102. أَفَحَسِبَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَن يَتَّخِذُوا۟ عِبَادِى مِن دُونِىٓ أَوْلِيَآءَ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَٰفِرِينَ نُزُلًا
a fa ḥasiballażīna kafarū ay yattakhiżụ ‘ibādī min dụnī auliyā`, innā a’tadnā jahannama lil-kāfirīna nuzulā
102. maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
Tafsir :
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama pada kata عِبَادِي: ([1])
Pendapat pertama: idhofah/penyandaran dalam kata عِبَادِي “hamba-hamba-Ku” adalah untuk tasyrif/pemuliaan. Sehingga maksud dari “hamba-hamba-Ku” di sini adalah mencakup para malaikat, para nabi, dan orang-orang saleh. Sebagaimana Allah berfirman,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’: 1)
Pada ayat ini Allah mensifati Nabi shallallahu álaihi wasallam dengan “hamba-Nya”, menunjukan bahwa idhofah ini untuk pemuliaan.
Pendapat kedua: idhofah/penyandaran dalam kata عِبَادِي “hamba-hamba-Ku” untuk menunjukkan keumuman. Sehingga maksud dari “hamba-hamba-Ku” di sini adalah seluruh hamba-hamba-Ku, termasuk di dalamnya semua yang disembah selain Allah subhanahu wa ta’ala; seperti setan, hewan, jin, pohon, berhala, dan lainnya. Ini seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala,
إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam: 93)
Dari dua penjelasan ini maka terjadi perbedaan pendapat antara ulama dalam menafsirkan firman-Nya أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ “maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku selain Aku menjadi penolong mereka?”. Apakah yang dimaksud bahwa “hamba-hamba-Ku” ini umum, atau yang dimaksud dengan “hamba-hamba-Ku” adalah para malaikat atau para nabi yang mereka sembah yang mereka yakini kelak mereka bisa menjadi penolong bagi mereka? Penulis sendiri lebih condong kepada pendapat pertama bahwasanya yang dianggap akan menjadi penolong bagi mereka pada hari kiamat adalah malaikat dan orang-orang saleh yang mereka sembah. Oleh karenanya orang-orang musyrikin menganggap bahwa orang-orang saleh dapat membantu mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana yang Allah katakan,
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar: 3)
Pendapat kedua di atas merupakan pendapat Syaikh al-‘Utsaimin, beliau menafsirkan “hamba-hamba-Ku” di sini mencakup matahari, rembulan, dan yang lainnya yang mereka sembah, namun sesembahan tersebut tidak bisa menolong mereka di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala kelak pada hari kiamat([2]). Oleh karenanya pada hari kiamat, kelak matahari dan rembulan dilemparkan dalam neraka jahanam, agar orang-orang yang menyembah matahari dan rembulan mengetahui bahwa matahari dan rembulan tidak bisa menolongnya. Jika yang mereka sembah (matahari dan rembulan) berada di dalam neraka, lalu bagaimana mungkin bisa menolong mereka. Begitu juga orang yang menyembah setan, maka setan juga tidak bisa menolong mereka, karena setan juga diazab di neraka jahannam.
Kemudian firman-Nya,
إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا
“Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.
Ada dua tafsiran berkaitan dengan kata نُزُلًا: ([3])
Pertama: ada yang mengatakan artinya adalah hidangan awal. Artinya akan disiapkan bagi orang-orang kafir sebuah hidangan neraka jahanam, ini merupakan hidangan awal, kemudian ada hidangan-hidangan lain berikutnya. Jadi Allah subhanahu wa ta’ala mengungkapkan neraka jahanam sebagai hidangan awal untuk mereka dalam rangka mengejek mereka.
Kedua: ada yang mengatakan artinya adalah tempat tinggal. Dua penafsiran ini tidaklah bertentangan, perbedaan ini biasa disebut dengan ikhtilaf tanawwu’ yaitu perbedaan yang tidak bertentangan. Sehingga jika kita gabungkan maka maknanya adalah Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan jahanam sebagai tempat tinggal untuk mereka dan juga memberikan mereka siksakan pembuka yang setelahnya akan ada siksaan-siksaan lainnya yang lebih mengerikan, oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَذُوقُوا فَلَنْ نَزِيدَكُمْ إِلَّا عَذَابًا
“Karena itu rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain daripada azab.” (QS. An-Naba’: 30)
Ayat ini menjelaskan bahwa azab mereka terus bertambah. Sebagaimana di surga ada hidangan yang kenikmatannya bertambah, maka demikian juga di neraka jahanam, ada hidangan pembuka yaitu siksaan pembuka yang kemudian siksaan akan semakin bertambah.
________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Alusi 8/366