Kerugian Sebagian Orang Ketika Mendapati Bulan Ramadan
Ada beberapa model kerugian yang dialami oleh sebagian orang yang tidak mendapatkan manfaat dari bulan Ramadan, sebagaimana yang Nabi Muhammad ﷺ telah isyaratkan dalam sabdanya. Di antaranya seperti dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ,
رُبَّ صائمٍ حَظُّهُ مِن صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ
“Boleh jadi orang yang berpuasa ganjaran dari puasanya hanya rasa lapar dan dahaga.”([1])
Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,
مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ بِهِ، فليسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ.
“Barang siapa yang tidak meninggalkan kedustaan dan tetap melakukan kemaksiatan, maka Allah tidak akan memberikan pahala terhadap rasa lapar dan dahaganya.”([2])
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan bahwa Allah ﷻ tidak akan memberikan pahala kepada seseorang yang tetap melakukan kemaksiatan di bulan Ramadan. Dengan demikian, pengorbanannya selama bulan Ramadan tidak ada harganya di sisi Allah ﷻ. Dia merugi karena telah menahan rasa lapar dan dahaga, namun tidak bernilai pahala. Ini adalah contoh hadits-hadits yang mengisyaratkan bahwa ada orang yang merugi di bulan Ramadan.
Jika kita kumpulkan, di antara orang-orang yang merugi di bulan Ramadan adalah:
- Berpuasa namun bermaksiat
Ini adalah golongan yang paling parah dan paling merugi di antara golongan yang lain. Ada beberapa jenis maksiat yang dapat menghilangkan pahala puasa, seperti dusta. Hal ini sebagaimana yang telah kita jelaskan.
مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ في أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ.
“Barang siapa yang tidak meninggalkan kedustaan dan tetap melakukan kemaksiatan, maka Allah tidak akan memberikan pahala terhadap rasa lapar dan dahaganya.”([3])
Para ulama menjelaskan tentang amalan yang setara dengan perkataan dusta dalam hadits ini yaitu melakukan ghibah. Orang yang melakukan ghibah, menyebutkan keburukan saudaranya semuslim, pahala puasanya akan batal sehingga harus diulang. ([4]) Namun, yang benar adalah puasanya tetap sah namun pahalanya batal (tidak mendapat pahala). ([5])
Kemaksiatan kemungkinan bisa memberikan dua dampak. Yang pertama kemaksiatan akan menghilangkan seluruh pahala puasa, contohnya adalah dusta atau ghibah. Orang yang mendengarkan ghibah hukumnya sama dengan pelaku ghibah apabila ia ridha mendengar atau menonton ghibah tersebut. Kemungkinan kedua adalah mengurangi sebagian pahala puasa.
Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam menjaga pendengaran dan penglihatan, agar pahala puasa kita tetap terjaga. Kita harus berhati-hati dengan media sosial, yang dalamnya banyak sekali ditemukan kemaksiatan. Terlebih lagi orang-orang yang bekerja dalam memproduksi berita-berita bohong, maka mereka bisa termasuk dalam golongan ini. Tentunya, hal tersebut merupakan musibah yang sangat besar apabila menimpa seseorang. Sungguh kita tidak ingin pahala puasa kita berkurang atau bahkan leyap karena maksiat yang kita lakukan.
Apabila ketika kita berpuasa, maka hendaknya penglihatan dan pendengaran kita juga berpuasa. Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata,
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ، وَبَصَرُكَ مِنَ الْمَحَارِمِ، وَلِسَانُكَ مِنَ الْكَذِبِ
“Apabila engkau berpuasa, maka hendaknya berpuasa juga pendengaranmu, penglihatanmu dari yang haram, dan lisanmu dari kedustaan.”([6])
- Berpuasa namun tidak bersemangat dalam melakukan ibadah
Hadits Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu yang telah disebutkan dalam awal pembahasan mengisyaratkan kepada salah satu jenis kerugian yang dialami oleh orang yang berpuasa. Ini disebabkan karena seseorang berpuasa akan tetapi malas untuk beribadah sehingga banyak kesempatan yang ia lewatkan.
Asalnya, banyak sekali amalan-amalan yang bisa menyebabkan seseorang mendapat ampunan dari Allah namun ia lewati begitu saja. Padahal, Rasulullah ﷺ bersabda,
مَن صَامَ رَمَضَانَ، إيمَانًا واحْتِسَابًا، غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ.
“Barang siapa berpuasa Ramadan dengan iman dan ihstisab (mengharap pahala) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([7])
Yang perlu diingat adalah jangan sampai kita menganggap puasa di bulan Ramadan hanya sebagai rutinitas harian biasa. Ketika puasa Ramadan kita harus menyertainya dengan sikap ihtisab, yaitu mengharap pahala. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Sulaiman al-Khathabi, ihstisab yaitu berpuasa dengan mengharapkan pahala, berpuasa dengan jiwa yang semangat, tidak merasa berat dengan puasanya, dan tidak merasa puasanya panjang.([8]) Artinya ia menjalankan puasanya dengan semangat karena sadar bahwa ada pahala besar yang menantinya.
Sebagian orang berpuasa hanya karena ingin membebaskan diri dari kewajiban, sehingga ia menjalankannya dengan bermalas-malasan. Sebagian yang lain ada yang berpuasa dengan semangat. Ia merasa Ramadan adalah kesempatan yang sangat luar biasa sehingga ia bersemangat dalam melaksanakan ibadah. Tidak semua orang dapat ihtisab ketika melakukan puasa Ramadan. Sama halnya dengan orang yang melaksanakan shalat. Sebagian hanya menganggapnya sebagai kewajiban, dan ada juga yang melaksanakannya dengan penuh semangat. Sehingga Nabi Muhammad ﷺ berkata kepada Bilal “Wahai Bilal istirahatkanlah kami dengan shalat”([9]). Rasulullah ﷺ menikmati shalat tersebut, merasa istirahat dan tenang ketika shalat. Sehingga Rasulullah ﷺ mengatakan,
وجُعِلَت قُرَّةُ عَيني في الصَّلاةِ
“Allah menjadikan kebahagiaanku dalam shalat.”([10])
Maka dari itu, orang yang berpuasa akan tetapi tidak semangat dalam beribadah, maka ia merugi. Hal ini dikarenakan ia hanya memperoleh sedikit pahala, dan belum tentu ia mendapatkan ampunan Allah ﷻ, karena ihtisab adalah salah satu syarat untuk mendapat ampunan-Nya.
Demikian juga Rasulullah ﷺ bersabda,
مَن قامَ ليلةَ القدرِ إيمانًا واحتِسابًا غُفِرَ لَهُ ما تقدَّمَ من ذنبِهِ
“Barang siapa melakukan shalat malam dengan iman dan ihstisab maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”([11])
مَن قامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang menghidupkan lailatul qadar dengan iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([12])
Sebagaimana puasa butuh ihtisab, begitu juga shalat tarawih dan shalat malam butuh ihtisab. Oleh karenanya, kita jangan jadikan ibadah di bulan Ramadan sebagai rutinitas biasa, akan tetapi kita harus berusaha untuk bersemangat agar mendapat ampunan Allah ﷻ.
Tentunya, selain amalan-amalan tersebut, ada amal-amal saleh lainnya yang dapat dilakukan di bulan Ramadan, seperti membaca Al-Qur’an, berbakti kepada orang tua, sedekah dan sebagainya, yang kita juga harus bersemangat melakukannya karena pahala melakukan amal saleh di bulan Ramadan ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya.
Semakin banyak amalan yang kita lakukan, maka semakin banyak juga pahala yang akan kita dapatkan di akhirat. Apa saja amal saleh yang dapat dikerjakan dalam bulan Ramadan maka kerjakanlah, seperti beri’tikaf di sepuluh terakhir di bulan Ramadan, atau memberi makan kepada orang yang berbuka puasa sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرُ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa maka baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa tersebut.”([13])
Hendaknya kita bersemangat dalam berbuat kebaikan agar tidak menjadi orang yang merugi. Lihatlah Nabi Muhammad ﷺ, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
“Nabi ﷺ adalah orang yang paling dermawan dalam segala kebaikan. Dan kedermawanan beliau yang paling baik (puncaknya) adalah saat bulan Ramadan.”([14])
- Berpuasa namun tidak menjaga adab-adabnya
Puasa memiliki adab-adab tertentu yang harus kita jaga. Rasulullah ﷺ bersabda
إذَا كانَ يَوْمُ صَوْمِ أحَدِكُمْ فلا يَرْفُثْ ولَا يَصْخَبْ، فإنْ سَابَّهُ أحَدٌ أوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa hendaknya ia jangan berkata-kata kotor dan jangan berteriak-teriak. Apabila seseorang mencaci maki atau mengajak berkelahi maka hendaknya ia katakan, ‘Aku sedang berpuasa’.”([15])
Kita harus menjaga adab dalam berpuasa, apabila tidak maka waktu akan terbuang sia-sia karena terjebak dengan kegiatan yang membuang waktu tanpa adanya faedah. Kita harus bisa membuat hari-hari ketika berpuasa berbeda dengan hari biasanya.
Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘anhu berkata
وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ صِيَامِكَ وَيَوْمَ فِطْرِكَ سَوَاءً
“Jangan engkau jadikan hari puasamu seperti hari biasa.”([16])
Waktu di bulan Ramadan tidaklah sama seperti waktu di hari lainnya, karena waktu saat berpuasa sangatlah spesial, setiap detik yang kita lewati memiliki manfaat yang luar biasa. Maka dari itu, jangan sampai ada satu detik pun terbuang dengan hal-hal yang sia-sia.
Merupakan bentuk kerugian yang lain dimana waktu berlalu tanpa mendapatkan manfaat. Meskipun tidak berdosa, namun tetap saja membuang-buang waktu di bulan Ramadan adalah sebuah kerugian. Terlebih lagi ibadah di bulan Ramadan bukan hanya ibadah mahdhah, akan tetapi ada ibadah yang sangat mudah dilakukan, seperti bersilaturahmi, menelepon orang tua, menyenangkan hati anak dan istri, dan lain sebagainya.
Maka seseorang harus selalu waspada, jangan sampai ia mengalami kerugian di bulan Ramadan.
Inilah tiga jenis orang-orang yang merugi di bulan Ramadan, yang harus kita perhatikan. Kita harus memanfaatkan waktu selagi berada di bulan Ramadan. Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi di hari kiamat kelak. Sesungguhnya seseorang baru akan merasakan pentingnya waktu itu tatkala ia akan meninggal dunia. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an,
﴿وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ﴾
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?’.” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Oleh karena itu, jangan sampai seseorang menyia-nyiakan waktunya, terutama waktu-waktu di bulan Ramadan.
Karya : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema : Bekal Puasa
___________
Footnote:
([1]) HR. Nasai No. 3249 dalam as-Sunan al-Kubra dan HR. Ibnu Majah No. 1690.
([2]) HR. Bukhari No. 1903.
([3]) HR. Bukhari No. 1903.
([4]) Ini adalah pendapat al-Awza’i sebagaimana disebutkan oleh Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ (6/356).
([5]) Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari Mazhab Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabilah sebagaimana disebutkan oleh Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ (6/356).
([6]) Az-Zuhd Wa ar-Raqaiq Li Ibn al-Mubarak No. 460 (1/156).
([7]) HR. Bukhari No. 2014 dan HR. Muslim No. 760.
([8]) Lihat: Fath al-Bari, karya Ibnu Hajar (4/115).
([9]) HR. Abu Daud No. 4985.
([10]) HR. Nasai No. 3939.
([11]) HR. Nasai No. 1278.
([12]) HR. Bukhari No. 2014 dan HR. Muslim No. 760.
([13]) HR. Tirmizi No. 807.
([14]) HR. Bukhari No. 1902.
([15]) HR. Bukhari No. 1904.
([16]) Mushannaf Ibn Abi Syaibah No. 8880.