18. وَبِٱلْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
wa bil-as-ḥāri hum yastagfirụn
18. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.
Tafsir :
Diantara para ulama menyebutkan bahwa istighfar (memohon ampun) di waktu sahur memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, amalan itu lebih utama dari pada membaca Al-Qur’an di tesebut. Ayat ini masih berkaitan dengan ayat sebelumnya. Allah menyebutkan sifat-sifat orang yang selalu berbuat ihsan, dimana mereka selalu bangun di waktu malam yang panjang untuk menunaikan shalat malam hingga waktu sahur. Kemudian, di waktu sahur ini mereka beristighfar kepada Allah.([1])
Bayangkan, setelah mereka shalat malam, bukannya mereka merasa sombong dan angkuh. Akan tetapi, mereka malah beristighfar. Karena mereka sadar bahwasanya di dalam shalat malam yang mereka kerjakan penuh dengan kekurangan dan belum bisa membalas dengan ungkapan syukur yang seharusnya kepada Allah. Mereka tahu bahwa shalat malam yang mereka kerjakan benar-benar karunia dari Allah([2]). Disisi yang lain, sejatinya seseorang sangat mudah sekali terjangkiti penyakit ‘ujub jika dia sering melakukan shalat malam. Terutama, jika dia tinggal bersama banyak orang. Ketika dia terbangun di tengah malam, sedangkan semua orang yang berada di sekitarnya masih terlelap tidur. Maka, akan timbul perasaan bahwa dia termasuk orang-orang yang dipilih oleh Allah. Bisa saja syaithan membisikkan sesuatu dan menyesatkan seorang hamba kepada kehinaan. Saat itulah dia mudah sekali tertimpa penyakit ‘ujub. Maka dari itu, untuk menghilangkan itu semua, hendaknya dia beristighfar kepada Allah setelah mendirikan shalat malam.
Seperti yang telah diketahui oleh banyak orang bahwa dzikir yang paling utama adalah membaca Al-Qur’an. Akan tetapi, pada waktu-waktu tertentu ada dzikir yang paling utama selain membaca Al-Qur’an sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Contohnya adalah seperti dzikir ketika memasuki waktu pagi dan petang. Meskipun membaca Al-Qur’an adalah dzikir terbaik. Tetapi ketika tiba waktu pagi atau petang, membaca dzikir khusus yang dibaca pada waktu tersebut menjadi dzikir yang paling utama dari pada membaca Al-Qur’an. Begitu juga halnya dengan masalah ini, membaca Al-Qur’an di sepanjang malam adalah amalan yang terbaik. Akan tetapi, jika telah tiba waktu sahur, hendaknya diluangkan waktunya untuk membaca istighfar.
Dikisahkan bahwa ketika anak-anak Nabi Ya’qub bertaubat dari berbuat salah kepada saudara mereka Nabi Yusuf, mereka meminta ayah mereka untuk memohonkan ampunan kepada Allah.
قالُوا يَا أَبانَا اسْتَغْفِرْ لَنا ذُنُوبَنا إِنَّا كُنَّا خاطِئِينَ
“Mereka berkata, “Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa).” (QS. Yusuf: 97)
Maka Nabi Ya’qub-pun menjawab,
قالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Dia (Yakub) berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh, Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 98)
Dalam Bahasa arab kata (سَوْفَ) memiliki makna ‘akan’ dan menunjukkan tempo waktu yang lama. Para ulama menyebutkan bahwa seakan-akan Nabi Ya’qub mengisyaratkan nanti pada waktu sahur beliau akan memanjatkan permohonan anak-anak mereka. Beliau sengaja memilih waktu yang tepat untuk ber-istighfar, yaitu pada waktu sahur. ([3])
Perbuatan Nabi Ya’qub ini menunjukkan ihsan yang terbaik. Jika seseorang ingin membuktikan hubungan baiknya dengan Allah, hendaknya dia melaksanakan shalat malam. Karena di saat itulah, dia sungguh-sungguh mampu berusaha untuk menghadirkan diri bahwasanya seakan-akan dia sedang melihat Allah. Atau jika tidak mampu maka ia menghadirkan dalam hati bahwasanya Allah sedang melihatnya. Disamping itu, pada waktu tersebut merupakan waktu orang-orang sedang terlelap tidur dan tidak ada satupun yang melihatnya mendirikan shalat malam. Saat itu pula dia mampu untuk mempraktekan ihsan. Allah memberikan contoh untuk membuktikan ihsan seorang hamba adalah dengan shalat malam. Dan itulah contoh yang paling tepat untuk diamalkan oleh seorang hamba.
_____________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubiy 17/37.