1. ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَٰتِ وَٱلنُّورَ ۖ ثُمَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
al-ḥamdu lillāhillażī khalaqas-samāwāti wal-arḍa wa ja’alaẓ-ẓulumāti wan-nụr, ṡummallażīna kafarụ birabbihim ya’dilụn
1. Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ﴾
“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi.”
Terdapat lima surah yang Allah ﷻ buka dengan الْحَمْدُ لِلَّهِ, yaitu surah Al-Fatihah, Al-An’am, Al-Kahfi, Saba’, dan Fathir.
Kata الْحَمْدُ artinya memuji dengan sifat-sifat yang sempurna disertai dengan kecintaan dan pengagungan. Kata الْحَمْدُ berbeda dengan الْمَدْحُ. Walaupun keduanya secara bahasa bermakna memuji, hanya saja الْمَدْحُ adalah pujian yang tidak disertai dengan kecintaan dan pengagungan. ([1])
Pada ayat ini Allah ﷻ memuji diri-Nya dan menyebutkan sifat-sifatNya yang mulia.
Apa perbedaan الْحَمْدُ dengan الشُّكْرُ?
Kata الْحَمْدُ artinya kita memuji Allah ﷻ karena sifat-sifat mulia yang ada pada Allah ﷻ. Berbeda dengan الشُّكْرُ, di mana biasanya kita menyebutkannya karena kenikmatan yang kita rasakan([2]).
Huruf ال pada kata الْحَمْدُ berfungsi untuk menambahkan makna istighraq, sehingga ia mencakup segala pujian yang ada([3]). Adapun huruf ل pada kata لِلَّهِ, maka makna yang dikandungnya adalah istihqaq, yakni bahwa hanya Allah ﷻ lah yang berhak meraih al-hamdu tersebut([4]). Jadi, makna alhamdulillaah, adalah bahwa satu-satunya yang berhak dipuji dengan segala pujian yang disertai dengan pengagungan dan kecintaan, hanyalah Allah (SWT). Berbeda dengan makhluk, yang mungkin masih bisa dipuji, namun tidak secara mutlak, dan belum tentu disertai dengan pengagungan dan kecintaan.
Setelahnya Allah ﷻ menyebutkan tentang sifat-Nya sebagai Maha Mencipta. Di dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan langit dalam bentuk plural dan bumi dalam bentuk tunggal. Akan tetapi, telah disebutkan dalam ayat lain penyebutan bumi dalam bentuk plural, sebagaimana firman Allah ﷻ,
﴿اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ ﴾
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS. At-Talaq: 12)
Sehingga para ulama menafsirkan bahwa sebagaimana langit ada tujuh lapis, maka begitu juga bumi. Demikian pula datang dalam sebuah hadits,
مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
“Barang siapa yang berbuat zalim dengan mengambil sejengkal tanah, niscaya ia akan dibebani dengan tujuh lapis bumi.” ([5])
Tanah yang dimiliki seseorang bukan hanya lapisan atas saja, akan tetapi lapisan bawah juga menjadi miliknya. Sehingga ketika ada orang yang mencuri tanah meskipun sejengkal maka pada hari kiamat akan dipikulkan kepadanya tujuh lapis tanah. Semua ini menunjukkan bahwa langit dan bumi berlapis-lapis.
Firman Allah ﷻ,
﴿وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ﴾
“dan mengadakan gelap dan terang.”
Kata جَعَلَ dalam bahasa Arab memiliki tiga makna:
- خَلَقَ (menciptakan). Dan dalam ayat ini, جَعَلَ bermakna خَلَقَ.([6])
- صَيَّرَ (menjadikan). Seperti firman Allah ﷻ,
﴿إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).” (QS. Az-Zukhruf: 3)([7])
Kata جَعَلَ dalam ayat ini bukan bermakna خَلَقَ, karena Al-Qur’an tidak diciptakan, melainkan dia adalah firman Allah ﷻ. Seperti ketika kita mengatakan,
جَعَلْتُ الْقَلَمَ مَفْتُوْحًا
Maknanya bukan “Aku menciptakan pena terbuka”, akan tetapi maknanya adalah “Aku membuka pena tersebut (menjadikannya terbuka).”
- شَرَعَ (mensyariatkan). Seperti firman Allah ﷻ,
﴿مَا جَعَلَ اللَّهُ مِن بَحِيرَةٍ وَلَا سَائِبَةٍ وَلَا وَصِيلَةٍ وَلَا حَامٍۙ وَلَٰكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَۖ وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ﴾
“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.” [QS. Al-Ma’idah: 103]([8])
Hal ini perlu disampaikan dikarenakan Ahli bidah dari kalangan Muktazilah berdalil dengan ayat dari surah Az-Zukhruf di atas untuk mendukung keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Mereka memaknai kata جَعَلَ pada ayat di atas dengan makna menciptakan. Oleh karenanya para ulama Ahlusunah membantah mereka dengan menjelaskan bahwa kata جَعَلَ memiliki tiga makna, dan bahwa diantara ciri kata جَعَلَ yang bermakna menjadikan, adalah bahwa جَعَلَ memanshubkan dua maful bih (objek). Di dalam ayat tersebut, kedua objek yang di-manshubkan oleh جَعَلَ adalah قُرْآنًا dan عَرَبِيًّا.
Di dalam ayat ini kata الظُّلُمَاتِ ‘kegelapan’ datang dalam bentuk plural, sedangkan kata النُّورَ ‘cahaya’ datang dalam bentuk tunggal. Hal ini dikarenakan cabang-cabang kegelapan kekufuran sangatlah banyak, sedangkan cahaya keimanan hanya satu. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ﴾
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia.” (QS. Al-An’am: 153)([9])
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al–Baqarah: 257)
Para ulama menjelaskan bahwa cahaya dan kegelapan yang dimaksud dalam ayat ini mencakup makna maknawi dan makna inderawi. Kegelapan dan cahaya inderawi adalah apa yang dapat kita temukan di alam nyata, seperti kegelapan malam, kegelapan di dalam gua, cahaya matahari, cahaya pelita, dan lainnya. Adapun cahaya dan kegelapan maknawi adalah seperti kegelapan kebodohan, maksiat, kesesatan, cahaya ilmu, cahaya iman, cahaya hati, dan semacamnya.
Mengapa Allah ﷻ hanya menyebutkan 4 ciptaan-Nya secara spesifik dalam ayat ini, sementara segala sesuatu sejatinya adalah ciptaan-Nya[10]?
Sebagian ulama mengatakan bahwa karena keempat makhluk tersebut adalah yang diibadahi oleh kaum musyrikin selain Allah ﷻ. Secara umum, kaum musyrikin menyembah benda-benda langit, benda-benda bumi, kegelapan, atau cahaya. Seperti:
- Ash-Shabi’un, para penyembah benda-benda langit.
- Kaum musyrikin Arab, para penyembah benda-benda bumi, seperti patung dan berhala.
- Ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani, mereka menyembah Uzair dan Nabi Isa (AS), yang keduanya juga termasuk benda-benda bumi.
- Majusi, para penyembah kegelapan dan cahaya. Tuhan kegelapan sebagai pencipta keburukan, dan Tuhan cahaya sebagai pencipta
Allah (SWT) ingin memperingatkan dan menegaskan kepada mereka bahwa keempat makhluk tersebut bukanlah tuhan, melainkan Dialah Yang menciptakannya.
Firman Allah ﷻ,
﴿ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ﴾
“namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.”
Kata يَعْدِلُونَ artinya menyamakan Allah ﷻ dengan yang selain-Nya([11]) pada peribadatan dan pengagungan. Sebagaimana ketika ada orang datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata,
مَا شَاءَ اللهُ وَشِئْتَ
“Sesuai kehendak Allah dan kehendakmu, wahai Rasulullah.”
Rasulullah ﷺ pun melarangnya berucap demikian sembari bersabda,
جَعَلْتَنِي لِلَّهِ عَدْلًا، مَا شَاءَ اللهُ وَحْدَهُ
“Apakah kamu menjadikanku sebagai ‘adl (tandingan) bagi Allah?! Ucapkanlah, ‘Sesuai kehendak Allah semata’.” ([12])
Kata عَدْلًا maknanya seperti dua keranjang keledai, di mana agar seimbang maka keduanya harus diisi sama rata. Dua keranjang ini dalam bahasa Arab disebut عَدْلًا ‘dua hal yang saling menyeimbangkan’. Sehingga dalam ayat ini seakan-akan Allah ﷻ mengatakan, “Alangkah anehnya sikap orang-orang kafir itu! Bagaimana mungkin mereka menyamakanKu dengan selainKu, padahal mereka mengetahui bahwa Akulah yang menciptakan langit, bumi, kegelapan, dan cahaya?!”
______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Al-An’am hlm. 12.
([2]) Lihat: Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah hlm. 201.
([3]) Lihat: Tafsir Ibnu Athiyah (2/265).
([4]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Al-An’am hlm. 10.
([5]) HR. Bukhari No. 2453 dan Muslim No. 1610.
([6]) Lihat: Tafsir Ibnu Athiyah (2/265).
([7]) Lihat: Tafsir al-Baghawi (4/154).
([8]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (6/335).
([9]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Al-An’am hlm. 20-21.
[10] Lihat: At-Tahrir wa at-Tanwir (7/127)
([11]) Lihat: Tafsir al-Baghawi (2/108).
([12]) HR. Ahmad No. 3247. Hadits ini dinyatakan sahih lighairih oleh al-Arnauth.