19. وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ
wa fī amwālihim ḥaqqul lis-sā`ili wal-maḥrụm
19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.
Tafsir :
Ayat ini menjelaskan salah satu bentuk ihsan terhadap makhluk. Seorang mukmin hendaknya mengetahui bahwa pada hartanya ada hak-hak yang harus dia tunaikan kepada (السَّائِلِ) orang yang meminta-minta dan (الْمَحْرُومِ) adalah orang yang tidak meminta-minta, akan tetapi membutuhkan. Contoh (الْمَحْرُومِ) adalah sebagaimana yang dijelaskan di dalam firman Allah,
لِلْفُقَراءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْباً فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجاهِلُ أَغْنِياءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيماهُمْ لا يَسْئَلُونَ النَّاسَ إِلْحافاً وَما تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia yang tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)
Yaitu orang yang membutuhkan, namun orang-orang menyangka bahwa dia tidak membutuhkan atau bahkan mereka menyangka bahwa dia adalah orang kaya; karena tidak pernah meminta-meminta padahal dalam kondisi kekurangan([1]). Maka, bagi seseorang yang memiliki kelebihan harta, hendaknya mencari orang-orang yang seperti ini. Ciri-ciri mereka dapat dikenal dari raut wajah mereka, mungkin saja mereka adalah orang-orang yang selalu berdoa kepada Allah dengan khusyu’ hingga meneteskan air mata. Hendaknya seseorang memiliki kepekaan terhadap kondisi orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan, terutama kepada kawan-kawannya, melihat dan bertanya keadaannya. Hendaknya pula dia selalu menjaga harga diri mereka yang membutuhkan bantuannya dengan membuat mereka tidak perlu mendatangi rumahnya. Namun, dia yang mendatangi rumah mereka. Ini merupakan perbuatan yang sangat mulia lagi terpuji.
Pada ayat ini Allah menyebutkan diantara bentuk ihsan adalah ketika seseorang mendapati dirinya yang sangat cinta terhadap hartanya, namun dia rela melawan kecintaannya tersebut demi meraih kecintaannya kepada Allah dengan menyedekahkan harta yang dia cintainya kepada orang-orang yang membutuhkan.([2])
Sebuah nasehat untuk kaum muslimin. Bahwa seseorang perlu berlatih diri untuk bersedekah. Jika dia tidak berlatih dan membiasakan diri, maka dia akan dihinggapi rasa pelit yang melilit hingga meninggal dunia. Berapapun harta yang dia punya, hendaknya dia berusaha untuk menyedekahkan sebagiannya. Meskipun hal itu meninggalkan rasa berat di dalam hati, hendaknya dia melawan dengan sungguh-sungguh hawa nafsu yang menggelayutinya dan merelakan harta yang dia sedekahkan. Jika dia berlatih membiasakan satu kali, dua kali dan seterusnya, maka dengan izin Allah dia akan menjadi pribadi yang dermawan. Dan Allah akan membalasnya dengan memberi rizki dari arah yang tidak terduga. Jadi, hawa nafsu yang menahan diri seseorang ketika hendak bersedekah harus dilawan. Begitu juga halnya ketika dia hendak mendirikan shalat malam, rasa kantuk yang memberatkannya harus dilawan.
Setelah dia melatih diri untuk mengerjakan shalat malam atau bersedekah, hendaknya dia tetap membiasakan dirinya dalam ibadah tersebut hingga dia berada dalam kondisi ketika dia tidak mengerjakan shalat malam, maka dia merasakan hambar di siang harinya; karena pada malam harinya dia tidak mengerjakan shalat malam. Jika dia telah merasakan hal seperti ini, maka itu menjadi pertanda suatu kebaikan bagi dirinya.
_____________________
Footnote :