7. وَٱلْأَرْضَ مَدَدْنَٰهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَٰسِىَ وَأَنۢبَتْنَا فِيهَا مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍ
wal-arḍa madadnāhā wa alqainā fīhā rawāsiya wa ambatnā fīhā ming kulli zaujim bahīj
7. Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.
Tafsir :
Setelah Allah Subhanahu wa ta’ala menyuruh orang-orang kafir berpikir sambil melihat ke langit, maka ayat ini kemudian memerintahkan mereka juga untuk melihat ke bumi. Bumi Allah Subhanahu wa ta’ala bentangkan sebagai tempat yang cocok bagi manusia untuk tempat tinggal, bercocok tanam dan yang lainnya.
Di bumi juga Allah Subhanahu wa ta’ala jadikan gunung-gunung yang tertancap dengan kokoh. Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam ayat yang lain,
أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ مِهَادًا، وَالْجِبَالَ أَوْتَادًا
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS. An-Naba’ : 6-7)
Dan sebagian ulama mengatakan bahwa kata وَأَلْقَيْنَا menunjukkan Allah Subhanahu wa ta’ala melemparkan gunung begitu saja sehingga menunjukkan susunannya tidak beraturan, sehingga kita dapati gunung-gunung yang ada tidak sama tinggi, ada yang rendah dan ada yang tinggi. Adapun fungsi tidak beraturnya ukuran tersebut adalah untuk mengukuhkan bumi. Jika sekiranya gunung hanya sebatas ditempelkan di permukaan bumi, maka bumi akan sangat mudah goyang dan gunung akan mudah hancur menimpa orang-orang disekitarnya.
Di bumi, Allah Subhanahu wa ta’ala juga menumbuhkan tanaman-tanaman yang indah. Dan kata بَهِيجٍ dalam bahasa Arab berasal dari wazan fa’il, sehingga dia bisa bermakna sebagai fa’il dan bisa sebagai maf’ul. Dan sebagian para ulama Ahli Tafsir membawakan kedua makna ini. Makna fa’il artinya tumbuhan tersebut indah, dan makna maf’ul artinya menjadikan orang yang melihatnya itu senang atau bahagia.([1])
__________________
Footnote :