Kuburan Syuhada Uhud
Para syuhada Uhud adalah para sahabat yang mati syahid dalam peristiwa perang Uhud yang terjadi pada hari sabtu di pertengahan bulan syawwal pada tahun ke 2 Hijriah. Mereka lalu dikuburkan di lokasi peperangan yaitu di lereng gunung Uhud.
Bahkan ketika ada yang mau dikuburkan di luar lokasi perang maka Nabi memerintahkan untuk mengembalikannya. Jabir radhiallahu ánhu berkata :
أَنَّ قَتْلَى أُحُدٍ حُمِلُوا مِنْ مَكَانِهِمْ، فنَادَى مَنَادِي رَسُول اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-: “أَنْ رُدُّوا القَتْلَى إِلَى مَصَارِعِهِمْ
“Sesungguhnya korban perang Uhud dibawa dan dipindahkan dari lokasi meninggalnya mereka, maka ada utusan Rasulullah shallallahu álaihi wasallam yang berteriak, “Kembalikanlah para korban ke lokasi meninggalkanya mereka” (HR Ahmad no 14169 dan Ibnu Hibban no 3183)
Adapun gunung Uhud maka dinamakan gunung Uhud karena ia menyendiri dan terpisah dari kumpulan gunung-gunung yang lainnya. (lihat Al-Maghoonim al-Muthoobah hal 10)
Lokasinya sekitar 5,5 km di sebelah utara Masjid Nabawi, tingginya sekitar 120 meter([1]), dengan panjang sekitar 7 hingga 8 km, dan lebar sekitar 2 hingga 3 km.
Persis di selatan gunung Uhud ada gunung/bukit kecil yang dikenal dengan jabal عَيْنَيْنِ Áinain. Namun sekarang bukit tersebut lebih dikenal dengan Jabal الرُّمَاةُ ar-Rumaah, yang ar-Rumaah artinya pasukan pemanah. Karena ketika terjadi perang Uhud Nabi shallallahu álaihi wasallam menempatkan 50 pasukan pemanah di atas gunung tersebut yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair radhiallahu ánhu.
Lokasi peperangan terletak antara gunung Uhud dan jabal ar-Rumaah. Dan disitulah dikuburkan sekitar 70 sahabat yang mati syahid dalam peristiwa perang Uhud.
Diantara 70 para sahabat tersebut adalah :
Pertama : Hamzah bin Abdil Muthholib
Beliau adalah paman Nabi shallallahu álaihi wasallam dan sekaligus saudara sepersusuan Nabi shallallahu álaihi wasallam. Umur Hamzah hanya lebih tua 2 atau 4 tahun di atas Nabi shallallahu álaihi wasallam. Beliau diberi gelar dengan Asdullah (singa Allah). Ketika beliau berperang tidak ada seorang kafirpun yang mampu untuk berduel menghadapi Hamzah yang sangat hebat dalam pertempuran. Akan tetapi akhirnya beliau meninggal karena lemparan tombak dari jauh yang dilakukan oleh Wahsyi dari Habasyah. Wahsyi bersembunyi di balik batu dan ketika Hamzah sudah mendekat dengan lokasi Washyi maka dengan curang Wahsyi([2]) pun melemparkan tombaknya sehingga tombak tersebut masuk di bawah pusar Hamzah hingga tembus ke belakang tubuhnya. Nabi sangat sedih kematian pamannya tersebut.
Kedua : Musháb bin Úmair
Beliau tadinya adalah seorang pemuda yang kaya raya. beliau adalah anak muda penduduk Mekkah yang paling nikmat hidupnya. Ibunya seorang yang kaya raya, dia menyediakan seluruh keperluan anaknya tersebut.
Al-Waqidi berkata :
كَانَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ فَتَى مَكّةَ شَبَابًا وَجَمَالًا وَكَانَ أَبَوَاهُ يُحِبّانِهِ وَكَانَتْ أُمّهُ تَكْسُوهُ أَحْسَنَ مَا يَكُونُ مِنْ الثّيَابِ وَكَانَ أَعْطَرَ أَهْلِ مَكّةَ يَلْبَسُ الْحَضْرَمِيّ مِنْ النّعَالِ
“Mush’ab bin ‘Umair adalah seorang pemuda kota Mekah yang gagal dan berpenampilan tampat, ia dicintai oleh kedua orang tuanya. Ibunya memberikan kepadanya pakaian yang terindah. Bahkan beliau adalah orang yang terharum di Mekah. Ia memakai sendal yang terbuat di Hadromaut (yaman)” (Ar-Roudh al-Unuf 4/53)
Jika ia berjalan maka parfumnya akan tercium dari jarak sekian. Namun akhirnya Mush’ab bin ‘Umair masuk Islam. Ibunya pun terkena hasutan sehingga melarang anaknya untuk masuk Islam dan menyuruh anaknya murtad. Tetapi Mush’ab tidak mau. Akhirnya diberhentikan lah segala bantuan dan diusir dari rumahnya. Keadaan ini tidak mudah bagi Mush’ab bin ‘Umair, dia masih muda, dia biasa hidup enak namun tiba-tiba diusir. Sehingga mulailah Mush’ab bin ‘Umair hidup dalam kondisi yang sulit, kulitnya mulai kasar sampai-sampai disebutkan bahwa kulitnya lepas seperti sisik ular, biasanya halus karena terawat.
Dalam sebuah riwayat Nabi menangis melihat kondisi Mush’ab. Ali bin Abi Tholib berkata :
إِنَّا لَجُلُوسٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي المَسْجِدِ إِذْ طَلَعَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ مَا عَلَيْهِ إِلَّا بُرْدَةٌ لَهُ مَرْقُوعَةٌ بِفَرْوٍ فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَكَى لِلَّذِي كَانَ فِيهِ مِنَ النِّعْمَةِ وَالَّذِي هُوَ اليَوْمَ فِيهِ
“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masjid, tiba-tiba mucul Mush’ab bin ‘Umair. Ia tidak memakai kecuali sepotong kain burdah (yang warnanya bercampur antara putih dan hitam-pen) miliknya yang ditambal-tambal dengan kulit. Tatkalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihatnya maka Nabipun menangis karena mengingat bagaimana kondisi Mush’ab yang penuh dengan kenikmatan dibandingkan dengan kondisinya yang sekarang” (HR At-Tirmidzi no 2476 dan At-Tirmidzi berkata: Hadits Hasan Ghorib, dan hadits ini dinilai dho’if (lemah) oleh Al-Albani)
Lantas bagaimana kondisi Musháb -yang tadinya pemuda yang sangat mewah- ketika beliau mati syahid dalam perang Uhud?. Simaklah riwayat berikut ini :
أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أُتِيَ بِطَعَامٍ وَكَانَ صَائِمًا، فَقَالَ: ” قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي، كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ، إِنْ غُطِّيَ رَأْسُهُ، بَدَتْ رِجْلاَهُ، وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلاَهُ بَدَا رَأْسُهُ – وَأُرَاهُ قَالَ: وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي – ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ: أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
“Sesungguhnya Abdurrahman bin Áuf radhiallahu ánhu didatangkan makanan kepadanya untuk berbuka dan ia sedang berpuasa. Maka beliau berkata, “Musháb bin Úmair terbunuh, dan ia lebih baik dariku, ia dikafankan dengan sehelai kain burdah, jika digunakan untuk menurut kepalanya maka tersingkaplah kedua kakinya. Jika digunakan untuk menutup kedua kakinya maka kepalanya terbuka. Dan Hamzah terbunuh dan ia lebih baik dariku. Lalu dibukakanlah dunia kepada kita apa yang dibuka, dan sungguh kami kawatir bahwasanya kebaikan-kebaikan pahala kita telah disegerakan bagi kita”. Lalu Abdurrahman bin Áuf pun menangis hingga ia tidak jadi makan” (HR Al-Bukhari no 1275)
Lihatlah kondisi Musháb bin Úmair yang tadinya bajunya saja pilihan bahkan yang terindah, ketika meninggal ia tidak punya baju kecuali sehelai kain yang tidak bisa digunakan untuk menutupi seluruh tubuhnya.
Ketiga : Abdullah bin Haroom (ayahnya Jabir bin Abdiilah).
Jabir bin Abdillah bercerita
لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ، جَيءَ بِأَبِي مُسَجًّى، وَقَدْ مُثِّلَ بِهِ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْفَعَ الثَّوْبَ، فَنَهَانِي قَوْمِي، ثُمَّ أَرَدْتُ أَنْ أَرْفَعَ الثَّوْبَ، فنَهَانِي قَوْمِي، فَرَفَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-، أَوْ أَمَرَ بِهِ فَرُفِعَ، فَسَمعَ صَوْتَ بَاكِيَةٍ أَوْ صَائِحَةٍ، فَقَالَ -صلى اللَّه عليه وسلم-: “مَنْ هَذِهِ؟ “، فَقَالُوا: بِنْتُ عَمْرٍو، أَوْ أُخْتُ عَمْرٍو فَقَالَ -صلى اللَّه عليه وسلم-: “وَلِمَ تَبْكِي ؟ فَمَا زَالَتِ المَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رُفِعَ”
“Ketika terjadi perang Uhud maka didatangkanlah jasad ayahku dalam kondisi tertutup dengan kain, beliau telah dicincang (oleh musuh). Maka akupun hendak mengangkat kain, namun kaumku melarangku, lalu aku hendak membuka kain namun kaumku melarangku. Maka kain tersebut dibuka oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (atau Nabi memerintahkan untuk dibuka kain tersebut), lalu Nabi mendengar suara seorang wanita yang berteriak menangis. Nabi berkata, “Siapa itu yang menangis”?. Mereka berkata, “Itu adalah putrinya Ámr”. Nabi berkata, “Kenapa ia menangis, sungguh para malaikat masih terus menaunginya dengan sayap mereka hingga diangkat ruhnya” (HR Al-Bukhari no 1293 dan Muslim no 2471)
Yaitu kenapa ia harus menangis sementara Abdullah bin Haroom dimuliakan oleh para malaikat.
Abdullah bin Haroom pada malam harinya sebelum perang Uhud ia berwashiat kepada putranya Jabir. Jabir radhiallahu ánhu berkata :
لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَ: مَا أُرَانِي إِلَّا مَقْتُولًا في أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ -صلى اللَّه عليه وسلم-، وَإِنِّي لَا أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ، غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-؛ فَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا، فَاقْضِ، وَاسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْرًا، فَأَصْبَحْنَا، فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ
“Tatkala menjelang perang Uhud, pada malam harinya ayahku memanggilku, lalu ia berkata, “Menurutku aku akan terbunuh diantara orang-orang yang pertama kali terbunuh dari para sahabat Nabi shallallahu álaihi wasallam. Dan sesungguhnya aku tidaklah meninggalkan setelahku yang lebih mulia darimu -wahai putraku- kecuali Rasulullah shallallahu álaihi wasallam. Sesungguhnya aku punya hutang maka lunasilah, dan hendaknya engkau memperhatikan dan berbuat baik kepada saudari-saudarimu”. Maka ketika di pagi hari ayahku yang pertama terbunuh” (HR Al-Bukhari no 1351)([3])
Bahkan Allah menjaga jasad Abdullah bin Haroom. Jabir berkata :
فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ وَدُفِنَ مَعَهُ آخَرُ فِي قَبْرٍ، ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرُكَهُ مَعَ الآخَرِ، فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ، فَإِذَا هُوَ كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ هُنَيَّةً غَيْرَ أُذُنِهِ
“…maka ayahku adalah yang pertama terbunuh, dan beliau dikuburkan bersama seseorang yang lain dalam satu kuburan. Kemudian hatiku tidak tenang aku membiarkannya dikuburkan bersama orang lain, maka setelah 6 bulan akupun kembali ke kuburannya, tiba-tiba aku mendapatinya masih sama dengan kondisinya tatkala aku menguburkannya, hanya saja ada perubahan di telinganya” (HR Al-Bukhari 1351)
Yaitu setelah 6 bulan ternyata jasad Abdullah bin Haroom tidak berubah kerena dijaga oleh Allah.
Keempat : Handzolah bin Abi Áamir, yang dikenal dengan Ghosiil al-Malaaikah, yaitu yang dimandikan oleh para malaikat. Ketika ia mati syahid Nabi berkata tentangnya
إِنَّ صَاحِبَكُمْ حَنْظَلة تُغَسِّله المَلَاِئكَةُ، فَسَلُوا صَاحِبَتَهُ
“Sesungguhnya sahabat kalian Handzolah dimandikan oleh para malaikat, maka tanyalah kepada istrianya (ada apa gerangan)?”.
Maka istrinya berkata, خَرَجَ وَهُوَ جُنُبٌ لَمَّا سَمِعَ الهَائِعَةَ “Ia keluar (menuju medan peperangan) tatkala mendengar suara teriakan menyeru kepada perang sementara ia dalam kondisi junub”
Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam berkata, فَذَاكَ قَدْ غَسَّلَتْهُ المَلَائكَةُ “Itulah sebabnya malaikat memandikannya” (HR Ibnu Hibban no 7025 dan al-Hakim no 4970)
Lihatlah bagaimana semangatnya Handzolah dalam berjihad di jalan Allah, sampai-sampai begitu semangatnya ia tidak sempat untuk mandi junub, karena ia tidak ingin tertinggal dalam peperangan.
Kelima : ‘Amr bin al-Jamuuh
Beliau memiliki 4 orang anak lelaki semuanya ikut dalam perang. Adapun beliau diberi udzur untuk tidak ikut perang karena kaki beliau pincang. Akan tetapi rupanya kerinduan untuk mati syahid membuat beliau bersikeras untuk bisa ikut dalam perang. Abu Qotaadah radhiallahu ‘anhu berkata :
أتى عَمْرُو بنُ الجَمُوحِ إلى رَسُولِ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ: أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلْتُ في سَبِيلِ اللَّهِ حَتَّى أُقْتَلَ أَمْشِي بِرَجْلِي هَذِهِ صَحِيحَةً في الجَنَّةِ -وَكَانَتْ رِجْلُهُ عَرْجَاءَ- فَقَالَ رَسُول اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-: “نَعَمْ”، فَقَتَلُوهُ يَوْمَ أُحُدٍ، فَمَرَّ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- فَقَالَ: “كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْكَ تَمْشِي بِرِجْلِكَ هَذِهِ صَحِيحَةً في الجَنَّةِ”
“Amr bin al-Jamuuh datang menemui Rasulullah shallallahu álaihi waslalam, lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana menurutmu jika aku ikut perang di jalan Allah hingga aku meninggal, apakah aku akan berjalan dengan kakiku ini di surga dalam kondisi tidak pincang lagi?” -kaki beliau pincang-. Maka Rasulullah shallallahu álaihi wasallam berkata, “Iya”. Maka musuhpun membunuh beliau dalam perang Uhud. Lalu Rasulullah shallallahu álaihi wasallam melewati jasadnya dan berkata, “Seakan-akan aku sedang melihatmu berjalan di surga dengan kakimu ini dalam kondisi sehat/tidak cacat” (HR Ahmad no 22553 dengan sanad yang hasan)
Jasad Ámr bin al-Jamuuh tetap dijaga Allah. Al-Imam Malik meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abdillah bin bin Abi So’soáh :
أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْجَمُوحِ وَعَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو، الْأَنْصَارِيَّيْنِ، ثُمَّ السَّلَمِيَّيْنِ، كَانَا قَدْ حَفَرَ السَّيْلُ قَبْرَهُمَا. وَكَانَ قَبْرُهُمَا مِمَّا يَلِي السَّيْلَ. وَكَانَا فِي قَبْرٍ وَاحِدٍ. وَكَانَا مِمَّنِ اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ. فَحُفِرَ عَنْهُمَا لِيُغَيَّرَا مِنْ مَكَانِهِمَا، فَوُجِدَا لَمْ يَتَغَيَّرَا، كَأَنَّمَا مَاتَا بِالْأَمْسِ. وَكَانَ أَحَدُهُمَا قَدْ جُرِحَ، فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى جُرْحِهِ، فَدُفِنَ وَهُوَ كَذلِكَ، فَأُمِيطَتْ يَدُهُ عَنْ جُرْحِهِ، ثُمَّ أُرْسِلَتْ، فَرَجَعَتْ كَمَا كَانَتْ. وَكَانَ بَيْنَ أُحُدٍ، وَبَيْنَ يَوْمَ حُفِرَ عَنْهُمَا، سِتٌّ وَأَرْبَعُونَ سَنَةً.
Bahwasanya telah sampai kabar kepada beliau bahwasanya Ámr bin al-Jamuuh al-Anshoori dan Ábdullah bin Ámr bin Haroom al-Anshoori kubur keduanya terbuka karena banjir. Karena kuburan keduanya dekat dengan lembah, dan mereka berdua di satu kuburan, dan keduanya mati syahid dalam perang Uhud. Maka kuburan keduanya di bongkar untuk dipindahkan, maka didapati keduanya tidak berubah kondisinya, seakan-akan keduanya baru meninggal kemarin. Salah satunya dalam kondisi terluka dan ia meletakan tangannya di atas lukanya, dan ia dikuburkan dalam kondisi demikian. Maka tangannya dipindahkan dari lukanya tersebut lalu dibiarkan ternyata tangannya kembali lagi menutupi lukanya. Dan kejadian ini 46 tahun setelah peristiwa perang Uhud (Atsar riwayat al-Imam Malik di Muwattho’ no 1704, lihat penjelasan Ibnu Hajar di Fathul Baari 3/216)
Keenam : Abdullah bin Jashy
Abdullah bin Jahsy dikenal dengan المُجَدَّعُ في اللَّهِ “yang terpotong ujung tubuhnya karena Allah” (Lihat Usudul Ghoobah 2/566)
Ishaq putra Saád bin Abi Waqqos radhiallahu ánhu berkata, “Ayahku bercerita kepadaku:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بنَ جَحْشٍ -رضي اللَّه عنه- قَالَ يَوْمَ أُحُدٍ: أَلَا تَأْتِي نَدْعُو اللَّهَ، فَخَلَوْا في نَاحِيَةٍ، فَدَعَا سَعْدٌ -رضي اللَّه عنه-، فَقَالَ: يَا رَبِّ إِذَا لَقِينَا القَوْمَ غَدًا فَلَقِّينِي رَجُلًا شَدِيدًا بَأْسُهُ، شَدِيدًا حَرَدُهُ، فَأُقَاتِلُهُ فِيكَ، وَيُقَاتِلُنِي ثُمَّ ارْزُقْنِي عَلَيْهِ الظَّفَرَ حَتَّى أَقْتُلَهُ، وَآخُذَ سَلَبَهُ، فَقَامَ عَبْدُ اللَّهِ بنُ جَحْشٍ -رضي اللَّه عنه-، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي غَدًا رَجُلًا شَدِيدًا حَرَدُهُ، شَدِيدًا بَأْسُهُ، أُقَاتِلُهُ فِيكَ، ويُقَاتِلُنِي ثُمَّ يَأْخُذُنِي فَيَجْدَعَ أَنْفِي وَأُذُنِي، فَإِذَا لَقِيتُكَ غَدًا قُلْتَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ فِيمَ جُدِعَ أنْفُكَ وَأُذُنُكَ؟ فَأَقُولَ: فِيكَ وَفِي رَسُولكَ، فَيَقُولَ: صَدَقْتَ.
قَالَ سَعْدُ بنُ أَبِي وَقَّاصٍ -رضي اللَّه عنه-: يَا بَنِيَّ كَانَتْ دَعْوَةُ عَبْدِ اللَّهِ بنِ جَحْشٍ خَيْرًا مِنْ دَعْوَتِي، لَقَدْ رَأَيْتُهُ آخِرَ النَّهَارِ، وَإِنَّ أُذُنَهُ وَأَنْفَهُ لَمُعَلَّقَاتٍ في خَيْطٍ
“Sesungguhnya Abdullah bin Jahsy radhiallahu ánhu tatkala perang Uhud berkataku, “Marilah kemari kita berdoa kepada Allah !”. Maka merekapun menyendiri di suatu pojok, lalu Saád bin Abi Waqqos berdoa seraya berkata, “Wahai Rabbku, jika besok kami bertemu dengan musuh maka pertemukanlah aku dengan seseorang yang kuat tempurnya, yang ngamuk besar, lalu aku memeranginya karena-Mu dan iapun memerangiku. Lalu anugrahkanlah kepadaku kemenangan hingga aku membunuhnya dan aku ambil hartanya”. Lalu Abdullah bin Jahsy radhiallahu ánhu berdiri kemudian berdoa, “Ya Allah anugrahkanlah kepadaku besok seorang musuh yang kuat daya tempurnya, keras pukulannya, aku melawannya karena-Mu, dan ia memerangiku, lalu ia menjatuhkan aku lalu ia memotongi hidung dan telingaku. Jika aku bertemu denganMu di kemudian hari, Engkau berkata, “Wahai Abdullah karena apa terpotong hidung dan telingamu?”. Maka aku akan menjawab, “Karena Engkau dan demi Rasul-Mu”. Lalu Engkau berkata, “Engkau benar”.
Saád bin Abi Waqqos berkata, “Wahai putraku, doanya Abdullah bin Jahsy lebih baik daripada doaku. Sungguh aku melihatnya di penghujung hari (perang Uhud), hidungnya dan telinganya terikat bergantungan di sebuah tali” (HR Hakim no 2456 dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar di Fathul Baari 6/378)
Ketujuh : Saád bin Ar-Robii’
Saád bin Ar-Robii’ al-Anshoori adalah sahabat yang dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam dengan Abdurrahman bin Áuf. Ketika dipersaudarakan maka Saád menawarkan kepada Abdurrahman setengah hartanya, dan juga menawarkan salah satu istrinya kepada Abdurrahman bin Áuf.
Ia meninggal di perang Uhud. Zaid bin Tsaabit radhiallahu ánhu berkata :
بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-، يَوْمَ أُحُدٍ لِطَلَبِ سَعْدِ بنِ الرَّبِيعِ، وَقَالَ لِي: “إِنْ رَأَيْتَهُ فَأَقْرِئْهُ مِنِّي السَّلَامَ، وَقُلْ لَهُ: يَقُولُ لَكَ رَسُولُ اللَّهِ كيْفَ تَجِدُكَ؟ “. فَجَعَلْتُ أَطُوفُ بَيْنَ القَتْلَى، فَأَصَبْتُهُ وَهُوَ في آخِرِ رَمَقٍ، وَبِهِ سَبْعُونَ ضَرْبَةً مَا بَيْنَ طَعْنَةٍ بِرُمْحٍ، وَضَرْبَةٍ بِسَيْفٍ، وَرَمْيَةٍ بِسَهْمٍ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا سَعْدُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- يُقْرِئُ عَلَيْكَ السَّلَامَ، وَيَقُولُ لَكَ: “أَخْبِرْنِي كيْفَ تَجِدُكَ؟ “.قَالَ -رضي اللَّه عنه-: عَلَى رَسُولِ اللَّهِ السَّلَامُ، وَعَلَيْكَ السَّلَامُ، قُلْ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَجِدُنِي أَجِدُ رِيحَ الجَنَّةِ، وَقُلْ لِقَوْمِيَ الأَنْصَارِ:
لَا عُذْرَ لَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَنْ يُخْلَصَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم-، وَفِيكُمْ شُفْرٌ يَطْرِفُ، وَفَاضَتْ نَفْسُهُ رَحِمَهُ اللَّهُ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam setelah perang Uhud mengutusku untuk mencari Saád bin Ar-Robii’. Beliau berkata kepadaku, “Jika engkau bertemu dengannya maka sampaikanlah salam dariku, dan katakana kepadanya, “Rasulullah bertanya kepadamu : Bagaimana engkau mendapati dirimu?”. Maka akupun keliling mencarinya diantara bergelimangnya korban-korban perang, lalu aku mendapatinya di napasnya yang terakhir. Sementara di tubuhnya ada 70 luka, karena tusukan tombak, sayatan pedang, dan bekas anak panah. Maka aku berkata kepadanya, “Wahai Saád sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam menyampaikan salam kepadamu, dan ia bertanya kepadamu, “Kabarkanlah kepadaku bagaimanakah engkau mendapati dirimu?”. Maka Saád berkata, “Salamku kepada Rasulullah dan juga kepadamu, katakana kepadanya, “Wahai Rasulullah aku mendapati diriku mencium aroma surga”. Dan katakakanlah kepadaku kaumku kaum Anshoor, “Tidak ada udzur bagi kalian di sisi Allah kalau sampai Rasulullah shallallahu álaihi wasallam terluka sementara di antara kalian masih ada mata yang masih berkedip”. Lalu beliaupun meninggal dunia”. (HR Al-Hakim No 4958)
Sebagian syuhada Uhud dikuburkan dalam satu lahad lebih dari satu. Ada yang satu kubur dua orang dan ada yang satu kubur 3 orang. Bahkan satu kain kafan untuk dua orang atau untuk 3 orang sekaligus. Hal ini karena kaum muslimin dalam kondisi terluka sehingga sulit bagi mereka untuk menggali satu kuburan untuk satu orang, dan juga kurangnya kain sehingga satu kain kafan digunakan untuk dua atau tiga orang sekaligus.
Jabir bin Abdillah berkata :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- كَانَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ يَقُولُ: “أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرآنِ؟ “.فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدٍ قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam mengumpulkan dua orang dari korban perang Uhud dalam satu kain kafan, lalu beliau berkata, “Siapa diantara keduanya yang lebih banyak hafal al-Qurán?”. Jika diisyaratkan kepada salah satunya maka Nabi mendahulukannya untuk dimasukan dalam liang lahad” (HR Al-Bukhari no 4079)
Hisyaam bin Áamir al-Anshoori berkata :
لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ أَصَابَ النَّاسَ قَرْحٌ وَجَهْدٌ شَدِيدٌ، وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ: شَكَوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى اللَّه عليه وسلم- القَرْحَ يَوْمَ أُحُدٍ، فَقَالُوا: كَيْفَ تَأْمُرُ بِقَتْلَانَا؟ فَقَالَ -صلى اللَّه عليه وسلم-: “احْفِرُوا، وَأَوْسِعُوا، وَأَحْسِنُوا وَادْفِنُوا فِي القَبْرِ الِاثْنَيْنِ وَالثَّلَاثَةَ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ: مَنْ نُقَدِّمُ؟ قَالَ: “أكْثَرُهُمْ جَمْعًا وَأَخْذًا لِلْقُرْآنِ
“Ketika perang Uhud para sahabat ditimpa dengan banyak luka dan kelelahan yang luar biasa”(dalam sebuah riwayat : Mereka mengeluh kepada Rasulullah shallallahu álaihi wasallam tentang luka-luka mereka). Mereka berkata, “Ya Rasulullah apa perintah anda untuk korban-korban perang Uhud?”. Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam berkata, “Galilah, dan luaskanlah galian, dan gali dengan baik, dan kuburkanlah dalam satu kuburan dua orang dan tiga orang”. Mereka bertanya, “Siapa yang lebih dahulu kami masukan ke kuburan?”. Nabi berkata, “Yang paling banyak mengumpulkan dan menghafal al-Qurán” (HR Ahmad no 16251)
Abdullah bin Haroom dan Ámr bin al-Jamuuh dikuburkan dalam satu kuburan (Lihat HR Al-Bukhari no 1351 dengan penjelasan Ibnu Hajar di Fathul Baari 3/579).
Hamzah bin Abdil Muthholib dan Abdullah bin Jahsy dikuburkan dalam satu kuburan (lihat al-Maghhozi, al-Waaqidi 1/291)
Sungguh para sahabat telah mengorbankan harta, jiwa dan raga mereka untuk Allah. Mereka telah mendapatkan janji Allah bagi mereka. Tinggal pertanyaan bagi kita, “Apa yang telah kita korbankan untuk Islam?”.
Doa untuk syuhada Uhud
Jika seseorang pergi ke kuburan syuhada Uhud maka hendaknya ia membaca doa tatkala ziarah kubur. Doanya yaitu :
السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
Assalaamu álaa Ahlid diyaar minal mukminin wal muslimin, wa yarhamullahul mustaqdimiina minnaa wal musta’khiriina, wa innaa insyaa Allahu bikum la lahiquun
“Keselamatan bagi para penghuni kuburan dari kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah merahmati orang-orang yang meninggal lebih dahulu dan juga yang belakangan, dan kami insya Allah benar-benar akan menyusul kalian”
___________________________________________________________________
Footnote:
([1]) Lihat As-Siroh An-Nabawiah As-Shahihah, Dr Akrom al-Úmari 2/378
([2]) Akan tetapi akhirnya Washyi pun masuk Islam, dan iapun ingin menebus kesalahannya. Maka dengan tombak yang sama iapun berhasil membunuh Musailimah al-Kadzdab yang mengaku sebagai nabi
([3]) Setelah itu Jabir benar-benar menjalankan washiat ayahnya, maka iapun benar-benar mengurusi adik-adik perempuannya yang masih kecil yang berjumlah 7 atau 9 orang (Lihat Fathul Baari 9/122). Bahkan ketika menikahpun Jabir tidak menikah dengan wanita gadis, akan tetapi ia sengaja menikah dengan wanita janda yang lebih dewasa agar bisa membantunya dalam mengurusi saudari-saudari perempuannya. Ketika Nabi shallallahu álaihi wasallam bertanya kepadanya kenapa ia tidak menikah dengan gadis, maka Jabir menjelaskan alasan ia menikahi janda seraya berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، تُوُفِّيَ وَالِدِي أَوِ اسْتُشْهِدَ وَلِي أَخَوَاتٌ صِغَارٌ فَكَرِهْتُ أَنْ أَتَزَوَّجَ مِثْلَهُنَّ، فَلاَ تُؤَدِّبُهُنَّ، وَلاَ تَقُومُ عَلَيْهِنَّ، فَتَزَوَّجْتُ ثَيِّبًا لِتَقُومَ عَلَيْهِنَّ وَتُؤَدِّبَهُنَّ
“Ya Rasulullah, ayahku meninggal mati syahid, sementara aku memiliki adik-adik perempuan yang masih kecil-kecil, maka aku tidak mau menikah seorang wanita yang sama kecil dengan mereka, sehingga tidak bisa mendidik mereka dan tidak mengurusi mereka. Maka akupun menikah dengan janda yang bisa mengurusi dan mendidik mereka” (HR Al-Bukhari no 2967)