34. إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ
innallāha ‘indahụ ‘ilmus-sā’ah, wa yunazzilul-gaīṡ, wa ya’lamu mā fil-ar-ḥām, wa mā tadrī nafsum māżā taksibu gadā, wa mā tadrī nafsum bi`ayyi arḍin tamụt, innallāha ‘alīmun khabīr
34. Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah.”
Pada ayat ini Allah ﷻ mendahulukan nama-Nya, kemudian setelah itu memberi penekanan dengan عِنْدَهُ. Ini menunjukkan pembatasan, bahwasanya ilmu-ilmu yang Allah sebutkan setelah ini hanya Allah ﷻ saja yang tahu. Ilmu-ilmu tersebut adalah:
- Hari kiamat.
Tidak satu pun yang mengetahui kapan akan terjadi hari kiamat kecuali Allah ﷻ. Malaikat Jibril pun ketika ditanya oleh Nabi ﷺ tentang hari kiamat, maka ia menjawab,
ما المَسْؤُولُ عَنْها بأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ
“Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.”([1])
Jika Nabi ﷺ tidak tahu, malaikat Jibril tahu, bagaimana lagi dengan kita. Benar Allah ﷻ memberikan tanda-tanda kapan hari kiamat akan terjadi, akan tetapi berkaitan dengan kepastian kapan terjadi, maka tidak ada yang tahu kecuali Allah ﷻ.
- Turunnya hujan.
Seperti hari kiamat, Allah ﷻ juga memberikan tanda-tanda kapan akan turunnya hujan. Allah ﷻ berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan.”([2])
Walaupun diketahui tanda-tandanya, akan tetapi berkaitan dengan tepat dan pastinya kapan turunnya hujan, dimana, dan berapa kadarnya, dan kapan berhentinya, maka hanya Allah ﷻ yang tahu.
- Isi Rahim.
Benar, kepada sebagian makhluk Allah ﷻ mengetahui tentang hal ini. Contohnya adalah malaikat. Allah ﷻ mengabarkan kepada malaikat tentang janin berkaitan dengan jenis kelaminnya, ajalnya dan yang lainnya. Tetapi yang mengetahui secara detail hanya Allah ﷻ. Dan dalam ayat ini وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ Allah tidak menggunakan مَنْ (siapa), tetapi Allah menggunakan مَا al-mausulah (apa) yang mencakup semua yang ada dalam rahim, baik janin maupun selain janin, baik berkaitan dengan jenis kelamin janin tersebut, demikian juga nasib janin tersebut, sifat-sifat janin tersebut juga rizki janin tersebut.
- Apa yang dilakukan di esok hari.
Kita boleh membuat rencana untuk melakukan apa saja di esok hari, akan tetapi detailnya seperti kapan perginya, bagaimana di jalan, kapan sampainya, maka tidak satu pun yang mengetahui kecuali Allah ﷻ. Kita hanya bisa menerka-nerka dan mengira-ngira, adapun kepastian detailnya hanya Allah ﷻ yang tahu. Pada ayat ini Allah ﷻ sebutkan khusus bahwa setiap orang tidak tahu tentang apa yang dilakukan esok hari. Apa lagi tentang kegiatan orang lain, tentu lebih tidak tahu lagi.
- Tempat kematian.
Jika tempat kematian tidak diketahui, maka waktu kematian pun juga tidak diketahui. Adapun tanda-tanda, maka mungkin Allah ﷻ buka pada sebagian wali-wali Allah ﷻ, dan itu terjadi. Akan tetapi itu hanya sebagai firasat, tidak ada kepastian. Yang mengetahui kepastiannya hanya Allah ﷻ.
Sebuah riwayat israiliyyah disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan Abdullah bin Numair, dari al-A’masy, dari Khoitsamah, beliau bercerita :
Suatu ketika ia berada di sisi nabi Sulaiman ﷻ. Maka datang seseorang menemui mereka berdua, kemudian selalu memandang wajah teman nabi Sulaiman. Akhirnya karena merasa resah karena dilihat terus, maka teman nabi Sulaiman bertanya kepada nabi Sulaiman, “siapa orang tersebut?” Nabi Sulaiman pun menjawab, “dia adalah malaikat maut, ia datang untuk mencabut nyawamu”. Maka ia berkata, “wahai Sulaiman tolong kirimkan angin untuk membawaku ke India”. Ia ingin kabur dari malaikat mau karena tidak ingin mati. Setelah itu malaikat maut pun memandang nabi Sulaiman, maka nabi Sulaiman pun bertanya kepada malaikat maut, “mengapa engkau memandangku terus?” Malaikat maut menjawab, “saya heran dengan orang yang berada di sisimu, Allah ﷻ menyuruhku untuk mencabut nyawanya di India, tetapi mengapa ia masih berada di sisimu (di Palesina)?” Maka akhirnya ia pun dibawa oleh angin ke India, dan malaikat pun mengikutinya dan kemudian mencabut nyawanya.([3])
Intinya penulis ingin menyampaikan bahwa tentang kematian, maka siapa pun tidak ada yang mengetahui.
Firman Allah ﷻ,
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Di akhir ayat, Allah ﷻ ingin menegaskan bahwa sesungguhnya hanya Allah ﷻ saja yang mengetahui tentang perkara-perkara gaib secara detail. Allah ﷻ mengatakan diri-Nya adalah عَلِيمٌ dan خَبِيرٌ. خَبِيرٌ adalah bagian dari عَلِيمٌ (ilmu), akan tetapi خَبِيرٌ adalah ilmu yang lebih detail.
Al-Alusi ﷺ di akhir surat Luqman beliau menyebutkan bahwasanya benar terkadang Allah ﷻ memberikan tanda-tanda atau firasat tentang ilmu gaib kepada orang-orang saleh. Tetapi Allah ﷻ tidak buka secara detail. Maka sungguh aneh tentang isi sebuah buku yang di tulis oleh Asy-Sya’roni tentang wali-wali Allah([4]). Dia menyebutkan salah seorang dari wali-wali Allah ﷻ telah dibukakan ilmu gaib baginya sehingga kemudian ia menjual hujan. Hal ini dilakukan karena diyakini bahwasanya dia bisa mengatur hujan, kapan turun dan dimana dia bisa mengaturnya. Siapa yang membeli hujan, maka ia akan menurunkan hujan ke tempat pembeli tersebut. Keyakinan seperti ini merupakan khurafat yang sangat aneh. Al-Alusi setelah itu berkata :
وَمَنْ لَهُ عَقْلٌ مُسْتَقِيْمٌ لاَ يَقْبَلُ مِثْلَ هَذِهِ الْحِكَايَةَ، وَكَمْ لِلقَصَّاصِ أَمْثَالُهَا مِنْ رِوَايَةٍ نَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يَحْفَظَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنِ اعْتِقَادِ خُرَافَاتٍ لاَ أَصْلَ لَهَا
“Dan siapa yang memiliki akal yang lurus tentu tidak akan menerima hikayat yang seperti ini. Betapa banyak riwayat hikayat-hikayat yang semisalnya yang disampaikan oleh sang tukang kisah (Asy-Sya’roni). Kami mohon kepada Allah agar menjaga kami dan kalian dari keyakinan khurofat yang tidak ada asalnya”([5])
_________________
Footnote :
([3]) Mushonnaf Ibn Abi Syaibah 7/70 no 34268. Ini hanyalah periwayatan yang terputus dan tentunya adalah dhoíf. Namun al-Alusi menyebut kisah ini dalam tafsirnya hanya untuk penguat makna ayat. (Lihat Ruuhul Maáani, al-Alusi 11/110)
([4]) Yaitu dalam kitab “الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى (لَوَاقِحُ الأَنْوَارِ القُدْسِيَّةِ فِي مَنَاقِبِ الْعُلَمَاءِ وَالصُّوْفِيَّةِ), Karya Abdul Wahhab asy-Sya’rooni
([5]) Lihat Ruh Al-Ma’ani, 11/112.
Cerita aneh tersebut dan banyak yang semisalnya terdapat dalam kitab “الطَّبَقَاتُ الْكُبْرَى (لَوَاقِحُ الأَنْوَارِ القُدْسِيَّةِ فِي مَنَاقِبِ الْعُلَمَاءِ وَالصُّوْفِيَّةِ), Karya Abdul Wahhab asy-Sya’rooni