37. قَالَ لَهُۥ صَاحِبُهُۥ وَهُوَ يُحَاوِرُهُۥٓ أَكَفَرْتَ بِٱلَّذِى خَلَقَكَ مِن تُرَابٍ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّىٰكَ رَجُلًا
qāla lahụ ṣāḥibuhụ wa huwa yuḥāwiruhū a kafarta billażī khalaqaka min turābin ṡumma min nuṭfatin ṡumma sawwāka rajulā
37. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya — sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
Tafsir :
Ini dalil yang menunjukkan lelaki tersebut kafir, dan di antara sebab kenapa dia dikafirkan oleh kawannya أَكَفَرْتَ “Apakah kamu kafir” adalah karena dia ragu dengan hari kebangkitan([1]). Oleh karenanya lelaki kafir tersebut mengatakan وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً “dan menurutku hari kiamat itu akan tegak” dan perkataannya أَظُنُّ “menurutku” menunjukkan ada keraguan sehingga dia dikafirkan oleh kawannya. Keraguannya bisa ditinjau dari 3 sisi keraguan([2]):
- Ragu terhadap kemampuan Allah subhanahu wa ta’ala untuk membangkitkan. Dia ragu apakah Allah subhanahu wa ta’ala bisa membangkitkan sesuatu yang telah menjadi tulang belulang, padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata: “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” QS. Yasin: 78
Ragu tentang kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala ini adalah kekufuran.
- Ragu tentang pemberitaan Allah, padahal Allah memberitakan kecuali kebenaran. Sementara Allah telah memberitakan akan adanya hari pembalasan.
- Ragu terhadap hikmah Allah subhanahu wa ta’ala. Tatkala lelaki yang kafir ini mengatakan tidak ada hari kiamat maka seakan-akan dia mengatakan Allah subhanahu wa ta’ala hanya main-main ketika menciptakan makhluk, yaitu tanpa ada hari pertanggungjawaban. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” QS. Al-Mukminun: 115
Contoh mudahnya: dalam suatu sekolah, jika seorang kepala sekolah atau pemimpin sekolah memiliki bawahan yang berbuat onar dan pemimpin tersebut hanya melihat saja, tidak memanggil bawahannya yang bermasalah, tidak menyidangnya, tidak memberi hukuman kepadanya, dan tidak diatasi permasalahan tersebut maka kita akan berpikir, ‘Pemimpin macam apa yang seperti ini?’ Semua orang berpikir bahwa ini adalah pemimpin yang bodoh dan tidak pantas dia untuk menjabat sebagai pemimpin sekolah. Terlebih lagi dengan Allah subhanahu wa ta’ala, Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan berbagai macam manusia di alam semesta dengan berbagai macam model, ada yang membunuh dan ada yang dibunuh, ada yang merampas dan ada yang dirampas, ada yang dibuat menangis, ada yang ditikam, dan macam-macam lainnya. Apakah kemudian dibiarkan begitu saja dan tidak ada hari pembalasan? Jika ada tuhan yang seperti ini maka tidak pantas disebut sebagai tuhan. Kalau saja kita katakan tidak pantas ada kepala sekolah yang seperti itu maka terlebih lagi tuhan yang hanya sekedar menciptakan tanpa ada pembalasan, perhitungan, persidangan, dan pertanggung jawaban. Orang yang mengingkari hari kiamat sesungguhnya dia secara otomatis mengejek Allah subhanahu wa ta’ala seakan-akan Allah adalah tuhan yang tidak becus yang membiarkan kezaliman terjadi tanpa adanya hari pertanggung jawaban. Oleh karena itulah sahabat yang beriman tersebut mengatakan أَكَفَرْتَ “Apakah kamu kafir”, jadi di antara sebab seseorang dikafirkan adalah seseorang ragu terhadap kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena lelaki yang kafir ini percaya akan adanya Allah subhanahu wa ta’ala maka sahabatnya yang beriman ini menasihatinya berdalil dengan rububiyyah Allah untuk menetapkan uluhiyyah-Nya atau berdalil dengan rububiyyah untuk menetapkan akan adanya hari kebangkitan. Oleh karenya dia mengingatkan kawannya,
أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
“Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”
Dia berkata : “Wahai sahabatku engkau telah mengetahui kita ini diciptakan dari Nabi Adam dan Nabi Adam diciptakan dari tanah dan engkau sendiri mengetahui semua yang lahir diciptakan dari air mani kemudian menjadi manusia. Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia dari setetes air mani, maka jika Allah subhanahu wa ta’ala mampu menciptakan manusia dari tanah dan dari setetes air mani maka hanya untuk membangkitkannya sangat mudah. Begitu juga membangkitkan yang pernah ada dan diciptakan Kembali, maka ini lebih mudah bagi Allah subhanahu wa ta’ala”.
Jadi kawannya tersebut mengingatkan temannya yang kafir sambil berdalil dengan penciptaan awal (yaitu dari tanah dan dari air mani hingga menjadi manusia) untuk penciptaan kedua (yaitu dari tulang belulang hingga kemudian dibangkitkan kembali).
_______________
Footnote :