18. أَفَمَن كَانَ مُؤْمِنًا كَمَن كَانَ فَاسِقًا ۚ لَّا يَسْتَوُۥنَ
a fa mang kāna mu`minang kamang kāna fāsiqā, lā yastawụn
18. Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? Mereka tidak sama.
Tafsir :
Allah ﷻ berfirman,
أَفَمَنْ كَانَ مُؤْمِنًا كَمَنْ كَانَ فَاسِقًا لَا يَسْتَوُونَ. أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَى نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
“Maka apakah orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan. Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu dustakan”.” (QS. As-Sajdah: 18-20)
Fasik berasal dari kata الْفُسُوْق yang memiliki makna الْخُرُوْجُ عَنِ الطَّاعَة ‘keluar dari ketaatan’. Lafal tersebut bersifat umum yang mencakup segala kemaksiatan, terutama dosa-dosa besar dan kekufuran. Akan tetapi, فَاسِقًا ‘kefasikan’ yang dimaksud di dalam ayat ini adalah كَافِرًا ‘kekufuran’.
Apakah orang yang beriman sama dengan orang yang fasik/kafir? Allah ﷻ menjelaskan di dalam ayatnya bahwa orang yang beriman dan orang kafir tidaklah sama. Pada ayat sebelumnya Allah ﷻ telah menjelaskan dengan membuat perbandingan antara orang yang beriman dengan orang kafir tentang bagaimana orang yang beriman mendapatkan surga dan orang-orang kafir mendapatkan azab di neraka. Dari hal ini saja, tentu berbeda antara orang yang beriman dan orang yang fasik. Demikian pun dengan ayat setelahnya, Allah ﷻ menjelaskan perbandingan antara orang yang beriman dengan orang kafir.
Orang yang beriman tidak sama dengan orang kafir, dan tidak mungkin tergambar bahwa keduanya memiliki persamaan. Al-Alusi mengatakan bahwa perbedaan keduanya tidak mungkin terbayangkan sama sekali([1]). Di dunia saja tidak sama, apalagi di akhirat.
Firman Allah أَفَمَنْ “Maka apakah orang yang beriman…” merupakan lafal umum yang mencakup seluruh orang mukmin. Yaitu orang fasiq sekaya apapun, sehebat apapun, meski dunia ini seluruhnya telah berada dalam genggamannya maka dia tetapi tidak akan sama dengan orang beriman([2]).
Firman Allah ﷻ
أَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ جَنَّاتُ الْمَأْوَى نُزُلًا بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan.”
Bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka mendapatkan جَنَّاتُ الْمَأْوَى ‘surga sebagai tempat bernaung’. Para ulama menjelaskan bahwa Allah ﷻ menyebutkan surga adalah الْمَأْوَى, karena surga adalah tempat bernaung yang hakiki. Adapun dunia, semua yang di dalamnya adalah fana/sirna. Sudah jelas bahwa orang-orang beriman akan bertempat tinggal di surga, namun disebutkan dengan الْمَأْوَى ‘tempat bernaung’, karena sejatinya surga adalah tempat tinggal yang sesungguhnya([3]).
نُزُلًا bermakna ثَوَابًا ‘pahala’ atau ganjaran([4]). Surga yang mereka dapatkan adalah pahala berdasarkan amalan yang mereka kerjakan ketika di dunia. Orang yang ingin masuk surga, harus beramal terlebuh dahulu. Surga tidak didapatkan dengan impian dan berangan-angan saja tanpa beramal.
Firman Allah ﷻ,
وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah neraka. Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu dustakan.”
الْمَأْوَى ‘tempat bernaung’, sebagaimana Allah ﷻ menyebutkannya di dalam firman-Nya,
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى
“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu.” (QS. Ad-Duha: 6)
فَآوَى ‘menjadikan tempat berlindung’. Allah ﷻ menyebutkan di antara kenikmatan yang diberikan kepada Nabi ﷺ, ketika ayah beliau ﷺ meninggal dunia dan beliau menjadi anak yatim, maka Allah ﷻ memberikan tempat berlindung bagi beliau, yaitu Allah ﷻ menjadikan pamannya Abu Thalib sebagai pengasuhnya([5]). Oleh karenanya, الْمَأْوَى bermakna ‘tempat berlindung’ atau bernaung.
Tempat bernaung orang-orang kafir atau adalah neraka. Allah ﷻ menyebutkan neraka juga dengan مَأْوَى ‘tempat bernaung’ sebagai bentuk ejekan terhadap mereka. Sama saja ketika Allah ﷻ berfirman,
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذابٍ أَلِيمٍ
“Sampaikanlah kepada mereka kabar gembira yaitu azab yang pedih.” (QS. Ali ‘Imran: 21)
البِشَارَة ‘kabar gembira’, Allah ﷻ menyebutkan kabar gembira bagi orang-orang kafir berupa azab yang pedih dalam rangka untuk mengejek mereka.
Allah ﷻ mengejek orang-orang kafir bahwa tempat kediaman mereka untuk bernaung yang kekal, abadi selama-lamanya adalah neraka Jahanam. Tempat mereka di dunia yang penuh dengan kemewahan akan sirna, sedangkan tempat mereka yang sebenarnya adalah neraka Jahanam.
Firman Allah ﷻ,
كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا
“Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.”
Para ulama menjelaskan sebab orang-orang kafir hendak keluar dari neraka. Pertama, sebagian mereka berpendapat bahwa gejolak api neraka mengangkat dan melemparkan mereka hingga berada pada bagian neraka yang paling atas, sehingga mereka ingin keluar dari neraka tersebut. Namun, setiap kali mereka hendak keluar darinya, ternyata mereka dijatuhkan lagi ke dalam neraka. Selanjutnya mereka disiksa dan dipanggang dengan api yang berkobar-kobar di dalamnya hingga terbakar. Karena siksaan api yang begitu kuat, membuat mereka diterbangkan sampai berada di bagian atas dan hendak keluar lagi darinya, namun akhirnya mereka dikembalikan lagi ke dalam neraka dengan siksaan yang pedih.
Kedua, sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa orang-orang kafir yang disiksa di dalam neraka, mereka melarikan diri dari siksaan api hingga menuju pintu neraka yang dibuka oleh Allah, namun ketika sampai di pintu neraka dan hendak keluar darinya, Allah ﷻ mengembalikan mereka ke dalam siksaan api neraka. Ini adalah di antara ejekan Allah ﷻ kepada mereka di dalam neraka, dan ini terjadi berulang-ulang tiada henti([6]). Padahal, mereka tidak akan keluar dari neraka tersebut, sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَما هُمْ بِخارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“Dan mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. Al-Baqarah: 167)
Firman Allah ﷻ,
وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
“Dan dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah azab neraka yang dahulu kamu dustakan”.”
Di dalam ayat ini Allah ﷻ mengulangi penyebutan النَّارِ ‘neraka’. وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ‘dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat kediaman mereka adalah neraka’, lalu ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ ‘rasakanlah azab neraka’. Padahal, bisa saja Allah ﷻ mengulangi penyebutannya dengan kata ganti هَا ‘nya’. Namun, Allah ﷻ tidak menyebutkannya dengan kata ganti (yaitu Allah tidak berkata ذُوقُوا عَذَابَهاَ), hal ini bertujuan untuk menggambarkan dahsyatnya azab neraka, supaya orang-orang kafir merasa semakin tersiksa dengan adzab tersebut([7]).
_______________
Footnote :
([2]) Lihat Tafsir As-Sajdah, al-Útsaimin hal 93
([3]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 14/106-107
([4]) Lihat: Tafsir Al-Alusi 11/131
([5]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 20/96