2. تَنزِيلُ ٱلْكِتَٰبِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِن رَّبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
tanzīlul-kitābi lā raiba fīhi mir rabbil-‘ālamīn
2. Turunnya Al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam.
Tafsir :
Firman-Nya.
لَا رَيْبَ فِيْهِ
“tidak ada keraguan padanya.”
Dalam awal-awal ayat ini Allah menyebutkan bahwa Al-Quran tidak ada keraguan di dalamnya. لَا pada firman Allah لَا رَيْبَ فِيْهِ adalah النَّافِيَةُ لِلْجِنْسِ yang artinya menafikan dan meniadakan semua jenis keraguan. Yaitu tidak ada keraguan sedikitpun dan keraguan model apapun, dan keraguan dari sisi manapun pada al-Qurán([1]). Seharusnya orang-orang musyrikin tidak ragu terhadap Al-Quran, karena mereka bisa cek semua isi Al-Quran yang tidak ada pertentangan di dalamnya sama sekali. Juga mereka tahu bahwasanya Al-Quran ini turun dari Allah ﷻ karena mereka tidak mampu untuk membuat semisal Al-Quran, bahkan mereka tidak mampu untuk mendatangkan 10 surat semisal 10 surah Al-Quran, bahkan mereka tidak mampu untuk mendatangkan 1 surah seperti Al-Quran. Jadi tidak ada keraguan sama sekali dan hal itu bisa mereka periksa.
Firman Allah ﷻ,
مِنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ
“(yaitu) dari Tuhan seluruh alam.”
رَبِّ di sini maksudnya berkaitan dengan rububiyah Allah. di antara sifat rububiyah Allah adalah pengaturan Allah ﷻ terhadap makhluk. Sebagian ulama mengatakan رَبِّ dari kata tarbiah yaitu Allah menarbiah makhluk([2]). Dan di antara cara Allah menarbiah makhluk selain dengan mengutus Rasulullah adalah dengan menurunkan Al-Quran([3]). Ini adalah tarbiah yang terbaik, dengan Al-Quran maka manusia bisa terbina akhlak mereka, mereka bisa mengenal hukum-hukum, dan mereka bisa berjalan dengan baik selama mereka berpegang teguh dengan Al-Quran. Kapan saja mereka meninggalkan Al-Quran maka mereka akan celaka dan sengsara. Oleh karenanya dalam ayat ini setelah Allah menyebutkan turunnya Al-Quran Allah menyebutkan sifat rububiyah-Nya. Seakan-akan dalam ayat ini Allah berkata “ketahuilah bahwasanya turunnya Al-Quran adalah konsekuensi dari rububiyah Allah ﷻ sebagai bentuk perhatian Allah ﷻ terhadap hamba-hamba-Nya. Allah ﷻ menurunkan Al-Quran demi kebahagiaan mereka”.
Demikian juga firman Allah مِنْ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ “(yaitu) al-Qurán itu dari Tuhan seluruh alam” menunjukan bahwa wajib bagi manusia dan jin (yang merupakan bagian dari alam) untuk menjalankan al-Qur’an, karena yang menurunkannya adalah Pencipta dan Pengatur mereka([4])
________________
Footnote :
([1]) Sebagian ulama berpendapat bahwa ada perbedaan antara الرَّيْبُ dengan الشَّكُّ (keraguan). الرَّيْبُ adalah keraguan yang disertai dengan الْقَلَقُ kegelisahan dan الرِّيْبَةُ kecurigaan. Ketika Allah menafikan segala keraguan dari al-Qurán menunjukan bahwa tidak bagi seorang muslimpun untuk ragu kepada isi al-Qurán, ragu akan keotentikan al-Qurán, ragu al-Qurán sudah cukup untuk seluruh manusia dan seluruh zaman. Hal ini karena meskipun Allah mendatangkan dengan lafal an-Nafyu (penafian) akan tetapi hakekatnya adalah an-Nahyu (larangan) untuk ragu kepada al-Qurán. Dan larangan yang datang dalam bentuk penafian lebih kuat dan lebih mengena. (Lihat Tafsir Surat As-Sajdah, Al-Útsaimin hal 10-11).
Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 1/160
وَالرَّبُّ: الْمُصْلِحُ لِلشَّيْءِ. وَاللَّهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ الرَّبُّ; لِأَنَّهُ مُصْلِحُ أَحْوَالِ خَلْقِهِ. … وَرَبَبْتُ الصَّبِيَّ أَرُبُّهُ
“Dan Ar-Rabb adalah yang mengurusi sesuatu, dan Allah azza wa jalla adalah AR-Robb karena ia mengurusi kondisi makhlukNya….dan رَبَبْتُ الصَّبِيَّ “Aku mentarbiyah anak” yaitu أَرُبُّهُ” (Mu’jam Maqoyiis al-Lughoh 2/383)