16. تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ
tatajāfā junụbuhum ‘anil-maḍāji’i yad’ụna rabbahum khaufaw wa ṭama’aw wa mimmā razaqnāhum yunfiqụn
16. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap.”
Pada ayat ini Allah ﷻ melanjutkan penyebutan sifat-sifat bagi orang yang beriman. Sifat kedua bagi orang-orang yang beriman adalah jauh dari tempat tidur, maksudnya adalah melakukan shalat malam dan berdoa kepada Allah ﷻ dalam kondisi takut kepada Allah.
Tidak dipungkiri tidur adalah suatu hal yang lezat. Walaupun lezat ternyata mereka lebih memilih meninggalkan tidur, kenapa? Karena mereka menuju pada perkara yang lebih lezat dan mereka sukai yaitu shalat dan bermunajat kepada Allah ﷻ. Nabi ﷺ bersabda,
صَلُّوا بِاللَّيلِ والنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلوا الجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Shalatlah kalian dalam kondisi orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dalam keselamatan.”([1])
Mereka melakukan shalat tidak untuk mencari pujian kepada siapa pun, sebab pada saat itu seluruh manusia sedang tidur, tidak satu pun orang tahu bahwa mereka sedang melakukan shalat. Kenapa mereka bisa melakukan hal ini, rela meninggalkan rasa kantuk yang berat untuk melakukan shalat? Jawabannya adalah karena Allah ﷻ berikan kepada mereka kebahagiaan. Kebahagiaan ini tidak bisa mereka ungkapkan dengan kata-kata. Oleh karenanya jika mereka melewati suatu malam tanpa melakukan shalat, maka mereka pun merasa sedih, seakan ada sesuatu yang hilang dari mereka.
Firman Allah ﷻ,
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Serta mereka menafkahkan dari rezeki yang Kami berikan.”
Sifat yang ketiga bagi orang yang beriman adalah berinfak. Pada ayat ini Allah ﷻ katakan “berinfak” tanpa menyebutkan jenis infaknya dan juga tanpa menyebutkan kepada siapa mereka berinfak. Syaikh As-Sa’di ketika membahas ini beliau mengatakan ini semua menunjukkan umum mencakup infak wajib dan sunnah, bahkan Syaikh menyebutkan termasuk juga harta yang kita keluarkan kepada orang kaya (seperti memberi hadiah kepada mereka untuk menguatkan tali cinta kasih), semua Allah ﷻ sukai.([2]) Tentu infak bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar dan manfaatnya. Tetapi selama seseorang berinfak kepada siapa pun karena Allah, maka Allah ﷻ sukai, dan itu adalah ciri-ciri penghuni surga.
مِنْ dari مِمَّا pada firman Allah وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ (dan dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka) apakah لِلتَّبْعِيْضِ untuk menunjukan “sebagian” sehingga artinya “dan dari sebagian rizki yang Kami berikan…” ataukah لِبَيَانِ الْجِنْسِ yang menunjukan jenis([3]) rizki sehingga artinya “dan dari rizki yang Kami berikan…”? Terjadi khilaf di kalangan para ulama. Jika artinya adalah “sebagian” maka seakan-akan yang menginfakan seluruh hartanya tercela karena tidak menjalankan ayat ini dan telah melampui batas yang diperintahkan. Namun jika maksudnya adalah untuk menjelaskan jenis maka mencakup infak sedikit, banyak, bahkan seluruh harta.
Intinya jika seseorang tawakkalnya tinggi dan memiliki kemampuan untuk mencari penghasilan maka tidak mengapa ia menginfakan seluruh hartanya sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar RA([4]). Adapun jika tidak demikian maka sebaiknya tidak menginfakan seluruh hartanya. Karenanya ketika sebagian sahabat (seperti Abu Lubabah([5]) dan Ka’ab bin Malik([6])) ingin menginfakan seluruh hartanya maka dilarang oleh Nabi SAW([7]).
Firman Allah يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا “berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap” menunjukan bahwa mereka menggabungkan antara takut dan berharap. Dan demikianlah seseorang ketika beribadah hendaknya menggabungkan antara dua hal ini, takut dan berharap, takut dengan azab Allah dan berharap terhadap rahmat Allah.
______________
Footnote :
([1]) HR. Tirmidzi no. 2485 dan disahihkan oleh Al-Albani di dalam shahihul Jami’ no. 7865
([2]) Lihat Tafsir As-Sa’di 655
([3]) مِنْ yang menunjukan jenis seperti perkataan : خَاتَمٌ مِنْ ذَهَبٍ “Cincin dari emas”, yaitu dari jenis emas.
([4]) Umar bin al-Khotthob berkata :
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا أَنْ نَتَصَدَّقَ، فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالًا عِنْدِي، فَقُلْتُ: الْيَوْمَ أَسْبِقُ أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا، فَجِئْتُ بِنِصْفِ مَالِي، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟»، قُلْتُ: مِثْلَهُ، قَالَ: وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِكَ؟» قَالَ: أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، قُلْتُ: لَا أُسَابِقُكَ إِلَى شَيْءٍ أَبَدًا
“Rasulullah SAW pada suatu hari memerintahkan kami untuk bersedeka, dan ketika itu pas aku lagi memiliki harta. Maka aku berkata, “Hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar kalau memang suatu hari aku bisa mengalahkannya. Maka akupun membawa setengah hartaku, maka Nabi berkata, ‘Apa yang kau tinggalkan untuk keluargamu?’. Aku berkat, “Seperti yang aku bawa (yaitu setengah hartaku -red)”. Maka Abu Bakarpun datang dengan membawa seluruh hartanya. Maka Nabi bertanya kepadanya, “Apa yang kau sisakan untuk keluargamu?”. Abu Bakar berkata, “Aku menyisakan bagi mereka Allah dan RasulNya”. Aku berkata, “Aku tidak akan bisa melombaimu dalam perkara apapun selamanya” (HR Abu Daud no 1678 dan dinilai shahih oleh Al-Albani)
([5]) Ketika Abu Lubabah bertaubat maka ia berkata kepada Nabi SAW :
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ مِنْ تَوْبَتِي أَنْ أَهْجُرَ دَارَ قَوْمِي وَأُسَاكِنَكَ، وَإِنِّي أَنْخَلِعُ مِنْ مَالِي صَدَقَةً لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يُجْزِئُ عَنْكَ الثُّلُثُ “
“Ya Rasulullah, sesungguhnya termasuk taubatku adalah aku meninggalkan kampungku dan tinggal bersamamu, dan sesungguhnya aku melepaskan seluruh hartaku sebagai sedekah untuk Allah dan RasulNya”. Maka Nabi SAW berkata, “Cukup engkau sedekahkan sepertiga hartamu” (HR Ahmad no 15750 namun dinilai lemah oleh para pentahqiq (penyunting) Musnad al-Imam Ahmad.
([6]) Kaáb bin Malik ketika bertaubat karena tidak ikut perang Tabuk beliau berkata :
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ مِنْ تَوْبَتِي أَنْ أَنْخَلِعَ مِنْ مَالِي صَدَقَةً إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَمْسِكْ عَلَيْكَ بَعْضَ مَالِكَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ»
“Ya Rasulullah, sesungguhnya termasuk taubatku adalah aku meninggalkan seluruh hartaku untuk aku sedekahkan kepada Allah dan RasulNya SAW”. Nabi berkata, “Tahanlah sebagian hartamu maka itu lebih baik bagimu” (HR Al-Bukhari no 2757)