3. هُدًى وَرَحْمَةً لِّلْمُحْسِنِينَ
hudaw wa raḥmatal lil-muḥsinīn
3. menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Tafsir :
هُدًى dan رَحْمَةً disini I’rabnya adalah haal yang maksudnya adalah “ayat-ayat al-Quran ini sebagai petunjuk dan rahmat”. Artinya barang siapa yang memperhatikan ayat-ayat ini maka ia telah mengambil petunjuk sebagai sebab untuk mendapatkan rahmat Allah ﷻ di dunia dan rahmat Allah ﷻ di akhirat kelak yaitu masuk surga. Akan tetapi tidak semua orang bisa mengambil Al-Qur’an atau surat Luqman ini sebagai petunjuk, Allah ﷻ sebutkan hanya الْمُحْسِنُوْنُ (orang-orang muhsin) yang bisa. Siapakah الْمُحْسِنُوْنُ (orang-orang muhsin)?, yaitu orang-orang yang telah mencapai derajat ihsan ketika beribadah kepada Allah dan ketika bermuamalah dengan manusia yang lain.([1])
Pengertian ihsan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi ﷺ dalam sebuah hadits adalah
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah ﷻ seakan engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat Allah ﷻ maka sesungguhnya Allah ﷻ melihatmu.”([2])
Orang yang telah mencapai ihsan adalah orang yang beribadah kepada Allah ﷻ dalam penuh muroqobah (meyakini bahwa Allah ﷻ Maha melihat dia). Hal ini ia lakukan dalam segala ibadah, dalam shalat, dzikir, dan juga ketika bermuamalah kepada manusia, ia merasa bahwa senantiasa Allah ﷻ sedang mengawasi dirinya. Ketika ia berbakti kepada orang tuanya, ketika ia berbuat baik kepada istri dan anak-anaknya, ketika ia memberi bantuan kepada fakir miskin, maka ia merasa bahwa Allah sedang melihat dan menilainya, sehingga sesungguhnya ia sedang bermuamalah dengan Allah yang sedang menilainya. Dengan demikian ia sangat mudah untuk meraih keikhlasan ketika berinteraksi dengan manusia, karena yang menjadi pusat perhatiannya adalah penilain Allah terhadap sikap muámalahnya kepada manusia.
_______________
Footnote :