98. قَالَ هَٰذَا رَحْمَةٌ مِّن رَّبِّى ۖ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ رَبِّى جَعَلَهُۥ دَكَّآءَ ۖ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّى حَقًّا
qāla hāżā raḥmatum mir rabbī, fa iżā jā`a wa’du rabbī ja’alahụ dakkā`, wa kāna wa’du rabbī ḥaqqā
98. Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”.
Tafsir :
Kehebatan teknologi yang dilakukan oleh Dzulqarnain dalam membuat dinding besi ternyata tidak menjadikannya bangga, sombong dan ujub, bahkan dia mengatakan bahwa dia bisa melakukan itu semua karena rahmat dan karunia dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Banyak sekali dalam kisah Dzulqarnain ini dia menyebutkan رَبِّي “tuhanku” yang ini menunjukkan bahwa dia selalu menisbatkan segala kelebihan yang dia miliki kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ini juga sebagaimana yang dikatakan nabi Sulaiman,
فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ ۖ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)
Tidak seperti sebagian orang yang mengatakan bahwa dirinya kaya karena pintar, cerdas, dan banyak pengalaman. Tidak sebagaimana sebagian orang yang mengatakan bahwa dia mendapat jabatan yang bagus karena kepintarannya, dan sebab-sebab lain yang dia sandarkan kepada dirinya. Mereka lupa bahwasanya semua berasal dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Dia lupa bahwasanya betapa banyak orang yang pintar namun ternyata tidak kaya seperti dia, betapa banyak orang yang memiliki IQ yang lebih tinggi namun tidak kaya seperti dia. Ketahuilah bahwa sikap lupa terhadap nikmat Allah ini adalah sikap Qarun yang berkata,
إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
“Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashash: 78)
Berbeda dengan Dzulqarnain, tatkala dia mendapatkan kenikmatan bisa membangun dinding yang sangat kokoh ini, dia tidak ujub, bahkan dia mengatakan,
هَذَا رَحْمَةٌ مِنْ رَبِّي
“(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku.” (QS. Al-Kahfi: 98)
Dzulqarnain meyakini bahwa semua karunia itu dari Allah Subhanahu wa ta’ala, padahal jika kita melihat kekuasaan beliau, maka tidak ada yang kurang pada dirinya. Dia adalah raja, dia miliki daerah kekuasaan yang luar biasa luasnya, dia memiliki kecerdasan dan teknologi yang luar biasa, akan tetapi dia mengatakan bahwa itu semua rahmat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Ini merupakan pelajaran yang besar untuk kita, ketika kita menceritakan keberhasilan kepada orang lain maka jangan lupa untuk menyandarkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan juga jangan lupa untuk memperbanyak memuji Allah subhanahu wa ta’ala. Jangan sampai memberikan kesan sedikit pun kepada orang lain bahwa hal itu diperoleh karena kehebatan kita. Kapan saja kita mengesankan bahwa itu karena kehebatan kita, maka inilah ujub. Semua itu akan terlihat dari cara berbicara seseorang, berbeda antara orang yang benar-benar menyandarkan semuanya karena Allah subhanahu wa ta’ala dan orang yang memuji Allah namun disela-sela ucapannya dia memasukkan kata-kata yang seakan-akan dia memiliki andil atas keberhasilannya tersebut. Ini adalah ujub yang masuk di sela-sela pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ رَبِّي جَعَلَهُ دَكَّاءَ وَكَانَ وَعْدُ رَبِّي حَقًّا
“maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya, dan janji Tuhanku itu benar’.”
Dzulqarnain dalam ayat ini mengingatkan bahwa jika telah tiba keputusan Allah Subhanahu wa ta’ala pada suatu hari maka dinding yang dia buat bersama rakyatnya itu akan jadi luluh. Artinya, dinding tersebut tidak bisa bertahan selama-lamanya, suatu saat akan luluh, yaitu jika Allah telah berkehendak. دَكَّاءَ artinya hancur kemudian hancur dan rata dengan tanah([1]). Ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala maha kuasa, dengan kuasa Allah subhanahu wa ta’ala maka Dzulqarnain bisa membangun sebuah dinding yang hebat yang terdiri atas tembaga dan besi dengan campuran tertentu dengan sistem pembuatan yang luar biasa, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Juga kelak akan ada suatu waktu, dengan kuasa Allah subhanahu wa ta’ala juga Ya’juj dan Ma’juj bisa meratakan dinding tersebut dengan tanah. Oleh karenanya Rasulullah pernah bersabda,
«لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ، فُتِحَ اليَوْمَ مِنْ رَدْمِ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مِثْلُ هَذِهِ» وَحَلَّقَ بِإِصْبَعِهِ الإِبْهَامِ وَالَّتِي تَلِيهَا
“Laa ilaaha illallah, celakalah bangsa Arab karena keburukan yang telah dekat, hari ini telah dibuka benteng Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”. Beliau memberi isyarat dengan melingkarkan jari jempolnya dengan jari sebelahnya.” ([2])
Waktu terbukanya dinding tersebut adalah ketika tiba waktu mereka keluar, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits-hadits yang shohih.
حَتَّىٰ إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” (QS. Al-Anbiya: 96)
Dalam sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang pekerjaan mereka setiap harinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ يَأْجُوجَ، وَمَأْجُوجَ يَحْفِرُونَ كُلَّ يَوْمٍ، حَتَّى إِذَا كَادُوا يَرَوْنَ شُعَاعَ الشَّمْسِ، قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا فَسَنَحْفِرُهُ غَدًا، فَيُعِيدُهُ اللَّهُ أَشَدَّ مَا كَانَ، حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ مُدَّتُهُمْ، وَأَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَهُمْ عَلَى النَّاسِ، حَفَرُوا، حَتَّى إِذَا كَادُوا يَرَوْنَ شُعَاعَ الشَّمْسِ، قَالَ الَّذِي عَلَيْهِمْ: ارْجِعُوا، فَسَتَحْفِرُونَهُ غَدًا، إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى، وَاسْتَثْنَوْا، فَيَعُودُونَ إِلَيْهِ، وَهُوَ كَهَيْئَتِهِ حِينَ تَرَكُوهُ، فَيَحْفِرُونَهُ وَيَخْرُجُونَ عَلَى النَّاسِ
“Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj menggali lubang setiap harinya. Ketika mereka nyaris melihat cahaya matahari, maka yang pemimpin mereka berseru, ‘Kembalilah, kita akan menggalinya esok hari’. Maka Allah mengembalikannya melebihi dari yang sebelumnya (tertutup kembali). Dan ketika masa mereka (menjelang hari kiamat) telah sampai, dan Allah hendak mengirim mereka kepada manusia, maka mereka kembali menggali sampai ketika mereka nyaris melihat cahaya matahari, maka salah satu dari yang pemimpin mereka berseru, ‘Kembalilah, kalian akan menggalinya esok hari, insyaallah’. Maka mereka menunggu, lalu mereka kembali lagi ke tempat penggalian, mereka mendapati bentuknya masih seperti semula disaat mereka meninggalkannya. Maka mereka terus menggalinya dan akhirnya mereka dapat keluar kepada manusia.”([3])
Ternyata, karena mereka mengatakan “Insyaallah”, akhirnya Ya’juj dan Ma’juj akan keluar di penghujung zaman, waktu keluarnya Ya’juj dan Ma’juj adalah setelah turunnya Nabi Isa. Nabi Isa membunuh Dajjal, baru setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Nabi Isa agar membawa hamba-hamba-Nya untuk pergi ke gunung,
فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ بَعَثَ اللهُ الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ، فَيَنْزِلُ عِنْدَ الْمَنَارَةِ الْبَيْضَاءِ شَرْقِيَّ دِمَشْقَ، بَيْنَ مَهْرُودَتَيْنِ، وَاضِعًا كَفَّيْهِ عَلَى أَجْنِحَةِ مَلَكَيْنِ، إِذَا طَأْطَأَ رَأْسَهُ قَطَرَ، وَإِذَا رَفَعَهُ تَحَدَّرَ مِنْهُ جُمَانٌ كَاللُّؤْلُؤِ، فَلَا يَحِلُّ لِكَافِرٍ يَجِدُ رِيحَ نَفَسِهِ إِلَّا مَاتَ، وَنَفَسُهُ يَنْتَهِي حَيْثُ يَنْتَهِي طَرْفُهُ، فَيَطْلُبُهُ حَتَّى يُدْرِكَهُ بِبَابِ لُدٍّ، فَيَقْتُلُهُ، ثُمَّ يَأْتِي عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ قَوْمٌ قَدْ عَصَمَهُمُ اللهُ مِنْهُ، فَيَمْسَحُ عَنْ وُجُوهِهِمْ وَيُحَدِّثُهُمْ بِدَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ، فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إِذْ أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيسَى: إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي، لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ، فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ
“tiba-tiba ‘Isa putra Maryam turun di sebelah timur Damaskus di menara putih dengan mengenakan dua baju berwantek za’faran seraya meletakkan kedua tangannya diatas sayap dua malaikat, bila ia menundukkan kepala, air menetas dan bila ia mengangkat kepala keringat bercucuran seperti mutiara, tidaklah orang kafir mencium bau dirinya kecuali mati dan bau nafasnya sejauh matanya memandang. Isa mencari Dajjal hingga menemuinya di pintu Ludd lalu membunuhnya. Setelah itu Isa putra Maryam mendatangi suatu kaum yang dijaga oleh Allah dari Dajjal. Ia beliau mengusap wajah-wajah mereka dan menceritakan tingkatan-tingkatan mereka di surga. Saat mereka seperti itu, Allah mewahyukan padanya: ‘Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hambaKu (yaitu Ya’juj dan Ma’juj), tidak ada yang bisa memerangi mereka, karena itu giringlah hamba-hambaKu ke Thur.” ([4])
Dajjal masih bisa dikalahkan oleh Nabi Isa, adapun Ya’juj dan Ma’juj maka tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Ini menunjukkan mereka hebat luar biasa. Selain mereka sangat bengis, mereka juga memiliki jumlah yang sangat banyak. Di zaman Dzulqarnain mereka sudah melakukan kerusakan,
قَالُوا يَاذَا الْقَرْنَيْنِ إِنَّ يَأْجُوجَ وَمَأْجُوجَ مُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ فَهَلْ نَجْعَلُ لَكَ خَرْجًا عَلَى أَنْ تَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ سَدًّا
“Mereka berkata, ‘Wahai Dzulqarnain! Sungguh, Ya’juj dan Ma’juj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?’.”
Ini terjadi di zaman Dzulqarnain, yaitu ribuan tahun yang lalu. Kemudian pada hari kiamat Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan,
إِنِّي قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَادًا لِي، لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ، فَحَرِّزْ عِبَادِي إِلَى الطُّورِ
“Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hambaKu (yaitu Ya’juj dan Ma’juj), tidak ada yang bisa memerangi mereka, karena itu giringlah hamba-hambaKu ke Thur.”
Kemudian keluarlah Ya’juj dan Ma’juj dan mereka melakukan kerusakan. Tidaklah mereka melewati suatu tempat kecuali mereka akan menghancurkannya. Sampai-sampai disebutkan dalam kelanjutan hadits di atas,
فَيَمُرُّ أَوَائِلُهُمْ عَلَى بُحَيْرَةِ طَبَرِيَّةَ فَيَشْرَبُونَ مَا فِيهَا، وَيَمُرُّ آخِرُهُمْ فَيَقُولُونَ: لَقَدْ كَانَ بِهَذِهِ مَرَّةً مَاءٌ
“Lalu kelompok yang terdepan melintasi danau Thabariah dan meminumnya, kemudian kelompok yang di belakang melintasi, mereka berkata: ‘Tadi disini ada airnya.” ([5])
Ini disebabkan jumlah mereka yang sangat banyak. Bahkan dengan sombongnya mereka mengatakan,
لَقَدْ قَتَلْنَا مَنْ فِي الْأَرْضِ هَلُمَّ فَلْنَقْتُلْ مَنْ فِي السَّمَاءِ، فَيَرْمُونَ بِنُشَّابِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ، فَيَرُدُّ اللهُ عَلَيْهِمْ نُشَّابَهُمْ مَخْضُوبَةً دَمًا
“Sungguh kita telah membunuh penduduk yang ada di bumi, maka ayo kita kita bunuh penghuni yang berada di langit. Merekapun melemparkan panah-panah mereka ke arah langit maka Allah mengembalikannya dengan penuh berlumuran darah.” ([6])
Mereka mengarahkan panah tersebut dengan harapan bisa membunuh penduduk langit, lalu Allah mengembalikan panah tersebut dengan berlumuran darah sebagai tipuan, sehingga mereka menganggap bahwa mereka telah berhasil membunuh penduduk langit. Padahal sejatinya panah mereka tidak mengenai apapun. Tipuan ini membuat mereka berada di puncak kesombongan. Ketika mereka dalam keadaan seperti itu maka Allah subhanahu wa ta’ala mengirimkan ulat di leher-leher mereka,
فَيُرْسِلُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ النَّغَفَ فِي رِقَابِهِمْ فَيُصْبِحُونَ فَرْسَى كَمَوْتِ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
“Lalu Allah mengirimkan ulat di leher mereka lalu mereka mati seperti matinya satu jiwa.”
Kemudian akhirnya nabi Isa berdoa kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena setelah kebinasaan Ya’juj dan Ma’juj muncul bau busuk bangkai mereka,
فَيُرْسِلُ اللَّهُ طَيْرًا كَأَعْنَاقِ الْبُخْتِ فَتَحْمِلُهُمْ فَتَطْرَحُهُمْ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ مَطَرًا لَا يَكُنُّ مِنْهُ بَيْتُ مَدَرٍ وَلَا وَبَرٍ فَيَغْسِلُ الْأَرْضَ حَتَّى يَتْرُكَهَا كَالزَّلَفَةِ
“lalu Allah mengirim burung bentuknya seperti leher unta. Burung itu membawa mereka dan melemparkan mereka ke tempat yang dikehendaki Allah, lalu Allah mengirim hujan, tidak ada satu pun rumah; baik dari bulu atau rumah dari tanah yang menghalangi turunnya hujan tersebut, hujan itu membasahi bumi hingga menjadikan bumi sepserti kaca (yang bersih).” ([7])
Setelah mereka semua tewas, yang tersisa adalah busur-busur mereka yang kemudian digunakan oleh kaum muslimin selama 7 tahun sebagai kayu bakar([8]). Semua ini menunjukkan jumlah mereka yang sangat banyak.
_________________
Footnote :
([1]) Lihat Tafsir Ibnu ‘Athiyah 3/544
([2]) HR. Bukhori no. 3346 dan muslim no. 2880
([8]) HR. Ibnu Majah no. 4076 dan dishohihkan oleh Al-Albani