Menata Amal Agar Maksimal di Bulan Ramadan
Kita semua tentu sadar bahwasanya waktu hidup kita di atas muka bumi ini ada batasnya. Semua yang kita perbuat di atas muka bumi ini akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah ﷻ.
Waktu dalam Islam sangatlah berharga melebihi emas dan perak. Hal ini dikarenakan apabila waktu telah berlalu tidak akan bisa kembali, berbeda dengan emas dan perak yang masih bisa dicari. Imam al-Hasan al-Bashri r berkata,
يَا ابْنُ آدَمَ إِنَّمَا أَنْتَ أَيّامٌ فَإِذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ، وَيُوشِكُ إِذَا ذَهَبَ بَعْضُكَ أَنْ يَذْهَبَ كُلُّكَ
“Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari-hari. Maka apabila telah pergi sebagian hari-hari, maka pergi pula sebagian dari dirimu. Dan dikhawatirkan jika telah pergi sebagian dari dirimu, maka akan hilang seluruh dari dirimu.”([1])
Maka dari itu, Nabi Muhammad ﷺ dan syariat Islam yang dibawa oleh beliau telah mengingatkan kita semua untuk tidak melalaikan nikmat waktu, karena nikmat waktu inilah yang banyak dilalaikan oleh manusia. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang banyak orang lalai terhadapnya, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang.”([2])
Kata مَغْبُونٌ dalam hadits di atas maknanya adalah teperdaya. Ibarat seseorang yang membeli barang dengan harga mahal, sedangkan harga pasaran barang tersebut murah, sehingga ia pun merugi. Demikian pula orang yang hidup di dunia ini, banyak dari mereka merugi karena tidak bisa memanfaatkan waktunya dengan baik.
Ketahuilah bahwasanya waktu adalah hal yang akan disesalkan oleh semua orang tanpa terkecuali di akhirat kelak. Orang-orang beriman akan menyesal karena dahulu di dunia kurang beramal saleh. Juga orang-orang kafir pun akan menyesal karena dahulu di dunia mereka tidak beriman. Lihatlah firman Allah ﷻ,
﴿حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ٱرۡجِعُونِ، لَعَلِّيٓ أَعۡمَلُ صَٰلِحًا فِيمَا تَرَكۡتُ كَلَّآ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِم بَرۡزَخٌ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ﴾
“Apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan’. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
Demikian juga firman Allah ﷻ,
﴿وَأَنفِقُوا مِن مَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ﴾
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?’.” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Ketika ruh sudah mulai dicabut dari tubuh-tubuh manusia, maka saat itu sebagian orang sangat mengerti akan pentingnya waktu. Mereka sadar bahwasanya waktu yang sedikit pun seharusnya bisa ia efektifkan untuk beramal saleh. Namun, penyesalan ketika itu sudah tidak ada lagi manfaatnya.
Ini menjadi pengingat bagi kita semua yang masih hidup, karena kita seringnya menyangka bahwa umur kita masih panjang. Padahal, tanda-tanda dekatnya akhir kehidupan kita sudah banyak Allah ﷻ tampakkan kepada kita. Ketika Allah ﷻ berfirman,
﴿وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ﴾
“Dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37)
Sebagian ulama menafsirkan ayat ini dengan uban. ([3]) Bukankah telah banyak rambut kita yang telah beruban? Ini adalah peringatan dari Allah ﷻ. Demikian pula firman Allah ﷻ,
﴿اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِن بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُۚ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ﴾
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar-Rum: 54)
Bukankah ayat ini menunjukkan keadaan kita saat ini? Ketika umur bertambah dari 30 tahun menjadi 40 tahun dan seterusnya, kita pasti merasakan yang namanya pelemahan pada tubuh kita. Pandangan dan pendengaran yang semakin berkurang, bahkan penyakit-penyakit mulai bermunculan. Ini semua bentuk peringatan dari Allah ﷻ bahwasanya sebentar lagi kita akan menjumpai kematian, dan waktu produktif kita semakin terbatas. Oleh karena itu, semua orang akan menyesal di akhirat kelak ketika di dunia mereka tidak memanfaatkan waktunya dengan baik. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنسَانُ وَأَنَّىٰ لَهُ الذِّكْرَىٰ، يَقُولُ يَالَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي، فَيَوْمَئِذٍ لَّا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ﴾
“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini’. Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya.” (QS. Al-Fajr: 23-25)
Berbicara tentang optimalisasi ibadah dan amal, mau tidak mau kita juga harus membicarakan tentang waktu. Hal ini dikarenakan agar ibadah dan amal bisa efektif maka kita harus mengefektifkan waktu yang kita miliki. Ketika kita bisa menghargai waktu maka kita bisa beramal dengan efektif. Dan ketika kita tidak menghargai waktu maka kita tidak akan bisa beramal. Mengapa demikian? Karena beramal tidak mengenal waktu. Setiap waktu yang kita lalui sejatinya bisa menjadi ladang amal. Namun, sangat disayangkan sebagian orang di bulan Ramadan justru menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, seperti ngabuburit, jalan-jalan, nongkrong, dan lain sebagainya. Padahal, setiap detik di bulan Ramadan terdapat keberkahan. Detik-detik tersebut akan mempengaruhi nasib kita di alam barzakh dan di padang mahsyar.
Pembahasan waktu tidak akan lepas kaitannya dengan saudara-saudara kita yang bekerja di bulan Ramadan untuk menafkahi keluarga mereka. Tentunya, bulan Ramadan bukanlah suatu alasan untuk meninggalkan pekerjaan. Hal ini dikarenakan para salaf dahulu juga bekerja di siang hari pada bulan Ramadan, sedangkan mereka dalam keadaan berpuasa. Di antara yang menjelaskan hal tersebut adalah hadits yang menceritakan tentang Qais bin Sirma al-Anshar Radhiallahu ‘anhu([4]).
Banyak dari saudara kita yang waktu untuk berduaan dengan Allah ﷻ semakin sedikit ketika mereka bekerja di siang hari di bulan Ramadan. Waktu untuk membaca Al-Qur’an, tadabur Al-Qur’an, berzikir, dan beramal saleh lainnya juga semakin sedikit. Oleh karena itu, bagi yang bekerja di siang hari bulan Ramadan seharusnya memahami betul betapa berharganya waktu yang tersisa baginya untuk beramal saleh.
Ketika kita sudah bisa memahami dengan baik betapa berharganya waktu tersebut, dan betapa pentingnya mengoptimalkan waktu di bulan Ramadan, maka kita pun akan bisa memaksimalkan diri beribadah kepada Allah ﷻ meskipun dengan sisa waktu yang kita miliki.
Ramadan adalah waktu produktif beramal
Waktu yang paling tepat agar kita bisa produktif dalam beramal adalah seperti bulan Ramadan ini. Allah ﷻ berfirman,
﴿وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashash: 68)
Dengan hikmah-Nya, Allah telah memilih sebagian waktu menjadi yang termulia di antara yang lainnya. Jika untuk urusan dunia seseorang menyambut waktu-waktu tertentu agar bisa meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, maka sudah seharusnya seorang muslim juga mempersiapkan dirinya untuk menyambut waktu-waktu khusus yang di mana Allah ﷻ sedang mengobral pahala pada waktu itu. Di antara waktu tersebut adalah bulan Ramadan, maka sungguh merugi seorang muslim yang tidak mempersiapkan dan memanfaatkan dengan baik bulan Ramadan yang berlalu di hadapannya.
Bulan Ramadan telah dikondisikan oleh Allah ﷻ agar seseorang mudah untuk beramal dan jauh dari kemaksiatan. Setan dari kalangan jin yang menjadi faktor eksternal seseorang dalam bermaksiat dibelenggu atau dikurangi pergerakannya oleh Allah ﷻ, sehingga minat seseorang pada kemaksiatan akan berkurang. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa sungguh Allah ﷻ Maha Baik kepada seluruh hamba-hamba-Nya. Dikarenakan Allah ﷻ sendiri yang mengondisikan agar kita semua bisa semangat beribadah dan mudah untuk mendapatkan pahala di bulan Ramadan. Maka jika kita tidak bisa semangat beramal di bulan Ramadan, di mana bulan tersebut pahala dilipatgandakan dengan mudah dan dosa-dosa dihapuskan, maka kapan lagi kita mau semangat beramal dan bisa mendapatkan semua keutamaan itu? Sudah sepantasnya kita merenungkan hal ini agar diri kita tidak termasuk orang yang merugi lagi menyesal di akhirat kelak.
Menata amal agar maksimal di bulan Ramadan
Sedikitnya waktu yang kita miliki di bulan Ramadan, maka sudah seharusnya kita mengenal amalan-amalan yang bisa kita kerjakan secara optimal. Tentunya, kita melakukan amalan sesuai kemampuan kita. Allah ﷻ telah berfirman,
﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah sesuai kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16)
Demikian pula firman Allah ﷻ,
﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ﴾
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Jika kita berkaca kepada para salaf, tentu kita tidak bisa meniru mereka. Bisakah kita meniru dalam bacaan Al-Qur’an mereka, di mana mereka bisa khatam dalam dua hari, satu hari, satu siang, dalam satu shalat, bahkan dalam satu rakaat? Tentu orang-orang seperti kita tidak bisa.
Oleh karena itu, hendaknya kita tetap beramal dengan amalan yang dimudahkan bagi kita. Kita tentunya bersyukur kepada Allah ﷻ yang telah menyediakan bagi kita amalan yang beragam, karena tidak semua di antara kita yang mampu untuk melakukan amalan seluruhnya. Ada orang yang hanya dimudahkan baginya membaca Al-Qur’an dan shalat malam, namun dalam hal puasa atau sedekah ia mungkin sedikit perhitungan. Ada orang yang mungkin dimudahkan baginya bersedekah, namun untuk puasa dan shalat malam ia tidak kuat. Ada orang yang kuat untuk berpuasa, namun untuk shalat malam ia tidak pernah bisa karena tidak kuat. Ada orang yang mungkin dimudahkan dalam berbakti kepada orang tuanya, namun kurang dalam bacaan Al-Qur’an dan shalat malam. Bahkan, ada orang yang mungkin dimudahkan baginya melalui pintu jihad sehingga ia kurang dalam membaca Al-Qur’an atau berpuasa, seperti Khalid bin Walid Radhiallahu ‘anhu. ([5])
Demikianlah, pintu amal itu sama seperti pintu rezeki. Sebagaimana setiap orang berbeda-beda dalam hal pintu rezekinya, demikian juga dalam hal amalan yang bisa mereka kerjakan. Tersisa bagaimana seseorang bisa menekuni pintu amalan yang Allah ﷻ bukakan baginya. Demikianlah yang dikatakan oleh Imam Malik ﷺ kepada seseorang yang menasihatinya karena mengira Imam Malik hanya sibuk bermajelis sehingga kurang beribadah. ([6])
Kita tidak memungkiri bahwasanya ada sebagian orang yang memang Allah ﷻ bukakan baginya banyak pintu amal, di antaranya adalah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Lihatlah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, Allah ﷻ bukakan pintu jihad, bacaan Al-Qur’annya banyak, sedekahnya pun luar biasa. Bahkan diriwayatkan dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, ia berkata,
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ صَائِمًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ جَنَازَةً؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مِسْكِينًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، قَالَ: فَمَنْ عَادَ مِنْكُمُ الْيَوْمَ مَرِيضًا؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ، إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Rasulullah ﷺ pernah bertanya, ‘Siapakah di antara kalian yang pagi ini sedang berpuasa?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku’. Beliau bertanya lagi, ‘Siapa di antara kalian yang hari ini telah menghantarkan jenazah?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku’. Beliau bertanya lagi, ‘Siapa di antara kalian yang hari ini telah memberi makan orang miskin?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku’. Beliau bertanya lagi, ‘Siapa di antara kalian yang hari ini telah menjenguk orang sakit?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku’. Selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidaklah semua itu ada pada seseorang kecuali dia pasti akan masuk surga’.”([7])
Oleh karena itu, pintu amal apa saja yang Allah ﷻ mudahkan bagi kita, jangan pernah kita sia-siakan. Jangan sampai ada waktu kita yang terbuang sia-sia di bulan Ramadan, seperti menonton film, menonton berita yang tiada habisnya, berselancar di media sosial tanpa kenal waktu, dan sebagainya. Ingatlah bahwa kita akan semakin menua, kemampuan dan kekuatan kita untuk beramal akan semakin terbatas, maka manfaatkan waktu saat ini dengan sebaik-baiknya, karena Ramadan juga datang kepada kita dengan waktu yang terbatas.
Karya : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema : Bekal Puasa
___________
Footnote:
([1]) Fashl al-Khitab fi az-Zuhdi wa ar-Raqaaiq wa al-Adab (3/555).
([2]) HR. Bukhari No. 6412.
([3]) Lihat: Tafsir al-Qurthubi (7/276).
([4]) Silakan lihat kisahnya dalam Shahih al-Bukhari, hadits No. 191.
([5]) Lihat: Musnad Abu Ya’la No. 7188 dan Mshannaf Ibnu Abu Syaibah No. 19420. Dinyatakan sahih oleh Husain Sulaim Asad dalam ta’liq Musnad Abu Ya’la.
([6]) Lihat: Siyar A’lam an-Nubala’ (8/114).
([7]) HR. Muslim No. 1028.