18. مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
mā yalfiẓu ming qaulin illā ladaihi raqībun ‘atīd
18. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
Tafsir :
Kata رَقِيبٌ عَتِيدٌ bukanlah nama dari malaikat tersebut, melainkan sifat dari kedua malaikat tersebut. Raqiib artinya selalu mengawasi dan ‘Atiid artinya selalu hadir. Artinya kemanapun seseorang pergi, maka kedua malaikat tersebut selalu hadir, selalu mencatat, serta selalu mengawasi.([1])
Kalau kita perhatikan dalam ayat ini, secara logika seharusnya perbuatanlah yang lebih utama untuk dicatat oleh para malaikat daripada perkataan. Akan tetapi kenapa Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam ayat ini bahwa yang dicatat adalah perbuatan dan tidak menyebutkan pencatatan perbuatan? Sebagian ulama mengatakan bahwa alasannya adalah karena perkataanlah yang banyak menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka. Perkataanlah yang memberikan dampak pengaruh yang luar biasa, bahkan terkadang lebih besar pengaruh yang ditimbulkan daripada perbuatan dan tindakan([2]). Misalnya ada seseorang mengambil tindakan untuk membunuh satu orang, akan tetapi di sisi lain mungkin ada seseorang yang dengan satu perkataan bisa membuat banyak orang tergerak untuk membunuh banyak orang. Oleh karenanya pengaruh perkataan itu sangatlah besar. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Bukankah manusia itu disunggkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka melainkan karena hasil ucapan lisan mereka?”([3])
Sungguh banyak sekali dampak buruk yang bisa ditimbulkan oleh lisan. Betapa banyak orang yang berbuat kesyirikan dengan perkataan. Dan betapa banyak pula kekufuran dengan menyebarkan syubhat melalui perkataan dan tulisan. Oleh karenanya disebutkan perkataan dalam ayat ini agar kita sadar bahwa pengaruhnya sangat luar biasa dalam menjerumuskan seseorang dalam neraka Jahannam, atau dalam menaikkan derajat seseorang ke surga yang tinggi.
Dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ
“Tidaklah ada suatu kata yang diucapkannya.”
Huruf مَا dalam ayat ini merupakan bentuk penafian. Dan dalam ushul fiqh, jika tanwin pada kata قَوْلٍ datang kepada konteks penafian maka memberikan faedah keumuman. Artinya tidak ada satu katapun yang diucapkan oleh seseorang tersebut kecuali dicatat oleh malaikat. Maka dari sini ada khilaf di kalangan para ulama tentang apa yang dicatat oleh para malaikat. Pendapat pertama mengatakan bahwa semua hal dicatat, termasuk perkataan-perkataan yang mubah. Contohnya adalah ‘Saya lapar’, ‘Saya kenyang’, dan sebagainya. Perkataan seperti ini merupakan perkataan yang mubah karena tidak ada dosa dan pahala jika diucapkan. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dicatat hanyalah perkataan yang mendatangkan pahala atau dosa. Maka selama perkataan tersebut mubah maka tidak akan dicatat oleh malaikat([4]). Wallahu a’lam bishshawab tentang mana pendapat yang lebih kuat, akan tetapi tidak memberikan pengaruh besar bagi kita. Karena baik perkataan yang mubah tercatat atau tidak, maka tetap di akhirat kelak yang akan ditampakkan dan berdampak adalah perkataan yang mendatangkan dosa dan pahala. Akan tetapi, inti dari pembahasan para ulama ini adalah agar kita berhati-hati karena semua perkataan akan dicatat oleh malaikat.
Termasuk dalam hal ini (semisal perkataan) adalah menulis. Para ulama sepakat bahwa di zaman sekarang ini tulisan mewakili perkataan. Sungguh betapa banyak orang berhati-hati terhadap berucap, namun tidak berhati-hati dalam sebuah tulisan yang terpublikasi. Oleh karenanya seseorang harus berhati-hati dalam tulisan-tulisan yang diunggah dan dilihat banyak orang, karena tulisan tersebut telah mewakili perkataan. Berusahalah kita mengucapkan atau menulis kata-kata yang bisa mendatangkan pahala dan mengangkat derajat kita di akhirat kelak. Sebagaimana perkataan dan ucapan dicatat malaikat maka demikian juga tulisan, komentar, dan status yang kita tuliskan di medsos.
Sebagian ulama juga berdalil dengan ayat ini bahwasanya ayat ini menguatkan bantahan Allah Subhanahu wa ta’ala terhadap orang-orang kafir Quraisy bahwa hari kebangkitan itu benar adanya. Ulama yang berpendapat demikian berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala di awal-awal surah. Sebelumnya Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman tentang bagaimana bagian tubuh manusia yang hilang dimakan bumi padahal itu adalah benda yang berwujud, namun Allah Subhanahu wa ta’ala tahu kemana perginya benda tersebut dan berubah jadi apa, kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala mampu untuk mengembalikannya. Maka sisi pendalilannya adalah kalau Allah Subhanahu wa ta’ala bisa mengembalikan (memperlihatkan) pada setiap orang kelak pada hari kiamat tentang perkataanya yang tidak berwujud dan hilang tak berbekas, maka tentu sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mengembalikan jasad mereka yang dahulunya benda yang jelas wujudnya.
___________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/11
([2]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 26/303