبَ إلَى رَبِّهِ كَمَا ذَهَبَ مُوسَى بْنُ عِمْرَانَ، فَقَدْ غَابَ عَنْ قَوْمِهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً، ثُمَّ رَجَعَ إلَيْهِمْ بَعْدَ أَنْ قِيلَ قد مَاتَ، وو الله لَيَرْجِعَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا رَجَعَ مُوسَى، فَلَيَقْطَعَنَّ أَيْدِي رِجَالٍ وَأَرْجُلَهُمْ زَعَمُوا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاتُ
Tatkala Rasulullah shallallahu álaihi wasallam wafat maka Umar berdiri dan berkata, ”Sesungguhnya beberapa orang dari kaum munafiq beranggapan bahwa Rasulullah telah wafat! Sesungguhnya Rasulullah itu tidak mati, akan tetapi ia pergi menemui Tuhannya sebagaimana Musa bin Imran pergi kepada-Nya, ia pergi meninggalkan kaumnya selama 40 hari, kemudian dia kembali lagi kepada mereka setelah sebelumnya dikabarkan telah mati. Demi Allah, Rasulullah benar-benar akan kembali, sungguh dia akan memotong tangan dan kaki mereka yang menganggap bahwa beliau telah mati.” (Sirah Ibni Hisyaam 2/655)
Akan tetapi riwayat ini lemah karena Ibnu Ishaq meriwayatkannya dari gurunya Az-Zuhri namun bukan dengan shighot tahdiits