Asal-usul Shalat Tarawih Berjamaah
Dahulu, Nabi Muhammad ﷺ pernah melakukan shalat tarawih bersama para sahabat selama tiga malam berturut-turut. Pada malam pertama shalat, sebagian para sahabat ikut shalat bersama Nabi Muhammad ﷺ. Hari berikutnya, hal tersebut menjadi perbincangan oleh para sahabat, sehingga malam harinya shalat tarawih yang dipimpin oleh Nabi Muhammad ﷺ bertambah banyak dari hari sebelumnya. Hari berikutnya pun demikian, masjid semakin sesak karena banyaknya orang-orang. Maka pada hari keempat, para sahabat ramai datang ke masjid Nabawi untuk shalat tarawih, namun Nabi Muhammad ﷺ tidak kunjung keluar dari rumah beliau. Tiba waktu subuh, barulah Nabi Muhammad ﷺ keluar ke masjid. Maka para sahabat pun bertanya kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang hal tersebut, maka Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ شَأْنُكُمُ اللَّيْلَةَ، وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ صَلَاةُ اللَّيْلِ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا
“Amma ba’du, sesungguhnya tidak samar bagiku dengan keadaan kalian semalam, akan tetapi saya hanya khawatir (shalat malam itu) akan diwajibkan atas kalian, sehingga kalian tidak sanggup melaksanakannya.”([1])
Zahir dari kisah di atas, Nabi Muhammad ﷺ mengerjakan shalat tarawih ini pada bulan Ramadhan terakhir beliau. Karena saking sayangnya Nabi Muhammad ﷺ kepada umatnya, maka beliau khawatir jika shalat tarawih tersebut akan menjadi wajib. Maka beliau ﷺ pun tidak shalat tarawih berjamah secara terus-menerus.
Setelah Nabi Muhammad ﷺ meninggal dunia, kemudian kepemimpinan dipegang oleh Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, maka tidak ada shalat tarawih. Hal ini dikarenakan pendeknya waktu kepemimpinan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, dan ketika itu terjadi banyak permasalahan-permasalahan([2]), sehingga tidak sempat untuk dilakukan shalat tarawih.
Kemudian di zaman Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, orang-orang ketika itu shalat malam sendiri-sendiri. Suatu malam Umar radhiallahu ‘anhu pergi ke masjid Nabawi dan mendapati orang-orang shalat masing-masing, ada yang sendiri dan ada yang berjamaah. Maka Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu pun memiliki ide untuk mengumpulkan mereka sehingga semuanya shalat berjamaah dengan satu imam yaitu Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu, sebagaimana yang pernah dilakukan di zaman Nabi Muhammad ﷺ. Di situlah Umar bin Khattab mengatakan,
نِعْمَةِ الْبِدْعَةُ هذِهِ
“Ini adalah sebaik-baik perkara baru.”([3])
Maksud dari perkataannya tersebut adalah hal tersebut baru diadakan kembali setelah terputus di zaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu.
Atsar yang telah diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abdul Qari’ berkata,
خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ، فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، قَالَ عُمَرُ: نِعْمَ البِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
“Aku keluar bersama Umar bin Khatthab radhiallahu ‘anhu ke masjid pada suatu malam di bulan Ramadhan. Ketika itu orang-orang (shalat) secara berpisah-pisah. Ada seseorang yang shalat sendiri, ada pula yang shalat dengan berkelompok. Maka Umar berkata: Aku berpendapat seandainya aku mengumpulkan mereka di belakang satu qari’ ([4]), maka hal itu lebih baik. Kemudian beliau bertekad, lalu mengumpulkan orang-orang untuk shalat di belakang Ubay bin Ka’ab. Kemudian aku keluar bersama beliau pada malam berikutnya sedangkan orang-orang shalat dengan mengikuti qari’ mereka. Maka Umar berkata: Sebaik-baik bid’ah adalah ini([5]). Orang yang tidur lebih baik dari pada orang yang melaksanakan shalat. Maksud Umar adalah tidur untuk shalat pada akhir dari sepertiga malam. Hal ini dikarenakan saat itu orang-orang melaksanakan shalat pada awal malam.” ([6])
Karya : Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Tema : Bekal Puasa
___________
Footnote:
([1]) HR. Muslim No. 761, dari Aisyah radhiallahu ‘anha.
([2]) Ada banyak masalah yang terjadi di zaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, di antaranya seperti banyaknya orang yang murtad, adanya yang mengaku sebagai nabi, banyak orang yang tidak bayar zakat, dan beberapa peperangan terjadi di zaman beliau.
([3]) HR. Imam Malik No. 378 dalam al-Muwattha’ tahqiq al-A’zhami (2/158).
([4]) Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, yang disebutkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no.673.
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ
“Yang berhak memimpin shalat suatu kaum adalah yang paling banyak bacaan Al-Qur’annya.” (Al-Istidzkar Li Ibni Abdil Barr 2/66)
([5]) Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Umar ‘Sebaik-baik bid’ah’ dalam bahasa orang arab bermakna hal baru yang belum pernah ditemukan. Perkara agama yang menyelisihi amalan sunnah Nabi, maka itulah sejatinya bid’ah yang tidak ada kebaikan di dalamnya, harus dicela, menjauhinya dan pelakunya, jika telah jelas keburukan yang dianutnya. Adapun hal baru yang yang tidak menyelisihi sumber syariat dan sunnah, maka itulah sebaik-baik bid’ah, sebagaimana perkataan Umar, karena sumber pengamalannya sendiri merupakan sunnah yang diajarkan oleh Nabi. [Al-Istidzkar, (5/153)].
([6]) HR. Bukhari No. 2010.