71. فَٱنطَلَقَا حَتَّىٰٓ إِذَا رَكِبَا فِى ٱلسَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْـًٔا إِمْرًا
fanṭalaqā, ḥattā iżā rakibā fis-safīnati kharaqahā, qāla a kharaqtahā litugriqa ahlahā, laqad ji`ta syai`an imrā
71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Tafsir :
Sebelum ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa nabi Musa berjalan bersama Yusya’ bin Nun untuk bertemu dengan Nabi Khadir. Namun pada ayat ini, setelah nabi Musa bertemu dengan nabi Khadir, Allah subhanahu wa ta’ala hanya menyebutkan فَانْطَلَقَا “mereka berdua berjalan” yaitu nabi Musa dan nabi Khadir. Yang menjadi pertanyaan adalah kemanakah Yusya’ bin Nun? Ada yang mengatakan bahwasanya Yusya’ bin Nun bersama mereka namun tidak disebutkan, tujuannya agar pembicaraan fokus antara nabi Musa dan nabi Khodir([1]). Ada yang mengatakan bahwa nabi Musa memerintahkan Yusya’ bin Nun untuk kembali kepada Bani Israil setelah berjumpa dengan nabi Khadir([2]). Ada juga yang mengatakan bahwasanya nabi Musa memerintahkannya untuk menunggunya di tempat ia berjumpa dengan nabi Khadir([3]). Intinya dalam ayat ini pembahasan hanya fokus pada pembicaraan antara nabi Musa dengan nabi Khadir. Kelanjutan hadits sebelumnya disebutkan,
فَانْطَلَقَ الْخَضِرُ وَمُوسَى يَمْشِيَانِ عَلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ، فَمَرَّتْ بِهِمَا سَفِينَةٌ، فَكَلَّمَاهُمْ أَنْ يَحْمِلُوهُمَا، فَعَرَفُوا الْخَضِرَ فَحَمَلُوهُمَا بِغَيْرِ نَوْلٍ، فَعَمَدَ الْخَضِرُ إِلَى لَوْحٍ مِنْ أَلْوَاحِ السَّفِينَةِ فَنَزَعَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: قَوْمٌ حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ، عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا {لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا}
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Kemudian Musa dan Khadhir berjalan menyusuri pantai. Tak lama kemudian ada sebuah perahu yang lewat. Lalu keduanya meminta tumpangan perahu. Ternyata orang-orang perahu itu mengenal baik Nabi Khadhir, hingga akhirnya mereka mengangkut keduanya tanpa meminta upah. ‘Lalu Nabi Khadhir mendekat ke salah satu papan di bagian perahu itu dan setelah itu mencabutnya. Melihat hal itu, Musa menegur dan memarahinya; ‘Mereka ini adalah orang-orang yang mengangkut kita tanpa meminta upah, tetapi mengapa kamu malah melubangi perahu mereka untuk kamu tenggelamkan penumpangnya? ‘Khadhir menjawab; ‘Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwasanya kamu sekali-kali tidak akan sabar ikut bersamaku.’ Musa berkata sambil merayu; ‘Janganlah kamu menghukumku karena kealpaanku dan janganlah kamu membebaniku dengan suatu kesulitan dalam urusanku’.” ([4])
Dalam riwayat yang lain,
حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ وَجَدَا مَعَابِرَ صِغَارًا، تَحْمِلُ أَهْلَ هَذَا السَّاحِلِ إِلَى أَهْلِ هَذَا السَّاحِلِ الآخَرِ، عَرَفُوهُ فَقَالُوا: عَبْدُ اللَّهِ الصَّالِحُ لاَ نَحْمِلُهُ بِأَجْرٍ، فَخَرَقَهَا وَوَتَدَ فِيهَا وَتِدًا، قَالَ مُوسَى: {أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا، لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا} (قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِي صَبْرًا)، كَانَتِ الأُولَى نِسْيَانًا
Sehingga ketika mereka menaiki perahu mereka berdua menemukan kapal kecil yang mengantarkan penduduk yang berada di tepi pantai ini menuju ke tepi pantai lainnya, dan rupanya mereka mengenali Khidir, maka mereka berkata (tentang Khadir) : “Hamba Allah yang shaleh, kami tidak akan mengangkutnya dengan bayaran”. Tetapi Khadir justru melubanginya lalu menutup lubangnya dengan pasak, maka Musa bertanya kepadanya; “Kenapa kamu melobanginya untuk menenggelamkan penumpangnya. Sungguh kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” Khadir berkata; “Bukankah aku telah berkata kepadamu; bahwasanya kamu tidak akan mampu untuk bersabar bersamaku?” ini sikap pertama Nabi Musa karena beliau lupa (dengan janjinya untuk tidak bertanya-tanya).” ([5])
Di sini kita dapati bagaimana nabi Musa mengingkari perbuatan nabi Khadir, padahal sebelumnya telah disepakati untuk tidak menanyakan sesuatu hingga nabi Khadir sendiri yang menjelaskannya, sebagaimana yang disebutkan pada ayat sebelumnya,
قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا
“Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu“
Namun ternyata, baru mengahadapi masalah yang pertama nabi Musa sudah bertanya terlebih dahulu. Nabi Musa adalah seorang hamba yang saleh, beliau tidak dapat menahan diri saat melihat kemungkaran. Ini sifat yang baik dari nabi Musa, akan tetapi sebenarnya apa yang beliau lihat bukanlah kemungkaran yang biasa terjadi, ini adalah perkara yang zahirnya kemungkaran namun hakikatnya bukan. Ini dikarenakan nabi Musa tidak mengetahui hakikat sesuatu yang tengah terjadi. Namun sifat nabi Musa saat mengingkari kemungkaran tersebut adalah sifat yang terpuji. Nabi Musa yang melihat nabi Khadir sedang membalas air susu dengan air tuba merasa heran, mengapa ia malah merusak kapal padahal sudah dipersilahkan naik kapal tersebut secara gratis, justru perbuatan Khadir tersebut bisa mengakibatkan tenggelamnya orang-orang yang ada di kapal.
Nabi ﷺ menjelaskan bahwa nabi Musa ‘alaihissalam lupa terhadap janjinya tatkala mengingkari perbuatan nabi Khadhir([6]). Nabi Musa ‘alaihissalam lupa bahwa dia seharusnya bersabar dan tidak bertanya sampai nabi Khadhir menjelaskan tentang apa yang dilakukannya. Sebagian ulama mengatakan, dikarenakan sifat nabi Musa yang sangat kuat dalam mengingkari perbuatan kemungkaran, maka menyebabkan nabi Musa lupa bahwasanya dia dan Nabi Khadir juga termasuk penumpang dari kapal tersebut. Dia lupa bahwa tidak mungkin dia dan para penumpang tenggelam, karena nabi Khadir tidak mungkin melubangi kapal tersebut agar mereka semua tenggelam.
_______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ibn Katsir 5/188 dan Tafsir Al-‘Utsaimin Surah Al-Kahfi 1/115
([2]) Lihat: Tafsir al-Bahr al-Muhith, Abu Hayyan 7/602
([3]) Lihat: Tafsir al-Mawardi 3/328