19. كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ هَنِيٓـًٔۢا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
kulụ wasyrabụ hanī`am bimā kuntum ta’malụn
19. (Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”.
Tafsir :
Penghuni surga akan makan dan minum di surga dengan penuh kenikmatan dan tidak hal yang mengganggu atau yang mengkhawatirkan sama sekali. Berbeda dengan di dunia, mau makan namun takut penyakit kolesterol, mau minum takut diabetes, dan kekhawatiran yang lain. Akan tetapi di surga orang-orang akan makan dan minum sepuasnya tanpa ada kekhawatiran sedikitpun. Dan yang mereka rasakan itu adalah sebab ketaatan yang mereka lakukan di dunia.
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menggunakan kata بِمَا. Dan dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(dikatakan kepada mereka), “Makan dan minumlah dengan nikmat karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (QS. Al-Haqqah : 24)
Dan sebagaimana telah dijelaskan sedikit sebelumnya bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala hanya menggunakan kata ما dalam berbicara tentang neraka. Penggunaan huruf ب di ayat ini atau dalam ayat-ayat tentang kenikmatan surga adalah karena amalan yang kita lakukan di dunia itu tidak ada bandingannya dengan kenikmatan yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan di surga([1]). Bagaimana bisa sebanding, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat (sebelum) fajar itu lebih baik (pahalanya) daripada dunia dan seisinya.”([2])
Apakah balasan dua rakaat shalat sebelum subuh itu sebanding dengan balasan dunia dan seisinya bahkan lebih baik dari itu? Tentunya ini menunjukkan bahwa balasan di akhirat jauh lebih besar daripada apa yang kita lakukan. Oleh karenanya amal yang kita lakukan hanyalah sebab untuk mendapatkan rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan semua orang masuk ke dalam surga itu karena rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ» قَالُوا: وَلَا أَنْتَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ مِنْهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ
“Salam bersabda: “Tidak ada seorang pun yang dimasukkan surga oleh amalnya.” Para sahabat bertanya, ‘Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?’ beliau menjawab: ‘Tidak juga aku, kecuali bila Allah melimpahkan karunia dan rahmat kepadanya’.”([3])
Bukan amalan yang menjadi tolak ukur seseorang dimasukkan ke dalam surga, melainkan karena rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi besar kecilnya rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala bergantung pada amal saleh seseorang. Semakin banyak amal saleh seseorang maka akan semakin banyak rahmat Allah yang akan dia raih sehingga kualitas surganya pun akan semakin tinggi.
Oleh karenanya seseorang tetap harus beramal. Jangan kemudian kita seperti orang-orang Nasrani yang berangan-angan bisa masuk surga tanpa beramal. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, “Tidak akan masuk surga kecuali orang Yahudi atau Nasrani.” Itu (hanya) angan-angan mereka. Katakanlah, “Tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah : 111)
Maka untuk masuk surga seseorang harus beramal sebagai bukti. Akan tetapi sekali lagi perlu diingat bahwa amal tersebut hanya sebab untuk mendapatkan rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena tidak seorang pun yang masuk surga dengan sekadar amalnya, melainkan juga karena rahmat Allah Subhanahu wa ta’ala.
_________________
Footnote :