Masjid Al-Qiblatain
Masjid Qiblatain (artinya: masjid dua kiblat) adalah salah satu masjid terkenal di Madinah dan dijadikan tempat kunjungan para jama’ah haji dan umroh. Masjid ini mula-mula dikenal dengan nama Masjid Bani Salimah, karena masjid ini dibangun di perkampungan Bani Salimah([1]).
Ketika Nabi di Mekah Nabi sholat menghadap Baitul Maqdis (Masjid al-Aqsho) sekaligus menghadap kiblat. Yaitu Nabi menghadap ke utara dan dipaskan sekaligus menghadap kiblat.
Ibnu Ábbas berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ بِمَكَّةَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَالْكَعْبَةُ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasllam ketika di Mekah sholat menghadap Baitul Maqdis sementara Ka’bah di hadapan beliau” (HR Ahmad no 2991 dengan sanad yang shahih)
Akan tetapi tatkala Nabi berhijrah ke Madinah maka hal itu tidak bisa dilakukan lagi, karena Baitul Maqdis di arah utara Madinah adapun Ka’bah di arah selatan Madinah. Akhirnya Nabi shallallahu álaihi wasallam sholat menghadap Baitul Maqdis. Hal ini berlangusng sekitar 16 atau 17 bulan. Lalu setelah itu Allah memerintahkan untuk merubah kiblat ke arah Ka’bah. Allah berfirman :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 144)
Al-Baroo’ bin Ázib radhiallahu ánhu berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى نَحْوَ بَيْتِ المَقْدِسِ، سِتَّةَ عَشَرَ أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ أَنْ يُوَجَّهَ إِلَى الكَعْبَةِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ}، فَتَوَجَّهَ نَحْوَ الكَعْبَةِ
“Rasulullah shallallahu álaihi wasallam awalnya sholat menghadap Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Dan Rasulullah shallallahu álaihi wasalla suka untuk menghadap Ka’bah. Maka Allah menurunkan firmanNya “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit”, maka Nabipun sholat menghadap Ka’bah” (HR Al-Bukhari no 399)
Telah datang riwayat-riwayat yang menunjukan bahwa tatkala turun ayat tentang perubahan kiblat maka terjadi perubahan kiblat di masjid-masjid yang ada tatkala itu di kota Madinah. Diantaranya Masjid Nabawi([2]), Masjid Quba([3]), dan Masjid Bani Salimah([4]). Maka menurut Ibnu Hajar rahimahullah maka Masjid pertama kali yang mengalami perubahan kiblat adalah Masjid Banu Salimah, yaitu ketika Nabi sedang sholat duhur di situ. Setelah itu Nabi sholat ashar di Masjid Nabawi maka langsung menghadap Ka’bah. Adapun para penduduk Quba di Masjid Quba maka mereka baru menerima kabar keesokan harinya tatkala mereka sedang sholat subuh.
Ibnu Hajar berkata,
وَالتَّحْقِيقُ أَنَّ أَوَّلَ صَلَاةٍ صَلَّاهَا فِي بَنِي سَلِمَةَ لَمَّا مَاتَ بِشْرُ بْنُ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُورٍ الظُّهْرُ وَأَوَّلُ صَلَاةٍ صَلَّاهَا بِالْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ الْعَصْر وَأما الصُّبْح فَهُوَ من حَدِيث ابن عُمَرَ بِأَهْلِ قُبَاءٍ
“Yang benar bahwasanya sholat yang pertama kali dilakukan oleh Nabi shallallahu álaihi wasallam (tatkala datang perintah merubah kiblat) di Bani Salimah ketika Bisyr bin al-Baroo’ bin Ma’ruur wafat adalah sholat dzhuhur. Dan sholat pertama yang Nabi kerjakan di Masjid Nabawi adalah sholat ashar. Adapun sholat subuh maka berdasarkan hadits Ibnu Umar yaitu di Masjid Quba” (Fathul Baari 1/97)
Ibnu Katsir berkata :
وَذَكَرَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْمُفَسِّرِيْنَ وَغَيْرِهِمْ: أَنَّ تَحْوِيْلَ الْقِبْلَةِ نَزَلَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَقَدْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ، وَذَلِكَ فِي مَسْجِدِ بَنِي سَلِمَةَ، فَسُمَّيَ مَسْجِدَ الْقِبْلَتَيْنِ
“Banyak ahli tafsir dan para ulama yang lainnya menyebutkan bahwa (perintah) perubahan qiblat turun kepada Rasulullah shallallahu álaihi wasallam sementara Nabi telah sholat dua rakaát dari sholat dzuhur, yaitu di Masjid Bani Salimah. Maka dinamakanlah Masjid tersebut dengan Masjid al-Qiblatain” (Tafsir Ibnu Katsir 1/326)
Terjadinya perubahan kiblat pada pertengahan bulan Rojab tahun kedua hijriyah menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama (lihat Fathul Baari 1/97)
Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pada tanggal 30 Robiúl Awal 1408 H yang bertepatan dengan 21 November 1987 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi di bawah Raja Fahd meresmikan melakukan perluasan, renovasi dan pembangunan konstruksi baru, namun tidak menghilangkan ciri khas masjid tersebut.([5]) Kini bangunan Masjid Qiblatain memang memiliki dua arah mihrab yang menonjol (arah Makkah dan Palestina) yang umumnya digunakan oleh Imam salat. Setelah direnovasi oleh pemerintah Arab Saudi, dengan hanya memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerusalem, Palestina. Ruang mihrab mengadopsi geometri ortogonal kaku dan simetri yang ditekankan dengan menggunakan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama yang besar menunjukkan arah kiblat yang benar dan kubah kedua yang kecil hanya dijadikan sebagai pengingat sejarah saja.
Peringatan :
Mesjid al-Qiblatain bukanlah satu-satunya masjid yang pernah sholat ke dua arah, semua masjid yang ada ketika itu -termasuk masjid Nabawi dan masjid Quba’- juga pernah sholat dua arah. Masjid Al-Qiblatain meskipun memiliki nilai sejarah tentang perubahan qiblat akan tetapi ia tidak memiliki keistimewaan khusus untuk beribadah di situ. Berbeda dengan Masjid Nabawi dan Masjid Quba’ yang Nabi shallallahu álaihi wasallam memberi motivasi khusus untuk sholat di situ. Karenanya tidak disyariátkan bagi jamaáh haji maupun umroh untuk bersengaja sholat di Masjid al-Qiblatain dengan mengharapkan keberkahan atau pahala khusus.
___________________________________________
Footnote:
([1]) Bani Salimah adalah termasuk kaum Anshoor dari suku al-Khozroj (Taajul ‘Aruus, Az-Zabiidi 32/374)
([2]) Diantaranya hadits Al-Baroo’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
وَأَنَّهُ «صَلَّى قِبَلَ بَيْتِ المَقْدِسِ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، أَوْ سَبْعَةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَكَانَ يُعْجِبُهُ أَنْ تَكُونَ قِبْلَتُهُ قِبَلَ البَيْتِ، وَأَنَّهُ صَلَّى أَوَّلَ صَلاَةٍ صَلَّاهَا صَلاَةَ العَصْرِ، وَصَلَّى مَعَهُ قَوْمٌ»
“Bahwasanya Nabi shallallahu álaihi wasallam sholat ke arah Baitul Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan, dan beliau suka jika kiblat ke arah Ka’bah. Dan beliau sholat pertama kali (sholat menghadap Ka’bah) adalah sholat ashar dan sekelompok orang sholat bersama beliau” (HR Al-Bukhari no 40)
Ibnu Katsir berkata :
([3]) Diantaranya hadits Ibnu Umar, beliau berkata :
بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ، إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ، فَقَالَ: «إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ، وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الكَعْبَةَ، فَاسْتَقْبِلُوهَا»، وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ، فَاسْتَدَارُوا إِلَى الكَعْبَةِ
“Tatkal orang-orang sedang sholat subuh di Masjid Quba’, tiba-tiba datang seseorang lalu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam telah diturunkan kepadanya malam kemarin suatu ayat Qurán, dan ia diperintahkan untuk menghadap Ka’bah, maka hendaknya kalian menghadap Ka’bah”. Awalnya wajah mereka menghadap Syaam (Baitul Maqdis) maka merekapun berputar untuk menghadap Ka’bah” (HR Al-Bukhari no 403 dan Muslim no 526)
([4]) Berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Saád. Beliau berkata :
وَيُقَالُ: بَلْ زَارَ رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم أُمَّ بِشْرِ بْنِ الْبَرَاءِ بْنِ مَعْرُورٍ فِي بَنِي سَلِمَةَ فَصَنَعَتْ لَهُ طَعَامًا وَحَانَتِ الظُّهْرُ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلم بِأَصْحَابِهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أُمِرَ أَنْ يُوَجِّهَ إِلَى الْكَعْبَةِ فَاسْتَدَارَ إِلَى الْكَعْبَةِ وَاسْتَقْبَلَ الْمِيزَابَ فَسُمِّيَ الْمَسْجِدُ: مَسْجِدُ الْقِبْلَتَيْنِ
“Dan dikatakan bahwasanya Rasulullah shallallahu álaihi wasallam menziarahi Ummu Bisyr bin al-Baroo’ bin Ma’ruur di kampung Bani Salimah. Maka ia membuatkan makanan untuk Nabi shallallahu álaihi wasallam lalu tiba waktu dzhuhur. Maka Rasululah shallallahu álaihi wasallam sholat mengimami para shahabat dua rakaát pertama, kemudian beliau diperintahkan untuk menghadap Ka’bah maka Nabipun berputar untuk menghadap Ka’bah dan beliau menghadap Mizab. Maka Masjid (di kampung Bani Salimah) tersebut dinamakan dengan Masjid al-Qiblatain” (At-Thobaqoot 1/241-242).
Riwayat inilah yang dinukilkan oleh para ulama diantaranya Ibnul Jauzi (Lihat Kasyful Musykil, 1/461) dan Ibnu Hajar (lihat Fathul Baari 1/503). Namun riwayat ini disampaikan oleh Ibnu Sáad tanpa sanad.
([5]) Al-Masaajid al-Atsariyah fi Al-Madinah An-Nabawiyah hal 195