Masjidil Haram
Diantara keistimewaan kota Mekah dalamnya terdapat Masjidil Haram. Keistimewaan Masjidil Haram banyak, diantaranya :
Pertama : Ia adalah masjid pertama yang dibangun di atas muka bumi, yakni Baitullah Al-‘Atiiq. Allah I berfirman:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia”. (QS Ali Imran: 96)
Allah juga berfirman :
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua/lama itu (Baitullah)” (QS Al-Hajj : 29)
Al-Ka’bah disebut dengan al-átiiq (tua/lama) karena ia adalah rumah Allah yang tertua, yang pertama kali dibangun([1]) .
Abu Dzar radhiallahu ‘anhu berkata :
سألتُ رسولَ اللهِ r عَن أَوَّلِ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الأَرْضِ؟ قال: «المَسْجِدُ الحَرامُ» قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قال «المَسْجِدُ الأَقْصَى». قُلْتُ: كَمْ بَيْنَهُما؟ قال: «أَرْبَعُونَ عاماً».
“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu álaihi wasallam tentang masjid pertama yang dibangun di atas muka bumi?”, beliau shallallahu álaihi wasallam bersabda, “Masjidil Haram”. Kemudian aku berkata, “Setelah itu masjid apa?”, beliau shallallahu álaihi wasallam berkata, “Masjid Al-Aqsha”. Kemudian aku berkata, “Berapa jarak antara keduanya?”, beliau shallallahu álaihi wasallam berkata, “40 tahun” (HR Al-Bukhari no 3425 dan Muslim no 520)
Kedua : Pahala shalat di Masjidil Haram lebih utama 100 ribu kali lipat di banding shalat di masjid-masjid lain di seluruh permukaan bumi. Jabir radhiallahu ánhu meriwayatkan sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam:
«صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ»
“Shalat di masjidku ini (Al Masjid An-Nabawi) lebih utama seribu kali lipat dari masjid selainnya kecuali Masjidil Haram, dan shalat di Masjidil Haram lebih utama 100 ribu kali lipat. (HR. Ahmad no 15271 dan Ibnu Majah no 1406, hadits ini dishahihkan oleh al-Mundziri, al-Bushiri, dan al-Albani di al-Irwaa 4/146)
Para ulama telah sepakat bahwa sholat di Masjdil Haram pahalanya 100 ribu kali lipat, hanya saja mereka berselisih pendapat apakah pelipat gandaan pahala sholat ini berlaku di seluruh tanah haram Mekah?([2])
Ketiga : Masjidil Haram merupakan salah satu dari 3 masjid yang dianjurkan untuk bersafar mengunjunginya untuk beribadah di situ karena keberkahannya. Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :
لَا تَشُدُّوا الرِّحَالَ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسجِدِي هَذَا وَالمَسجِدِ الحَرَامِ وَالمَسجِدِ الأَقصَى
“Janganlah kalian mempersiapkan perjalanan (bersafar), kecuali ke salah satu dari tiga masjid berikut: masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha.” (HR. Muslim no 827)
Ketiga masjid ini adalah masjid-masjid yang spesial karena dibangun oleh para Nabi. Masjidil Haram dibangun oleh Nabi Ibrahim álaihis salam, Masjidil Aqsho dibangun oleh Nabi Sulaiman álaihis salam([3]), dan Masjid Nabawi dibangun oleh Nabi Muhammad shallallahu álaihi wasallam.
FOOTNOTE:
([1]) Lihat Tafsir at-Tusturi hal 107, al-Lubaab fi Úluumil Quráan 5/403, Adhwaaul Bayaan 5/253,
([2]) Secara umum ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ulama.
Pertama : Pelipat gandaan pahala hanya berlaku di Masjidil Haram saja (yang ada ka’bahnya). Diantara para ulama yang berpendapat demikian adalah An-Nawawi (lihat al-Majmuu’ 3/197), Al-Muhib At-Thobari, Ibnu Hajar al-Haitami (lihat Tuhfatul Muhtaaj 3/466), Ibnu Muflih (lihat al-Aadaab asy-Syaríyyah 3/429), dan dipilih oleh Ibnu al-Útsaimin (Lihat Fataawa al-Útsaimin 12/395).
Kedua : Pelipat gandaan pahala juga berlaku di seluruh tanah haram Mekah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Hanafiyah, Malikyah, dan Syafiíyah (lihat al-Mausuuáh al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah 17/200-201 dan 37/239), dan dipilih oleh Bin Baaz (lihat Fataawaa Ibnu Baaz 4/130) dan para ulama al-Lajnah Ad-Daimah (lihat Fataawaa al-Lajnah 6/223).
Pendapat kedua adalah pendapat Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu ánhu. Áthoo’ bin Abi Robaah berkata,
بَيْنَمَا ابْنُ الزُّبَيْرِ يَخْطُبُنَا إِذْ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ تَفْضُلُ بِمِائَةٍ» …: قُلْتُ: يَا أَبَا مُحَمَّدٍ، هَذَا الْفَضْلُ الَّذِي تَذْكُرُ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحْدَهُ أَوْ فِي الْحَرَمِ؟ قَالَ: لَا بَلْ فِي الْحَرَمِ فَإِنَّ الْحَرَمَ كُلَّهُ مَسْجِدٌ
“Ketika Ibnu Az-Zubair berkhutbah di hadapan kami, ia berkata, “Rasulullah shallallahu álaihi wasallam bersabda : “Sholat di masjidku ini lebih baik dari 1000 sholat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram. Dan sholat di Masjidil Haram 100 kali lebih baik dari sholat di Masjid Nabawi”.
Aku (Áthoo’) berkata, “Wahai Abu Muhammad, pelipatan gandaan yang engkau sebutka ini, di Masjidil Haram saja atau berlaku di seluruh tanah Haram?”. Ibnu Az-Zubair berkata, “Bahkan berlaku di seluruh tanah Haram Mekah, karena tanah Haram Mekah seluruhnya adalah masjid” (HR Abu Dawud At-Thoyalisi di Musnadnya no 1464 dengan sanad yang hasan)
([3]) Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda :
لَمَّا فَرَغَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ مِنْ بِنَاءِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، سَأَلَ اللَّهَ ثَلَاثًا: حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ، وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لَأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، وَأَلَّا يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ أَحَدٌ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِيهِ، إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ ” فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا، وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ»
“Tatkala Sulaiman bin Dawud selesai dari membangun Baitul Maqdis, maka beliau meminta kepada Allah 3 perkara, (1) hukum yang sesuai dengan hukum Allah, (2) kerajaan yang tidak boleh bagi seorangpun setelahnya, dan (3) tidaklah seorangpun mendatangi Masjidil Aqsho yang tidak datang kecuali untuk sholat di situ, kecuali bersih dari dosa-dosanya sebagaimana hari dilahirkan oleh ibunya”. Maka Nabi shallallahu áliahi wasallam berkata, “Adapun yang dua perkara maka telah dikabulkan untuknya, dan aku berharap permintaannya yang ketiga juga telah dikabulkan” (HR Ibnu Maajah no 1408 dan dishahihkan oleh Al-Albani)