Kapan Waktu Lailatul Qadar?
Ini adalah poin penting yang harus kita ketahui, karena untuk meraih malam lailatulqadar maka kita harus mengetahui kapan lailatulqadar. Secara umum ada dua pendapat para ulama tentang kapan terjadinya malam lailatulqadar:
Pendapat pertama: Malam lailatulqadar tetap di suatu malam tertentu, tidak berubah-ubah setiap tahun. ([1]) Hal ini sebagaimana yang dialami oleh Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, dimana ia bersumpah bahwasanya malam lailatulqadar itu di malam ke-27 karena ia pernah mengalaminya bersama Nabi Muhammad rahimahullah.
Pendapat kedua: Malam lailatulqadar berubah-ubah dari satu tahun ke tahun yang berikutnya. ([2]) Pendapat yang kedua ini adalah pendapat jumhur ulama. Hal ini terjadi karena Nabi Muhammad ﷺ pernah diberi tahu oleh Allah ﷻ tentang waktu lailatulqadar, akan tetapi Allah ﷻ kemudian membuatnya lupa kembali. Dalam hadits Ubadah bin Shamit, Nabi Muhammad rahimahullah bersabda,
خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلاَحَى فُلاَنٌ وَفُلاَنٌ، فَرُفِعَتْ وَعَسَى أَنْ يَكُونَ خَيْرًا لَكُمْ
“Sesungguhnya aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian, akan tetapi fulan dan fulan bertengkar, maka kemudian diangkat oleh Allah, dan semoga ini lebih baik untuk kalian.”([3])
Para ulama berusaha menyebutkan hikmah dari kejadian ini, di antaranya seperti Ibnu Hajar rahimahullah.([4]) Ia menjelaskan bahwa dengan diangkatnya kabar tentang malam lailatulqadar, maka orang-orang akan tetap semangat di bulan Ramadan, terutama di sepuluh malam terakhir karena sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan juga mulia. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ﷻ,
﴿وَلَيَالٍ عَشْرٍ﴾
“Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 2)
Jika diketahui bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam kedua puluh tujuh misalnya, maka orang-orang akan mengabaikan malam-malam yang lain, sedangkan sepuluh malam terakhir lainnya juga mempunyai kemuliaan dan keutamaan.
Dari sini, pendapat yang kuat adalah malam lailatulqadar berpindah-pindah dari tahun ke tahun berikutnya, wallahu a’lam. Hal ini berdasarkan dari hadits-hadits Nabi Muhammad ﷺ bahwasanya di zaman beliau malam lailatulqadar pernah terjadi di malam ke-21. Sebagaimana hadits dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
وَقَدْ أُرِيتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ، ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، فَابْتَغُوهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ، وَابْتَغُوهَا فِي كُلِّ وِتْرٍ، وَقَدْ رَأَيْتُنِي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
“Dan sungguh aku telah diperlihatkan malam ini tentang kapan waktu lailatulqadar lalu aku dilupakan, maka carilah lailatulqadar di sepuluh malam terakhir dan carilah di setiap malam ganjil. Dan sungguh aku telah melihat (tatkala lailatulqadar) aku sujud di atas air dan tanah.”
Maka Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu berkata,
اسْتَهَلَّتِ السَّمَاءُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ فَأَمْطَرَتْ، فَوَكَفَ المَسْجِدُ فِي مُصَلَّى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، فَبَصُرَتْ عَيْنِي رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَظَرْتُ إِلَيْهِ انْصَرَفَ مِنَ الصُّبْحِ وَوَجْهُهُ مُمْتَلِئٌ طِينًا وَمَاءً
“Maka muncullah tanda-tanda mau hujan di malam tersebut, lalu turunlah hujan. Lalu hujan masuk melalui sela-sela atap masjid pada malam ke-21. Lalu mataku melihat Rasulullah ﷺ, dan aku melihat beliau selesai shalat subuh dan wajah beliau penuh dengan tanah dan air.”([5])
Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam ke-23. Hal ini sebagaimana hadits dari Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، ثُمَّ أُنْسِيتُهَا، وَأَرَانِي صُبْحَهَا أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ، قَالَ: فَمُطِرْنَا لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ، فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْصَرَفَ وَإِنَّ أَثَرَ الْمَاءِ وَالطِّينِ عَلَى جَبْهَتِهِ وَأَنْفِهِ قَالَ: وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُنَيْسٍ يَقُولُ: ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ
“Sesungguhnya Rasulullah bersabda, ‘Aku telah diperlihatkan Lailatulqadar kemudian aku dibuat lupa, dan aku bermimpi bahwa aku bersujud di atas tanah dan air’. Maka kami dihujani pada malam yang ke dua puluh tiga, Rasulullah shalat bersama kami, kemudian beliau pergi sedangkan bekas air dan tanah (masih melekat) di dahi dan hidungnya. Itu malam ke-23.”([6])
Dari sini kemudian sebagian ulama berpendapat bahwa malam lailatulqadar jatuh pada malam ke-23.
Selain itu, Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu berpendapat bahwa malam lailatulqadar adalah malam ke-27. Ia berpendapat demikian karena pernah mengalaminya bersama Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Muhammad ﷺ pernah mengabarkan bahwa ciri-ciri malam lailatulqadar adalah matahari tidak terlalu terik ketika terbit. Maka Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu pun melihat di pagi hari bahwasanya matahari terbit dengan cahaya yang tidak begitu terik, dan malam tersebut adalah malam ke-27.([7])
Selain itu, ada pendapat pula bahwasanya malam lailatulqadar itu jatuh pada malam ke-29, karena Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
الْتَمِسُوا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ
“Carilah lailatulqadar di malam yang terakhir (dari bulan Ramadan).”([8])
Kebanyakan bulan Ramadan yang dilalui oleh Nabi Muhammad adalah 29 hari.
Ini semua menguatkan pendapat bahwasanya malam lailatulqadar berpindah dari satu malam ke malam yang lainnya setiap tahun([9]), namun tetap jatuh di malam ganjil, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatulqadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.”([10])
Karya : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema : Bekal Puasa
___________
Footnote:
([1]) Ini adalah pendapat masyhur mazhab Syafi’iyah. [Lihat: Al-Majmu’ (6/450)].
([2]) Lihat: Al-Inshaf (3/354), asy-Syarh al-Kabir (1/551), dan Fath al-Qadir (2/389).
([3]) HR. Bukhari No. 2023.
([4]) Lihat: Fath al-Bari (4/266).
([5]) HR. Bukhari No. 2018.
([6]) HR. Muslim No. 1168.
([7]) Lihat: Shahih Muslim No. 762.
([8]) HR. Ibnu Khuzaimah No. 2189, dinyatakan shahih oleh Syekh al-Albani.
([9]) Lihat: Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/450), hal ini merupakan pendapat yang dipilih oleh al-Muzani dan dikuatkan oleh Imam an-Nawawi s.
([10]) HR. Bukhari No. 2017.