17. فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّآ أُخْفِىَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
fa lā ta’lamu nafsum mā ukhfiya lahum ming qurrati a’yun, jazā`am bimā kānụ ya’malụn
17. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.
Tafsir :
Pada ayat ini Allah ﷻ masih bercerita tentang orang-orang yang beriman, yaitu Allah ceritakan bagaimana balasan bagi orang-orang beriman di akhirat. Allah jelaskan bahwasanya tidak satu jiwa pun tahu apa yang disembunyikan untuk mereka berupa nikmat yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas amal perbuatan mereka di dunia.
Al-Alusi dalam tafsirnya Ruh Al-Ma’ani menjelaskan bahwa kata نَفْسٌ pada ayat ini datang dalam bentuk nakirah, dan ia datang dalam konteks penafian. Ini memberikan makna cakupan umum kepada seluruh jiwa, baik itu malaikat, jin, manusia mana pun, sekali pun para nabi, tidak satu pun dari mereka mengetahui apa yang disembunyikan tentang kenikmatan untuk mereka di akhirat. Oleh karenanya Allah ﷻ sebutkan di dalam hadits qudsi,
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنُ رَأَتْ، وَلَا أُذنٌ سَمِعَتْ، ولَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بشرٍ
“Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh, kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia.”([1])
Pada ayat di atas juga Allah ﷻ tidak berkata قُرَّةِ أَعْيُنِهِمْ “Yang menyedapkan mata mereka”, akan tetapi Allah ﷻ berkata Allah ﷻ قُرَّةِ أَعْيُنٍ “Yang menyedapkan mata”. Ini menunjukkan mata yang dimaksud di sini adalah umum, tidak hanya mata mereka saja, tetapi seluruh mata yang memandang akan senang. Ini menunjukkan nikmat yang Allah sediakan adalah nikmat yang sangat agung.([2])
Disebutkan oleh banyak ahli tafsir bahwasanya Allah menyembunyikan kenikmatan-kenikmatan bagi mereka karena pada saat di dunia mereka menyembunyikan amalan (shalat malam) mereka.([3]) Ini menunjukkan di antara keutamaan seorang yang ikhlas. Oleh karenanya Imam Al-Qurthubi ﷺ menyebutkan dalam tafsirnya bahwasanya ganjaran atau pahala orang di surga pada ayat ini khusus untuk orang-orang yang spesial, tidak semua orang yang di surga mendapatkan kenikmatan ini. Imam Al-Qurthubi kemudian menukil perkataan Ibnu Mas’ud h yang diriwayatkan oleh Ath-Thabari,
فِي التَّوْرَاةِ مَكْتُوبٌ: عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
“Di Taurat tertulis, bahwasanya Allah ﷻ akan memberikan kenikmatan kepada orang-orang yang melakukan shalat malam kenikmatan yang mata tidak pernah melihat, telinga tidak pernah mendengar, dan tidak pernah terbetik pada hati manusia.”([4])
Imam Al-Qurthubi ﷺ berkata,
وَهَذِهِ الْكَرَامَةُ إِنَّمَا هِيَ لِأَعْلَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا، كَمَا جَاءَ مُبَيَّنًا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ يَرْفَعُهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan kemuliaan ini (kenikmatan yang tidak pernah terdengar, terlihat, dan terbetik pada hati manusia) hanya untuk penghuni surga yang tertinggi. Hal ini sebagaimana yang di jelaskan di dalam shahih muslim dari Mughirah bin Syu’bah marfu’ kepada Nabi ﷺ.”([5])
Hadits yang dimaksud adalah
قَالَ رَبِّ فَأَعْلَاهُمْ مَنْزِلَةً قَالَ أُولَئِكَ الَّذِينَ أَرَدْتُ غَرَسْتُ كَرَامَتَهُمْ بِيَدِي وَخَتَمْتُ عَلَيْهَا فَلَمْ تَرَ عَيْنٌ وَلَمْ تَسْمَعْ أُذُنٌ وَلَمْ يَخْطُرْ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ قَالَ وَمِصْدَاقُهُ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ {فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ}
“Musa mengatakan, ‘(Bagaimana dengan nasib) orang yang paling tinggi kedudukannya? ‘ Allah ﷻ menjawab, ‘Mereka itu, orang pilihan-Ku, kemuliaan mereka di tangan-Ku, dan Aku menutup (kemulian itu), ia belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga dan belum pernah terbetik dalam hati.’ Perawi berkata, ‘Dalilnya terdapat dalam Firman Allah: ‘(Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka) ‘ (Qs. As-Sajdah: 17).”([6])
______________
Footnote :
([2]) Lihat Ruh Al-Ma’ani 11/129-130
([3]) Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/365
([4]) Tafsir Al-Qurthubi 14/104