5. وَلَوْ أَنَّهُمْ صَبَرُوا۟ حَتَّىٰ تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
walau annahum ṣabarụ ḥattā takhruja ilaihim lakāna khairal lahum, wallāhu gafụrur raḥīm
5. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Tafsir :
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa seandainya Bani Tamim bersabar sampai Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui mereka tanpa harus memanggil-manggilnya tentu ini lebih baik untuk mereka, karena ada waktunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk beristirahat dan ada waktunya beliau untuk keluar untuk menemui tamu-tamunya maka sehingga tidak perlu untuk memanggilnya keluar. Namun walaupun Allah subhanahu wa ta’ala menegur mereka akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala tetap mengampuni mereka hal ini dikarenakan mereka adalah arab Badui (pedalaman/wong deso), dan mereka diberu ‘udzur karena mereka baru masuk Islam sehingga mereka tidak mengerti adab-adab yang baik, mereka berbuat salah namun Allah subhanahu wa ta’ala tetap mengatakan وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ “Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Karenanya dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala tidak memerintahkan mereka untuk bertaubat karena mereka adalah Arab Badui yang baru masuk Islam, akan tetapi ini menjadi pelajaran bagi kita agar kita tidak bersikap seperti arab badui.
Bani Tamim di antara mereka ada yang baik dan ada yang buruk. Adapun al-Aqro’ bin Habis maka setelah masuk Islam bagus Islam beliau, bahkan akhirnya beliau mati syahid([1]). Adapun di antara yang buruk dari mereka seperti seorang cikal bakal Khowarij yang bernama Dzul Khuwaishiroh At-Tamimi. Namun merupakan suatu kesalahan adalah ketika seseorang berusaha menisbatkan setiap pemahaman khowarij kepada Bani Tamim, sehingga setiap ada orang dari Bani Tamim lantas mengatakan bahwa orang tersebut adalah khowarij atau keturunan khowarij maka hal ini tidak diperbolehkan karena ini termasuk bentuk kezaliman. Sengaja penulis menyebutkan hal ini dikarenakan ada sebagian orang begitu mendengar nama Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi dia langsung mengatakan bahwa beliau adalah khowarij atau keturunannya khowarij karena nenek moyangnya adalah Dzul Khuwaishiroh At-Tamimi, maka perbuatan semacam ini tidaklah diperbolehkan karena ini kezaliman karena banyak Bani Tamim yang tersebar di dunia ini, bahkan di Indonesia juga banyak keturunan Bani Tamim. Lantas apakah setiap ada Bani Tamim lalu dikatakan dia adalah keturunan khowarij? Maka ini tidaklah diperbolehkan, ini merupakan kezaliman yang nanti akan dituntut pada hari kiamat kelak. Sebagian orang pada zaman ini tidak peduli terhadap apa yang diucapkan dia menuduh serampangan yang dia pikirkan adalah yang penting terkenal, dan sungguh kasihan orang tersebut, mungkin dia bisa terkenal dengan cara itu, namun hal tersebut hanyalah sesaat dan setelahnya adalah hisab (perhitungan).
Adapun diantara bani Tamim yang baik adalah seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puji mereka dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dimana beliau radhiallahu ánhu berkata:
مَا زِلْتُ أُحِبُّ بَنِي تَمِيمٍ مُنْذُ ثَلاَثٍ، سَمِعْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِيهِمْ، سَمِعْتُهُ يَقُولُ: «هُمْ أَشَدُّ أُمَّتِي، عَلَى الدَّجَّالِ»، قَالَ: وَجَاءَتْ صَدَقَاتُهُمْ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَذِهِ صَدَقَاتُ قَوْمِنَا»، وَكَانَتْ سَبِيَّةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ عَائِشَةَ، فَقَالَ: «أَعْتِقِيهَا فَإِنَّهَا مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ»
“Saya selalu mencintai Bani Tamim, karena tiga hal yang pernah saya mendengar dari Rasulullah tentang mereka: (Pertama) saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling gigih melawan Dajjal.’ (Kedua) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda ketika ada zakat dari Bani Tamim: ‘Ini adalah zakat kaum kami’, (Ketiga) ada seorang tawanan perempuan dari Bani Tamim di rumah Aisyah. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Hai Aisyah, bebaskanlah ia! Karena ia adalah keturunan Ismail’.”([2])
Dalam hadits ini menunjukkan bahwa di penghujung zaman akan ada orang-orang dari Bani Tamim yang kuat dan hebat melawan Dajjal yang begitu sakti dan hebat, dan juga dalam hadits ini menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan Bani Tamim dengan “kaumku”, hal ini dikarenakan antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Bani Tamim silsilahnya bertemu di Mudhar, dan Mudhar adalah sya’b yang dibawahnya ada Kinanah, kemudian di bawahnya lagi ada Qais lalu Tamim, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari Kinanah sehingga antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Bani Tamim silsilah mereka bertemu di Mudhar. Inilah sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandarkan Bani Tamim kepada kaumnya karena mereka sama-sama satu nenek moyang, dan yang terakhir dijelaskan dalam hadits ini yaitu ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa ketika ada seorang budak karena dia berasal dari Bani Tamim bahkan Nabi menyandarkan mereka kepada keturunan nabi Ismaíl álaihis salam. Maka hendaknya kita berhati-hati ketika kita berbicara tentang suatu suku, mungkin bisa saja kita tertimpa suatu kejadian yang tidak mengenakkan karena disebabkan seseorang yang berasal dari suatu suku maka jangan kita memukul rata bahwa suku tersebut semuanya jahat dan buruk, hal ini tidak diperbolehkan, karena setiap suku pasti ada yang baik dan yang buruk, dan perlu kita ketahui bahwa setiap ucapan kita akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
__________________
Footnote :
([1]) al-Aqro’ bin Habis at-Tamimi beliau datang menemui Nabi shallallahu álaihi wasallam ketika ámul wufuud (tahun 9 Hijriyah), ikut serta bersama Nabi dalam Fathu Makkah, perang Hunain, dan perang Thoif, dan beliau termasuk al-muállaffatu qulubuhum (yang diberikan banyak pemberian agar imannya kokoh karena baru masuk Islam). Islamnya baik setelah masuk Islam. Di zaman pemerintahan Utsman bin Áffan, Abdullah bin Áaamir menjadikan beliau sebagai pemimpin dalam pasukan perang yang diutus ke Khurosan, lalu beliau mati syahid. Pendapat yang lain menyatakan bahwa beliau wafat dalam perang Yarmuk. (Lihat al-Ishobah, Ibnu Hajar 1/252-253)