19. وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ
wa jā`at sakratul-mauti bil-ḥaqq, żālika mā kunta min-hu taḥīd
19. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.
Tafsir :
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala memulai paragraf yang baru. Menurut sebagian kecil Ahli Tafsir, ayat ini dan setelahnya berkaitan dengan orang kafir karena konteksnya Allah Subhanahu wa ta’ala sedang mengancam kaum musyrikin. Ada khilaf di kalangan para Ahli Tafsir terkait ini, sebagian yang lain menyebutkan bahwa ayat ini sifatnya umum berlaku bagi orang kafir maupun muslim. Akan tetapi penulis lebih condong kepada pendapat sebagian kecil Ahli Tafsir bahwasanya ayat ini dan setelah berkaitan dengan orang kafir dan sebagai peringatan bagi orang-orang musyrikin Arab yang mengingkari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam([1]). Mulai dari ayat ini dan setelahnya Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang kondisi orang-orang kafir.
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
“Dan datanglah sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari.”
Apa yang dimaksud dengan سَكْرَةُ (sekarat)? Sakratul maut adalah kondisi yang dialami oleh seseorang tatkala nyawanya akan diambil, dimana orang tersebut berada di antara sadar dan tidak sadar. Dan sekarat diambil dari kata السُّكر yang artinya menutupi([2]). Oleh karenanya khamr dikatakan مُسْكِرٌ karena menutupi otak dari kesadaran. Orang yang sekarat merasakan kesakitan yang sangat luar biasa. Dan sakratul maut ini dialami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karenanya tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hendak meninggal dunia, beliau mengatakan,
لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ
“Laa-ilaaha-illallah, sungguh kematian diriingi sekarat.”([3])
Sakratul maut ini seperti penyakit yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai ujian untuk mengangkat derajat beliau. Akan tetapi setelah melewati sakratul maut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meninggal dengan tenang. Oleh karenanya jangan seseorang kemudian menyangka bahwa orang yang tidak mengalami sakratul maut itu adalah orang yang mati husnul khatimah, dan yang mengalaminya itu tidak husnul khatimah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengalami sakratul maut. Oleh karenanya ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan bahwa tidak mengapa orang yang akan meninggal mengalami sakratul maut, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengalaminya. Sungguh Allah Subhanahu wa ta’ala tahu siapa hamba-Nya yang berhak diberi ujian tersebut untuk mengangkat derajatnya atau untuk menghapuskan dosa-dosanya. Akan tetapi yang penting orang tersebut tidak meninggal dalam keadaan bermaksiat. Kalau seseorang meninggal dengan tenang namun dalam keadaan bermaksiat maka tentu itu merupakan pertanda buruk bisa jadi dia akan masuk neraka Jahannam. Intinya sakratul maut bisa dialami oleh siapa saja, bahkan hal tersebut juga dialami oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam ayat ini, kematian disebut dengan Al-Haq. Alasannya adalah karena Al-Haq artinya adalah sesuatu pasti terjadi, dan tidak mungkin untuk dihindari. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (QS. Al-Jum’ah : 8)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh.” (QS. An-Nisa : 78)
Ada yang mengatakan bahwa kematian dikatakan sebagai Al-Haq karena ketika seseorang telah meninggal dunia, maka dia berpindah ke alam yang nyata([4]). Dan dunia yang pernah dia tinggali itu adalah fatamorgana, karena tatkala dia telah masuk ke alam barzakh maka dia akan tahu bagaimana nasibnya.
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 26/306