47. وَيَوْمَ نُسَيِّرُ ٱلْجِبَالَ وَتَرَى ٱلْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَٰهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
wa yauma nusayyirul-jibāla wa taral-arḍa bārizataw wa ḥasyarnāhum fa lam nugādir min-hum aḥadā
47. Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak kami tinggalkan seorangpun dari mereka.
Tafsir :
Setelah Allah menjelaskan bahwa kehidupan akan sirna dan yang tersisa adalah amal saleh. Maka Allah memerintahkan Nabi untuk memberikan peringatan kepada kaum musyrikin bahwa akan ada hari kebangkitan, dimana kondisi pada hari itu sangat mengerikan.
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung.”
Artinya gunung-gunung diangkat. Dalam ayat lain Allah berfrirman,
وَإِذَا الْجِبالُ نُسِفَتْ
“dan apabila gunung-gunung dihancurkan menjadi debu.” (QS. Al-Mursalat: 10)
Kemudian ketika gunung itu dijalankan,
وَتَرَى الْجِبالَ تَحْسَبُها جامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحابِ
“Dan engkau akan melihat gunung-gunung, yang engkau kira tetap di tempatnya, padahal ia berjalan (seperti) awan berjalan.” (QS. An-Naml: 88)
Setelah berjalan, maka Allah menabrakkan antara gunung tersebut,
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا. فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا
“Dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya. Maka jadilah ia debu yang beterbangan.” (QS. Al-Waqi’ah: 5-6)([1])
Akhirnya gunung tersebut hancur lebur seperti debu yang tidak ada nilainya sama sekali. Padahal, gunung merupakan benda yang besar dan kokoh. Apalagi, jika membicarakan tentang gunung yang ada di Arab; bukan berupa gunung pasir, akan tetapi gunung batu. Pada hari kiamat gunung itu akan dicungkil, lalu dijalankan dan dihancurkan.
وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً
“Dan engkau akan melihat bumi itu rata.”
بَارِزَةً maksudnya tidak ada lagi yang tersembunyi([2]). Kalau sekarang kita bisa mendapati gua di dalam gunung atau lembah yang tertutup bukit ataupun pohon. Namun, pada hari kiamat kelak semua بَارِزَةً (tertampakkan). Karena bumi dimodifikasi.
وَيَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً. فَيَذَرُها قَاعًا صَفْصَفاً. لا تَرَى فِيْهَا عِوَجاً وَلَا أَمْتاً
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang gunung-gunung, maka katakanlah, “Tuhanku akan menghancurkannya (pada hari Kiamat) sehancur-hancurnya, kemudian Dia akan menjadikan (bekas gunung-gunung) itu rata sama sekali, (sehingga) kamu tidak akan melihat lagi ada tempat yang rendah dan yang tinggi di sana.” (QS. Taha: 105-107)
Pada hari itu tidak ada lagi lembah atau gunung di bumi maupun lautan. Karena saat itu telah tiba hari kiamat, lautan habis, tidak airnya sama sekali dan dijadikan api,
وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ
“dan apabila lautan dijadikan meluap.” (QS. Al-Infithar: 3)
وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ
“dan apabila lautan dipanaskan.” (QS. At-Takwir: 6)
Allah luapkan air laut terlebih dahulu, lalu bergabung dengan air sungai, lalu dinyalakan sehingga menjadi api hingga semua air itu habis.
وَإِذَا الْأَرْضُ مُدَّتْ
“dan apabila bumi diratakan.” (QS. Al-Insyiqaq: 3)
Syaikh Al-Utsaimin berkata bahwa sebagian ulama salaf menafsirkan apabila bumi diratakan كَمَدِّ الْأَدِيمِ seperti kulit yang disamak dan ditarik sehingga menjadi datar untuk dijemur. Artinya seperti itulah bumi akan dijadikan datar dan rata oleh Allah pada hari kiamat. Maka, tatkala itulah bumi tidak bulat lagi. ([3])
Yang kita lihat sekarang bumi, bulan, matahari, bintang dan planet berbentuk bulat. Namun, pada hari kiamat bumi menjadi datar dan tidak ada yang tertutup sama sekali,
يَوْمَ هُمْ بارِزُونَ لا يَخْفى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ
“(yaitu) pada hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tidak sesuatu pun keadaan mereka yang tersembunyi di sisi Allah.” (QS. Gafir: 16)
Setelah bumi tersebut didatarkan tidak ada satupun dari manusia yang tersembunyi,
لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ
“tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. Al-Haqqah: 18)
وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.”
Menurut sebagian ulama, kata حَشَرْنَا menggunakan fi’il madhi yang bermakna “dan kami telah kumpulkan”. Sehingga ada khilaf di kalangan para ulama tentang apakah semua orang akan melihat dahsyatnya hari kiamat?
- Sebagian ulama berpendapat bahwa semua orang akan melihat dahsyatnya hari kiamat. Di antara dalilnya adalah sebagaimana firman Allah yang menjelaskan tatkala gunung dijalankan dan dihancurkan dan bumi diratakan,
وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung dan engkau akan melihat bumi itu rata dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.”
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia saat itu dibangkitkan terlebih dahulu, baru kemudian gunung dijalankan, bumi diratakan dan mereka dikumpulkan di padang mahsyar. Jadi, semua orang akan menyaksikan dahsyatnya hari kiamat.
- Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa hanya orang-orang yang berada pada akhir zamanlah yang melihat dahsyatnya hari kiamat. Mereka adalah
شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللّه مَنْ تَقُوْمُ عَلَيْهِ السَّاعَة
“orang yang paling buruk di sisi Allah, yang mana hari kiamat tegak kepada mereka.”
Saat itulah tidak ada lagi yang mengatakan “Allah, Allah, La ilaha illa-Allah”, Ka’bah sudah dibongkar dan yang tersisa hanyalah orang-orang yang buruk, mereka yang menyaksikan kedahsyatan hari kiamat.
Penulis lebih condong kepada pendapat yang menyatakan bahwasanya semua orang akan melihat dahsyatnya hari kiamat. Karena jika sebagian manusia tidak melihatnya, lantas untuk apa Allah menakut-nakuti hamba-Nya dengan dahsyatnya hari kiamat? Allah menakut-nakuti orang-orang musyrikin bahwa akan tiba hari yang sangat dahsyat, namun ternyata mereka tidak melihatnya sama sekali, karena mereka telah mati sebelum kita. Maka dari itulah, pendapat ini lebih kuat bahwa semua orang akan melihat kedahsyatan hari kiamat, bahkan orang-orang musyrikin yang telah mati akan dibangkitkan dan melihat kedahsyatan hari itu. Demikian juga yang disebutkan di dalam Surat Al-Hajj, Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ. يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS. Al-Hajj: 1-2)
Ayat ini menunjukkan bahwa semua orang akan melihat dahsyatnya hari tersebut. Wallahu a’lamu bis-shawab bagaimana prosesnya. Akan tetapi pendapat yang lebih kuat adalah semua manusia akan melihat hari kiamat ([4]).
فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
“Dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.”
Semuanya akan dibangkitkan dan tidak ada yang tertinggal. Kata أَحَدًا adalah bentuk dari
نَكِرَةٌ فِيْ سِيَاقٍ النَّفْيِ فَتعُمّ
“isim nakiroh –أَحَدًا– dalam konteks nafi memberikan faedah keumuman”
Di antara dalilnya adalah ayat ini. Karena yang dimaksud Allah adalah tidak ada seorangpun yang lolos dari hari kebangkitan dan semuanya akan melihat kedahsyatan hari itu, lalu dikumpulkan oleh Allah dan tidak ada seorangpun yang tersisa. Adapun cara mengungkapkannya, Allah menggunakan lafaz nakiroh –أَحَدًا– dalam konteks penafian sebagaimana di atas, dimana lafaz itu menguatkan kaidah dalam ushul fiqh bahwa jika ada isim nakiroh dalam konteks penafian atau syarat atau larangan, maka akan memberikan faedah keumuman.
________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 15/335
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 10/416 dan At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 15/335
([3]) Tafsir Al-Quran Al-Karim Li Al-‘Utsaimin Juz ‘Amma hal.110
([4]) Lihat pembahasan yang lebih detail tentang permasalahan ini pada buku penulis yang berjudul “Syarah Rinci Rukun Iman”