57. وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِـَٔايَٰتِ رَبِّهِۦ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِىَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ ۚ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِن تَدْعُهُمْ إِلَى ٱلْهُدَىٰ فَلَن يَهْتَدُوٓا۟ إِذًا أَبَدًا
wa man aẓlamu mim man żukkira bi`āyāti rabbihī fa a’raḍa ‘an-hā wa nasiya mā qaddamat yadāh, innā ja’alnā ‘alā qulụbihim akinnatan ay yafqahụhu wa fī āżānihim waqrā, wa in tad’uhum ilal-hudā fa lay yahtadū iżan abadā
57. Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.
Tafsir :
Banyak ulama tafsir mengatakan bahwa mereka sudah banyak diberikan peringatan berupa ayat-ayat syar’iyyah seperti Al-Quran atau ayat-ayat kauniyah seperti kejadian-kejadian alam, maka seharusnya orang-orang mendapatkan pelajaran, namun ternyata mereka tetap berpaling. Ini adalah model orang yang paling zalim, dan tidak ada orang yang lebih zalim dari orang yang seperti ini.([1])
Kemudian firman-Nya,
وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ
“dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya.”
Para ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah dia tidak menimbang akibat dari apa yang dia lakukan([2]). Dia banyak melakukan banyak perbuatan namun dia tidak peduli, seakan-akan tidak ada akhirat di hadapannya. Seharusnya jika seorang cerdas, dia merenungkan apa yang dia kerjakan, apakah termasuk amal saleh atau bukan? Sehingga dia menimbangnya sebelum melakukannya. Atau dia merenungkan kembali apa yang telah dikerjakan. Akan tetapi karena dia berpaling dari peringatan Allah subhanahu wa ta’ala dan tidak peduli dengan adanya hari akhirat maka dia melupakan apa yang telah dilakukan oleh kedua tangannya, yaitu dia tidak peduli dengan perbuatannya lantas tiba-tiba dia meninggal dunia.
Kemudian firman-Nya,
إِنَّا جَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۖ وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَىٰ فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا
“Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”
Jadi Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang kondisi mereka. Karena mereka berpaling, akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala menutup hati mereka agar mereka tidak bisa beriman, Allah subhanahu wa ta’ala menutup telinga mereka padahal mereka mampu untuk mendengar, sehingga pendengaran mereka tidak bermanfaat. Oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang perkataan orang-orang kafir,
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 10)
Maksudnya mereka berkata, “Sekiranya kami mendengar yang mendatangkan manfaat berupa keimanan”([3]). Akan tetapi pendengaran mereka tidak bisa digunakan untuk mengambil manfaat dari Al-Quran. Hal ini dikarenakan Allah subhanahu wa ta’ala telah menutup telinga dan hati mereka. Allah subhanahu wa ta’ala menutup hati dan telinga mereka dikarenakan mereka selalu berpaling dan terus berpaling. Sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka” (QS. As-Saff: 5)
Begitu juga firman-Nya
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (QS. Al-An’am: 110)
Ini merupakan sesuatu yang berbahaya. Terkadang sikap berpaling bisa menghantarkan kepada kekufuran-kekufuran yang lain. Seorang sudah mengetahui suatu kebenaran namun dia berpaling darinys sehingga hatinya ditutup. Ini seperti dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
«عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا»
‘Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.'” ([4])
Mungkin untuk berdusta pertama kali hatinya gelisah, namun dia melanjutkannya, sehingga dusta tersebut menjadi sesuatu yang biasa menurutnya, sehingga berikutnya ketika dia berdusta seakan-akan tidak ada masalah. Ini dikarenakan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan beberapa kali teguran melalui hatinya, namun ketika ia tidak peduli maka hatinya pun tidak menegurnya lagi dan ia pun jadi terbiasa dengan kedustaan yang ia lakukan. Begitu juga dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan mereka peringatan melalui rasul dan ayat-ayat-Nya namun mereka tetap berpaling, akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala tutup hati dan telinga mereka dan mereka tidak akan mendapatkan petunjuk.
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/7
([2]) Lihat: Tafsir Al-Alusi 8/286